Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU HUKUM”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum

Dosen pengampu: Syaddan Diantara Lubis,MH.

Oleh Kelompok 8:

SYAHRANI SITANGGANG (0201222134)

NIKO IRWANDA SIPAHUTAR (0201222101)

MUHAMMAD HAFIZ HARAHAP (0201222133)

JEFRIANSYAH (0201222103)

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKUKTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATERA UTARA

T.A 2022/202
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya . Shalawat beriringkan salam kita hadiah kan kepada Nabi
Muhammad SAW. Ucapan terima kasih kepada bapak dosen dan kawan-kawan
yang turut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat
menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah PENGANTAR ILMU HUKUM.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan


banyak kesalahan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan
ketidak sempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga
mengharap adanya kritikan dan saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bemanfaat bagi
mata kuliah Al Quran serta dapat meningkatkan mutu pendidikan dan dapat
menambah wawasan bagi pembaca. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.

Medan, 13 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika berbicara tentang aliran-aliran dalam ilmu hukum atau teori hukum
berarti membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah
muncul sejak zaman kerajaan Yunani dan Romawi beberapa abad yang lalu.
Yunani terkenal sebagai pancak pemikiran tentang hukum sampai ke akar
filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang utama pada masa sekarang bisa
dikaitkan ke belakang pada bangsa tersebut, karena teori hukum telah
mendapatkan rumusannya pada masa itu.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada bangsa Romawi. Bangsa
Romawi tidak banyak memberikan sumbangan pemikirannya tentang Teori
Hukum. Pemikiran yang timbul justru Nampak menonjol pada bidang penciptaan
konsep-konsep dan teknik yang berhubungan dengan hukum positif (kontrak,
ajaran tentang kebendaan dan sebagainya).

Tugas pokok hakim adalah mengadili, memeriksa, dan memutuskan suatu


perkara. Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak jelas
atau belum ada. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa bagi hakim, memutuskan
setiap perkara yang diajukan kepadanya merupakan sebuah kewajiban. Selain itu,
hakim juga bertugas untuk menghubungkan aturan abstrak dalam undang-undang
dengan fakta konkret dari perkara yang diperiksanya. Dalam hubungan ini, apakah
hakim, seperti yang digambarkan oleh Trias Politica Montesquie hanya
menerapkan undang-undang, atau hakim harus menggunakan pikirannya atau
penalaran logisnya untuk membuat interpretasi atau penafsiran terhadap aturan
yang ada dalam perundang-undangan? Perdebatan yang timbul dari pertanyaan
tersebut sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan melahirkan berbagai
aliran pemikiran dalam ilmu hukum. Maka dalam makalah ini akan dibahas
mengenai hubungan Undang-undang, Hakim dan Hukum berdasarkan kepada
aliran-aliran hukum.

B. Rumusan Masalah

1
1. Apa itu aliran Legisme?

2. Apa itu Aliran hukum Rechtbeweging?

3. Apa itu Aliran Hukum Rechtsvinding?

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan harapan dapat memenuhi tugas kelompok


mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum dan memberikan wawasan tentang aliran-
aliran hukum yang akan dibahas dalam tulisan ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Aliran-Aliran Hukum

Beberapa aliran atau mazhab dalam pemikiran tentang hukum, dipandang


sangat penting karena mempunyai pengaruh luas bagi pengelolaan hukum lebih
lanjut, seperti dalam pembuatan undang-undang dan penerapan hukum termasuk
dalam proses peradilan

Di dalam prakti tiga aliran hukum, yaitu:

1. Aliran Legisme.

2. Aliran Freie Rechtslehre atau Freue Rechtbewegung atau Freie Rechtsschule.

3. Aliran Rechtsvinding.

Aliran-aliran tersebut mempunyai pengaruh sesuai dengan zamannya serta


mewarnai praktik peradilan dari masa ke masa dan sudah barang tentu
berpengaruh pula pada penyusunan undang-undang.

A. Aliran Legisme

Aliran legisme adalah aliran yang tumbuh pada abad ke 19, karena
kepercayaan kepada hukum alam yang rasonalis hampir ditinggalkan orang sama
sekali. Aliran legisme ini menekankan bahwa hakikat hukum itu adalah hukum
tertulis(undang-undang), semua persoalan masyarakat diatur dalam hukum
tertulis. Pada hakikatnya merupakan pandangan yang berlebihan terhadap
kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis, sehingga dianggap kekuasan adalah
sumber hukum1.

