ALIRAN-ALIRAN HUKUM
Disusun oleh :
1. Andi Fahrizal Ardiansyah 30302200435
2. Devina Rizqya Ananda 30302200296
3. Farel Audric Baldwin 30302000135
4. Galang Anggriawan 30302200395
5. Ibrahim adham 30302200447
6. Khotimah 30302200316
7. M. Aidil Akbar R 30302200320
8. Naila azizah zulfa 30302200202
9. Nandito Diaz P 30302200397
10. Sekar Mutiara 30302200353
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah dengan judul “ Aliran-
aliran hukum ”. Penulis berharap bahwa penulisan makalah ini dapat berguna bari pihak-pihak
yang membaca makalah ini. Mengenai apakah itu aliran-aliran hukum Indonesia.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurnya. Oleh
karena itu penulis mengarapkan kritik dan juga saran dari para pembaca yang kemudian akan
penulis gunakan untuk evaluasi agar kedepannya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Demikian makalah ini penulis buat semoga penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat
sebanyak-banyaknya bagi para pembaca, guna menambah wawasan ataupun kekayaan intelektual.
penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………... 2
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………... 2
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………................ 3
2.1 Pengertian aliran-aliran hukum……………………………………………………. 3
2.2 Macam-macam aliran hukum dan penjelasan……………………………………... 4
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………… 24
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………… 24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………. 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Jika berbicara tentang aliran-aliran dalam ilmu hukum atau teori hukum berarti
membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah muncul sejak zaman
kerajaan Yunani dan Romawi beberapa abad yang lalu. Yunani terkenal sebagai pancak
pemikiran tentang hukum sampai ke akar filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang
utama pada masa sekarang bisa dikaitkan ke belakang pada bangsa tersebut, karena teori
hukum telah mendapatkan rumusannya pada masa itu.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada bangsa Romawi. Bangsa Romawi tidak
banyak memberikan sumbangan pemikirannya tentang Teori Hukum. Pemikiran yang timbul
justru Nampak menonjol pada bidang penciptaan konsep-konsep dan teknik yang berhubungan
dengan hukum positif (kontrak, ajaran tentang kebendaan dan sebagainya).
Tugas pokok hakim adalah mengadili, memeriksa, dan memutuskan suatu perkara.
Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak jelas atau belum ada. Oleh
karena itu bisa dikatakan bahwa bagi hakim, memutuskan setiap perkara yang diajukan
kepadanya merupakan sebuah kewajiban. Selain itu, hakim juga bertugas untuk
menghubungkan aturan abstrak dalam undang-undang dengan fakta konkret dari perkara yang
diperiksanya. Dalam hubungan ini, apakah hakim, seperti yang digambarkan oleh Trias
Politica Montesquie hanya menerapkan undang-undang, atau hakim harus menggunakan
pikirannya atau penalaran logisnya untuk membuat interpretasi atau penafsiran terhadap aturan
yang ada dalam perundang-undangan? Perdebatan yang timbul dari pertanyaan tersebut sudah
berlangsung dalam waktu yang lama dan melahirkan berbagai aliran pemikiran dalam ilmu
hukum. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan Undang-undang, Hakim
dan Hukum berdasarkan kepada aliran-aliran hukum.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diambil adalah :
1. Apa pengertian aliran-aliran hukum ?
2. Apa saja dan sebutkan aliran-aliran hukum itu?
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Legasisme
Legalisme adalah sebuah ajaran yang telah diterapkan sejak masa Dinasti Qin.
Legalisme sendiri merupakan aliran yang menekankan pada kekuasaan dan aturan yang keras.
Latar belakang pengikut aliran ini kebanyakan berasal dari orang pemerintahan maupun
penegak hukum. MenurutLegalisme, pada dasarnya semua orang tidak dapat
3
dipercaya dan mencari kepentingannya sendiri atau golongannya sendiri. Oleh karena itu
dibutuhkan sistem hukum yang tegas dan keras agar rakyat dapat berjalan dengan tertib dan
kemajuan suatu negara dapat dicapai. Di dalam Legalisme terdapat dua tokoh yang berperan
penting yakni Wei Yang dan Han Fei Tzu dengan pandangan serta pemikirannya masing-
masing mengenai Legalisme. Menurut Wei, berdasarkan Legalisme, pemerintahan haruslah
otoriter. Hal ini berbeda dengan Konfusianisme yang beranggapan bahwa pemerintahan
haruslah untuk rakyat. Wei berpendapat, bahwa pemerintahan yang seperti itu tidak ada, Sebab
rakyat juga dapat bertindak seenaknya sehingga pemerintahan dapat hancur saat itu. Maka dari
itu diperlukan hukum yang tegas dan keras dalam menghadapi rakyat.Wei juga beranggapan
bahwa ilmu pengetahuan sangatlah berbahaya, termasuk sains karena dapat menyebabkan
goyahnya suatu pemerintahan. Wei mengajarkan 3 ajaran penting yang dikenal dengan Fa, Shi,
Shu.Fa adalah hukum yang berkaitan dengan kekuasaan dan pemimpin yang absolut. Shi
merupakan sebuah pemikiran dimana kita berpikir bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang
sangat penting melebihi kebijaksanaan dan kebajikan. Shu lebih condong ke teknik
pemerintahan, maksudnya adalah pemerintahan yang otoriter namun penguasa tidak
menangani segala urusan sendirian. Menurut Wei, seorang pemimpinjuga harus selalu curiga,
memiliki kemampuan manajemen yang tinggi dan jeli dalam memilih bawahan yang
berkualitas. Sistem pemilihan bawahan yang baik dan tepat menurut Wei adalah dengan cara
memberikan ganjaran dan hukuman. Bagi mereka yang lolos, dialah yang terpilih. Sedangkan
menurut Han Fei Tzu, teori Yao-Shun-Yu yaitu teori yang mengatakan bahwa pemimpin harus
bijak dan baik kepada warga serta memberikan contoh bagi mereka, tidaklah cocok apabila
digunakan untuk masa sekarang dimana jumlah rakyat sangat banyak. Oleh karena
itu,pemerintah harus menerapkan sistem yang tegas dan keras. Dengan pemerintah yang
otoriter maka kemajuan negara akan terwujud. Penelitian mengenai Legalisme telah dilakukan
oleh beberapa orang, salah satu nya adalah Lasiyo dengan penelitian yang berjudul
“Perbandingan Ideologi dan Filsafat Pancasila dengan Legalisme” yang berisikan mengenai
Pancasila dan Legalisme. Sebelum membahas lebih lanjut, maka kita akan membahas
mengenai negara Indonesia itu sendiri.
