Universitas Kadiri
Nama : Almuhaimin Sobah
NIM : 19120117
Mata Kuliah : Sejarah Hukum
Prodi : S-2 Hukum
Makalah tentang Sejarah Hukum
Terdiri dari:
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Pembahasan
3.1 Uraian Teori yang menjadi acuan rumusan masalah
3.2 Menjawab rumusan masalah
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
5. Daftar Pustaka
Note :
Kertas A4 || line and paragraph spacing 1,5 || Times New Roman (12) || footnote (kutipan)
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam setiap sudut dalam kehidupan ini pasti terkait dengan yang namanya hukum,
dimana merupakan sebuah sistem yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tingkah laku
manusia agar dapat bisa terkontrol. Hukum juga merupakan alat yang dapat digunakan untuk
menegakan dan mencari keadilan. Oleh sebab itu setiap masyarakat berhak untuk memperoleh
pembelaan di depan hukum sehingga bisa diartikan hukum merupakan ketentuan atau peraturan
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi
bagi yang melanggarnya. Dengan demikian perlu adanya kita mempelajari awal sejarah
berdirinya Hukum terutama yang berlaku di Indonesia. Hal inilah yang menjadi alasan utama
Penulis dalam membuat makalah ini. Dengan motivasi tesebut tersebut diatas Penulis ingin
mengetahui secara rinci awal terbentuknya hukum di negara Indonesia sejak periode penjajahan
bangsa Eropa hingga masa sekarang. Sehingga dengan tersusunnya makalah ini,akan menjadi
materi yang penting untuk memperjelas secara runtun dan sistematis bagaimana awal
B. Rumusan Masalah
Kajian permasalahan dalam makalah ini adalah yang pertama bagaimana konsep awal
hukum di Indonesia terbentuk dan berdiri dengan tahap – tahap evolusi lahirnya hukum –
hukum baru yang menggantikan hukum sebelumnya dalam setiap periode selanjutnya yang
kedua bagaimana mekanisme pelaksanaan hukum tersebut berjalan dan berlaku di sendi sendi
kehidupan masyarakat dalam setiap periode masa lampau hingga saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum membicarakan lebih jauh perihal sejarah hukum di Indonesia, terlebih dahulu Penulis
memberikan deskripsi tentang sejarah itu sendiri yang mana Penulis mencoba mengkutip pengertian
sejarah menurut para ahli, salah satunya adalah Ibnu Khaldun (1332–1406) yang mana menurutnya,
Sejarah didefisinikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang
terjadi pada watak/sifat masyarakat itu. Selain itu menurut R Moh Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu
Sejarah Indonesia, sejarah merupakan ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian
dan atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita. Dengan demikian, sejarah dapat diartikan sebagai
suatu pengungkapan dari kejadian dana atau peristiwa dari kejadian masa lalu.
Sehingga dengan adanya definisi tentang sejarah di atas, Penulis mendapat kesimpulan bahwa
sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum yang mempelajari perkembangan da asal-usul
sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda
Pemikiran tentang sejarah hukum pertama kali dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny
menyebutkan “Das Recht Wird Nicht Genacht Ist Ist Undwird Mit Dem Volke” yang artinya hukum itu
tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Sehingga hukum dilihat sebagai
suatu bagian yang tak terpisahkan dengan sejarah bangsa, oleh karenanya hukum berubah menurut
waktu dan tempatnya. Dan apabila dikatakan hukum itu itu terus tumbuh maka dapat diartikan bahwa
sistem hukum yang sekarang senantiasa berhubungan dengan sistem hukum di masa lalu yang terlebih
Sedangkan Sir Henry James Summer Maine (Pelopor Sejarah Hukum Inggris) berpendapat
bahwa “Hukum berkembang dari bentuk Statuta (Undang-Undang) ke bentuk kontrak (Perjanjian).
Hukum ada karena adanya kontrak-kontrak antar masyarakat (dari masyarakat sederhana ke masyarakat
modern). Dalam masyarakat modern, hukum dibuat secara sukarela oleh masyarakat dalam bentuk
Munculnya teori hukum tidak dapat dilepaskan dari lingkungan jaman yang terus berkembang,
karena teori hukum hadir sebagai selah satu jawaban yang diberikan terhadap permasalahan hukum
Dalam perkembangannya, teori hukum memiliki berbagai macam aliran, dari aliran teokrasi,
madzhab hukum alam dan aliran positifisme sampai aliran hukum sejarah yang masing- masing
mempunyai pandangan perspektif masing-masing. Pada makalah ini Penulis akan menguraikan
tentang kajian teori sejarah hukum yang dikemukakan oleh para ahli antara lain sebagai berikut:
Savigny adalah seorang yuridis (ahli hukum) Jerman yang sukses membuat Jerman tidak
mengkodifikasi hukum perdata selama hampir 100 tahun. Savigny menganggap bahwa hukum
kebiasaan sebagai sumber hukum formal. Hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat. Pandangannya bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat
banyak bangsa dan tiap-tiap bangsa memiliki “Volksgeist” jiwa rakyat. Savigny berpendapat
bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan dari pembentukan
undang-undang. Penggagas teori ini melihat hukum sebagai entitas yang organis namun
dinamis. Hukum menurut teori ini dipandang sebagai suatu yang natural, tidak dibuat,
melainkan hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hukum bukanlah sesuatu yang
statis, melainkan dinamis karena akan senantiasa berubah seiring dengan perubahan tata nilai di
masyarakat.
b. Puchta (1798-1846)
Puchta berpendapat bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa yang
bersangkutan. Hukum menurut Puchta dapat berbentuk (1) langsung berupa adat istiadat (2)
melalui undang-undang, (3) melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.
Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan
melalui kehendak umum masyarakat yang terorganisir dalam negara. Negara mengesahkan
dalam negara sedemikian rupa sehingga pada akhirnya tidak ada ruang lagi bagi sumber-sumber
hukum yang lain yang dapat dipraktekkan dalam adat istiadat bangsa dan diolah oleh ahli-ahli
Maine memiliki predikat sebagai pelopor Mazhab Sejarah di Inggris. Salah satu
hukum yang ada dan terbentuk pada masyarakat sederhana dan msyarakat yang telah maju.
Maine melakukan penelitian tersebut dengan dasar pendekatan sejarah. Kesimpulan dari
penelitian Maine kembali memperkuat pemikiran Von Savigny yang membuktikan adanya
Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pengetahuan yang masih muda dan belum
banyak dikenal bahkan di kalangan pakar hukum sendiri sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya belum menggembirakan. Salah satu penyebab hal itu terjadi karena belum
disadarinya nilai penting disiplin ilmu baru ini dalam menunjang dan memahami ilmu pengetahuan
a. Sejarah Hukum mengajarkan bahwa hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak
(Hukum Amerika, Hukum Indonesia, Hukum Belgia dan sebagainya), melainkan hukum juga
b. Dengan mempelajari sejarah hukum, kita dapat mengerti tentang norma-norma hukum yang
c. Merupakan suatu acuan dan pegangan bagi kaum yuridis untuk mengenal budaya dan pranata
hukum
d. Memahami bahwa dari sejarah diketahui bahwa hal ikhwal tujuan hukum dari masa
Pengaruh kuat hukum di Indonesia sangat kuat pada saat ketika dijajah Belanda yang
terjadi selama kurun waktu 350 tahun yang secara massif menjadikan Hukum Belanda
sebagai hukum yang memiliki cengkeraman yang kuat terhadap sistem hukum di Indonesia
yang akhirnya menggeser berlakunya hukum asli (hukum adat) yang pada waktu itu sudah
ada dan berlaku di tengah-tengah masyarakat di Indonesia, Momen penting pada masa
penjajahan Belanda periode ini adalah dengan diawali dari kedatangan Bangsa Belanda ke
Compagnie (selanjutnya disingkat V.O.C) yang saat itu dikenal dengan sebutan Kompeni
oleh kalangan Bumi Putera (bangsa Indonesia). Seiring waktu berjalan perkembangan
V.O.C
yang awalnya hanya menduduki beberapa kota seperti Ambon, Jayakarta (yang kemudian
disebut Batavia dan sekarang bernama Jakarta), Surabaya, Tuban dan Makasar kemudian
wilayah kekuasaannya. Namun pada tahun 1978, V.O.C mengalami pailit akibat dari adanya
korupsi dan perdagangan gelap oleh pegawai-pegawainya. Hal itu disebabkan karena
adanya mekanisme manajemen V.O.C yang sangat buruk pada masa itu. Dikemukakan
bahwa sejak awal berdiri, pegawai V.O.C diperbolehkan mengadakan marshandel, yaitu
berubah persentasenya yang semula hanya sekian persen meningkat tajam yang
menyebabkan adanya kerugian. Faktor lain bangkrutnya V.O.C adalah adanya sistem
kepegawaian yang buruk dalam organisasi. Perekrutan pegawai V.O.C tidak didasarkan
pada kompetensi pegawai itu sendiri namun berdasarkan sistem kekeluargaan dan juga
diperparah maraknya praktek suap di kala itu. Sementara itu di Eropa sendiri terjadi
pergolakan yang dipicu oleh adanya aliran-aliran baru di bidang ekonomi, sosial dan politik
yang mencapainya puncaknya dalam Revolusi Industri di Perancis, Keadaan ini dikenal
yang diinsipirasi dari ajaran Trias Politica dari Montesquiew dan J.J Rousseau melalui
ajarannya yang dikenal dengan nama kedaulatan rakyat yang akhirnya menggoncangkan
Dengan era jatuhnya V.O.C. pada tahun 1978, maka seluruh hutang-hutang dan kekayaan
V.O.C beralih kepada Kerajaan Belanda yang semula bentuk negara dari Republiek der
Napoleon Bonaparte jatuh, Negeri Belanda di bawah kekuasaan Raja Willem van Oranje,
seorang keturunan dari pemberontak penjajahan Spanyol. Dan Raja atau Ratu Belanda
Dengan pembubaran V.O.C yang resmi tarcatat pada tanggal 1 Januari 1800, maka
Indonesia yang waktu itu bernama Hindia Belanda (Nederlansce Indie) otomatis berada di
bawah perintah langsung Pemerintah Belanda. Pada momen inilah yang sangat membawa
pengaruh besar terhadap sistem hukum di Indonesia masa sekarang karena pada era ini
sistem kekuasaan pada negara jajahan Belanda yang terpusat menyebabkan segala sistem
Lahirnya gagasan-gagasan yang cukup penting adalah adanya lembaga legislatif, yudikatif
Setelah berlakunya sistem Sentralisasi pada tanah jajahan Kerajaan Belanda, maka Raja
Daendels menandai suatu jaman baru di Indonesia, khususnya Pulau Jawa dalam artian,
penguasa asing mulai melakukan campur tangan dalam mengurus penduduk Indonesia.