Setelah adanya kodifikasi di negara perancis yang menganggap bahwa


Code Civil Perancis sudah sempurna, lengkap, serta dapat menampung seluruh

1
Pontang Moerad B.M, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana,
(Bandung,2005).119.

3
hukum, Maka timbullah Aliran Legisme(Wettelyk Positivisme). Legisme yaitu
aliran dalam ilmu pengetahuan dan peradilan yang tidak mengakui hukum di luar
undang-undang.

Hakim di dalam tugasnya terikat pada undang-undang sehingga pekerjaannnya


hanya melakukan pelaksanaan undang-undang belaka (wetstoepassing). Dengan
pembentukan silogisme hukum juridischexylogisme yaitu suatu deduksi logis dari
suatu perumusan yang luas, kepada keadaan khusus sehingga sampai kepada suatu
kesimpulan.2

Aliran ini berpendapat:

- Bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-umdamg.


- Bahwa di luar undang-undang tidak ada hukum.

Di sini(dalam aliran legisme) hakim hanya merupakan sub sumtie


authomaat dan pemutusan perkara hanya didasarkan pada undang-undang saja.
Karena aliran tersebut dianggap suatu usaha yang baik sekali dengan
menghasilkan kesatuan dan kepastian hukum, maka banyak negri yang
mengikuti jejak perancis antara lain negri Belanda, Belgia, Jerman, Swiss.
Pengikutnya adalah Dr. Freiderich (Jerman) dan Van Swinderen(Belanda).

Hukum dan undang-undang itu identik, sedangkan kebiasaan dan ilmu


pengetahuan diakui sebagai hukum kalau undang-undang menunjukannya.
Menurut aliran ini hakim tidaklah menciptakan hukum. Ajaran ini didasarkan
atas pandangan MONTESQUIEU tentang negara ideal.Dalam negara ideal
menurut MONTESQUIEU hakim itu. harus tunduk pada undang-
undang.Semua hukum terdapat dalam undang- undang. Hakim
menerapkannya terhadap peristiwa yang konkrit. Ia tidak bertanggung jawab
dan tidak dapat dicela.3

Ternyata setelah berjalan lebih kurang 40-50 tahun aliran Legisme


menunjukkan kekurangannya yaitu bahwa permasalahan-permasalahan hukum

2
Soerjono Dirjasiswora. Pengantar Ilmu Hukum Jakarta: Rajawali, 19911, hlm.159.
3
Soerjono Dirjosisworo. Pengantar ilmu Hukum Jakarta: Rajawali, 1991), hlm.159

4
yang timbul kemudian tidak dapat dipecahkan oleh undang-undang yang telah
dibentuk.

Kebaikan dari ajaran aliran Legisme yaitu:

1. Dapat terjamin sebanyak-banyaknya kepentingan masyarakat/orang


orang
2. Terjaminnya kepastian hukum sehingga tindakan-tindakan sewenang-
wenang orang-orang kuat serta penguasa dapat terhindarkan
3. Penyelewengan-penyelewengan para anggota masyarakat dari
Ketentuan undang-undang dapat pula sedikit terhindarkan
4. Adanya pegangan yang pasti bagi para fungsionaris dalam
menjalankan tugas-tugasnya

Dalam aliran ini, hakim hanya merupakan pemutus perkara dan hanya didasarkan
pada undang-undang saja. Kerena itu, aliran ini dianggap suatu usaha yang baik
sekali dengan menghasilkan kesatuan dan kepastian hukum, maka banyak negara
yang mengikuti Perancis antara lain Belanda, Belgia, Jerman, Swiss. Pengikutnya
adalah Dr. Freiderich (Jerman) dan Van Swinderen (Belanda).Temyata setelah
berjalan lebih kurang 40-50 tahun aliran Legisme menunjukan kekurangan-
kekurangannya, yaitu baliwa permasalahan-permasalahan hukum yang timbul
kemudian tidak daput dipecahkan oleh undang-undang yang telah dibentuk.

B. Alliran Freie Rechtlehrre, Freie Rechtsbwegung(Hukum Bebas)

Aliran ini bertolak belakang dari aliran Legisme. Lahirnya Freie


Rechslehre (1840) justru karena melihat kekurangan aliran legisme yang ternyata
tidak dapat memenuhi kebutuhan dan tidak dapat mengatasi persoalan-persoalan
baru.