4
Indonesia merupakan negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan Presiden
pertama adalah Ir.Soekarno dan wakilnya yang bernama Moh.Hatta. Ibukota negara
Indonesiaadalah Jakarta dan bahasa nasional yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Negara
ini berbentukNegara Kesatuan yang menganut sistem Demokrasi dimana Pancasila
dijadikan sebagai Ideologi Negara dan UUD 1945 adalah pandangan hidup bangsanya.
Negara ini merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk mencapai 267 juta jiwa
pada tahun 2019. Berdasarkan datayang diperoleh dari Survei Penduduk antar sensus 2015,
pada tahun 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Jumlah penduduk ini terdiri dari
134 juta laki-laki dan 132,89 juta perempuan.Rasio ketergantungan saat ini di Indonesia adalah
45,56 % yang berarti setiap 100 orang berusia produktif mempunyai tanggungan 46 penduduk
berusia tidak produktif. Semakin tinggi tingkat ketergantungan maka semakin berat beban
yang harus ditanggung oleh penduduk berusia produktif. Berdasarkan sumber yang diperoleh
dari Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia, luas wilayah Indonesia adalah 7,81
juta km2 terdiri dari 2,01 juta km2 daratan, 3,25 jutakm2 lautan, 2,55 juta km2 Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE). Terdapat total 17.499 pulau dari Sabang sampai Merauke. Seperti yang kita
ketahui tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berkaitan dengan konteks Legalisme, penelitian ini
ingin melihat bagaimana Legalis medalam pemerintahan Indonesia. Apakah negara tersebut
menerapkan paham Legalisme dinegaranya? Dan kira-kira seperti apa hukuman yang akan di
dapatkan pelaku kejahatan berdasarkan konteks Legalisme
Metode penelitian
Metode penelitian pada dasarnya dalah suatu proses atau cara yang dipilih secara spesifik untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang diajukan dalam sebuah riset. Menurut Muhammad
Nasir, pengertian metode penelitan adalah cara utama yang digunakan oleh para peneliti untuk
mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.
5
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu metode yang relevan dengan tujuan yang
ingin dicapai. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian komparatif. Metode
penelitian komparatif adalah penelitian yang bersifat membandingkan (Sugiyono, 2008:11).
Tujuan peneliti menggunakan Metode Komparatif adalah untuk membandingkan Indonesia
dalam aliran Fa, Shih,dan Shu. Perbandingan tersebut nantinya digunakan oleh peneliti untuk
menyimpulkan seberapa besar ajaran Legalis terdapat dalam pemerintahan di Indonesia.
1.UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) yang
berbunyi bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Menurut Hanfei, Hukum
harus objektif dan adil kepada semua orang, mereka haruskonsisten dalam
penerapannya sesuai dengan Gong-Dao atau Prinsip dari keadilan. Ia
berargumenbahwa tujuan utama membuat hukum adalah untuk mengeliminasi
kepentingan pribadi. Jikapemimpin tidak mampu menuntut teori Gong-Dao, akan
terjadi insiden hasut-menghasut sehinggaseluruh organisasi dapat menderita krisis dari
perebutan antara fraksi dan perkumpulan lainnya. DiIndonesia, dapat diketahui banyak
kaum-kaum intelektual yang bersikeras untuk mendapatkan keinginan egoisnya dalam
cara apapun. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Undang-undang yang berkaitan
tentang hal tersebut, yaitu:
6
1. Bab X pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga Negara
bersamaankedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung
hukum danpemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
2. Dalam pasal 28 ayat (5) yang berbunyi bahwa untuk penegakkan dan melindungi
hakasasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaanhak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan
Di samping itu juga, dalam rangka menunjukkan ciri khas bangsa Indonesia, juga dikenal
istilah negara hukum dengan menambah atribut Pancasila sehingga atas dasar itu, maka
kemudian sering disebut sebagai negara hukum Pancasila. Selanjutnya, dalam Konstitusi RIS
1949, istilah negara hukum disebutkan secara tegas, baik dalam Mukadimah maupun di dalam
Batang Tubuhnya. Dalam alinea ke 4 Mukadimah Konstitusi RIS, ditegaskan bahwa “Untuk
mewujudkan kebahagiaan kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna “Dalam Pasal 1 ayat (1)
dipertegas lagi bahwa “Republik Indonesia Serikat yang merdekadan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi.” Hal itu menunjukkan bahwa
konsepsi negara hukum selalu dijadikan dasar dalam membangun kehidupan suatu negara. Hal
yang sama dapat juga dilihat dalam UUDS 1950, dimana istilah negara hukum secara jelas
dicantumkan dalam Mukadimah dan Batang Tubuh. Alinea ke 4 Mukadimah UUD
1950berbunyi: “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam
Negara yang berbentuk republic kesatuan, berdasarkan pengakuan keTuhanan Yang Maha Esa,
peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan
kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara
hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna”.Kemudian dalam Bab I bagian I, Pasal
1 ayat (1) UUDS 1950, ditegaskan lagi bahwa “Republik Indonesia yang merdeka dan
berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis danberbentuk kesatuan”. Jika dilihat
dari kedua UUD tersebut, tampak dengan jelas bahwa istilah negara hukum dicantumkan
secara jelas dan tegas. Hukum di Indonesia terdapat UUD sebagai dasar utama atas hukum.
