Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Berkembangnya kemajuan ilmu teknologi dan ilmu pegetahuan di dunia
meningkatkan intesitas hubungan antar negara. Sejarah hukum di Indonesia banyak
dipengaruhi oleh hukum Belanda khususnya pada hukum pidana. Hal ini terjadi
karena bangsa Indonesia yang pernah menjadi negara jajahan Belanda selama tiga
setengah abad. Tetapi, hukum di Indonesia tetap mencerminkan kepribadian negara
Indonesia dengan adanya Proklamasi kemerdekaan. Kemerdekaan negara Indonesia
yang diproklamirkan ini merupakan sarana untuk menghidupkan kembali kesadaran
bahwa bangsa Indonesia memiliki tata hukum yang berbeda dengan negara lain
dibuktikan oleh adanya ilmu pengetahuan Hukum Adat yang merupakan sumber
dari tatanan hukum di Indonesia.

Sebelum munculnya hukum yang didasarkan pada terpusatnya kekuasaan, maka


adat inilah yang menjadi aturan dalam kehidupan masyarakat selama beberapa abad
sampai masuknya pengaruh Hindu-Budha ke dalam sistem nilai dan hukum. Pada
masa pengaruh Hindu-Budha, legal pluralism atau beberapa aturan hukum yang
mengatur masyarakat dikenal juga. Kerajaan berbasis Hindu-Budha menerapkan
aturan berdasarkan pada agama dan juga sebagian tradisi yang telah berjalan
sebelumnya. Pada abad 16 sampai 19 Masehi, hukum di Indonesia merupakan
kelanjutan dari tahap sebelumnya. Periode ini memunculkan sejumlah hukum
kedaerahan dengan melalui tahapantahapan yang berbeda-beda. Maka secara garis
besar kita bisa melihat hukum yang muncul setidaknya menempuh tiga tahapan;
pertama, dari adat yang dikumpulkan lalu dikukuhkan; kedua, diciptakan karena
tuntutan keadaan; dan ketiga merupakan perpaduan kedua di atas. 1

Dasar filosofis negara Indonesia adalah Pancasila yang terdiri dari 5 sila yang
dijadikan pedoman bagi segala peraturan hukum seperti KUHP dan perundang-
1
Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I: Tanah Di Bawah Angin (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014). Hal. 157-159
undangan lainnya. Peraturan perundangan-undangan yang dibuat harus sesuai
dengan nilai-nilai atau norma-norma yang hidup di dalam masyarakat baik itu
norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan serta norma hukum yang telah
lama berlaku di dalam masyarakat sebelum peraturan tersebut terbentuk serta nilai-
nilai lainnya yang dijadikan pertimbangan serta pedoman dalam membuat suatu
peraturan perundang-undangan. 2

1.2Rumusan Masalah
1.2.1.Bagaimana sejarah perkembangan hukum sejak era pra masehi hingga era
modern?
1.2.2.Bagaimanakah sejarah tata hukum Indonesia?

1.3Tujuan Penulisan
1.3.1.Agar dapat memahami perkembangan hukum sejak era pra masehi hingga era
modern
1.3.2 Agar daoat memahami sejarah tata hukum Indonesia

BAB II

2
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian : Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan II,
(Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2009), hlm.6
PEMBAHASAN

2.1 Teori
2.1.1 Sejarah Hukum dunia
Untuk mendefinisikan "Sejarah", kiranya agak sulit, karena banyak
pendekatan etimologi yang dapat digunakan. Pendekatan tersebut menghasilkan
pengertian yang hampir sama. Dilihat dari etimologi asal kata, sejarah dalam
bahasa Latin adalah "Historis". Dalam bahasa Jerman disebut "Geschichte" yang
berasal dari kata geschehen, berarti "sesuatu yang terjadi". Istilah "Historie"
menyatakan kumpulan fakta kehidupan dan perkembangan manusia. Di kawasan
orang-orang berbahasa Melayu termasuk Indonesia, secara sederhana kata
sejarah diartikan sebagai suatu cerita dari kejadian masa lalu yang dikenal
dengan sebutan legenda, babad, kisah, hikayat, dan sebagainya yang
kebenarannya belum tentu tanpa bukti bukti sebagai hasil suatu penelitian.3
Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan cabang dari
ilmu sejarah (bukan cabang dari ilmu hukum), yang mempelajari (studying).
menganalisa (analising), memverifikasi (verifiying), menginterpretasi
(interpreting), menyusun dalil (setting the clausule), dan kecenderungan
(tendention), menarik kesimpulan tertentu (hipoteting), tentang setiap fakta,
konsep, kaidah, dan aturan yang berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku.
Baik yang secara kronologis dan sistematis, berikut sebab akibat serta
ketersentuhannya dengan apa yang terjadi di masa kini, baik seperti yang
terdapat dalam literatur, naskah, bahkan tuturan lisan, terutama penekananya
atas karakteristik keunikan fakta dan norma tersebut, sehingga dapat
menemukan gejala, dalil, dan perkembangan hukum di masa yang lalu yang
dapat memberikan wawasan yang luas bagi orang yang mempelajarinya, dalam
mengartikan dan memahami hukum yang berlaku saat ini.

Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari
perkembangan dari asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan

3
R. Abdoel Djamal, Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. (Jakarta: Rajawali Press, 1984)
Him 6
membandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan
waktu.
Sejarah hukum ini terutama berkait dengan bangkitnya suatu pemikiran dalam
hukum yang dipelopori oleh Savigny (1779-1861). Dalam studi sejarah hukum
ditekankan mengenai hukum suatu bangsa merupakan suatu ekspresi jiwa yang
bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa yang satu berbeda dengan yang
lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pertumbuhan yang dialami oleh
masing masing sistem hukum. Apabila dikatakan bahwa sistem hukum itu
tumbuh, maka yang diartikan adalah hubungan yang terus menerus antara sistem
yang sekarang dengan yang lalu. Apalagi dapat diterima bahwa hukum sekarang
berasal dari yang sebelumnya atau hukum pada masa-masa lampau, maka hal itu
berarti, bahwa hukum yang sekarang dibentuk oleh prosesproses yang
berlangsung pada masa lampau (Soedjono Dirdjosisworo). 4
Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (hukum Amerika,
hukum Belgia dan hukum Indonesia, misalnya), tetapi juga dalam lintasan kala
dan waktu. Seperti sumber-sumber hukum formil, yakni bentuk-bentuk
penampakan diri norma-norma hukum, maupun isi norma-norma hukum itu
sendiri (sumber sumber hukum materil). Tatanan hukum modern mengenal
sumber-norma hukum seperti: (i) perundang-undanganan (ii) yurisprudensi (iii)
doktrin (iv) konvensi.Norma-norma hukum dewasa ini seringkali dan sering
sekali hanya dapat dimengerti melalui sejarah hukum. Misalnya Henri de Page
dalam buku "Traite Eleentaire de Droit Civil" 1930-1950. bahwa "semakin ia
memperdalam studi hukum perdata", semakin yakin bahwa sejarah hukum, lebih
dahulu dari pada logika dan ajaran hukum sendiri mampu menjelaskan mengapa
dan bagaimana lembaga-lembaga hukum kita muncul kepermukaan seperti
keberadaannya saat ini. Holmes "perjalanan yang ditempuh hukum bukanlah
jalur dan ruas logika melainkan rel pengalaman”
Hal tersebut tidak hanya terjadi dalam lembaga hukum perdata (hukum
waris misalnya) saja, tetapi juga dalam lembaga hukum pidana. Misalnya aturan

4
Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009).Hlm 1
Ibid
"tiada dapat dipidana tanpa undang-undang (legalitas), hanya dapat diklarifikasi
demikian karena perjuangan para filsuf era "pencerahan" ke arah era "kepastian
hukum" dan melalui visi mereka yang memandang manusia selaku warga
masyarakat yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab Merupakan suatu
pegangan bagi para yuris pemula untuk mengenal budaya dan pranata umum.
Di dalam pidato sambutan dan pengarahan pada simposium Sejarah Hukum
(Jakarta, tanggal 1 s/d 3 April 1975). Menteri Kehakiman menyatakan antara
lain:"Perbincangan sejarah hukum mempunyai arti penting dalam rangka
pembinaan hukum nasional, oleh karena usaha pembinaan hukum tidak saja
memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa kini saja, akan
tetapi juga bahan bahan perkembangan hukum dari masa lampau. Melalui
sejarah hukum kita akan mampu menjajagi berbagai aspek hukum Indonesia
pada masa lalu, hal mana akan dapat memberikan pula bantuan kepada kita
untuk memahami kaidah-kaidah serta istitusi-institusi hukum yang ada dewasa
ini dalam masyarakat bangsa kita". 5
Dalam hal lain, menurut Roscoe Pound, disepanjang sejarah hukum, telah
berperan sebagai berikut :
a. Sebagai pelayan yang bermanfaat.
b. Sebagai pelayan yang tiran.
c. Sebagai majikan.
Dan, tambah Roscoe Pound, disepanjang sejarah hukum, filsafat hukum telah
dengan nyata digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :6
a. Untuk keluar dari tradisi yang telah using.
b. Untuk menafsirkan hukum yang ada, yang tidak berubah terhadap
masalahmasalah hukum yang menginginkan perubahan hukum.
c. Untuk membawa hal-hal yang baru sesuai perkembangan dalam masyarakat
ke dalam hukum tanpa mengubah hukum yang telah ada.
d. Untuk mengorganisasikan dan mensistemisasi substansi hukum yang ada.

5
Ibid. Munir Fuady. Hlm 5

6
Op.Cit. R. Soeroso. Hlm 320
e. Untuk mengukuhkan kaidah-kaidah hukum baru yang menggantikan
kaidahkaidah hukum yang telah using.
f. Untuk memberikan gambaran yang komplet dan final mengenai kontrol
sosial.
g. Untuk meletakan dasar-dasar terhadap praktik moral, hukum dan politik

Kegunaan sejarah hukum (Soerjono Soekanto) yaitu sebagai berikut:


a. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan hukum.
Hukum tak akan mungkin berdiri sendiri, karena senantiasa pengaruhi oleh
aspek-aspek kehidupan lain, dan juga mempengaruhinya. Hukum merupakan
hasil perkembangan dari salah satu kehidupan manusia. Hukum masa kini
merupakan hasil perkembangan dari hukum masa lampau, dan hukum masa kini
merupakan dasar dari hukum masa yang akan datang. Sejarah hukum akan dapat
melengkapi pengetahuan kalangan hukum mengenai hal-hal tersebut.
b. Hukum sebagai kaidah merupakan patokan perilaku atau sikap tindak yang
sepantasnya. Patokan tersebut memberikan memberikan pedoman, bagaimana
seharusnya manusia berkelakuan atau bersikap tindak merupakan hasil dari
perkembangan pengalaman manusia semenjak dahulu kala. Kaidah-kaidah
hukum tersebut tahap demi tahap mengalami perombakan, perubahan,
penyesuaian, pengembangan dan seterusnya
c. Sejarah hukum juga berguna dalam praktik hukum. Sejarah hukum sangat
penting untuk mengadakan penafsiran secara historikal terhadap peraturan
peraturan tertentu.
d. Dalam bidang pendidikan hukum, sejarah hukum untuk lebih memahami
hukum yang dipelajarinya. Untuk penelitian hukum; sejarah hukum juga
berguna terutama untuk mengungkapkan kebenaran dalam kaitannya dengan
masa lampau dan masa kini.
e. Sejarah hukum dapat mengungkapkan fungsi dan efektivitas lembagalembaga
hukum tertentu. Artinya pada situasi-situasi semacam apakah suatu lembaga
hukum benar-benar dapat berfungsi atau malahan tidak berfungsi sama sekali.
Ini sangat penting, terutama bagi pembentuk dan penegak hukum. Akhirnya
sejarah hukum memberikan kemampuan, untuk dapat menilai keadaan-kedaan
yang sedang dan memecahkan masalah-masalahnya.