Daendels terkenal sebagai pendiri sistem administrasi modern pada pemerintahan di dalam
negeri yang teratur di Hindia Belanda. Jika pada jaman V.O.C para Raja dan kepala
tradisional terikat pada Contracten van Verband, maka pada pemerintahan Daendels diganti
dengan Acten van Aanstelling (akta-akta pengangkatan). Pada dasarnya, Daendels mencoba
struktur pemerintahan yang berlaku di Eropa khusus bagi apparat dari golongan bangsa
Eropa, sementara itu bagi para penguasa Bumi Putera (kaum pribumi) ditempatkan di bawah
Belanda namun hal ini belum cukup mengatasi berbagai masalah hukum yang diwariskan
oleh V.O.C. terutama manipulasi dan inefisiensi dalam pengelolaan keuangan Negara. Di
samping itu gaya kepemimpinan Daendels yang sedikit otoriter dan masuknya kekuasaan
Inggris menjadi kendala bagi upaya perubahan yang dilakukan Daendels di Hindia Belanda.
Masa pemerintahan Daendels berakhir setelah Inggris menguasai Belanda, dengan demikian
Setelah Indonesia sebagai daerah jajahan oleh Pemerintah Belanda, diserahlan kepada
Inggris, maka Pemerintah Inggris memberikan perintah kepada Gunernur Jenderal di India,
sistem ekploitasi yang baru yaitu sistem Landrent dengan alasan bahwa sistem yang
V.O.C. dan Kerajaan Belanda adalah sistem yang kuno dan kolot. Masa pemerintahan
Indonesia yaitu:
(a) Menghapus sistem verplichte leveranties (penyerahan wajib) dan herendiensten (sistem
kerja paksa)
(b) Pemerintah melaksanakan pengawasan secara langsung terhadap tanah dan memungut
Sistem baru land-rent system yang dirancang Raffles tersebut sebagi pajak individual
yang dibayar oleh setiap petani dalam bentuk uang, sedangkan pemerintah hanya
berkewajiban merangsang petani agar menanam ekspor yang paling menguntungkan. Pada
hakekatnya di satu pihak Raffles ingin memberikan kepastian hukum dan kebebasan
berusaha tanpa adanya unsur paksaan seperti yangterdapat dalam sistem yang diterapkan
V.O.C.. Sementara di sisi lain, sistem landrent ini dianggap akan dapat menjamin arus
Pemerintah/Negara adalah pemilik tanah dan rakyat hanya sebagai penggarap atau penyewa
yang memiliki kewajiban membayar sewa atau pajak atas tanah yang dikelola oleh rakyat.
Sebagian besar perubahan sistem dan kebijakan politik colonial yang dibuat oleh Raffles
tersebutnya pada akhirnya kandas atau dihapus sebelum waktu berlakunya habis. Sebagian
besar dari kegagalan-kegagalan tersebut terutama disebabkan oleh adanya perbedaan yang
besar antara idealism liberal dan kondisi sosio kultural dari masyarakat tradisional Jawa.
Karena masyarakat JAwa sebagai bagian dari feodalisme kerajaan pada masa sebelumnya
sudah terbiasa memberikan upeti kepada penguasa, sehingga mereka tidak siap menerima
sistem baru (landrent) yang diterapkan oleh pemerintahan Inggris. Rakyat Indonesia yang
menguasai tanah seperti sawah, tegalan atau tempat pemukiman dianggap tidak memiliki
tanah-tanah, karena tanah-tanah tersebut adalah menjadi milik negara Inggris. Seluruh tanah
di Indonesia adalah milik Kerajaan Inggris, sedangkan rakyat hanya sekedar sebagai
penyewa tanah saja. Dengan demikian rakyat yang menguasai tanah-tanah tersebut harus
membayar rent (sewa) kepada Pemerintah. Sistem demikian dapat dipastikan menimbulkan
penolakan dan gejolak di tengah rakyat, sehingga mereka tidak melaksanakan sistem
Pada jaman Raffles, juga ditiadakan hukuman mati dengan menusuk keris dan
membakar orang yang dijatuhi hukuman pidana mati seperti yang berlaku pada masa
sebelumnya, baik menurut Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Barat.