7
Selain itu, Negarahukum Indonesia memiliki ciri-ciri tersendiri yang barangkali berbeda
dengan negara hukum yang diterapkan di berbagai negara. Hanya saja, untuk prinsip
umumnya, seperti adanya upaya perlindungan terhadap hak asasi manusia, adanya pemisahan
atau pembagian kekuasaan, adanya pelaksanaan kedaulatan rakyat, adanya penyelenggaraan
pemerintahan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan adanya
peradilan administrasi negara masih tetapdigunakan sebagai dasar dalam mewujudkan negara
hukum di Indonesia. Beberapa kasus yang terkait dengan hukum sudah di lakukan ,tetapi ada
juga kasus yang terkait dengan hukum belum di lakukan. Kasus-kasus yang terkait dengan
hukum di Indonesia yaitu korupsi. Dalam Hukum Indonesia dengan ajaran legalisme terdapat
kesamaan. Kebijakan hukum diIndonesia seperti kasus korupsi, para koruptor melanggar
hukum karena melakukan penyuapan uang. Bagi legalisme, pilar dasar bagi setiap
pemerintahan adalah menghukum keras mereka yang melanggar hukum dan mengganjar
mereka yang menjalankan hukum.Walaupun begitu, hukum berdasarkan ideologi
Indonesia memiliki perbedaan yang signifikan dengan legalisme. Dalam legalisme,
penegakkan hukum tidak perlu memiliki kebijaksanaan, asal saja pemimpin tersebut memiliki
kemampuan untuk melaksanakan hukum-hukum dan undang-undang yang mengatur segala
sesuatu di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedangkan Indonesia perlu
dibutuhkan seseorang yang bijaksana dalam menerapkan pemerintahnya, karena ideologi
yang ada di Indonesia cukup berbeda dengan yang dianut oleh kaum Legalisme.
8
bahwa hukuman dan ganjaran itu dijalankan dengan benar. Tidak mungkin seseorang dapat
mempengaruhi orang lain hanya dengan menduduki suatuposisi dalam suatu organisasi. Bagi Hanfei,
kekuatan nyata berarti kemampuan pendudukan posisiuntuk memanfaatkan taktik pengaruh dengan
membagikan hadiah dan hukuman, disebut sebagai kekuatan hadiah dan kekuatan koersif, masing-
masing, oleh psikolog Barat (Perancis dan Raven,1959). Hanfei menyebut mereka sebagai ‘‘dua
pegangan’ dan mengusulkan agar penguasa‘‘ untuk memegang pegangan saat berada di posisinya. "
Dalam hal tersebut, Indonesia juga memilki kesamaan terhadap konsep Shi, sudah
diketahui bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki beberapa
kewenangan.Indonesia juga akan menindak pidana dan menghukum seseorang jika mereka
melakukan kejahatan.Walaupun sistem ketatanegaraan republik Indonesia tidak menganut suatu
sistem negara manapun, Indonesia juga harus menegakkan hukum dan kewenangan agar terciptanya
suasan yang kondusif dimana rakyat akan mematuhi aturan-aturan yang dibuat oleh pemimpin.
Contohnya adalah hukuman bagi korupto rSeperti dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidanakorupsi pada pasal 2 yaitu :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya dirisendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atauperekonomian
negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dendapaling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukandalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Disebutkan bahwa perilaku yang
memperkaya diri dengan sengaja yang bersifat merugikanbagi masyarakat, pemerintah dapat
menjatuhkan hukuman yaitu penjara seumur hidup atau jikadengan ketentuan lain,
narapidana dapat dijatuhkan hukuman mati. Begitu juga dengan legalisme, Pemimpin tidak
akan segan untuk mencabut nyawa dari seorang yang berbuat jahat dengan cara yang cukup
agresif dan kejam.