Perkembangan sejarah hukum dalam prakteknya telah melahirkan dan atau


membentuk kaidah-kaidah hukum. Yaitu, diantaranya :
a. Tuhan dan rasul yang melahirkan kaidah-kaidah hukum agama bagi yang
percaya kepada agama.
b. Orang-orang bijak dalam sejarah yang melahirkan berbagai hukum adat dan
hukum kebiasaan, tetapi tidak pernah namanya oleh sejarah.
c. Para pengomando pembuatan berbagai undang-undang atau kodifikasi, seperti
Raja Hammurabi (dari kerajaan Babilonia) yang melahirkan UndangUndang
Hammurabi, atau Napoleon (dari Perancis) yang melahirkan berbagai kodifikasi
yang disebut Code Napoleon.
d. Para pembuat undang-undang dan peraturan yang berlaku sehari-hari
umumnya mewakili lembaga tertentu (seperti parlemen atau pemerintahan) yang
umumnya namanya tidak dicatat oleh sejarah.
e. Para individual yang mengembangkan ide dan konsep yang melahirkan
konstitusi atau undang-undang. Misalnya, ide-ide dari Sukarno, Hatta, dan dan
para founding fathers lainnya dalam merumuskan UUD 1945.
f. Para hakim yang melahirkan hukum yurisprudensi, yang pada umumnya tidak
kenal dalam sejarah hukum di negara-negara Eropa Kontinental, meskipun
seringkali dikenal dalam sejarah hukum Anglo Saxon.
g. Para individu ahli hukum atau ahli filsafat hukum, yang melahirkan berbagai
pemikiran tentang hukum atau filsafat hukum (doktrin) yang sering kali dipakai
sebagai acuan hukum.
h. Para ahli pikir atau masyarakat dengan ide-idenya di bidang politik, ekonomi,
sosial, dan budaya yang seringkali melahirkan konsep-konsep yang kemudian
diakomodasikan oleh pembentuk hukum untuk dituangkan ke dalam berbagai
bentuk peraturan tertulis. 
 

2.1.2 Sejarah Hukum Pra Kemerdekaan


Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus 1945 antara lain
sistemhukum Hindia Belanda berupa sistem hukum Barat (Civil Law) dan
sistem hukum asli (Hukum adat). Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda,
Hukum yang digunakan untukmenyelesaikan setiap sengketa yang terjadi di
masyarakat adalah menggunakan hukum adat.Pada masa itu hukum adat
diberlakukan oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Setiapdaerah
mempunyai pengaturan mengenai hukum adat yang berbeda antara daerah yang
satudengan yang lain. Hukum adat sangat ditaati masyarakat pada masa itu
karena mengandung Nilai-nilai baik nilai keagamaan, nilai
nilai kesusilaan, tradisi serta nilai kebudayaan yangtinggi.Salah satu tokoh yang
meneliti hukum adat adalah Van Vollenhoven dimana penelitiannya
mengenai hukum adat dimulai sejak tahun 1906 dan selesai pada tahun
1931.Hukum adat di Indonesia menurut Van Vollenhoven diartikan sebagai “
hukum nonstatutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaaan dan sebagian
hukum islam. Hukum adat
itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang b
erisi asas-asashukum dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum
adat berurat-berakar padakebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu
hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum yang
nyata dari rakyat. Sesuai fitrahnya sendiri, hukum adat terus-menerusdalam
keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri”. Hukum adat adalah
sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesiayang berasal dari
adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakatsebagai
tradisi bangsa indonesia. Pada zaman sebelum VOC datang ke nusantara,
kedudukan
hukum adat adalah sebagai hukum positip yang berlaku sebagai hukum yang nya
ta danditaati oleh rakyat yang pada saat itu Nusantara.Indonesia terdiri dari
berbagai kerajaan. Naskah hukum adat yang lahir pada waktuitu antara lain
Kitab Ciwakasoma yang dibuat pada masa raja Dharmawangsa pada tahun1000
Masehi, Kitab hukum Gadjah Mada pada masa kerajaan Majapahit (1331-1364),
KitabHukum Adigama pada zaman Patih Kanaka (1413-1430), dan Kitab
Hukum Kutaramanawadi Bali. Selain itu ditemukan juga bukti peraturan-
peraturan asli lainnya seperti Kitab RuhutParsaoran di Habatahon, Tapanuli
(berisi kehidupan sosial di tanah Batak), Undang-UndangJambi di Jambi,
Undang-Undang simbur Cahaya di Palembang, Undang-Undang NanDuapuluh
di Minangkabau, Undang-Undang Perniagaan dan pelayaran dari Suku Bugis
Wajodi Sulawesi Selatan, Awig-Awig yang berisi peraturan Subak dan Desa ) di
Bali. Ditemukan juga berbagai peraturan-
peraturan kerajaan atau kesultanan yang pernah bertahta antara lain:Kediri,
Singosari, Mataram, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram II,
Pakubuwono,Mangkunegoro, Paku Alam, Tarumanagara, Pajajaran, Jayakarta,
Banten, Cirebon, Sriwijaya,Indragiri,Asahan, Serdang, Langkat, Deli, aceh,
Pontianak, Kutai, Bulungan, Goa, Bone,Bolaang Mongondow, Talaud, Ternate,
Tidore, Kupang, Bima, sumbawa, Endeh, Buleleng,Badung, Gianyar dan
sebagainya.Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa
wilayah yang kiniadalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara
kerajaan-kerajaan kecil yangtelah menggantikan Majapahit. VOC telah
diberikan hak monopoli terhadap perdagangan danaktivitas kolonial di wilayah
tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602.
Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. Tujuan utama VOC ad
alah mempertahankanmonopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di
Nusantara.Memasuki Zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yaitu
zaman dimanaorang asing (Barat) mulai masuk ke nusantara dan memberi
perhatian terhadap hukum adat.Pada masa ini ditandai dengan kebijakan
Kompeni terhadap hukum adat dengan cara salingmenghormati. Hukum Barat
(Belanda) pada awalnya hanya digunakan untuk daerah
pusat pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dipe
rsilakan bagi pendudukan untuk menggunakan hukum adat mereka atau bagi yan
g mau tunduk padahukum Belanda diperbolehkan. Namun jika akan melakukan
hubungan dengan Kompenimaka harus menggunakan hukum Belanda. Dengan
kata lain politik hukum Kompeni bersifatoportunis.
 