Jika pada masa penjajahan Belanda dibawah kekuasaan Daendels membentuk Korp Pamong
Praja Bumiputera dan Korp Pamong Praja Eropa dianggap sebagai defeodalisasi dalam
Korp Pamong Praja Eropa dan Bumi Putera makin kuat, dengan demikian terjadinya
perbedaan kelas-kelas sosial di masyarakat semakin nampak dan kuat sebagai akibat
diteruskannya kebijakan pembentukan Korps Pamong Praja Eropa dan Korps Pamong Praja
Bumiputera (lokal).
Pada tanggal 13 Agustus 1814, Pemerintah Inggris telah berakhir masa pendudukannya
Pemerintah Belanda di bawah kekuasaan pusat yang lebih lengkap dan sentralistis. Tidak
hanya pulau Jawa saja, tetapi seluruh kepulauan di luar Pulau Jawa yang doserahkan kepada
Nasional Bangsa Indonesia yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Negara Kesatuan
Belanda, terlihat adanya keragu- raguan Pemerintah Belanda dalam memimpin rakyat
Indonesia.
Oleh karena itulah maka Pemerintah Belanda melakukan review terhadap pemberlakuan
pertama penerapan sistem hukum Nederland yang merupakan hukum tertulis yang
diterapkan
di Indonesia yang notabene mayoritas hukumnya tidak dalam bentuk tertulis namun tetap
dipatuhi oleh mayoritas rakyat. Masalah kedua adalah adanya perbedaan sosial kultur di
masyarakat Belanda yang menganggap bahwa kedudukan semua orang adalah sama baik
hak dan kewajibannya sama sedangkan di masyarakat Indonesia terdapat perbedaan kelas
sosial berdasarlan kelas bangsawan dan kelas rakyat biasa. Yang mana prinsip persamaan
hak dan kewajiban di depan hukum (equality before the law) yang berlaku di masyarakat
Eropa tersebut jika diterapkan di masyarakat Indonesia kala itu pasti akan menimbulkan
gejolak dan penolakan terutama dari kalangan bangsawan kerajaan yang berada pada strata
sosial lebih tinggi dibanding rakyat jelata. Masalah ketiga adalah sejauh mana hukum
Nederland dapat atau tidaknya diterapkan kepada bangsa Belanda yang ada di Indonesia dan
juga terhadap rakyat Indonesia yang mempunyai hukum asli (hukum Adat) yang jauh
berbeda, belum juga polemik penerapan hukum tersebut apakah juga diterapkan kepada
penduduk yang bukan orang Bumi Putera seperti orang Tionghoa, Timur Asing dan
Pada masa ini, selain masalah tersebut diatas, Pemerintah Belanda dihadapkan pada
terjadinya perang Diponegoro di wilayah Jawa Tengah dan disusul dengan perang Padri
wilayah Sumatera Barat. Sedangkan di negaranya sendiri juga terjadi perang saudara yang
mengakibatkan pecahnya Kerajaan Belanda menjadi Kerajaan Belanda dan Kerajaan Belgia.
Peperangan tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga pada tahun 1830, Badan
Usaha penggantu V.O.C. yaitu Nederlandsche Handels Maatschappij atau biasa disebut
factoriij (badan semi pemerintah) mengadakan sistem kerja paksa dan tanam paksa
(cultuurestelsel) guna membiayai perang yang terjadi di Belanda selain untuk membiayai
ini ternyata berhasil dan memberikan hasil yang sangat berlimpah kepada Pemerintah
Belanda. Di sisi lain, rakyat Indonesia sangat menderita karena tidak dapat menikmati hasil
tanamnya.
Sementara itu Revolusi Perancis yang mengajarkan liberalisme dan persamaan hak
antara seluruh rakyat makin meluas di benua Eropa dan juga semakin bergemanya tuntutan-
pengaruh revolusi tersebut hingga terasa di Indonesia. Dengan demikian muncul adanya
tuntutan rakyat agar sitem ekploitasi terhadap rakyat melalui sistem cuulturstelsel segera
Di era ini, Ilmu Pengetahuan Hukum di Eropa mulai berkembang pesat dengan hasil
yang dicapai adalah terbentuknya Kodifikasi Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau
B.W), Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel atau W.v.K), Hukum Pidana (Wetboek
van Strafrecht atau W.v.S), Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana yang
diberlakukan Nederland sebelum tahun 1840. Sehingga pada waktu itu juga dinyatakan
namun hanya berlaku hanya untuk bangsa Eropa. Sementara itu, Algemene Bepalingen van
diberlakukan sebagai peraturan untuk mengatur penggolongan penduduk serta yang berlaku
Pada tahun 1940, Negeri Belanda diduduki oleh Jerman, sehingga setelah perang
Pasifik, akhirnya Hindia Belanda enyaerah tanpa syarat kepada balatentara Jepang
terjadi peralihan kekuasaan atas wilayah Indonesia dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah
(militer) Jepang. Untuk memudahkan penguasaan wilayah Indonesia, Jepang membagi wilayah
menjadi tiga bagian, yaitu (1) Jawa dan Madura (2) Sumatera (3) Indonesia bagian Timur.
