Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FILSAFAT HUKUM
PENGANTAR FILSAFAT HUKUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Hukum”

Dosen Pengampu :
Moh. Hudi, S.H, M.H.
Disusun Oleh :

Nastasya Alifia Putri (22011022)


Miftakhul Nur Wakid (22011023)
Silma Rosidah (22011024)
Rahmat Setiawan (22011005)
Dinda Nadia Safitri (22011031)

FAKULTAS HUKUM
PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul
"PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM”. Atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada: dosen mata kuliah filsafat hukum, yang memberikan
bimbingan, saran, ide dan kesempatan untuk membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Lamongan, 20 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan ................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 4


A. Pengertian FIlsafat Hukum...................................................... 4
B. Permasalahan Filsafat Hukum................................................. 6
C. Pendekatan Filsafat Hukum .................................................... 8

BAB IV PENUTUP .................................................................................... 12


A. Kesimpulan ............................................................................. 12
B. Saran ....................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya, penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tentang sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan bahwa
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa kata “hukum”
dijadikan lawan kata “kekuasaan”. Tetapi apabila kekuasaan adalah serba
penekanan, intimidasi, tirani, kekerasan dan pemaksaan maka secara filosofis
dapat saja hukum dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang menguntungkan
dirinya tetapi merugikan orang lain.
Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka sesungguhnya perlu
dipahami akan makna dari filsafat hukum. Filsafat hukum mempersoalkan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan
tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari
hukum”, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas
dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum
positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing
mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif
hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan
konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidang-bidang serta sistem
hukumnya sendiri.
Berbeda dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum mengambil
sebagai fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk kemudian
dikupas dengan menggunakan standar analisa seperti tersebut di atas. Suatu hal
yang menarik adalah, bahwa “ilmu hukum” atau“jurisprudence” juga
mempermasalahkan hukum dalam kerangka yang tidak berbeda dengan filsafat
hukum. Ilmu hukum dan filsafat hukum adalah nama-nama untuk satu bidang
ilmu yang mempelajari hukum secara sama.

1
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini sangat diperlukan untuk
menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup
sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek
hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak
bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum
yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum
dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak
menemukan keadaan yang sebenarnya.1
Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi
“panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh
sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki
kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena
pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali
tidak bijak karena tidak memberi kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi
memberikan putusan adil pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak
melalui prosedur yang benar. Perkara diputuskan dengan undang-undang yang
telah dipesan dengan kerjasama antara pembuat Undang-undang dengan pelaku
kejahatan yang kecerdasannya mampu membelokkan makna peraturan hukum
dan pendapat hakim sehingga berkembanglah mafia peradilan. Fungsi hukum
tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan tafsiran tanpa batas yang
dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan tertentu. Hukum
hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan, padahal politik sulit
ditemukan arahnya.
Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk membangun
kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah
menjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis yang mampu memformulasikan
cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan
pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah secara radikal

1
Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung.

2
dengan tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi
perkembangan hukum pada suatu masa dan tempat tertentu. Olehnya itu, dari
ilustrasi latar belakang di atas penulis tertarik megambil judul makalah
mengenai Pengertian Filsafat Hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan maka rumusan
masalahnya adalah :
1. Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum ?
2. Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat Hukum?
3. Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu
sendiri?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dilakukan untuk memperoleh Pengertian dari Filsafat
Hukum, untuk mengetahui Permasalahan dalam Filsafat Hukum, dan untuk
mengetahui Pendekatan dalam Filsafat Hukum.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Hukum


Semenjak kita duduk di bangku pendidikan lanjutan serta Perguruan
Tinggi kita sering mendengar tentang filsafat, apakah sebenarnya filsafat
itu? Seseorang yang berfilsafat diumpamakan seorang yang berpijak dibumi
sedang tengadah ke bintang-bintang, dia ingin mengetahui hakikat
keberadaan dirinya, ia berfikir dengan sifat menyeluruh (tidak puas jika
mengenal sesuatu hanya dari segi pandang yang semata-mata terlihat oleh
indrawi saja). Ia juga berfikir dengan sifat (tidak lagi percaya begitu saja
bahwa sesuatu itu benar). Ia juga berfikir dengan sifat spekulatif (dalam
analisis maupun pembuktiannya dapat memisahkan spekulasi mana yang
dapat diandalkan dan mana yang tidak), dan tugas utama filsafat adalah
menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu
yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas, mendalam
sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Dan tujuan
mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala pandang sehingga
dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan
akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan
kaidah-kaidah hukum. Filsafat hukum ini berpengaruh terhadap
pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in abstracto.
Olehnya itu untuk mengupas pengertian filsafat hukum, terlebih dahulu
kita harus mengetahui di mana letak filsafat hukum dalam filsafat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum terkait dengan tingkah
laku/perilaku manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia agar
tidak terjadi kekacauan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia. yang disebut dengan
etika atau filsafat tingkah laku.