9
Shu dalam Pemerintahan Indonesia
Berdasarkan konsep dari Fa, Hanfei mencetuskan 3 teknik yang disebut sebagai Shu,
untukpemimpin mengontrol bawahannya. Seperti misalnya, Presiden menjalankan kekuasaan
eksekutif DPR dan DPD menjalankan kekuasaan legislatif serta adanya MA dan MK
sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman atau kekuasaan yudikatif (Janpatar Simamora,
2015:332).Keberadaan lembaga-lembaga negara tersebut diatur secara jelas dan tegas untuk
menjalankan kekuasaan negara secara terpisah. Namun demikian dalam pelaksanaannya, kendati
disebut terpisah, masing-masing lembaga negara saling melakukan pengawasan sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki demiterciptanya fungsi kontrol terhadap sesama lembaga negara.
Terkait dengan unsur berikutnya, yaitu pelaksanaan kedaulatan rakyat, unsur tersebut juga
diterapkan secara langsung di Indonesia. Kembali pada topik Shu. Shu sendiri berarti menugaskan
talenta yang berkompeten padaposisi yang benar dalam pemerintahan, mengecek hasil dari
performa yang tercatat di dalamproposal, mengontrol kekuatan mengampuni dan membunuh
untuk mengevaluasi kompetensi paramenteri. Talenta yang kompeten dalam hal ini adalah
para anggota pemerintahan yang telah di tunjuk berdasarkan hasil pemilihan dan survey dari
banyak pihak. Para anggota ini haruslah terdiridari orang-orang yang kompeten dan memiliki
keuletan dibidang pemerintahan sesuai dengan pengertian Shu sendiri.Dalam hal ini, Shu dibagi
menjadi tiga, tetapi kami akan mengambil dari salah satunya yaitu: Menugaskan talenta
berkompeten ke posisi yang benar. Dalam bab “How to use men” Hanfei menulis paragraf untuk
mendeskripsikan pokokpikiran utamanya dalam menugaskan seseorang dengan talenta yang
berkompeten ke posisi yangbenar dan berhak untuk diduduki Menteri yang menduduki posisi di
dalam pemerintahan untuk kontribusinya dalam negara mendapatkan jabatan karena talentanya
yang berkompeten untuk melayani pemerintahan menganggap kantornya untuk
kemampuannya dalam membuat penilaian. Semua Menteri mempunyai kemampuan tertentu,
dan berkompeten dalam posisinya, dan dapat membawa pekerjaannya dengan mudah.
Mereka tidak perlu khawatir tentang perkerjaan sampingan atau menganggap tanggung
jawab untuk tugas ganda kepada pemimpin.
10
Pemimpin membuat pekerjaandari tiap kantor tidak saling tumpang tindih dari satu sama lain, agar
tidak terjadi pertengkaran;membuat pejabat tidak bertanggung jawab untuk mengambil dua atau
lebih pekerjaan, jadi merekaterspesialisasi dalam keterampilan mereka, dan membuat setiap orang
memiliki prestasinya sendiri. Di Indonesia, sangat dibutuhkan menteri yang sangat kompeten
dalam menjalankan tugasnegara. Tetapi bisa dilihat dari kasus-kasus yang terjadi sekarang di
sekitar. Banyak para pejabatyang tergoda untuk melakukan korupsi dan beberapa masalah
yang tidak sepantasnya pejabatpemerintah lakukan. Contoh menteri-menteri yang melakukan
tindak korupsi adalah sebagai berikut:
11
Yang menjadi masalah disini ialah, kurang tegasnya aparat hukum dalam menegakkankeadilan.
Untuk itu, kita membutuhkan menteri yang jujur dan berkompeten untuk berlangsungnya negara.
Seperti yang disebutkan dalam Peraturan menteri Nomor 11 pada tahun 2018. bahwa untuk
terwujudnya Kompetensi Pemerintahan bagi aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri
dan Pemerintah Daerah, perlu merumuskan dan menyusunsistem pengembangan sumber daya
manusia aparatur berbasis kompetensi. Kementerian Dalam Negeri adalah kementerian yang
menyelenggarakan urusandibidang pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden
dalammenyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam salah satu prinsip Shu yang dipaparkan oleh
Hanfei, Indonesia memiliki kemiripan dengan konsep tersebut. Bahwa seharusnya bawahan
atau seorang menteri harus berkompetendalam menjalankan tugasnya. Pemimpin seharusnya
tidak perlu lagi mengambil tanggung jawabdari pekerjaan menteri dan seharusnya ia berfokus untuk
mengevaluasi, menganalisis hasil kerjamenterinya, dan mengawasi. Jika bawahannya tidak
menjalani tugasnya dengan baik, maka akan timbul masalah yang berkepanjangan yang membuat
negara termasuk Indonesia dapat terpecah belah.
Aliran freirechtsschule atau interessenjurisprudenz muncul sebagai reaksi atas kaum yang
tidak dapat menerima dasar-dasar pikiran aliran legisme dan begriffsjurisprudenz. Aliran ini
menyatakan bahwa undang-undang itu tidak lengkap; ia bukanlah satu-satunya sumber-hukum,
sedangkan hakim dan para pejabat lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam
menemukan hukum. Demi untuk mencapai hukum yang seadil-adilnya, menurut para pengikut aliran
freirechtsschule atau interessenjurisprudenz ini, hakim boleh menyimpang dari peraturan
perundang-undangaan.
Hukum yang seadil-adilnya diinterpretasikan oleh aliran ini sebagai hukum yang dapat
memberikan jaminan atas kepentingan-kepentingan kemasyarakatan, dan menilai kepentingan-
kepentingan tersebut, karena hakim memiliki “freies ermessen”. Oleh karenanya menurut
pandangan mereka hanya undang-undang yang sesuai dengan kesadaran hukum dan perasaan
keadilanlah yang harus dilaksanakan oleh para pejabat.