(Osamu Sirei) pada Tahun 1942. Osamu Sirei ini merupakan dasar bagi transisi pemberlakukan
Di dalah Osamu Sirei terdapat suatu maklumat yang menyatakan bahwa: “seluruh
wewenang badan-badan pemerintahan dan semua hukum serta semua peraturan yang selama
ini berlaku tetap dinyatakan berlaku kecuali apabila bertentangan dengan peraturan-peraturan
militer Jepang” Osamu Sirei diterbitkan disamping sebagai dasar bagi pemberlakuan hukum
dari pemerintahan lama kepada pemerintahan baru, juga bertujuan untuk menghindari
Dari sisi perkembangan hukum, tidak ada perombakan hukum yang sangat berarti
karena masa pendudukan Jepang yang relatif singkat yaitu 3,5 Tahun. Selain faktor waktu yang
singkat, Pemerintah militer Jepang pada waktu itu hanya berorientasi pada pemenangan perang
melawan Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat, sehingga Jepang tidak sempat meluangkan
waktu dan perhatian untuk memikirkan pembangunan hukum dan ekonomi bagi peningktana
kesejahteraan rakyat di Indonesia. Hal ini membuat rakyat Indonesia makin sengsara ketika
1. Kitab Undang-Undang dan peraturan perundangan di bidang hukum Perdata yang semula
hanya berlaku bagi Golongan Eropa saja kemudian diberlakukan juga bagi etnis lain seperti
hukum militer Jepang diberlakukan kepada semua golongan penduduk tanpa kecuali
4. Penghapusan dualism di bidang peradilan, sehingga hanya terdapat satu sistem dan lembaga
5. Dilakukannya penyatuan lembaga (Officieren van Justitie) yang sebelumnya berbeda antara
golongan bangsa Eropa dan golongan Bumiputera kemudian dilembur menjadi satu lembaga
kejaksaan (Kensatku Kyoku) yang diorganisisr dalam suatu sistem peradilan tiga tingkat.
Pada masa pendudukan Jepang inilah mulai adanya peningkatan rasa Nasionalisme di
tengah- tengah rakyat Indonesia untuk berusaha meraih kemerdekaan. Hal ini ditandai dengan
beberapa organisasi pemuda dan organisasi lain yang bermunculan dan berjuang untuk meraih
kemerdekaan. Semangat para pemuda Indonesia semakin menguat dengan adanya janji-janji
Pemerintah Militer Jepang bahwa jika perang Asia Timur Raya telah selesai maka Indonesia
perjuangan Indonesia telah menyiapkan perangkat hukum dan kelembagaan jika Indonesia
kelak merdeka. Namun sebelum janji kemerdekaan tersebut diberikan oleh Jepang, ternyata
Pemerintah Jepang menyerah kalah kepada Sekutu dengan adanya tragedi penjatuhan bom atom
di kota Hiroshima dan Nagasaki, Pasca tragedi bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki
tersebut telah
menyebabkan kekosongan kekuasaan di Indonesia. Momen ini tak disia-siakan oleh para tokoh
pemuda Indonesia, dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohamad Hatta, Indonesia
tersebut merupakan tonggak sejarah awal bagi lahirnya negara Indonesia dengan pemerintahan
terjadi revolusi di bidang hukum, yang mana perubahan pemberlakuan hukum dari sistem
hukum kolonial kepada sistem hukum Nasional dengan ditandai disyahkannya UUD 1945.
Berlakunya UUD 1945 disebut sebagai dasar sistem hukum negara (staats fundamental norm)
yaitu dasar dari tata hukum nasional yang berisi norma-norma yang mengatur proses
pembentukan dan kompetensi dai organ-organ legislative, eksekutif dan yudikatif. UUD 1945
juga sebagai dokumen nasional yang berisi perjanjian dan komitmen luhur yang memuat
kesepakatan di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia mulai dari politik, hukum kebudayaan,
pendidikan, ekonomi, sosial dan aspek fundamental lainnya yang menjadi tujuan bernegara.
UUD 1945 juga dikatakan sebagai suatu bukti kelahiran dari sebuah negara baru dan juga
sebagai piagam di mata dunia internasional untuk memperoleh pengakuan atas lahirnya sebuah
Agar tidak terjadi kekosongan hukum di negara Republik Indonesia yang baru lahir
tersebut, maka diterbitkan suatu ketentuan peralihan dalam Pasal II Aturan Peraturan Peralihan
UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala peraturan yang ada sebelumnya dan badan-badan
negara tetap dinyatakan berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut ketentuan UUD
1945 dan sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai
kolonial adalah karena hukum asli rakyat (hukum adat) masih bersifat pluralistis dan tidak
tertulis, sedangkan hukum kolonial dianggap telah memenuhi unsur hukum modern yakni
bentuknya tertulis dan beberapa sudah terkodifikasi kedalam Kitab Undang-Undang (Wetboek).
