DISUSUN OLEH :
NPM : 1974201097
FAKULTAS HUKUM
2021
1
KATA PENGANTAR
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang filsafat hukum. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 9
A. Tinjauan Pustaka...................................................................... 9
B. Pengertian Hukum dan Proses Pembentukan Hukum
C. Permasalahan Filsafat Hukum................................................. 12
D. Fungsi Filsafat Hukum Dalam Pembentukan Hukum Di
Indonesia.................................................................................
E. Pendekatan Filsafat Hukum..................................................... 14
F. Implikasi Filsafat Hukum dalam Kenyataan Hidup
Bermasyarakat, Bernegara, dan Berbangsa............................
G. Perkembangan Filsafat Hukum di Indonesia.........................
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................................. 20
B. Saran ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
4
Semua sikap, tingkah laku, dan perbuatannya harus sesuai atau menurut
hukum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan maka
rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana Pengertian Hukum dan Proses Pembentukan Hukum di
Indonesia?
2. Bagaimana Fungsi Filsafat Hukum Dalam Pembentukan Hukum Di
Indonesia
3. Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat Hukum?
4. Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu
sendiri?
5. Bagaimana Implikasi Filsafat Hukum dalam Kenyataan Hidup
Bermasyarakat, Bernegara, dan Berbangsa?
6. Bagaimana Perkembangan Filsafat Hukum di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dilakukan untuk memperoleh bagaimana perkembangan
filsafat hukum di Indonesia yang meliputi tentang Pengertian dari Filsafat
Hukum, untuk mengetahui Permasalahan dalam Filsafat Hukum, dan untuk
mengetahui Pendekatan dalam Filsafat Hukum dan lain-lain.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tinjauan Pustaka
Secara etimologis, filsafat berasal dari kata philosophia, philo (cinta) dan
sophia (kebijaksanaan). Jadi filsafat adalah mencintai kebijaksanaan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1) pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, 2) teori
yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang
berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.
Filsafat atau disebut juga ilmu filsafat, mempunyai beberapa cabang ilmu
utama. Cabang ilmu utama dari filsafat adalah ontologi, epistemologi, tentang
nilai (aksiologi), dan moral (etika). Ontologi (metafisika) membahas tentang
hakekat mendasar atas keberadaan sesuatu. Epistemologi membahas pengetahuan
yang diperoleh manusia, misalnya mengenai asalnya (sumber) darimana sajakah
pengetahuan itu diperoleh manusia, apakah ukuran kebenaran pengetahuan yang
telah diperoleh manusia itu dan bagaimanakah susunan pengetahuan yang sudah
diperoleh manusia. Ilmu tentang nilai atau aksiologi adalah bagian dari filsafat
yang khusus membahas mengenai hakekat nilai berkaitan dengan sesuatu.
Sedangkan filsafat moral membahas nilai berkaitan dengan tingkah laku manusia
dimana nilai di sini mencakup baik dan buruk serta benar dan salah.
6
kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi, (3) Norma, yaitu pedoman atau
patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan, (4) Tata hukum,
yaitu struktur dan proses perangkat normanorma hukum yang berlaku pada suatu
waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis, (5) Petugas, yakni pribadi-
pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan
hukum (law enforcement officer), (6) Keputusan penguasa, yakni hasil proses
diskresi, (7) Proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara
unsure-unsur pokok dari system kenegaraan, (8) Sikap tindak ajeg atau perilaku
yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang
bertujuan mencapai kedamaian, dan (9) Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari
konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
7
mirip dengan definisi dari Rudolf van Jhering yang mengatakan bahwa hukum
adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu
Negara. Hans Kelsen menyataan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana
orang harus berperilaku. Pendapat ini didukung oleh ahli hukum Indonesia
Wirjono Projodikoro yang menyatakan bahwa hukum adalah rangkaian peraturan
mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat,
kebahagiaan dan tata tertib masyarakat itu. Selanjutnya O. Notohamidjojo
berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak
tertulis yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakukan manusia dalam
masyarakat Negara serta antar Negara, yang berorientasi pada dua asas yaitu
keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan damai dalam masyarakat.