12
Dan yang dijadikan ukuran adalah ukuran dari keyakinan (overtuiging) Hakim sendiri, yang
kedudukannnya bebas semutlak-mutlaknya.
Dari penjelasan diatas, dapatlah kita analisa bahwa reaksi dari aliran freirechtsschule atau
interessenjurisprudenz terhadap aliran legisme dan begriffsjurisprudenz terlalu berlebih-lebihan. Di
sini hakim mempunyai kebebasan, bukan saja untuk menambah kekosongan undang-undang, akan
tetapi juga untuk memperbaiki dan kalau perlu menghapuskan undang-undang, apabila dianggapnya
bertentangan dengan apa yang mereka sebut “freies recht”. Hakim memiliki wewenang sesuai
dengan perasaannya untuk begitu saja menyampingkan undang-undang; hal ini harus kita tolak,
sebab apabila pandangan tersebut kita terima, niscaya rasa hormat terhadap undang-undang dan
kepastian hukum akan hilang karena faktor-faktor subjektif yang ada pada hakim. Sebab tidak
menutup kemungkinan, hakim dan para alat-alat administrasi negara dalam prakteknya mau tidak
mau terpengaruh atau terikat oleh kepentingan-kepentingan terdekat yang mengelilinginya, baik
kepentingan pribadi, maupun kepentingan keluarga, konco, golongan dan sebagainya dalam
hubungan-hubungan yang bersifat kebendaan ataupun bukan. Apa yang disebut kepentingan dan
kesadaran atau rasa-keadilan masyarakat akan merosot menjadi (ontaarden) kepentingan, kesadaran
atau rasa-keadilan subjektif Sang Hakim. Maka di dalam memberikan sesuatu putusan atau
penetapan, mereka akan mengutamakan isi (diktum) yang selaras dengan kepentingan-
kepentingannya tadi dan dapat dicari-carinyalah pertimbangan (konsiderans) untuk dijadikan
pembelaannya.
Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum formal. Secara sederhana, yurisprudensi
adalah sumber hukum yang dibentuk oleh keputusan hakim.
Apa itu Yurisprudensi? Yurisprudensi berasal dari bahasa lain, yakni iuris prudentia yang berarti
pengetahuan hukum. KBBI mengartikan yurisprudensi adalah ajaran hukum melalui peradilan;
atau himpunan putusan hakim.
Laporan penelitian tahun 2010 yang diterbitkan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung RI menerangkan bahwa pengertian yurisprudensi di suatu negara bisa berbeda.
13
Lahirnya Yurisprudensi karena adanya peraturan peraturan UU yang tidak jelas atau masih kabur,
sehingga menyulitkan hakim dalam membuat keputusan mengenai suatu perkara. Hakim dalam
hal ini membuat suatu hukum baru dengan mempelajari putusan hakim yang terdahulu untuk
mengatasi perkara yang sedang dihadapi. Jadi, putusan dari hakim terdahulu ini yang disebut
dengan yurisprudensi.
Yurisprudensi di negara common law, seperti Inggris dan Amerika, diartikan sebagai ilmu
hukum. Kemudian, di negara eropa kontinental dan Indonesia, yurisprudensi diartikan sebagai
putusan pengadilan.
Menurut Prof. Subekti, yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah “Putusan-putusan
Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan
hukum tetap. Tidak semua putusan hakim tingkat pertama atau tingkat banding dapat
dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan tersebut sudah melalui proses eksaminasi
dan notasi Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai putusan yang telah memenuhi standar
hukum yurisprudensi .
Yurisprudensi diciptakan berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Mengenai Kekuasaan
Kehakiman, UU ini menyatakan : pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara,
mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum. tidak ada atau
kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim diwajibkan untuk
menggali, mengikuti dan memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan berkembang
di dalam masyarakat. Dikaji berdasarkan aspek teoritis dan praktik peradilan, yurisprudensi dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni :
Yurisprudensi biasa / tidak tetap merupakan Yurisprudensi (biasa) atau tidak tetap adalah seluruh
putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum pasti, yang terdiri dari putusan perdamaian,
putusan Pengadilan Negeri, dan seluruh putusan Mahkamah Agung.
Kemudian, yurisprudensi tetap adalah putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim dalam
perkara yang sama atau sejenis.
14
Yurisprudensi Semi Yuridis (semua penetapan pengadilan yang didasarkan pada permohonan
seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon)
Yurisprudensi Administratif (SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang berlaku hanya
secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup pengadilan)
kasasi Di lingkungan Peradilan Agama, yurisprudensi kerap digunakan oleh hakim untuk
memutus suatu perkara terutama perkara perceraian atau perkara-perkara perdata agama Islam
yang terkait dengan perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sebagaimana yang
telah ditentukan Undang-Undang baik kepada pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, atau
Mahkamah Agung untuk tingkat.
Meskipun yurisprudensial belum memiliki kedudukan hukum yang jelas namun
Yurisprudensi merupakan salah satu dari sumber hukum formil di Indonesia yang mempunyai
peran penting dalam melakukan pembentukan hukum baru, yang berlaku secara umum
berdasarkan parameter keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan Dengan adanya pedoman atau
pegangan yang ada dalam yurisprudensi tersebut, maka akan timbul konsistensi dalam sikap
peradilan. Yurisprudensi di Indonesia mempunyai peran penting dalam melakukan pembentukan
hukum baru yang berlaku secara umum berdasarkan parameter keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan. Dengan adanya pedoman atau pegangan yang ada dalam yurisprudensi tersebut,
maka akan timbul konsistensi dalam sikap peradilan dalam mengefektifkan fungsi yurisprudensi
dapat dilakukan antara lain melalui penegasan kualifikasi yurisprudensi.