Disamping itu juga untuk menghindari pemberlakuan hukum adat lain yang dominan yang
yang sangat pesat. Sejarah mencatat pada masa ini terjadi perubahan bentuk negara dari negara
kesatuan menjadi negara federal dan kemudian kembali lagi menjadi negara kesatuan.
sebanyak tiga kali, mulai dari UUD 1945 yang kemudian diganti Konstitusi RIS 1949, lalu
berubah menjadi dengan UUD Sementara 1950 dan akhrinya dengan Dekrit Presiden tanggal 5
Kita ketahui bersama bahwa UUD 1945 pada awal dibentuk dan disahkan oleh PPKI
dimaksudkan sebagai UUD yang bersifat sementara. Hal ini dapat diketahui dari pidato
Presiden Soekarno pada saat pemberlakua UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Tuan-tuan
tentu mengerti ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar
Kilat. Bahwa barangkali boleh dikatakan pula inilah Revolutiegrondwet. Nanti kita membuat
Undang- Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh
Tuan-Tuan, kita hari ini bias selesai dangan Undang-Undang Dasar ini…”
Namun seiring berjalannya waktu, sifat kesementaraan berlakunya UUD 1945 perlahan-
lahan berkurang oleh kanyataan bahwa UUD 1945 ternyata mampu bertahan dan dapat
mengiringi proses revolusi kemerdekaan Negara Republik Indonesia hingga sekarang ini. Oleh
kare itulah kemudian Revolutiegrondwet tidak lagi dimaknai sebagai UUD yang bersifat
sementara, akan tetapi sudah berkembang menjadi makna yang sesungguhnya yaitu sebagai
Pada masa ini, meski bangsa Indonesia sudah merdeka, namun masih banyak
menghadapi gangguan dan cobaan salah satunya revolusi cicik dengan ingin kembalinya
Penjajah Belanda ke Indonesia. Disamping itu, di tengah Bangsa Indonesa sendiri terjadi
perbedaan pandangan antara pemimpin bangsa dengan para tokoh-tokoh bangsa Indonesia
sehingga timbul perbedaan mengani arah pembangunan hukum dan penataan kelembagaan
negara. Sehingga pada saat itu dibentuklah Konstitusi RIS Tahun 1949 yang menghasilkan
perubahan bentuk negara kesatuan (NKRI) menjadi bentuk negara federa atau serikat (Republik
Indonesia Serikat) yang berlaku hanya 8 bulan kemudian diganti dengan UUD Sementara 1950
Dengan bentuk negara federal atau serikat dan bentuk pemerintahan parlementer
ternyata tidak cocok bagi bangsa Indonesia yang sejak awal menganut sistem kesatuan,
pemerintahan menjadi tidak efektif karena terjadinya instabilitas politik dan pemerintahan yang
disebabkan oleh sistem pemerintahan itu sendiri, dimana terjadi kabinet yang sering berganti
dan jatuh bangun akibat serangan pihak parlemen (DPR) melalui mosi tidak percaya. Sehingga
pada tanggal 5 Juli 1959 terjadi peristiwa penting yang menetukan sistem ketatanegaraan
bangsa Indonesia dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden yang isinya memberlakukan kembali
Di momen pemberlakuan kembali UUD 1945 ini pula telah menjadi awal sejarah
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang mengakhiri masa dualisme hukum di bidang
pertanahan. UUP Agraria ini menghapus berlakunya produk hukum agrariaan kolonial salah
satunya agrarische Wet yang di dalamnya terdapat ketentuan Domein Verklaring yang sangat
merugikan rakyat.
Tahun 1961 yang dijadikan dasar dalam mengatur lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman
di Indonesia. Hanya saja ada beberapa masalah dalam penerapan undang-undang kehakiman ini
karena menempatkan kekuasaan kehakiman masih berada di bawah kekuasaan eksekutif yang
ketentuan diperbolehkannya intervensi eksekutif yakni Presiden atas yudikatif untuk ikut
campur dalam proses peradilan demi kepentigan revolusi. Padahal ketentuan yang termuat
dalam Undang-Undang KEhakiman ini jelas bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam
UUD 1945 yang membagi kekuasaan menjadi 3m yaitu eksekutif, yudikatif dan legislative yang
mana kekuasaan yudikatif adalah merdeka dan mandiri, bebas dari campur tangan dan
intervensi kekuasaan manapun termsuk Kepala Negara, Karen ahal itu melanggar konstitusi.