Pada masa ini pemerintah Belanda memberikan hak istimewa kepada VOC
berupahak octrooi (meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan,
mengumumkan perang,mengadakan perdamaian dan mencetak uang). Gubernur
yang bernama Jenderal Pieter Bothdiberi wewenang untuk membuat peraturan
guna menyelesaikan masalah dalam lingkungan pegawai VOC hingga
memutuskan perkara perdata dan pidana. Kumpulan peraturan pertamakali
dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini diberi nama Statuta Batavia. Pada
tahun 1766dihasilkan kumpulan ke-2 diberi nama Statuta Bara. Kekuasaan VOC
berakhir pada 31Desember 1799.

Memasuki masa pemerintahan Daendels (1808-1811), hukum adat


diperbolehkandianut oleh penduduk bumi putera.
Hukum adat dapat menjamin tercapainya keamanan umum dengan
persyaratantersebut bahwa pemerintahan Deandels menganggap rendah
kedudukan hukum adatdibanding Hukum Belanda.

Memasuki masa pemerintahan Raffles (1811-1816) 
Raffles menggunakankebijakan atau politik bermurah hati dan bersabar terhadap
golongan pribumi untuk menariksimpati dan merupakan sikap politik Inggris
yang humanistis. Memasuki periode 1816- 1848,kedudukan hukum adat mulai
terancam karena penguasa Hindia Belanda pada waktu itumulai
memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh
wilayah jajahannya dengan pengecualian berlakunya hukum adat oleh
bumiputera. Jadi secara prinsiphukum adat mulai terdesak oleh berlakunya
hukum Hindia Belanda akan tetapi dalam praktis pemerintahan masih dianut
persamaan kedudukan antara hukum adat dan hukum barat.Pada tahun 1816
Peraturan-peraturan umum termuat dalam lembaran yang diterbitkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan “Staatsblad” beserta “Bijblad”-
nya.Staatsblad dan Bijblad yang pertama kali terbit dalam tahun 1816 sampai
dengan 8 Maret1942. Staatsblad tiap-tiap tahun mulai dengan nomor 1, Bijblad
nomornya berturut-turut tidakmemperdulikan tahunnya.Tata hukum Hindia
Belanda pada saat itu terdiri dari : 1. Peraturan-peraturan tertulisyang
dikodifikasikan, 2. Peraturan-peratauran tertulis yang tidak dikodifikasikan,
3.Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi
golongan Eropa.7

2.1.3 Sejarah Hukum Masa Kemerdekaan


Perkembangan Sistem Hukum Indonesia Setelah Kemerdekaan Hukum di
Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukumAgama
dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena
aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan
sebutan Hindia Belanda(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian
besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukumAdat yang diserap
dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada diwilayah
Nusantara. Sepanjang sejarah, Indonesia pernah dijajah beberapa negara antara
lainBelanda, Inggris dan Jepang. Negara penjajah mempunyai kecenderungan
untukmenanamkan nilai serta sistem hukumnya di wilayah jajahan, sementara
masyarakat yangterjajah juga mempunyai tata nilai dan hukum sendiri.Ketika
Indonesia dikuasai Belanda pertama kali, yaitu oleh VOC, tidak banyak
perubahan di bidang hukum. Namun ketika diambil alih oleh Pemerintah
Belanda, banyak peraturan perundangan yang diberlakukan di Hindia Belanda
baik itu dikodifikasi (sepertiBW, WvK, WvS) maupun tidak dikodifikasi (seperti
RV, HIR). Namun ternyata Belandamasih membiarkan berlakunya hukum adat
dan hukum lain bagi orang asing di Indonesia.Kemudian pada tahun 1917
Pemerintah Hindia Belanda memberi kemungkinan bagigolongan non Eropa
untuk tunduk pada aturan Hukum Perdata dan Hukum Dagang golongan Eropa
melalui apa yang dinamakan “penundukan diri”. Dengan demikian terdapat
7
https://www.academia.edu/8459153/
Sejarah_Sistem_Hukum_Indonesia_Pada_Pra_Kemerdekaan_dan_Masa_Kemerdekaan
pluralisme hukum atau tidak ada unifikasi hukum saat itu, kecuali hukum pidana
yaitu pada tahun 1918 dengan memberlakukan WvS (KUH Pidana) untuk semua
golongan. Selain itu badan peradilan dibentuk tidak untuk semua golongan
penduduk. Masing-masing golonganmempunyai badan peradilan
sendiri.Pluralisme hukum secara umum didefinisikan sebagai situasi dimana
terdapat duaatau lebih sistem hukum yang berada dalam suatu kehidupan sosial.
Pluralisme hukum harusdiakui sebagai sebuah realitas masyarakat. Setiap
kelompok masyarakat memiliki sistemhukum sendiri yang berbeda antar satu
dengan yang lain seperti dalam keluarga, tingkatanumur, komunitas, kelompok
politik, yang merupakan kesatuan dari masyarakat yanghomogen. Pluralitas
sendiri merupakan ciri khas Indonesia. Dengan banyak pulau, suku, bahasa, dan
budaya, Indonesia ingin membangun bangsa yang stabil dan modern
denganikatan nasional yang kuat. Sehingga, menghindari pluralisme sama saja
dengan menghindarikenyataan yang berbeda mengenai cara pandang dan
keyakinan yang hidup di masyarkatIndonesia. Kondisi pluralisme hukum yang
ada di Indonesia menyebabkan banyak permasalahan ketika hukum dalam
kelompok masyarakat diterapkan dalam transaksi tertentu atau saat terjadi
konflik, sehingga ada kebingungan hukum yang manakah yang berlaku
untukindividu tertentu dan bagaimana seseorang dapat menentukan hukum mana
yang berlaku padanya. Pengertian pluralisme hukum sendiri senantiasa
mengalami perkembangan darimasa ke masa di mana ada koeksistensi dan
interelasi berbagai hukum seperti hukum adat,negara, agama dan sebagainya.
Bahkan dengan dengan adanya globalisasi, hubungan tersebutmenjadi semakin
komplek karena terkait pula dengan perkembangan hukum internasional.Pada
tahun 1942 Pemerintahan Bala Tentara Jepang menguasai Indonesia. Peraturan
penting yang dikeluarkan pemerintah yaitu beberapa peraturan pidana, kemudian
ada OsamuSeirei Nomor 1 Tahun 1942 yang dalam salah satu pasalnya
menentukan badan/lembaga pemerintah serta peraturan yang sudah ada masih
dapat berlaku asalkan tidak bertentangandengan Pemerintahan Bala Tentara
Jepang. Hal ini penting untuk mencegah kekosonganhukum dalam sistem hukum
di Indonesia pada masa itu.Pemerintahan militer Jepang membagi 3 wilayah
komando, yaitu Jawa dan Madura,Sumatera serta Indonesia bagian timur. Untuk
wilayah Jawa dan Madura berlaku Osamu Sirei1942 No.1, yang mengatur
bahwa seluruh wewenang badan pemerintahan dan semua hukumdan peraturan
yang selama ini berlaku tetap dinyatakan berlaku sepanjang tidak
bertentangandengan peraturan-peraturan militer Jepang. Terhadap 2 wilayah
lainnya juga diatur dengan peraturan yang serupa.Kitab undang-undang dan
ketentuan perundangan yang semula berlaku hanya untukorang-orang Belanda,
kini juga berlaku untuk orang-orang Cina. Hukum adat tetapdinyatakan berlaku
untuk orang-orang pribumi. Pemrintah militer Jepang juga menambah beberapa
peraturan militer ke dalam peratuturan perundangan pidana,
danmemberlakukannya untuk semua golongan penduduk. Namun kontribusi
penting yang diberikan Jepang ialah dengan menghapuskandualisme tata
peradilan, sehingga Indonesia hanya memiliki satu sistem
peradilan.Sebagaimana juga pada institusi pengadilan, jepang juga
mengunifikasi badan kejaksaandengan membentuk Kensatzu Kyoku, yang
diorganisasi menurut 3 tingkatan pengadilan.Reorganisasi badan peradilan dan
kejaksaan ditujukan untuk meniadakan kesan khusus bagigolongan Eropa di
hadapan golongan Asia.Dalam situasi lebih mementingkan keperluan perangnya,
pemerintah militer Jepangtidak banyak merubah ketentuan administratif yang
telah berlaku melainkan hanya beberapaketentuan dianggap perlu untuk dirubah.
Untuk menjamin jalannya roda pemerintahan dan penegakan tertib hukum,
Jepang merekrut pejabat-pejabat dari kalangan Indonesia untukmelaksanakan hal
tersebut. Namun setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dan
berpemerintahan, banyak peraturan yang dibuat oleh pemerintah militer Jepang
dinyatakantidak berlaku.8

