PENDAHULUAN
I.1 Peta Konsep
Komparatif
Futuristis
Modul ini menitikberatkan pada materi. metode penafsiran, dan konstruksi hukum
adalah respons terhadap kompleksitas serta kebutuhan mendalam akan pemahaman
hukum dalam berbagai konteks. Seiring evolusi masyarakat dan sistem hukum, penting
untuk memiliki pendekatan yang komprehensif dalam menyajikan materi hukum yang
relevan. Modul ajar ini tidak hanya memuat teori-teori dasar hukum, tetapi juga
mencakup perkembangan terkini, kasus-kasus yang relevan, dan konteks aplikasi hukum
dalam kehidupan nyata. Metode penafsiran hukum yang diajarkan dalam modul ini juga
memperkenalkan mahasiswa pada berbagai pendekatan untuk memahami teks hukum,
menekankan pentingnya interpretasi yang tepat untuk mengaplikasikan hukum dengan
benar dan adil.
Selain itu, modul ajar ini menitikberatkan pada konstruksi hukum untuk
memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana proses hukum direkonstruksi dalam
situasi praktis. Ini mencakup studi kasus dan simulasi yang memungkinkan peserta didik
untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah hukum secara langsung. Dengan
demikian, mereka tidak hanya memahami teori-teori konstruksi hukum, tetapi juga
memiliki pengalaman langsung dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam situasi
kasus nyata. Hal ini mempersiapkan mereka untuk menjadi profesional hukum yang
mampu tidak hanya memahami dan menginterpretasikan hukum secara teoritis, tetapi
juga menerapkannya dengan tepat dalam praktik kehidupan nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 ALIRAN HUKUM
Menurut aliran ini hakim didalam melakukan tugasnya terikat pada undang-
undang, sehingga pekerjaan-nya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang
belaka (wetstoepassing), dengan jalan pembentukan silogisme hukkum, atau
jurischesylogisme, yaitu suatu deduksi logis dari suatu perumusan yang luas, kepada
keadaan khusus, sehingga sampai kepada suatu kesimpulan. Jadi menentukan
perumusan preposisi mayor kepada keadaan preposisi minor, sehingga sampai pada
conclusio, dengan contoh sebagai berikut :
1) Siapa membeli harus membayara (mayor)
2) Si "A" membeli (minor)
3) Si "A) harus membayar (conclusio)
Menurut aliran ini, mengenai hukum yang primer adalah pengetahuan tentang
undang-undang, sedangkan mempelajari yurisprudensi adalah masalah sekunder.
Aliran legisme demikian besarnya menganggap kemampuan undang-undang sebagai
hukum, termasuk dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial. Aliran legisme
berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan apabila telah
dikeluarkan undang-undang untuk mengaturnya. Undang-undang dianggapnya
sebagai obat mujarab, obat yang manjur. Undang-undang adalah segalanya, sekalipun
pada kenyataannya tidak demikian, Karena aliran ini diaggap sebagai suatu usaha
yang baik sekali dengan menghasilkan kesatuan dan kepastian hukum, maka banyak
negeri yang mengikuti jejak Perancis antara lain: Belanda, Belgia, Jerman, dan Swiss.
Dan setelah berjalan kurang dari 40-50 tahun, aliran legisme menunjukkan
kekurangan-kekurangannya, yaitu bahwa permasalahan-permasalahan hukum yang
timbul kemudian tidak dapat dipecahkan oleh undang-undang yang telah dibentuk.
Aliran ini bertolak belakang dengan paham legisme. Ia beranggapan bahwa dalam
melaksanakan tugas, seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-undang
atau tidak. Hal ini disebabkan karena pekerjaan hakim adalah melakukan penciptaan
hukum. Pada aliran ini, hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law).
Putusan hakim lebih bersifat dinamis dan up-to-date karena senantiasa
memperhatikan keadaan dan perkembangan masyarakat. Aliran ini bersifat bebas, di
mana hukumnya tidak dibuat oleh badan legislatif, dan menyatakan bahwa hukum
terdapat di luar UU.
Aliran ini dianggap sebagai aliran tengah di antara legisme dan aliran freie
rechtsbewegung. Menurut paham ini, hakim terkait pada undang–undang, tetapi tidak
seketat seperti menurut pandangan aliran legisme. Hakim memiliki kebebasan, tidak
seperti anggapan aliran freie rechtsbewegung. Dalam menjalankan tugasnya, hakim
memiliki apa yang disebut sebagai "kebebasan yang terkait" atau "keterkaitan yang
bebas". Oleh karena itu, tugas hakim disebut sebagai upaya melakukan rechtsvinding,
yang berarti menselaraskan UU pada tuntunan zaman.