Salah satu produk hukum yang penting dalam era ini adalah, dikeluarkannya Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang isinya agar para hakim dalam mengadili
suatu perkara agar dihimbau untuk menganulir beberapa pasal tertentu dalam Burgerlijk
Pada Tahun 1965 terjadi gejolak politik di tengah-tengah Bangsa Indonesia yang
berkaitan adanya perebutan kekuasaan antara Presidek Soekarno dengan kelompok lain yakni
Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncak dari peristiwa ini adalah terjadinya pemberontakan
Partai Komunis Indonesi (PKI) pada tanggal 30 September 1965 yang menewaskan pahlawan
Revolusi dan berlanjut diselenggarakannya Sidang Istimewa MPR Sementara pada Tahun 1966
yang melengserkan kekuasaan Presiden Soekarno dan menunjuk Jenderal Soharto sebagai
Pejabat Presiden yang kemudian dikukuhkan menjadi Presiden Republik Indonesia setelah
Dibawah pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan masa Orde Baru, terdapat salah
satu kebijakan penting yaitu melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan
melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pada masa Orde Baru ini, terjadi masa dimana
hukum bukan lagi sebagai kekuasaan namun sebagai konstruksi pembangunan negara guna
tercapainya cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Hukum untuk pembangunan tersebut
diterapkan dengan mengacu pandangan Roscou Pound yakni “law as a a toll of social
engineering” (hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat) dan disempurnakan oleh
Mochtar Kusumaatmadja yang menurut pandangan Mochtar bahwa hukum dapat berfungsi
Pada tahun 1973 tersusunlah materi pembangunan hukum pada Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang isinya bahwa pembangunan hukum diperuntukkan bagi
terbentuknya sistem hukum nasional Indonesia yang mengadopsi hukum asli dengan menerima
materi dan unsur dari hukum asing. Selama masa Orde Baru, hukum materiil yang berlaku
masih tetap menggunakan produk hukum kolonial. Kitab Undang_Undang Hukum Perdata,
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih tetap
Pada masa Orde Baru kembali terjadi dualisme hukum di bidang kehakiman, yakni para
hakim diatur oleh dua lembaga (Departemen Kehakiman dan Mahkamah Agung) sehingga tidak
bebas dan mandiri dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. Seringkali hakim diintervensi
oleh penguasa ketika mengadii suatu perkara yang melibatkan Pemerintah, baik dalam perkara
perdata maupun pidana. Penegakan hukum dilaksanakan secara represif, yakni hanya untuk
wibawa Pemerintah akan ditindak tegas secara represif dengan menggunakan produk hukum
lain yang mencoba melakukan pembaharuan. Sehingga pada masa Orde Baru, tidak ada
kekuasaan yang represif seperti ini, keberadaan hukum tidak menjamin tegaknya keadilan,
pelanggaran HAM dan tidakan koruptif di semua lini pemerintahan. Akibat penyelenggaraan
negara dan penegakan hukum yang represif dan koruptif tersebut maka terjadi gejolak di dalam
negara, dimana puncak gejolak tersebut munculnya gerakan reformasi untuk menurunkan rezim
Orde Baru era kepemimpinan Presiden Soeharto yang akhirnya berhasil dilengserkan pada
Setelah berkuasa selama kurang lebih 30 Tahun, akhirnya rezim Soeharto jatuh setelah
adanya aksi reformasi yang dilakukan segenap komponen bangsa yang dimotori oleh para
mahasiswa dan aktifis pro demokrasi. Aksi tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto
mundur dari kursi Presiden dan menyerahkan kepemimpinan negara kepada B.J Habibie yang
waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Agenda reformasi pertama yang dilakukan B.J
Habibie adalah melakukan amandemen UUD 1945 melalui Sidang Istimewa MPR Tahun 1998
yang menghasilkan agenda ketatanegaraan yaitu melakukan pemilihan umum pada tahun 1999
untuk memilih pada wakil rakyat (anggota Dewan Perwakilan Rakyat). Dsari hasil Pemilu 1999
tersebut kemudian dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baru yang diketuai oleh
Amien Rais selau salah satu took dalam gerakan reformasi pada tanggal 1998 yang berhasil
melengserkan Presiden Soeharto. Pada Tahun 1999 Pemilihan Presiden masih dilakukan oleh
MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Presiden yang dipilih waktu itu adalah Abdurrahman
Wahid yang menggandeng Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Terpilih. Upaya
penataan sistem dan lembaga ketatanegaraan dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid
namun gebrakan yang dilakukan oelh Presideng dinilai terlalu radikal sehingga menimbukan
resistensi di kalangan anggota DPR dan MPR kala itu. Sehingga pada akhirnya Presiden diseret
ke siding Istimewa MPR karena diduga terlibat dalam kasus dana budget Bulog dan Hibah dari
Brunei yang berujung pada pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid oleh MPR yang
kemudian diantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Dari forum Sidang Istimewa MPR tersebut
diangkat Hamsah Haz sebagai Wakil Presiden hingga menjabat sampai pada Tahun 2004.