8
http://repository.lppm.unila.ac.id/10757/1/Wahyu.Sejarah%20Tata%20Hukum%20Indonesia
%20%281%29.pdf (BUKU)
2.2 Pembahasan
2.2.1 Sejarah Perkembangan Hukum era Pra Masehi hinggan era Modern

A. Hukum Pra Masehi


1. India Kuno
Dalam kebudayaaan India kuno terdapat kaidah dan lembaga hukum yang
mengatur hubungan antara kasta, suku bangsa dan raja-raja. Menurut Bannerjce,
adat kebiasaan yang mengatur hubungan antar raja, yang disebut Desa Dharma.
Gautama Sutera dan undang-undang Manu memuat tentang hukum kerajaan.
Hukum yang mengatur hubungan antar raja-raja pada masa itu tidak dapat
dikatakan sebagai hukum internasional, karena belum ada pemisahan dengan
agama, soal-soal kemasyarakatan dan negara. Namun tulisan-tulisan pada waktu itu
sudah ada menunjukkan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan antara raja
atau kerajaan, seperti ketentuan yang mengatur kedudukan utusan raja dan hak
istimewa utusan raja, perjanjian dengan kerajaan lain, serta ketentuan perang dan
cara berperang.9

2. Cina Kuno
Cina memperkenalkan nilai-nilai etika dalam proses pembelajaran untuk kelompok-
kelompok berkuasa. Pembentukan sistim kekuasaan negara yang bersifat regional
tributary state. Pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok yang
dicanangkan oleh Kong Hu Cu.

3.Yunani Kuno
Menurut Vinoggradoff, pada masa itu telah ada hukum intermunicipal, yaitu
kaidah-kaidah kebiasaan yang berlaku dalam hubungan antar negara-negara kota,
seperti ketentuan mengenai utusan, pernyataan perang, perbudakan tawanan perang.
Kaidah-kaidah intermunicipal juga diterapkan bagi masyarakat tetangga dari negara
kota. Namun kaidah intermunicipal sangat dipengrauhi oleh pengaruh agama,

9
Kusumaatmaja, Mochtar dan Etty R. Agoes; op. cit.: 26
sehingga tidak ada pemisahan yang tegas antara hukum. Moral, keadilan, dan
agama.
Pembedaan golongan penduduk Yunani menjadi 2 (dua) yaitu : orang Yunani dan
orang bukan Yunani (Barbar). Pada masa itu juga, telah dikenal ketentuan
perwasitan dan wakil-wakil dagang (konsul). Sumbangan yang terpenting bagi
hukum internasional adalah konsep hukum alam, konsep ini kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh orang-orang Romawi10.

4.Romawi Kuno
Pada masa Romawi kuno, hukum yang mengatur hubungan antar kerajaan tidak
mengalami perkembangan karena masyarakat bangsa-bangsa adalah satu imperium,
yaitu Imperium Romawi. Sumbangan utama bangsa Romawi bagi perkembangan
hukum pada umumnya dan sedikit sekali bagi perkembangan hukum internasional.
Pada masa Romawi ini diadakan pembedaan antara Ius Naturale dan Ius Gentium.
Ius Gentium (hukum masyarakat) menunjukkan hukum yang merupakan sub dari
hukum alam (Ius Naturale). Pengertian Ius Gentium hanya dapat di kaitkan dengan
dunia manusia sedangkan Ius naturale (hukum alam) meliputi seluruh penomena
alam. Sumbangan bangsa Romawi terhadap hukum pada umumnya yaitu dengan
adanya the Corpus Juris Civilis, pada masa Kaisar Justinianus. Konsep-konsep dan
asas-asas hukum perdata yang kemudian diterima dalam hukum internasional
seperti occupation, servitut, bona fides, pacta sunt servanda,
Pada masa kekuasaan Romawi, hukum internasional tidak
mengalami perkembangan Hal ini disebabkan karena adanya Imperium Romawi
Suci (Holly Roman Empire), yang tidak memungkinkan timbulnya suatu bangsa
merdeka yang berdiri sendiri, serta adanya struktur masyarakat eropa barat yang
bersifat feodal, yang melekat pada hierarki otoritas yang menghambat munculnya
negara-negara merdeka, oleh karenanya tidak diperlukan hukum yang mengatur
hubungan antar bangsa-bangsa.