Aliran ini merupakan aliran bebas yang hukumnya tidak dibuat oleh badan
legislatif, dan menyatakan bahwa hukum terdapat di luar undang-undang.

Berbeda dengan aliran Legisme, dimana hukum terikat sekali dengan


undang-undang, maka hakim dalam aliran ini bebas menentukan/menciptakan
hukum, dengan melaksanakan undang-undang atau tidak. Pemahaman

5
yurisorudensi adalah primer, sedangkan penguasaan undang-undang adalah
sekunder.

Di samping itu:

A. Hakim benar-benar menciptakan hukum(Judge Mae Law) karena


keputusannya didasarkan pada keyakinan hakim.

B. Keputusan hakim lebih dinamis dan up to date karena senantiasa mengikuti


keadaan perkembangan di dalam masyarakat.

C. Hukum hanya terbentuk oleh peradilan(rechts-spraak).

D. Bagi hakim Undang-undang, kebiasaan dan sebagainya hanya merupakan


sarana saja dalam membentuk /menciptakan atau menemukan hukum pada kasus-
kasus yang konkret.

E. Pandangan Freie Rechtslehre bertitik berat pada kegunaan sosial(Sosiale


doelmatigheid.)

Hukum bebas ini timbul di dalam masyarakat dan diciptakan oleh


masyarakat sendiri, berupa kebiasaan dalam kehidupan masyarakat dalam hukum
konkret(hukum alam) yang sudah menjadi tradisi baik yang diajarkan oleh agama
maupun adat istiadat.

Freie Rechtslehre ditimbulkan untuk pertama kalinya di jerman dalam


pertengahan abad 19 sekitar tahun 1840 oleh Heman Kantorowicz, Eugen Ehrlich,
dan Oscar Bulow, masing-masing dalam bukunya:

- Der Kampf um die Rechtwissenschaft.


- Freie Rechtsvindung und Freie Rechtswissehsahft.
- Gesetz und Rechtseramst.
Aliran ini juga menjalar ke negeri-negeri lain antara lain Negeri Belanda
yang dianut oleh HJ Hamaker, JP Fockema Andre dan JH Heymams.
Adapun tujuan daripada Freie Rechtslehre ialah:

6
a. Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara memberi kebabasan kepada
hakim tanpa terikat pada Undang-undang, tetapi menghayati tata kehidupan
sehari-hari.

b. Membuktikan bahwa dalam Undang-undang terdapat kekurangan-kekurangan


dan kekurangan itu perlu dilengkapi.

c. Mengharapkan agar hakim dalam memutuskan perkara didaasarkan kepada


rechtside(cita keadilan).

C. Aliran Rechtsvinding(Penemuan Hukum)

Rechtsvinding, berasal dari bahasa Belanda yang terdiri dari kata “recht” yang
berarti “hukum”, dan “vinding” yang berarti “penemuan”. Jadi, kata rechtsvinding
dapat diartikan sebagai "penemuan hukum". Sering dipermasalahkan mengenai
istilah "penemuan hukum"; apakah tidak lebih tepat istilah pelaksanaan hukum,
penerapan hukum, pembentukan hukum atau penciptaan hukum. Adapun istilah
Pelaksanaan hukum dapat berarti menjalankan hukum tanpa adanya sengketa atau
pelanggaran. Ini meliputi pelaksanaan hukum oleh setiap warga negara setiap hari
yang sering tidak disadarinya dan juga oleh aparat negara (law enforcement).
Disamping itu pelaksanaan hukum dapat terjadi kalau ada sengketa, yaitu yang
dilaksanakan oleh hakim. Ini sekaligus merupakan penegakan hukum

Dalam perkembangannya lebih lanjut pada dewasa ini pandangan-


pandangan terhadap hukum ada perubahan-perubahan karena:

1. Hukum itu harus berdasarkan asas keadilan masyarakat yang terus berkembang.

2. Ternyata pembuat undang-undang tidak dapat mengikuti kecepatan gerak


masyarakat atau proses perkembangan sosial, sehingga penyusunan Undang-
undang selalu ketinggalan.

3. Undang-undang tidak dapat menyelesaikan tiap masalah yang timbul. Undang-


undang tidak dapat terinci (mendetail) melainkan hanya memberikan algeemene
richtlijen (pedoman hidup) saja.