D. Mazhab sejarah
Mazhab sejarah merupakan mazhab atau aliran dalam filsafat hukum yang sangat penting dalam
perkembangan filsafat hukum. Hal ini mengandung makna bahwa mazhab sejarah memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan filsafat hukum, karena sejarah memanjang
dalam lorong dan waktu mematri dan mengukir setiap kejadian yang dilakukan manusia dalam
lintas peradaban yang silih berganti. Mazhab sejarah juga memiliki peran yang sangat mendasar
bagi pembentukan jiwa bangsa (volk geist) suatu bangsa yang terakumulasi dari adat istiadat dan
kebiasaan yang dilakukan oleh suatu bangsa dan mengkristal menjadi jiwa bangsa (volkgeist) bagi
bangsa tersebut. Kontribusi mazhab sejarah bagi perkembangan filsafat hukum
15
tentu saja memiliki peran yang sangat strategis, karena mazhab sejarah mengemas setiap perilaku
manusia dengan berbagai aspek yang melingkupinya, termasuk di dalamnya adalah aspek hukum
yang memiliki peran yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu maka
mazhab sejarah harus ditempatkan dalam posisi yang strategis dalam perkembangan filsafat
hukum.
Dalam konteks sejarah, sejarawan bekerja berdasarkan berbagai dokumen. Dokumen adalah
jejak pikiran dan perbuatan yang telag ditinggalkan oleh orang-orang zaman dulu. Pikiran dan
perbuatan ini sangat sedikit meninggalkan jejak yang terlihat, dan jejak ini kalaupun ada jarang
yang tahan lama, musibah dan bencana sering menghapus jejak tersebut. Sekarang setiap pikiran
dan setiap tindakan yang tidak meninggalkan jejak yang terlihat, tidak ada atau pernah hilang,
maka peristiwa itu menghilang dari sejarah, seolah olah peristiwa itu tidak ada. Sejarah periode
besar umat manusia di masa lalu ditakdirkan untuk selamanya tidak diketahui jika tidak ada atau
karena kekurangan dokumen, tidak ada dokumen berarti tidak ada sejarah. 1 Pandangan di atas
memberikan pemahaman bahwasanya sejarah merekam semua kejadian yang dialami manusia
dalam lintasan peradaban yang dilaluinya. Dalam perjalanan hidup manusia itu terkadang jejaknya
dapat diketahui karena ada dokumen yang menjelaskan kejadian tersebut, tetapi adakalanya juga
jejak peradaban manusia itu tidak diketahui karena ketiadaan dokumen yang menjelaskan suatu
kejadian, yang pada akhirnya kejadian tersebut hilang dan seolah-olah tidak pernah terjadi.
Pengkajian Mazhab sejarah dalam perkembangan filsafat hukum, tidak lepas dari pengkaijan
sejarah hukum, karena hal-hal yang dikemukakan oleh mazhab sejarah dalam filsafat hukum pada
akhirnya menjadi bagian dari sejarah hukum yang menjelaskan tentang hukum yang berlaku dalam
perjalanan sejarah manusia. Hal ini menarik dikemukakan karena pada setiap perjalanan manusia
dalam lintas peradaban yang dilaluinya tidak terlepas dari aspek hukum yang menyertainya. Hal
ini tentu saja dapat diterima secara logis karena hukum senantiasa akan ada dalam perjalanan
manusia, menyitir pendapat dari Cicero yang mengatakan ubi societas ibi ius, yang artinya di situ
ada masyarakat, maka di situ Mashab Sejarah (Historische Rechtsschule) merupakan reaksi
terhadap tiga hal, uga ada hukum. Hal demikian memberikan pemahaman bahwasanya setiap
hukum yang dijadikan dasar dalam kehidupan manusia akan terakumulasi dalam sejarah hukum
yang terus menampung informasi manusia dalam perjalanan kehidupannya yang berkaitan dengan
hukum yang dijalankan atau ditaatinya.
16
Sejarah hukum sebenarnya bukan termasuk salah satu disiplin ilmu hukum seperti filsafat
hukum, teori hukum atau dogmatik hukum, akan tetapi sejarah hukum sesungguhnya merupakan
ilmu sejarah yang berobyek hukum, Sejarah hukum tergolong sebagai suatu pengetahuan atau
disiplin ilmu yang relatif muda, jika dibandingkan disiplin ilmu lain di bidang hukum. Dominasi
mazhab dalam ilmu hukum, terutama mazhab hukum alam yang rasional dan mazhab positivisme
menjadikan sejarah hukum tidak berkembang dengan baik. Cara berpikir normatif yang dianut
mazhab positivisme yang memandang hukum sebagai ketentuan yang mengatur tingkah laku
manusia, menyebabkan orang tidak merasa perlu untuk memperhatikan masa lalu (sejarah) dari
hukum tersebut.2 Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa sejarah harus diperhatikan
dalam setiap tahapan yang dilalui manusia, pandangan mazhab positivisme yang memandang
bahwa masa lalu (sejarah) tidak perlu diperhatikan dalam kehidupan manusia, justru bertentangan
dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri, yang pada dasarnya bahwa manusia itu memiliki masa
lalu, dan masa lalu tersebut sangat berpengaruh dalam pemahaman manusia dari perjalanan hidup
yang dilaluinya.