4
Ahrens pernah membicarakan, bahwa filsafat hukum adalah ilmu
yang mengambil sumber dan menjabarkan asas tertinggi dan/atau cita
hukum dari manusia dan kemanusiaan, untuk selanjutnya
dikembangkan dan diterapkan pada dasar kehidupan manusia.2 Berikut
pengertian filsafat menurut para ahli :
a. Menurut Soetikno filsafat hukum adalah mencari hakikat dari
hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang hukum,
mencari apa yang tersembunyi didalam hukum, dia menyelidiki
kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai.
b. Menurut Satjipto Raharjo filsafat hukum mempelajari
pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pernyataan tentang
hakekat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari
hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat
mendasar itu.
c. Menurut Apeldoorn , filsafat hukum ialah pengetahuan yang
berusaha menjawab apakah hukum itu ?ia menghendaki agar
kita berpikir masak-masak , menanggapi dan bertanya-tanya
tentang “hukum”(Apeldoorn ,1951:331-332). Dalam edisi baru
yang ditulis DHM Meuwissen , hal tersebut telah direvisi
secara total . Misalnya , dikatakan bahwa filsafat hukum
memang berusaha mencari hakekat hukum, walau sebenarnya
hanya melihat hukum sebagai bagian dari kenyataan . Apa hal
itu tak bisa dijawab oleh ilmu hukum ?Dapat tapi tak akan
mendapat jawaban yang menangkan SEBEB ilmu hukum
hanya melihat gejala-gejala hukum belaka dan melihat
“hukum” yang dapat dilihat dengan panca indera, tidak melihat
dunia hukum yang tidak dapat dilihat dengan panca indera
(tersembunyi), hanya melihat hukum sepanjang telah menjadi
perbuatan manusia . Dimana ilmu hukum berakhir , disanalah

2
Ahrens, 1989, De Rechtsphilosophie oder das Narurrecht auf philosophis antropologischer
grunslage, hlm 5.

5
filsafat hukum memulai . Ia menjawab pertanyaan – pertanyaan
yang tidak terjawab oleh ilmu hukum.
Menurut Soejono Koesoemo Sisworo, penegakan hukum oleh Hakim
melalui penemuan hukum itu termasuk obyek pokok dari telaah filsafat
hukum. Disamping masalah lainnya seperti hakekat pengertian hukum,
cita/tujuan hukum dan berlakunya hukum. Sedangkan menurut Lili Rasyidi,
obyek pembahasan filsafat hukum masa kini memang tidak terbatas pada
masalah tujuan hukum melainkan juga setiap masalah mendasar yang
muncul dalam masyarakat dan memerlukan pemecahan. Masalah itu antara
lain hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum dengan nilai-
nilai sosial budaya, apa sebab orang menaati hukum, dan lain
sebagainya. Sedangkan menurut Theo Huybers, unsur yang menonjol
dalam telaah filsafat hukum antara lain tentang arti hukum kaitannya
dengan hukum alam serta prinsip etika, kaitan hukum dengan pribadi
manusia dan masyarakat, pembentukan hukum, serta perkembangan rasa
keadilan dalam Hak Asasi manusia.3
B. Permasalah Filsafat Hukum
Permasalahan dalam penerapan filsafat hukum meliputi keadilan,
HAM, dan hukum sebagai sarana pembaharuan masayarakat. Keadilan
merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan
sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Hakikat hukum adalah
membawa aturan yang ada dalam masyarakat. Hukum terkait dengan
keadilan, oleh karena keadilan hanya bisa dipahami jika diposisikan sebagai
keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan
ini merupakan proses dinamis yang memakan waktu.
Upaya ini didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam
kerangka umum untuk mengaktualisasikannya, sehingga keadilan dapat
diangap sebagai sebuah gagasan, sebagaimana yang dilakukan oleh Plato
dan Hegel yang mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman

3
Ibid

6
tentangnya hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis
yang sulit.
Manusia sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban seperti
yang diamanat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Hak-hak yang ada pada manusia merupakan prinsip-
prinsip yang menyangkut hukum dalam arti subjektif. Hal ini secara umum
diterima oleh karenanya hak-hak itu berkaitan dengan manusia yang karena
harkat dan martabatnya menuntut untuk dihargai dan dihormati.
Pengakuan atas harkat dan martabat manusia ini telah menghasilkan
suatu dokumen yang bersejarah tentang hak-hak asasi manusia yakni
Declaration of Human Rights. Hak-hak manusia disebut sebagai hak asasi
karena dianggap sebagai fundamen yang diatasnya seluruh organisasi hidup
bersama harus dibangun. Hak-hak asasi manusia akan menjadi masalah jika
pengakuan hak tersebut dipandang tidak sebagai bagian humanisasi hidup
yang telah mulai digalang sejak manusia sadar tentang tempatnya dan
tugasnya didunia ini.
Hak-hak asasi manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu hak fundamental
yang melekat pada pribadi manusia sebagai individu adalah hak atas hidup
dan perkembangan hidup. Seperti hak atas kebebasan beragama, hak atas
nama baik, dan lain sebagainya. Kedua yaitu hak-hak yang melekat pada
manusia sebagai makhluk social dibagi menjadi hak ekonomis, sosial dan
kultural. Diantara hak asasi manusia yang sering dikaitkan dalam filsafat
hukum adalah hak milik. Masalah terakhir dalam cakupan filsafat hukum
adalah tentang peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Filsafat hukum diharapkan dapat menjadi sarana pembaharuan
masyarakat karena filsafat hukum mengajarkan orang untuk berpikir secara
prediktif. Maksudnya adalah memprediksi, mengkaji apa yang akan terjadi
didepan dengan dasar dari gejala-gejala yang terjadi pada saat ini. Selain itu
filsafat hukum juga digunakan sebagai pandangan hidup manusia untuk
membantu dan mengarahkan manusia dalam aktivitas-aktivitas kehidupan

7
manusia, yang berperan sebagai kompas dalam kehidupan manusia sebagai
masyarakat. Hal ini dikarenakan Filsafat merupakan induk semua cabang
ilmu .
C. Pendekatan Filsafat Hukum
1. Pendekatan Historis
a. Sejarah Filsafat Zaman Yunani Kuno
Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari dimensi waktu, karena
waktu yang sangat menentukan terjadinya sejarah, yaitu dimensi
waktu yang terdiri waktu pada masa lampau, sekarang, dan masa
depan. Hal ini berlaku juga pada saat membicarakan sejarah
perkembangan filsafat hukum yang diawali dengan zaman Yunani
(Kuno). Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang disebut atau
dikenal dengan sebutan kaum Sofis. Kaum sofis inilah yang
berperan dalam perkembangan sejarah filsaft hukum pada zaman
Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada zaman ini, antara
lain: Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates, Plato, dan
Aristoteles.4
Socrates berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum
negara) harus ditaati, terlepas dari hukum itu memiliki kebenaran
objektif atau tidak. Ia tidak menginginkan terjadinya anarkisme,
yakni ketidakpercayaan terhadap hukum. Ini terbukti dari
kesediaannya untuk dihukum mati, sekalipun ia meyakini bahwa
hukum negara itu salah. Dalam mempertahankan pendapatnya,
Socrates menyatakan bahwa untuk dapat memahami kebenaran
objektif orang harus memiliki pengetahuan (theoria). Pendapat ini
dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.
Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria
sehingga tidak dapat memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya,
sehingga hukum ditafsirkan menurut selera dan kepentingan

4
Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 70-71.

8
penguasa. Oleh karena itu, Plato menyarankan agar dalam setiap
undang-undang dicantumkan dasar (landasan) filosofisnya.
Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak menafsirkan hukum sesuai
kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato inilah yang menjadi
cerminan bayangan dari hukum dan negara yang ideal.
Aristoteles, murid dari Plato tidak sependapat dengan Plato.
Aristoteles berpendapat bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda
itu sendiri. Pemikiran Aristoteles sudah membawa kepada hukum
yang realistis. Menurut Aristoteles, manusia tidak dapat hidup
sendiri karena manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat (zoon
politikon). Oleh karena itu, perlu ketaatan terhadap hukum yang
dibuat penguasa politik.
Hukum yang harus ditaati dibagi menjadi dua, yakni hukum
alam dan hukum positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian
hukum alam dan hukum positif muncul, kedua hukum tersebut
memiliki pengertian yang berbeda. Menurut Aristoteles, hukum
alam ditanggapi sebagai suatu hukum yang selalu berlaku dan di
mana-mana, karena hubungannya dengan aturan alam, sehingga
hukum tidak pernah berubah, lenyap dan berlaku dengan sendirinya.
Pada zaman Yunani (Kuno) muncul masa Hellenisme, yaitu
puncak keemasan kebudayaan Yunani yang dipelopori oleh aliran
Epikurisme (berasal dari nama filsuf Epikuros) dan Stoisisme
(berasal dari kata Stoa yang dicetuskan oleh Zeno). Kedua aliran ini
menekankan filsafatnya pada bidang etika. Meskipun demikian, dari
Epikurisme muncul konsep penting tentang undang-undang (hukum
posistif) yang mengakomodasi kepentingan individu sebagai
perjanjian antar individu, sehingga pemikiran dari penganut
Epikurisme merupakan embrio dari teori perjanjian masyarakat.
b. Sejarah Filsafat Hukum Zaman Pertengahan
Perkembangan sejarah filsafat hukum pada zaman pertengahan
dimulai sejak runtuhnya kekuasaan kekaisaran Romawi pada abad ke-