10
Ibid: 27.
B.Masa Abad Pertengahan
Hukum Internasional Pada Abad ke 15 dan 16
Pada masa abad pertengahan atau biasa disebut sebagai the Dark Age (masa
kegelapan), hukum alam mengalami kemajuan kembali melalui transformasi di
bawah gereja. Peran keagamaan mendominasi sektor-sektor sekuler. Sistim
kemasyarakatan di Eropa pada waktu itu terdiri dari beberapa negara yang
berdaulat yang bersifat feodal dan Tahta Suci.
Pada masa itu muncullah konsep perang adil sesuai dengan ajaran kristen, yang
bertujuan untuk melakukan tindakan yang tidak bertentangan dengan ajaran gereja.
Selain itu, beberapa hasil karya ahli hukum memuat mengenai persoalan
peperangan, seperti Bartolo yang menulis tentang tindakan balas yang seimbang
(reprisal), Honore de Bonet menghasilkan karya The Tree of Battles tahun 1380.
Meskipun pada abad pertengahan hukum internasional tidak
mengalami perkembangan yang berarti, sebagai akibat besarnya pengaruh ajaran
gereja, tetapi negara-negara yang berada di luar jangkuan gereja seperti di Inggris,
Perancis, Venesia, Swedia, Portugal, benih-benih perkembangan hukum
internasional mulai bermunculan. Traktat-traktat yang dibuat oleh negara lebih
bersifat mengatur peperangan, perdamaian, gencatan senjata dan persekutuan-
persekutuan.
Melemahnya kekuasaan gereja yang ditandai dengan upaya
sekulerisasi, seperti yang dilakukan oleh Martin Luther sebagai tokoh reformis
gereja, dan seiring dengan mulai terbentuknya negara-negara moderen.
Misalnya, Jean Bodin dalam Buku Six Livers De la Republique 1576,
mengemukakan bahwa kedaulatan atau kekuasaan bagi pembentukan hukum
merupakan hak mutlak bagi lahirnya entitas suatu negara.
Pada akhir abad pertengahan ini, hukum internasional digunakan
dalam isu-isu politik, pertahanan dan militer. Hukum mengenai pengambilalihan
wilayah berkaitan dengan eksplorasi Eropa terhadap benua Afrika dan Amerika.
Beberapa ahli hukum seperti, Fransisco De Vittoria yang memberikan kuliah di
Universitas Salamanca Spanyol bertujuan untuk justifikasi praktek penaklukan
Spanyol. Ia menulis buku Relectio de Indies, yang menjelaskan hubungan bangsa
Spantol dan Portugis dengan bangsa Indian di benua Amerika, Di dalam buku itu
juga dikemukakan bahwa negara tidak dapat bertindak sekehendak hatinya, dan ius
inter gentes (hukum bangsa-bangsa) diberlakukan bukan saja bagi bangsa Eropa
tetapi juga bagi semua umat manusia.
Alberico Gentili, dengan hasil karyanya De Jure Belli Libri Tres tahun 1598. Hasil
pemikirannya lainnya adalah studi tentang hukum perang, doktrin perang adil,
pembentukan traktat, hak-hak budak dan kebebasan di laut11
Pada abad ke l5 dan 16, telah terjadi penemuan dunia baru, masa
pencerahan ilmu dan reformasi yang merupakan revolusi keagamaan yang telah
memporakporandakan belenggu kesatuan politik dan rohani di Eropa dan
menguncangkan fundamen-fundamen umat Kristen pada abad pertengahan.
Para ahli hukum pada abad tersebut telah mulai
memperhitungkan evolusi suatu masyarakat negara-negara merdeka dan
memikirkan serta menulis tentang berbagai macam persoalan hukum bangsa-
bangsa. Mereka menyadari perlunya serangkaian kaidah untuk mengatur hubungan
antar negara-negara tersebut. Andai kata tidak terdapat kaidah-kaidah kebiasaan
yang tetap maka para ahli hukum wajib menemukan dan membuat prinsip-prinsip
yang berlaku berdasarkan nalar dan analogi. Mereka mengambil prinsip-prinsip
hukum Romawi untuk dijadikan pokok bahasan studi di Eropa. Mereka juga
menjelaskan preseden-preseden sejarah kuno, hukum kanonik, konsep semi teologis
dan serta hukum alam. (Starke, J.G. ;op. cit.: 11) Diantara penulis-penulis pelopor
itu antara lain adalah Hugo De Groot atau Grotius, Vittoria (1480-1546), Belli
(1502-1575), Brunus (1491-1563), Fernando Vasgues de Menchaca (1512-1569),
dan Ayala (1548-1617). Tulisan-tulisan para ahli hukum ini yang terpenting adalah
pengungkapan bahwa satu pokok perhatian hukum internasional pada abad ke-16
adalah hukum perang antar negara, dan dalam kaitan eropa telah mulai
menggunakan tentara tetap, suatu praktek yang tentunya menyebabkan berkembang
adat-istiadat dan praktek-praktek peperangan yang seragam.
Francisco Suares (1548-1617), yang menulis buku De Legibus ae
Deo Legislatore (on Laws and Good as Legislator) yang mengemukakan adanya