Dari sekian banyak definisi yang ada, menurut Paul Scholten ada beberapa
ciri-ciri hukum, sebagaimana dikutip oleh A. Gunawan Setiardja yaitu: (1) Hukum
adalah aturan perbuatan manusia. Dengan demikian menurut ahli hukum, tatanan
hukum adalah hukum positif yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah adalah
sumber hukum, (2) Hukum bukan hanya dalam keputusan, melainkan juga dalam
realisasinya. Menurut Prof. Padmo Wahyono, S.H., hukum yang berlaku dalam
suatu Negara mencerminkan perpaduan sikap dan pendapat pimpinan pemerintah
dan masyarakat mengenai hukum tersebut, (3) Hukum ini mewajibkan. Apabila
hukum positif telah ditetapkan maka setiap warga negara wajib untuk menaati
hukum sesuai dengan undang-undang, (4) Institusionali hukum. Hukum positif
merupakan hukum institusional dan melindungi masyarakat, dan (5) Dasar
hukum. Setiap hukum mempunyai dasar, yaitu mewajibkan dan mengharuskan.
Pelaksanaannya dengan ideologi bangsa.
8
sebagai hukum yang sah, bila terdapat pengakuan oleh negara kepada warga
negara yang akan menggunakan hukum adatnya tersebut.
Hukum yang baik bentuknya harus memenuhi tiga syarat: (1) tuntas
mengatur permasalahan, (2) tidak ada ketentuan tentang delegasi perundang-
undangan (delegatie van wetgeving), dan (3) jangan sampai ada ketentuan (pasal)
yang bersifat elastic. Filosofische theorie, dikemukakan oleh Jeremi Bentham
dalam bukunya “Legal Theory”. Hukum yang baik harus memenuhi unsur-unsur:
9
(1) berlaku secara filosofis. Produk hukum harus berlaku sesuai filsafat Pancasila.
Artinya, jika produk hukum tersebut disaring dengan Pancasila dapat lolos, (2)
berlaku secara sosiologis. Berarti produk hukum yang dibentuk harus sesuai
dengan kesadaran hukum masyarakat dimana hukum itu akan diberlakukan. Kalau
tidak sesuai maka produk hukum yang dibentuk akan mubadzir, dan (3) berlaku
secara yuridis.
Bahwa hukum itu tajam bermata dua, yaitu kebenaran dan keadilan.
Berlaku secara yuridis artinya dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan. Yang
benar belum tentu dirasa adil, dan sebaliknya yang dirasa adil belum tentu benar.
Benar adalah kecocokan antara perbuatan dan peraturan. Adil adalah
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Ketiga sifat berlaku tersebut harus
dimiliki oleh suatu produk hukum yang dibentuk.
Bagi Negara Republik Indonesia yang menjadi sumber dari sumber hukum
adalah Pancasila yang dijumpai dalam alinea keempat Pembukaan Undang-
Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila sebagai dasar falsafah,
pandangan hidup, dasar negara, dan sumber tertib hukum Indonesia yang
menjiwai serta menjadi mercusuar hukum Indonesia. Pancasila inilah yang
menjadi landasan pembenar bagi pembangunan ilmu hukum Indonesia
berdasarkan epistemologi rasioempiris-intuisi-wahyu. Masuknya intuisi-religi
sebagai metode dalam ilmu hukum Indonesia diharapkan mampu menjadikan
10
lengkap ilmu hukum dan memberi semangat serta jiwa pembangunan hukum
Indonesia.15 Keterkaitan hukum dan manusia tidak dapat dipisahkan.
11
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan.
Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menentukan bahwa Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum negara. Pasal 3 ayat (1) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menentukan bahwa Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan
Perundang-undangan.
Manusia sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban seperti yang
diamanat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diatur secara
spesifik dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Hak-hak yang ada pada manusia merupakan prinsip-prinsip yang
menyangkut hukum dalam arti subjektif. Hal ini secara umum diterima oleh
karenanya hak-hak itu berkaitan dengan manusia yang karena harkat dan
martabatnya menuntut untuk dihargai dan dihormati.
12
Pengakuan atas harkat dan martabat manusia ini telah menghasilkan suatu
dokumen yang bersejarah tentang hak-hak asasi manusia yakni Declaration of
Human Rights. Hak-hak manusia disebut sebagai hak asasi karena dianggap
sebagai fundamen yang diatasnya seluruh organisasi hidup bersama harus
dibangun. Hak-hak asasi manusia akan menjadi masalah jika pengakuan hak
tersebut dipandang tidak sebagai bagian humanisasi hidup yang telah mulai
digalang sejak manusia sadar tentang tempatnya dan tugasnya didunia ini.
Hak-hak asasi manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu hak fundamental
yang melekat pada pribadi manusia sebagai individu adalah hak atas hidup dan
perkembangan hidup. Seperti hak atas kebebasan beragama, hak atas nama baik,
dan lain sebagainya. Kedua yaitu hak-hak yang melekat pada manusia sebagai
makhluk social dibagi menjadi hak ekonomis, sosial dan kultural. Diantara hak
asasi manusia yang sering dikaitkan dalam filsafat hukum adalah hak milik.