7
4. Undang-undang tidak dapat sempurna, kadang-kadang dipergunakan istilah-
istilah yang kabur dan hakim harus memberikan makna yang lebih jauh dengan
cara memberi penafsiran.

5. Undang-undang tidak dapat lengkap dan tidak dapat mencakupsegala-galanya.


Disana sini selalu ada leemten (kekosongan dalam undang-undang) maka hakim
harus mwnyusunnanya dengan jalan mengadakan rekonstruksi hukum,
rechtsverifining atau argunentum a contrario.

6. Apa yang patut dan masuk akal dlam kasus-kasus tertentu juga berlaku bagi
kasus lain yang sama.

Menurut aliran Rechtsvinding hukum terbentuk dengan beberapa cara


ialah:

1. Karena wetgeving (pembentukan Undanh-undang).

2. Karena administrasi/tata usaha negara.

3. Karena rechtsspraak atau peradilan.

4. Karena kebiasaan/tradisi yang sudah mengikat masyarakat.

5. Karena ilmu (wetenschap).

Bila ditinjau dari segi aliran Legisme dan Freie Recchtslehre maka:

1. Aliran Rechtsvinding merupakan aliran antara legisme dengan Freie


Rechtslehre.

2. Berbeda dengan aliran Legisme dan Freie Rechtslehre, Rechtsvinding


berpegang pada undang-undang tetapi tak seketat seperti aliran Legisme. Terikat
tapi tak seketat seperti aliran Legisme. Terikat tapi bebas (gebonden vrijheid) dan
tidak sebebas seperti pada Freie Rechtslehre (vrijegebondenheid, bebas tapi
terikat).

8
3. Tugas hakim dalam Rechtsvinding adalah menyelaraskan Undang-undang
dengan sosiale werkelijkheid (keadaan masyarakat yang nyata) dan bila perlu
menambah Undang-undang disesuaikan dengan asas keadaan masyarakat.

4. Kebebasan yang terikat dan terkait keterkaitan yang bebas dicerminkan dalam
penafsiran hukum, dan pengisian kekosongan hukum dengan konsturksi hukum
rechtsverifijning dan argumentum a contrario.

5. Bagi hakim (dalam Rechtsvinding) yuriprudensi mempunyai arti yang penting


di samping undang-undang, karena dalam yurisprudensi terdapat makna yang
penting konkret yang tidak terdapat pada Undang-undang.

Perbedaanya dengan Legisme dan Freie Rechtslehre ialah bahwa dalam


Legisme yurisprudensi adalah sekunder, sedangkan bagi Freie Rechtslehre adalah
primer.

Aliran Rechtsvinding atau penemuan hukum merupakan aliran diantara


kedua aliran ekstrem tersebut (aliran Legisme dan Freie Rechtsbewegung). Aliran
Rechtsvinding tetap berpegang pada undang-undang, tapi tidak seketat aliran
Legisme, karena hakim juga mempunyai kebebasan.

Tetapi kebebasan ini tidak seperti kebebasan yang dianut Freie -


Rechtsbewegung. Hakim mempunyai kebebasan yang terikat (gebonden vrijhrid).
Dan keterikatan yang bebas (vrijgrbondenheid). Tugas hakim merupaka upaya
untuk menselaraskan undang-undang dengan tuntutan zaman, dengan hal-hal yang
konkret yang terjadi dalam masyarakat dan bila perlu menambah undang- undang
yang disesuaikan pada asas-asas keadilan masyarakat.

Kebebasan yang terikat dan keterkaitan yang bebas yang tercermin pada
kewenangan hakim dalam penafsiran undang-undang, mengkronstruksi hukum
dan memberikan ungkapan juga mempunyai arti yang penting di samping undang-
undang. Karena di dalam yurisprudensi terdapat makna hukum yang konkret yang
tidak terdapat dalam undang-undang.

Namun demikian hakim tidak mutlak terikat dengan yurisprudensi seperti


di negara anglo saxon dimana hakim secara mutlak mengikuti yurisprudensi. Di

9
amerika serikat terikat pada keputusan hakim yang lebih tingg dan keputusan
lembaga-lembaga tersendiri yang lebih dulu yang menghsilkan the binding force
of precedent.