Setelah perjalanan waktu ternyata mazhab dan aliran hukum alam dan positivisme tersebut
tidak mampu memenuhi upaya manusia untuk mencari dan menciptakan keadilan di dalam hukum,
maka banyak ahli (pakar) mulai berpikir untuk melihat masa lalu (sejarah) perjalanan hukum
tersebut dalam mengabdi pada kehidupan manusia (masyarakat). Von Savigny dianggap sebagai
peletak dasar pengembangan disiplin ilmu sejarah hukum. Von Savigny menganggap bahwa
hukum harus mampu mengakomodasi keadilan dalam suatu masyarakat atau bangsa (volkgeits).
Atas karyanya tersebut maka Von Savigny dianggap sebagai “Bapak Sejarah Hukum”, karena
telah menghasilkan satu aliran atau mazhab dalam ilmu hukum, yaitu aliran atau mazhab sejarah
hukum. 3 Berkenaan dengan hal tersebut dapat tekankan bahwasanya Von Savigny telah berhasil
memetakan pemikiran hukum bahwasanya hukum itu tidak hanya dapat dilihat dari sudut pandang
hukum alam yang rasional dan positivisme (legalistik) semata, tetapi juga dapat dilihat dari
kerangka masa lalu, yang tersebar dalam hamparan kehidupan manusia.
Dari pandangan Von Savigny yang kemudian didukung oleh Puchta dari mazhab
kebudayaan yang berkembang di Jerman, kemudian melahirkan disiplin ilmu sejarah hukum yang
merupakan cabang dari ilmu sejarah yang mengambil hukum sebagai objek kajiannya .
17
Menurut pandangan sejarah hukum, suatu hukum tidak hanya dapat berubah dalam dimensi ruang
akan tetapi juga dapat berubah dalam dimensi waktu, sehingga hukum akan mengalamai
perubahan (perbedaan) dari masa ke masa, perubahan mana dimaksudkan untuk memperbaharui
hukum tersebut agar dapat mencapai tujuannya, utamanya keadilan.
18
Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak memerintah yang dimiliki raja bersumber dari
Tuhan. Mereka mendapat mandate Tuhan untuk bertakhta sebagai penguasa. Para raja merasa
dirinya sebagai wakil Tuhan di dunia yang diberikan tanggung jawab kekuasaan dan
mempertanggungjawabkannya hanya kepada Tuhan, bukan manusia.
Praktik model kekuasaan seperti ini, ditentang oleh kalangan monarchomach (penentang
raja). Menurut mereka, raja menjadi tirani yang dapat diturunkan atau dilengserkan dari tahtanya.
Bahkan dapat dibunuh. Mereka menganggap bahwa kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat.
Dalam sejarah tata negara Islam, pandangan teokritis serupa pernah dijalankan raja-raja
Muslim sepeninggal Nabi Muhammad. Dengan mengklaim diri mereka sebagai wakil Tuhan atau
bayang-bayang Allah di dunia (khalifatullah fi al-ard, dzilullah fi al-ard), raja-raja muslim tersebut
umumnya menjalankan kekuasaannya secara tiran.
Keadaan tidak jauh berbeda dengan para raja-raja di Eropa pada abad pertengahan, raja-raja
muslim merasa tidak harus mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat, tetapi
langsung kepada Allah. Paham teokrasi Islam ini pada akhirnya melahirkan doktrin politik Islam
sebagai agama sekaligus kekuasaan (dien wa dawlah).
Pandangan ini berkembang menjadi paham dominan bahwa Islam tidak ada pemisahan
antara agama dan negara. Sama halnya dengan pengalaman teokrasi di barat, penguasa teokrasi
Islam menghadapi perlawanan dari kelompok-kelompok anti-kerajaan.
19
Kota Vatikan tergolong dalam monarki elektif teokratis. Monarki elektif teokrasi
pada umumnya sama dengan negara monarki lain, tetapi ada unsur ketuhanan yang
diterapkan dalam jenis ini.Penerapannya dalam pemerintahan sama seperti kerajaan,
tetapi sangat kental dengan unsur ketuhanan di mana Katolik menjadi fokus agama
yang dianut oleh negara ini.Paus dipilih oleh sebuah majelis senator gereja yaitu Dewan
Kardinal. Seorang paus dipilih untuk jabatan seumur hidup sampai dengan
kematiannya atau mengundurkan diri.Disebut monarki nonturun temurun karena
kepala negaranya menjabat seumur hidup dan tidak diberikan kepada keturunannya,
melainkan kepada seorang imam yang berilmu dan memiliki keimanan Katolik yang
kuat.
20
3. Teokrasi Islam (Republik Islam Iran)
Setelah meletusnya Revolusi Iran, di bawah pimpinan Ayatollah
Khomeini Republik Islam Iran di dirikan. Sejak saat itu Iran memiliki banyak pemuka
agama dan pejabat agama di posisi pemerintahan yang kuat. Kekuasaan Tertinggi
dipegang oleh Pemimpin Agung, sebagai politik sekaligus pemimpin spiritual yang
mana posisinya lebih kuat daripada Presiden Iran.Republik Islam adalah nama yang
diberikan kepada beberapa negara yang secara resmi diperintah oleh hukum Islam,
termasuk Republik Islam Afghanistan, Iran, Pakistan, dan Mauritania. Meskipun
memiliki nama yang serupa, negara-negara tersebut sangat berbeda dalam
pemerintahan dan hukum mereka.