Pada masa Presiden Megawati dilakukan penataan terhadap sistem ketatanegaraan dan
kelembagaan negara di Indonesia. Penataan sistem ketatanegaraan yang sangat penting adalah
merombak sistem pemilihan Presiden dari pemiliah oleh MPR menjadi pemilihan secara
langsung oleh Rakyat. Oleh karena itulah pada tahun 2004 dilakukan pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden pertama kali di Indonesia. Dari Pemilu Presiden pertama tersebut kemudian
terpilih Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden
periode 2004 – 2009. Model pemilihan secara langsung ini juga kemudian diterapkan pada
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 bahwa pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat
di bidang kehakiman yaitu di samping Mahkamah Agung dibentuk pula Mahkamah Konstitusi
yang diberi kewenangan mengadili perkara-perkar terkait dengan masalah konstitusi khususnya
mengenai uji materiil atas undang-undang terhadap Undang Undang Dasar 1945. Di samping
itu Mahkamah Konstitusi juga diberi wewenang untuk menyelesaikan sengketa pemilihan
umum. Di samping Mahkamah Konstitusi, juga dibentuk lembaga negara khusus yang bertugas
kekuasaan kehakiman yang berada pada satu tangan yaitu Mahkamah Agung sehingga
memciptakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, bebas dari intervensi kekuasaan lainnya.
Seiring dengan waktu kemudian dilakukan perombakan terhadap nama Departemen Kehakiman
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang digunakan hingga sekarang.
sebagai lembaga tertinggi negara namun sebagai lembaga tinggi negara yang sama
kedudukannnya dengan DPR, Presiden dan BPK. Reduksi kelembagaan negara juga dilakukan
dengan menghapus Dewan Pertimbangan Agung (DPA) guna efisiensi penyelenggaraan negara
Selanjutnya pada tahun 2014, tampuk kepemimpinan negara berganti diemban oleh Ir.
Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini terlihat adanya peningkatan
konsistensi dalam penegakan hukum. Salah satu contoh adalahadanya gebrakan tindakan tegas
terhadap tindak pidana illegal fishing yang dilakukan dengan penenggelaman terhadap kapal
ikan yang tertangkap mencuri ikan di wilayah NKRI. Konsistensi lain adalah dilaksanakan
hukum pidana eksekusi terhadap terpidana mati yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjalanan panjang bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga masa sekarang ternyata turut
serta secara dominan menyumbang dan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan sistem
hukum yang ada di negara Indonesia, Baik dalam bentuk produk hukumnya maupun konsruksi
kelembagaan hukum yang ada dan berdiri di dalamnya. Hal itu terbukti dengan sangat lekatnya
produk-produk hukum kolonial yang secara eksis dan konsisten masih berlaku dalam sistem
ketatanegaraan dan hukum di negara Indonesia. Karena produk kolonial masa lampau yang sudah
mengakar kuat ini sedikit banyak memberikan peran bagi sulitnya penetrasi yang oleh para tokoh-
tokoh hukum yang ada saat ini untuk melaksanakan perombakan dalam semua komponen produk
hukum masa lampau seperti halnya polemik upaya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
yang terjadi dan viral baru-baru ini menimbulkan gejolak di tengah masyarakat yang mana KUHP
merupakan produk murni masa lampau yang sudah berakar kuat dalam ideologi hukum Indonesia
yang menurut Penulis sudah layaknya disesuaikan dengan kondisi perkembangan jaman sekarang.
Namun dengan seiringnya waktu berjalan perlu kita memahami dan kembali berpijak pada salah
satu teori hukum bahwa Hukum bersifat Statis dan juga Hukum Bersifat Dinamis. Yang artinya
bahwa Hukum bersifat Statis dimana hukum merupakan norma dan kaidah peraturan yang berlaku
di masyarakat yang harus tetap ditegakkan tanpa memandang tempat dan kondisi jaman dan faktor
lainnya apapun. Namun juga Hukum Bersifat Dinamis dimana hukum merupakan perwujudan
pranata sosial yang penciptaannya bertujuan memberikan solusi atas kondisi jaman pada masa itu
yang selalu berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang ada saat ini.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah tentang sejarah hukum ini, Penulis mencoba memahami secara urut
tentang masa lahirnya sebuah tatanan hukum pada sebuah negara dari awal hingga masa sekarang.
Dengan hasil pemahaman sejarah perkembangan hukum Indonesia diatas, Penulis memiliki
beberapa saran tentang materi diatas. Yang pertama adalah besar harapan Penulis agar produk-
produk hukum yang saat ini berlaku memerlukan perbaikan yang bersifat kontinyu dan serius dari
para aparatur hukum di Indonesia demi terciptanya sistem hukum yang kuat dan sesuai dengan
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaa. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber
Penulis akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya
Demikianlah Materi pembahasan kali ini ,Semoga artikel ini dapat bermanfaat serta dapat
DAFTAR PUSTAKA
Ali. R. Mohammad. 2012. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta. LKIS Printing Cemerlang
M.Manullang, E Fernando. 2016. Selayang Pandang Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta: Kencana