9
5 SM (masa gelap/the dark ages) yang ditandai dengan kejayaan
agama Kristen di Eropa (masa scholastic),5 dan mulai
berkembangnya agama Islam. Sebelum ada zaman pertengahan
terdapat suatu fase yang disebut dengan Masa Gelap, terjadi pada saat
Kekaisaran Romawi runtuh dihancurkan oleh suku-suku Germania,
sehingga tidak ada satupun peninggalan peradaban bangsa Romawi
yang tersisa, sehingga masa ini dikenal sebagai masa gelap.
Tokoh-tokoh filsafat hukum yang hidup di zaman ini, antara lain
Augustinus (354-430) dan Thomas Aquino/Thomas Aquinas (1225-
1275). Dalam perkembangannya, pemikiran para filsuf di zaman
pertengahan tidak terlepas dari pengaruh filsuf pada zaman Yunani,
misalnya saja Augustinus mendapat pengaruh dari Plato tentang
hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi. Tentu
saja pemikiran Augustinus bersumber dari Tuhan atau Budi Allah
yang diketemukan dalam jiwa manusia. Sedangkan Thomas Aquinas
sebagai seorang rohaniwan Katolik telah meletakkan perbedaan
secara tegas antara hukum-hukum yang berasal dari wahyu Tuhan
(Lex Aeterna), hukum yang dijangkau akal budi manusia (Lex
Divina), hukum yang berdasarkan akal budi manusia (Lex Naturalis),
dan hukum positif (Lex Positivis).6 Pembagian hukum atas keempat
jenis hukum yang dilakukan oleh Thomas Aquinas nantinya akan
dibahas dalam pelbagai aliran filsafat hukum pada bagian lain dari
tulisan ini.
c. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Modern
Pada zaman ini para filsuf telah meletakkan dasar bagi hukum
yang mandiri, yang terlepas sama sekali dari hukum abadi yang
berasal dari Tuhan. Tokoh-tokoh yang berperan sangat penting pada
abad pertengahan ini, antara lain: William Occam (1290-1350),

5
Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.
13.
6
Theo Huijbers, Op. Cit., hal. 39.

10
Rene Descartes (1596-1650), Thomas Hobbes (1588-1679), John
Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), David Hume
(1711-1776), Francis Bacon (1561-1626), Samuel Pufendorf (1632-
1694), Thomasius (1655-1728), Wolf (1679-1754), Montesquieu
(1689-1755), J.J. Rousseau (1712-1778), dan Immanuel Kant (1724-
1804).
Zaman modern ini juga disebut Renaissance. Terlepasnya alam
pikiran manusia dari ikatan-ikatan keagamaan menandai lahirnya
zaman ini. Tentu saja zaman Renaissance membawa dampak
perubahan yang tajam dalam segi kehidupan manusia,
perkembangan teknologi yang sangat pesat, berdirinya negara-
negara baru, ditemukannya dunia-dunia baru, lahirnya segala
macam ilmu baru, dan sebagainya.
Demikian juga terhadap dunia pemikiran hukum, rasio manusia
tidak lagi dapat dilihat sebagai penjelmaan dari rasio Tuhan,
sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari ketertiban
ketuhanan. Rasio manusia ini dipandang sebagai satu-satunya
sumber hukum. Pandangan ini jelas dikumandangkan oleh para
penganut hukum alam yang rasionalistis dan para penganut faham
positivisme hukum.

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum
Menurut Para Ahli, Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat Hukum
dan Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu sendiri, maka
pada hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pengertian filsafat hukum
beragam adanya tetapi substansi dari filsafat itu sendiri dimaknai sama yaitu
mempelajari pertanyaan dasar dari hukum dan pernyataan tentang hakikat
hukum. Permasalahan dalam FIlsafat Hukum mencakup keadilan, HAM, dan
hukum sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Pendekatan tentang
filsafat hukum dilakukan dengan cara pendekatan historis dari zaman Yunani
kuno hingga zaman modern.

B. Saran
Dari hasil pembahasa tersebut maka, penulis dapat memberikan saran yaitu
kepada para penyelenggara Negara, penegak hukm haruslah memahami konsep
dari hukum dengan memahami konsep mendalam dari filsafat hukum itu sendiri
sebab Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas
masalah tersebut. oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya
menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak
menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai
suatu pemahaman atas alam secara dangkal.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama,


Bandung.

Huijbers, Theo, 1993, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra
Aditya Bhakti, Bandung.

Ahrens, 1989, De Rechtsphilosophie oder das Narurrecht auf philosophis


antropologischer grunslage.

Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana


FIlsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Theo Huijbers, Op. Cit.

13

Anda mungkin juga menyukai