Kembali kepada kebebasan yang terikat dan keterkaitan yang bebas,


berarti bahwa hakim dalam menafsirkan atau menambah (aanvullen) undang-
undang tidak boleh sewenang-wenang. Ada berbagai pembatasan mengenai
kebebasan hakim tersebut seperti yang dinyatakan oleh beberapa ahli seperti:

1. Logemann

Berpendapat bahwa hakim harus tunduk pada kehendak pembuat undang-


undang dalam arti kehendak seperti yang diketahui dan tercantum dalam peraturan
perundang-undangan yang besangkutan. Kehendak ini tentunya tidak dapat dibaca
dengan begitu saja dari kata-kata dalam undang-undang, maka hakim harus
mencarinya dalam sejarah kata-ata tersebut, dalam sistem undang-undang atau
kata-kata dalam arti peradilan hidup sehari-hari. Hakim wajib mencari kehendaak
pembuat undang-undang , karena ia tidak boleh membuat penafsiran yang berbeda
dengan maksud pembutnya. Setiap penafsiran dibatasi oleh kehendak undang-
undang. Penafsiran yang tepat hanya penafsiran yang seusai dengan kehendak
pembuatnya, dan baik penduduk administrasi maupun hakim wajib tunduk pada
kesimpulan yang logis.

2. Polak

Ia berpendapat bahwa penafsiran undang-undang harus didasarkan pada:

- Materi peraturan perundang-undangan yang berangkutan.


- Tempat dimana undang-undang dilahirkan.
- Zamannya/waktu undang-undang itu dibentuk.

3. Ter Haar

Ia mengemukakan bahwa sewaktu hakim menetukan hukum, dan


menetapkan mana yang merupakan hukum dan mana yang tidak, harus selalu
berhubungan dengan masyarakat. Hakim harus memberikan keputusan sesuai

10
dengan keadaan sosial yang nyata (sociale werkelijkheid). Dengan demikian dapat
tercapai maksud daripada hukum: “suatu keadilan berdasarkan asas keadilan
masyarakat”.

D. Aliran Yang Berlaku Di Imdonesia

Indonesia merupakan aliran Rechtsvinding. Ini berarti bahwa hakim dalam


memutuskan perkara berpegang pada undang-undang dan hukum lainnya yang
berlaku di dalam masyarakat secara gebonden vrijheid dan vrije gebondenheid.

Tindakan hakim tersebut dilindungi oleh hukum dan didasarkan pada:

a. Pasal 20 AB:

yang mengatakan bahwa hakim harus mengadili berdasarkan undang-


undang.

b. Pasal 22 AB

Hakim tidak boleh menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya


dengan alasan tidak lengkapnya, tidak jelasnya undang-undang. Apabila
penolakan terjadi maka hakim dapat dituntut berdasarkan rechtsweigering.

Apabila ada perkara, hakim melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. ia menempatkan perkara dalam proporsi yang sebenarnya.

2. Kemudian ia melihat paada undang-undang:

- Apabila Undang-undang menyebutkannya maka perkara diadili menurut


undang-undang.

- Apabila Undang-undangnya kurang jelas, ia mengadakan penafsiran.

- Apabila ada ruangan-ruangan kosong, hakim mengadakan konstrksi


hukum, rechtsverfijning atau argumentum a contrario.

11
3. Di samping itu hakim juga melihat yuriprudensi dan dalil-dalil hukum agama,
adat dan sebagainya yang berlaku di dalam masyarakat.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian tersebut diatas kami sebagai penulis dapat menarik kesimpulan
yakni bahwa di dalam tiap-tiap aliran itu terdapat sesuatu yang dapat dibenarkan
serta dapat diambil manfaatnya serta aliran sistem hukum terbukalah yang
meletakkan persoalan undang-undang, hakim, dan hukum ini secara lebih tepat.
Maka hukum perdata merupakan bagian dari subsistem dari hukum nasional oleh
karena itu asas hukum asas hukum perdata harus sesuai dan seirama dengan asas
hukum nasional.

Dalam menjalanan aktivitas kehidupan kita sehari-hari, sebagai seorang


warganegara yang baik hendaklah kita mematuhi dan mentaati hukum yang
berlaku baik itu hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis di dalam
masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

SOEROSO,R. Pengantar Ilmu Hukum.1, Cet 14. Jakarta:Sinar Grafika,2018

https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/05/aliran-aliran-hukum/

Moerad, Pontang B.M, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam


Perkara Pidana, Bandung,2005

13
14

Anda mungkin juga menyukai