Masalah terakhir dalam cakupan filsafat hukum adalah tentang peranan hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
1. Pendekatan Historis
13
filsafat hukum yang diawali dengan zaman Yunani (Kuno). Pada zaman Yunani
hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal dengan sebutan kaum Sofis. Kaum
sofis inilah yang berperan dalam perkembangan sejarah filsaft hukum pada zaman
Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada zaman ini, antara lain:
Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates, Plato, dan Aristoteles.
14
peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum 36
(Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan
kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang
menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra
moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia. Keadilan senantiasa terpadu
dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukun
(Zeweclcmassigkeit). Tiap makna dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa
dan bagaimana keadilan komutatif, distributif maupun keadilan protektif demi
terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yaug pada hakikatnya
demi harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan sungguh-sungguh
merupakan dunia dan trans empirical setiap pribadi manusia.
Hukum dan citra hukum (keadilan) sekaligus merupakan dunia nilai dan
keseluruhannya sebagai fenomena budaya. Peranan filsafat hukum memberikan
wawasan dan makna tujuan hukum sebagai cita hukum (rechtidee). Cita hukum
adalah suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus suatu apriori yang bersifat
normatif sekaligus konstitutif, yang merupakan prasyarat transendental yang
mendasari tiap Hukum Positif yang bermartabat, tanpa cita hukum (rechtidee) tak
akan ada hukum yang memiliki watak normatif (Rouscoe Pound, 1972: 23).
15
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dengan kebaikan Hukum Etis dan
dengan asas dasar hukum umum abstrak Hukum Filosofis (Notonagoro, 1948:
81).
A. Zaman Purbakala
1. Masa Yunani
Dinamakan masa Pra Socrates, karena pada saat itu, para filsufnya tidak
dipengaruhi oleh filsafat Socrates, filsafat hukum belum berkembang, para
filsufnya memusatkan perhatian kepada alam semesta.
16
Dimasa Pra Socrates ini, termasuk di dalamnya adalah zaman yang
dinamakan :
Pada masa ini kelahiran filsafat barat diawali pada abad ke 6 SM yang
ditandai dengan runtuhnya mitemite dan dongeng-dongeng yang menjadi
pembenaranakan gejala-gejala alam. Ada dua bentuk mite yang berkembang saat
itu yaitu
Ada dua hal yang menyebabkan pemikiran filsafat tentang hukum itu
tumbuh subur di Yunani yaitu : 1. kecenderungan-kecenderungan untuk berfikir
spekulatif serta 2. persepsi intelektualnya untuk menyadari adanya tragedy
kehidupan manusia serta konflik-konflik dalam kehidupan di dunia ini. Hal ini
terlihat dari karya-karya filsafat dan kesusteraannya. Dengan demikian, orang pun
di dorong dengan kuat untuk memikirkan problem yang abadi mengenai
hubungan antara hukum positif dengan keadilan yang abadi, sehingga
memberikan sumbangan pemikiran Yunani kedalam teori hukum.
b. Masa Socrates
17
Para penulis sejarah filsafat hukum mengatakan bahwa : Socrateslah yang
pertama-tama memberikan perhatian sepenuhnya pada manusia. Dia berfilsafat
tentang manusia sampai pada segala seginya. Diperkirakan filsafat hukum mulai
lahir di masa ini, kemudian mencapai puncaknya di zaman : filsuf Plato,
Aristoteles dll filsuf-filsuf dari Yunani dan Romawi.
Kaum Sofist lahir pada akhir abad ke-5 dan permulaan abad ke-4 sebelum
masehi. Slogannya : Justice is the interest of the stronger (hukum merupakan hak
dari pada penguasa). Pada masa ini ditekankan pembedaan antara : Alam (physis)
dan Konvensi (nomos). Hukum mereka masukkan dalam katagori konvensi
(nomos) karena menurut mereka : hukum adalah hasil karya cipta manusia
(human invention) dan menjustifikasi (membenarkan) kepatuhan pada hukum
hanya sejauh memajukan keuntungan bagi yang bersangkutan.