Istilah "Republik Islam" telah berarti beberapa hal yang berbeda, beberapa
bertentangan dengan yang lain. Bagi beberapa pemimpin agama Islam di Timur Tengah
dan Afrika yang mengadopsi, sebuah republik Islam adalah sebuah negara di bawah
bentuk pemerintahan Islam tertentu.Tampaknya sebagai kompromi antara kekhalifahan
murni Islam dan nasionalisme sekuler dan republikanisme. Dalam konsepsi mereka
tentang republik Islam, hukum pidana negara harus sesuai dengan beberapa atau semua
hukum Syariah, dan negara mungkin bukan monarki, seperti banyak negara Timur
Tengah saat ini.
Sistem politik Republik Islam Iran cenderung mengarah pada sistem politik
teokrasi jenis teodemokrasi. Teodemokrasi merupakan perpaduan antara unsur
ketuhanan dan pelibatan rakyat dalam pemerintahannya.
Terlihat dari berbagai pemilihan umum serta eksistensi partai politik di Republik
Islam Iran yang menunjukkan bahwa peran rakyat masih sangat berpengaruh dalam
pemerintahan negara.
Akan tetapi, unsur ketuhanan dengan nama negara Islam masih sangat kuat dan
pemimpin negara diharuskan memiliki jiwa kepemimpinan serta iman Islam yang
mumpuni.
21
Negara-negara Islam lainnya yang secara resmi diperintah oleh hukum Islam
adalah: Afghanistan, Pakistan, Mauritania, Arab Saudi, Sudan, dan Yaman.
22
Contohnya adalah kerajaan Belanda. Dalam sejarah, raja Belanda diyakini sebagai
pengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya. Hal ini diterapkan ketika
pemerintah Belanda menjajah Indonesia. Sejarah mencatat politik Belanda ini disebut politik
etis.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas kami sebagai penulis dapat menarik kesimpulan yakni
bahwa di dalam tiap-tipa aliran itu terdapat sesuatu yang dapat dibenarkan serta dapat diambil
manfaatnya serta aliran sistem hukum terbukalah yang meletakkan persoalan undang-undang,
hakim, dan hukum ini secara lebih tepat sebagaiman yang telah dijelakan oleh Prof. Achmad sanusi
diatas. Berdasarkan pandangan ini, maka hukum perdata merupakan bagian dari subsistem dari
hukum nasional oleh karena itu asas hukum perdata harus sesuai dan seirama denagn asas hukum
nasional.
Dalam menjalankan aktivitas kehidupan kita sehari-hari, sebagai seorang warganegara
yang baik hendaklah kita mematuhi dan mentaati hukum yang berlaku baik itu hukum tertulis
maupun hukum yang tidak tertulis di dalam masyarakat.
24
DAFTAR PUSTAKA
Hwang, Kwang-Kuo. (Januari, 2008). “Leadership Theory of Legalism.” Artikel (Chapter 4 108-
142) Legalisme (Fa Chia), Filsafat Cina Pra-Modern, ditulis pada 01 Januari 2016. Penulis
MuhammadQatrunnada Ahnaf: https://neutronmaxi.blogspot.com/2016/01/legalisme-fa-chia-
filsafat-cina-pra.htmlLasiyo, Lasiyo. "Perbandingan Ideologi dan Filsafat Pancasila dengan
Legalisme." Jurnal Filsafat 1.1 (1995): 63-71. Silalahi, Ulber. "Metode dan Metodologi
Penelitian."(1999). Jumlah Penduduk Indonesia 2019 :
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-indonesia-2019-
mencapai-267-juta-jiwa INDONESIA MERUPAKAN NEGARA KEPULAUAN YANG TERBESAR
DI DUNIA, ditulis pada 28 Oktober 2015 oleh Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia
: https://bphn.go.id/news/2015102805455371/INDONESIA-MERUPAKAN-
NEGARA-KEPULAUAN-YANG-TERBESAR-DI-DUNIA
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/metode-penelitian.html
http://repository.unpas.ac.id/31602/6/6.%20BAB%20III.pdf oleh MA MAULANA,
2017Simamora, Janpatar. 2014, Tafsir Makna Negara Hukum dalam Perspektif Undang-Undang
DasarNegara Republik Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14 No. 3 September
2014,Purwokerto: FH Unsoed.Gautama, Sudarso. 1983, Pengertian Negara Hukum, Bandung:
Alumni.Haan, P. de, Druksteen, Th.G., Fernhout, R., 1986. Bestuursrecht in de Sociale
Rechtsstaat, Deel I, Kluwer – Deventer.Hartono, Sunaryati. 1976, Apakah the Rule of Law,
Bandung:Alumni.
Kusnardi, Moh. Dan Ibrahim, Harmaily. 1998. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI.Muntoha, 2009, Demokrasi dan
Negara Hukum, Jurnal Hukum, Vol.16 No.3, Yogyakarta: FH UII.Notohamidjojo, O. 1970. Makna
Negara Hukum, Jakarta: Badan penerbit kristen, 1970.
25