11
Ibid: 35-36
suatu hukum atau kaidah objektif yang harus diikuti oleh negara-negara dalam
hubungan antar mereka. Ia juga meletakkan dasar suatu ajaran hukum internasional
yang meliputi seluruh umat manusia.dan gentilis.
Hugo De Groot atau Grotius (1583-1645), orang yang paling
berpengaruh atas keadaan hukum internasional moderen dan dianggap sebagai
Bapak Hukum Internasional. . Karyanya yang terkenal adalah buku on the law of
war and peace (de jure Belli ac Pacis) tahun 1625. Hasil karyanya itu menjadi karya
acuan bagi para penulis selanjutnya serta mempunyai otoritas dalam keputusan-
keputusan pengadilan . Sumbangan pemikirannya bagi perkembangan hukum
internasional adalah pembedaan antara hukum alam dengan hukum bangsa-bangsa.
Hukum bangsa-bangsa berdiri sendiri terlepas dari hukum alam, dan mendapatkan
kekuatan mengikatnya dari kehendak negara-negara itu sendiri. Beberapa doktrin
Grotius bagi perkembangan hukum internasional moderen adalah pembedaan antara
perang adil dan tidak adil, pengakuan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan
individu, netralitas terbatas, gagasan tentang perdamaian, konferensi-konferensi
periodik antara pengusa-penguasa negara serta kebebasan di laut yang termuat
dalam buku Mare Liberium tahun 1609.
Samuel Pufendorf (1632-1694) dalam buku De Jure Nature Et
Gentium menyatakan bahwa hukum internasional dibentuk atas dasar hak-hak
alamiah universal dan perang sebagai alat hanya dapat disahkan melalui syarat-
syarat yang ketat. Zouche (1590-1660), penganut aliran positivisme, lebih
memberikan perhatian pada hukum internasional dalam keadaan damai dari pada
hukum perang. 12

C.Hukum Internasional Modern


1.Pada abad ke 17 dan 18
Hukum bangsa-bangsa mempunyai nama baru sebagai hukum internasionl, oleh
Jeremy Bentham. (Ibid:34). Pengertian baru ini berpengaruh pada isi hukum
internasional itu sendiri, yaitu adanya pemisahan antara persoalan domestik dengan
internasional. Pembedaan ini sebagai akibat munculnya konsep kedaulatan dari
perjanjian the Peace of Westphalia yang ditujukan untuk mengakhiri perang antar

12
Tontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar; op. cit: 39
kelompok antar agama yang berlangsung lebih dari 30 tahun di Eropa.(Ibid: 40).
Menurut Mochtar Kusumaatmaja, perdamaian Westphalia dianggap sebagai
peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional moderen dan meletakkan
dasar-dasar masyarakat moderen. Bentuk negara-negara tidak lagi berdasarkan
kerajaan tetapi didasarkan atas negara-negara nasional, serta adanya pemisahan
antara gereja dengan urusan pemerintahan. Dasar-dasar perjanjan Westphalia
kemudian diperkuat lagi dengan adanya perjanjian Utrecht, yaitu dengan menerima
asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional 13
Ada kecendrungan dari para ahli hukum untuk lebih
mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional terutama dalam bentuk traktat
dan kebiasaan dan mengurangi sedikit mungkin hukum alam sebagai sumber dari
prinsip-prinsip tersebut. Para penulis terkemuka pada abad ke 17 dan 18 antara
lain : Cornelis Van Bynkershoek (1673-1743), yang mengemukakan pentingnya
actual practice dari negara-negara dari pada hukum alam. Sumbangan pemikiran
lainnya teori tentang hak dan kewajiban dari negara netral. Christian Wolf (1632-
1694), mengemukakan teori mengenai Civitas Maxima yang sebagai negara dunia
meliputi negara-negara dunia. Von Martens (1714-1767), dalam Receuil des Traites
yaitu suatu kumpulan perjanjian yang masih merupakan suatu kumpulan berharga
hingga sekarang. Emmerich De Vattel (1714-1767) memperkenalkan prinsip
persamaan antar negara-negara.

2.Pada abad ke 19
Hukum internasional berkembang lebih jauh lagi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan ini adalah adanya kebangkitan negara-negara baru,
baik di dalam maupun di luar benua Eropa, Moderenisasi sarana angkutan dunia,
penemuan-penemuan baru, terutama di bidang persenjataan militer untuk perang.
Kesemuanya itu menimbulkan kebutuhan akan adanya sistem hukum internasional
yang bersifat tegas untuk mengatur hubungan-hubungan internasional tersebut.
Pada abad ini juga mengalami perkembangan kaidah-kaidah tentang perang dan
netralitas, serta meningkatnya penyelesaian perkara-perkara internasional melalui

13
Kusumaatmaja, Mochtar dan Etty R. Agoes; op. cit.: 30,32).
lembaga Arbitrase internasional. Praktek negara-negara juga mulai terbiasa
dengan pembuatan traktat-traktat untuk mengatur hubungan-hubungan antar
negara. Hasil karya para ahli hukum, lebih memusatkan perhatian pada praktek
yang berlaku dan menyampingkan konsep hukum alam, meskipun tidak
meninggalkan pada reason dan justice, terutama apabila sesuatu hal tidak diatur
oleh traktat atau kebiasaan. . (Ibid: 8) Para ahli hukum yang terkemuka pada masa
ini antara lain : Henry Wheaton, menulis buku Elements of International Law; De
Martens, menulis buku yang semata-mata didasarkan atas praktek negara-negara
tidak menurut hukum alam; Kent, Kluber, Philimore, Calvo, Fiore, Hall.
Berdirinya organiasi internasional yang menampung para ahli
hukum internasional adalam wadah the Law International Association dan Institut
De Droit International. Hukum internasional juga menjadi objek studi dalam skala
yang luas dan memungkinkan penaganan persoalan internasional secara lebih
profesional.

3.Abad ke 20 dan Dewasa ini


Hukum internasional mengalami perkembangan yang cukup
penting Pada abad ini mulai dibentuk Permanent of Court Arbitration pada
Konferensi Hague 1899 dan 1907. Pembentukan Permanent Court of International
Justice sebagai pengadilan yudicial internasional pada tahun 1921, pengadilan ini
kemudian digantikan oleh International Court of Justice tahun 1948 hingga
sekarang. Terbentuk juga organisasi internasional yang fungsinya menyerupai
pemerintahan dunia untuk tujuan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia,
seperti Liga Bangsa Bangsa, yang kemudian digantikan oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Adanya perluasan ruang lingkup traktat multiulateral tidak saja dibidang
sosial ekonomi tetapi juga mencakup perlindungan hak-hak dan kebebasan-
kebesasan fundamental individu. Para ahli hukum internasional lebih memusatkan
perhatian pada praktek-praktek dan putusan-putusan pengadilan14.
Sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat
moderen, maka hukum internasional dituntut agar dapat mengatur mengenai
energi nuklir dan termonuklir, perdagangan internasional. Pengangkutan