Pada masa ini masalah filsafat hukum yang penting untuk pertama kali
dirumuskan meski gagasannya tentang hukum, keadilan, agama, kebiasaan dan
moralitas untuk sebagian besar tidak di definisikan. Pada masa ini mulai ada
usaha-usaha untuk merumuskan hukum dalam definisi formal. Beranggapan
manusia bersifat egois dan anti social. Sedangkan Socrates, Plato dan Aristoteles,
beranggapan bahwa manusia adalah makhluk social yang dimotivasi oleh
18
perhatian bagi orang lain dan perhatian bagi diri sendiri, yang memperoleh
kebahagiaan dalam kehidupan social. 62 Contoh masa Sofist ini adalah :
c. Masa Plato
19
pisik manusia pada lingkungannya yang tepat (properspheres) agar
memungkinkan manusia dalam keutuhannya berfungsi dengan baik. Menurut
Plato : hukum adalah pikiran yang masuk akal (reason thought, logimos) yang
dirumuskan dalam keputusan negara. Plato menolak pemikiran bahwa : otoritas
dari hukum semata-mata bertumpu pada kemauan dari kekuatan yang memerintah
(governing power).
d. Masa Aristoteles
Menurutnya : hukum adalah : suatu jenis ketertiban dan hukum yang baik,
yaitu : ketertiban yang baik (Politic 1326 a), akal yang dipengaruhi oleh nafsu,
jalan tengah. Seperti juga Plato, Aristoteles menolak pandangan kaum Sofist :
bahwa hukum itu hanyalah konvensi. Namun dia mengakui bahwa : Bahwa
seringkali hukum hanyalah merupakan ekspresi dari kemauan suatu kelas khusus
(sekelompok orang, a particular class) dan menekankan peranan kelas menengah
(middle class) sebagai suatu factor stabilisasi. Dikatakannya dengan memiliki
aturan tertulis adalah lebih baik daripada hanya mengandalkan diri pada
kebijaksanaa (discretion), meski memang tidak semua hal tercakup dalam aturan-
aturan hukum.
2. Masa Romawi
20
konsep serta tehnik-tehnik yang berhubungan dengan hukum positif, seperti
bidang-bidang : kontrak, kebendaan dan ajaran-ajaran tentang kesalahan. Pada
masa Romawi, perkembangan filsafat hukum tidak segemilang pada masa Yunani
karena pada masa itu, para ahli fikir lebih banyak mencurahkan perhatiannya
kepada masalah bagaimana hendak mempertahankan ketertiban diseluruh
kawasan kekaisaran Romawi yang luas.
Merupakan masa yang khas, yang ditandai dengan suatu pandangan hidup
manusia yaitu merasa dirinya tidak berarti tanpa Tuhan, dimana kekuasaan gereja
begitu besarnya, sehingga mempengaruhi segala segi kehidupan. Zaman ini adalah
zaman keemasan bagi kekristenan. Abad ini selalu dibahas sebagai zaman yang
khas, karena dalam abad ini perkembangan alam pikiran Eropa sanga terkendala
oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama. Filsafat zaman
pertengahan biasanya dipandang terlalu seragam dan dipandang tidak penting bagi
sejarah pemikiran sebenarnya.
Hal ini tidak demikian karena tidak mungkin memahami apa yang terjadi
di masa Renaissans dan filsafat abad ke-17 tanpa memahami apa yang terjadi di
abad pertengahan. Filosofis yang berpengaruh di abad ini adalah : Plato dan
Aristoteles. Plato berpengaruh terhadap Agustinus dan Aristoteles terhadap
Thomas Aquinas. Filsafat Agustinus (354-430) merupakan filsafat mengenai ikut
ambil bagian, suatu bentuk Platonisme yang sangat khas. Dengan pengetahuannya
mengenai kebenaran-kebenaran abadi yang disertakan sejak lahir dalam ingatan
dan yang menjadi sadar karena manusia mengetahui sesuatu, manusia ikut ambil
bagian dalam ide-ide Tuhan, yang mendahului ciptaan dunia.
21
suku suku Germania. - Pada masa ini peradapan tinggi bangsa Romawi hancur. -
Tidak ada peninggalan di bidang filsafat dan pemikiran dalam zaman ini. - Pada
masa ini, pengaruh agama kristen berkembang dengan pesat karena suasana
kehidupan suku-suku bangsa waktu itu yang selalu berperang. - Manusia pada
masa itu memerlukan adanya ketentraman dan kedamaian, agama Kristen
dianggap memenuhi tuntutan tersebut.