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa aliran dalam ilmu hukum antara lain
aliran historis/mahzab sejarah (hukum dalam masyarakat), aliran/mahzab legisme,
dan aliran/mahzab terpadu (sumber hukum adalah kebebasan maupun undang-
undang).
Kondisi saat ini, aliran/mahzab dalam hukum tidak hanya seperti yang disebutkan
di atas, tetapi sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa dan beragam
jenisnya, terutama terkait dengan perkembangan teori hukum, seperti aliran hukum
progresif, aliran hukum responsive, aliran hukum ekonomi, dan lain-lain.
Perkembangan aliran hukum ini akan terus terjadi seiring dengan berubahnya sistem–
sistem sosial yang ada di masyarakat.
Penafsiran cara ini adalah meneliti sejarah dari pada undang – undang
yang bersangkutan. Penafsiran historis ini ada 2 macam :
A. Penafsiran menurut sejarah pembuatan Undang-Undang, penafsiran ini juga
dinamakan penafsiran sempit dan hanya menyelidiki apakah maksud pembuat
undang-undang dalam menetapkan peraturan perundang-undangan itu atau siapa
yang membuat rancangan untuk undang-undang, apa dasar-dasarnya, apa yang
diperdebatkandalam siding-sidang DPR dan sebagainya sehingga undang-
undang itu dapat ditetapkan secara resmi.
B. Penafsiran menurut sejarah hukum, yang juga dikenal sebagai penafsiran
historis, melibatkan penelusuran asal-usul suatu peraturan hukum dari sistem
hukum yang pernah berlaku, baik di masa lampau maupun dari sistem hukum
yang masih berlaku di negara lain saat ini. Misalnya, KUH perdata berasal dari
Burgerlijk Wetboek (BW) Negara Belanda yang sendiri bersumber dari Code
Civil Perancis atau Code Napoleon. Masuknya Code Civil Perancis ke Negara
Belanda (BW) mirip dengan proses masuknya BW Negara Belanda ke
Indonesia sebagai negara jajahan, keduanya didasarkan pada asas konkrordasi.
II.3.1 Analogi
Lalu, apakah seorang laki-laki juga harus menunggu waktu 300 hari?
Jawabannya adalah tidak. Karena pasal tersebut diberlakukan bagi duda secara a
contrario sehingga kalau duda akan menikah lagi tidak perlu menunggu. Dengan
kata lain, berdasarkan argumentum a contrario (berlawanan), dapat dikatakan
bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi seorang laki-laki karena soal yang
dihadapi tidak diliputi oleh pasal tersebut. Pasal 34 KUH Perdata, tidak
menyebutkan apa-apa tentang seorang laki-laki tetapi khusus ditujukan pada
perempuan. Contoh lain, apa yang dimaksud dengan sebab yang halal yang
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan secara tegas. Namun,
Pasal 1337 KUH Perdata mengatur tentang sebab yang terlarang yaitu yang
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Sehingga, secara a contrario dapat diketahui bahwa sebab yang halal adalah
sebab.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Modul ini menghadirkan pemahaman yang luas mengenai aliran hukum, metode
penafsiran hukum, dan konstruksi hukum. Melalui penjelasan yang komprehensif tentang
aliran-aliran hukum seperti legisme, Freie Rechtslehre, dan Rechtslehre, pembaca
diberikan gambaran yang jelas mengenai perbedaan pandangan terkait sumber hukum,
peran hakim, serta pemecahan masalah sosial melalui hukum. Selain itu, pemahaman
akan metode penafsiran hukum yang meliputi penafsiran bahasa, sejarah, sistematis,
sosiologis, komparatif, dan futuristis memberikan landasan kuat bagi pembaca dalam
mengartikan dan menerapkan undang-undang dalam konteks masyarakat. Sementara itu,
konsep konstruksi hukum, yang mencakup analogi, penghalusan hukum, dan argumentasi
a contrario, menawarkan metode bagi pembaca untuk mengatasi kekosongan atau
ketidakjelasan dalam peraturan perundang-undangan. Keseluruhan modul diharapkan
memberikan bekal pemahaman yang mendalam tentang hukum, baik dalam konteks
teoritis maupun praktis, guna menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan nyata.