2. Masa Scolastik
Pada masa ini banyak filsafat hukum yang lahir, namun dengan corak
khusus, didasari oleh ajaran Tuhan yaitu ajaran Kristen. - Filsafat hukumnya
disebut : masa scholastis. - Pada masa ini terjadi peralihan dalam aliran pikiran
Yunani (Plato, Aristoteles dan Epicurus). Akibat daripada perbedaan pendapat di
kalangan aliran-aliran ini telah lahir ajaran baru yang disebut : ECLETISISME. 72
NEOPLATONISME
Setelah itu muncul masa lain yang dikenal dalam dunia filsafat sebagai
masa Neo Platonisme dengan Platinus sebagai tokoh terbesar. Filsafat ini yang
mula-mula membangun suatu tata filsafat yang bersifat ke-Yuhanan.
Menurutnya : Tuhan itu hakikat satu-satunya yang paling utama dan luhur yang
merupakan sumber dari segalagalanya. - Dengan dasar filsafat Plato yang
mengajarkan orang harus berusaha mencapai pengetahuan yang sejati, maka
Platinus mengatkah bahwa : kita harus berikhtiar melihat Tuhan, sebab melihat
Tuhan itu tidak dapat dengan berfikir saja akan tetapi harus dengan jalan
beribadah. Pandangan ini membuka jalan untuk mengembangkan agama Kristen
dalam filsafat. - Neo Platonisme lahir di Alexandria sebagai tempat pertemuan
antara filsafat Yunani dan agama Kristen. Santa Agustinus (Romawi) disebut-
sebut oleh kalangan ahli filsafat sebagai menjembatani alam fikiran Yunani dan
alam fikiran Kristen.
22
Peralihan dari zaman pertengahan ke zaman modern ditandai dengan suatu
era yang disebut : RENAISSANCE. Renaissance adalah suatu zaman yang sangat
menaruh perhatian pada bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra,
filsafat, ilmu pengetahuan dan tehnologi. Pada zaman ini berbagai golongan
bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis,
sehingga terjadi perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan
membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat. Zaman renaissance terkenal
dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berfikir, artinya adalah
manusia bebas seperti pada zaman Yunani Kuno. Pada zaman renaissance ini
manusia Barat berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja
yang selama ini telah ‘mengukung ‘ kebebasan dalam mengemukakan kebenaran
filsafat dan iptek.
23
filsafat Aristoteles ke dalam suatu filsafat yang komprehensif merupakan :
kulminasi dari hukum. - Hukum alam adalah : sebah standar terhadap mana
hukum manusia harus conform. - Menurut Thomas Aquinas : aturan-aturan
hukum adalah peraturan akal budi (ordinances of reason) yang diundangkan bagi
kebaikan umum oleh penguasa yang sah (legitimate. Souvereign).
3. ABAD KE-14
4. JEAN BODIN
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum
Menurut Para Ahli, Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat
Hukum dan Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu
sendiri, maka pada hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pengertian
filsafat hukum beragam adanya tetapi substansi dari filsafat itu sendiri
dimaknai sama yaitu mempelajari pertanyaan dasar dari hukum dan
pernyataan tentang hakikat hukum. Permasalahan dalam FIlsafat Hukum
mencakup keadilan, HAM, dan hukum sebagai sarana pembaharuan dalam
masyarakat. Pendekatan tentang filsafat hukum dilakukan dengan cara
pendekatan historis dari zaman Yunani kuno hingga zaman modern.
B. Saran
Dari hasil pembahasa tersebut maka, penulis dapat memberikan saran
yaitu kepada para penyelenggara Negara, penegak hukm haruslah memahami
konsep dari hukum dengan memahami konsep mendalam dari filsafat hukum
itu sendiri sebab Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan
radikal atas masalah tersebut. oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang
sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu,
sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak
memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (2017). Pemetaan tesis dalam aliran filsafat hukum dan konsekuensi
metodologisnya. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 24(2):213-231.
Andriyaldi. (2018). Sejarah dan korelasi hukum islam dengan ilmu lainnya.
Jurnal Hukum Islam, 16 (1) : 1-23.
26
Friedmann.W. (1996). Teori dan Filsafat Hukum. PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Malian, S. (2012). Perkembangan filsafat ilmu teori serta kaitannya dengan teori
hukum. UNISIA, 33 (73) : 1-9.
Tutik, T. T. (2014). Ilmu hukum: hakekat keilmuannya ditinjau dari sudut filsafat
ilmu dan teori ilmu hukum. Jurnal Hukum & Pembangunan, 44(2):
245-268.
27
Rappaport, A. (2004). The Logic of Legal Theory: Reflections on the Purpose and
Methodology of Jurisprudence. Mississippi Law Journal, 73(12): 289-
297.
28