14
Ibid: 14-15
internasional melalui laut, pengaturan ruang angkasa di luar atmosfir dan di ruang
kosmos, pengawasan lingkungan hidup, menetapkan rezim baru untuk eksplorasi
dan eksploitasi sumber-sumber daya alam di dasar laut di luar batas-batas teritorial,
sistim jaringan informasi dan pengamana data-data komputer serta terorisme
internasional. 15
Beberapa persoalan hukum internasional yang kerap kali timbul
dalam hubungan internasional antara lain adalah klaim ganti kerugian yang
menimpa warga negara suatu negara di negara lain, penerimaan dan pengusiran
warga asing oleh suatu negara, persoalan nasionalitas, pemberlakuan extrateritorial
beberapa perundangan nasional, penafsiran perjanjian internasional, serta
pemberlakuan suatu perjanjian yang rumit diberlakukan sebagian besar negara di
bidang perdagangan, keuangan, pengangkutan, penerbangan, energi nuklir.
Pelanggran hukum internasional yang berakibat perang, perlucutan senjata dan
perdagangan senjata ilegal. Berbagai persoalan di atas menunjukkan bahwa hukum
internasional tetap diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi
dalam hubungan internasional Hukum iunternasional diharapkan dapat mengatur
dan memberikan penyelesaian hukum yang tepat dan adil sehingga dapat diakui
dan diterima oleh negara-negara atau pihak-pihak yang bertikai, tidak bertentangan
dengan perundangan nasional suatu negara, dalam suatu tatanan sistim hukum
internasional yang bersifat global.

2.2.2 Sejarah Tata Hukum Indonesia

A. Zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dari tahun 1602-1799

Upaya pemerintah Belanda menguasai daerah jajahannya bukan semata tujuan


politik dan pemerintahan, tetapi tidak terlepas dari upaya menguasai sector
perekonomian melalui penguasaan sector perdagangan secara monopoli.Untuk
itulah maka perusahaan dagang Belanda melalui VOC diberikan hak monopoli
untuk pengelolaan hasil bumi melalui ekspor-impor komuditas strategis. Hak-hak
monopoli itu dilakukan melalui aturan hukum yang dibawa oleh Belanda antara lain

15
Ibid: 16
ketentuan hukum positif yang berlaku bagi orang Belanda dipaksakan berlaku
orang Indonesia, seperti ketentuan hukum dagang dan asas-asas hukum Romawi.
Disamping membawa hukumnya sendiri, pemerintah Belanda di daerah jajahannya,
melalui gubernur jenderalnya, sejak Pieter Both tahun 1610 melakukan
pembentukan peraturan, bagi kasus-kasus tertentu bagi karyawan VOC di daerah
jajahannya.Hal itu tampak dari dibuatkan Statuta Van Bataviatahun 1642 yang
kemudian menjadi Nieuwe Bataviase Statuten tahun 1766. Jelaslah bahwa
penjajahan dimanapun juga di dunia ini tidak boleh dilihat semata- mata dari
perspektif politik, militer, dan pemerintahan.Tetapi penjajahan suatu Negara dan
penguasaan wilayah suatu Negara tidak terlepas dari upaya-upaya perbutan aset-
aset dan sumber-sumber ekonomi. Intervensi militer suatu Negara Eropa atau
NATO ke beberapa Negara Arab dan Afrika tidak semata-mata murni dalam upaya
penegakan Hak Asasi Manusia (yang selama ini sering dijadikan alasan pembenar),
tetapi sebenarnya pada negara-negara yang diintervensi itu terdapat sumber-sumber
minyak dan kekayaan alam lainnya yang perlu dikuasai demi mendapat keuntungan
yang lebih konkret dimasa yang akan datang. Dan setelah intervensi selesai, maka
hukum-hukum Negara pemenang perang harus diberlakukan pada Negara yang
kalah tentunya bersembunyi dibalik demokratisasi hukum dan ekonomi.

B. Era Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Tahun 1800-1811 dan Raffles


(Inggris) Tahun 1811-1814

Ketika pemerintah Belanda melalui gubernur jenderalnya Daendels dari tahun


1800-1811 mencoba meneruskan ketentuan hukum yang diberlakukan
sebelumnya.Politik hukum seperti ini tentunya dimaksudkan agar penguasaan
sector ekonomi oleh penguasa Belanda tetap berjalan secara baik dan tidak
menimbulkan persoalan hukum yang baru. Hanya saja ketika pemerintah Belanda
harus melepaskan penguasaan Indonesia kepada Inggris melalui Thomas Stramford
Raffles dari tahun 1811-1814. Inggris mencoba membuat kebijakan yang
menyangkut “Hukum pertahanan” dan menerapkan pajak bumi dan sewa tanah bagi
warga pribumi.Politik hukum ini dikenal dengan istilah “landrente”. Selanjutnya
pemerintah Inggris melakukan pembentukan beberapa lembaga peradilan yang
terdiri dari :

1. Division’s Court

Lembaga ini adalah sejenis pengadilan yang berada di tingkat kecamatan.

2. District’s Court

Lembaga ini adalah lembaga pengadilan dalam perkara perdata yang memeriksa
perkara yang nilainya antara 20-50 ropyen.

3. Resident’s Court16

Lembaga ini bertugas memeriksa perkara pidana umumnya tidak termasuk pidana
yang diancam dengan hukuman mati.

4. Court’s Of Circuit

Lembaga ini adalah pengadilan keliling untuk memeriksa perkara pidana yang
diancam dengan hukuman mati.

C. Era Pemerintah Kolonial Belanda Tahun 1814-1855

Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 1811-1814 peta perpolitikan di Eropa


demikian mencekam dan dinamis karena Belan dan Negara Eropa
daratan/continental lainnya dikuasai (dijajah) oleh perancis di bawah kekaisaran
Napoleon Bonoparte. Perancis dan Negara jajahannya sedang memulai
melantunkan semangat Negara hukum (rechstaat) modern akibat pemikiran ahli
politik dan hukum yang mulai berkobar saat itu. Perancis memulai mencoba pilar-
pilar Negara konstitusi sebagai upaya meninggalkan secara perlahan pemerintahan
monarki (absolut) Belanda sebagai Negara jajahan tampaknya terpikat dengan
konsep Negara.Monarki konstitusi sehingga berupaya membuat suatu konsep
konstitusi yang kemudian menjadi Nederlands Grondwet 1814.

16
Jurnal Syariah Hukum Islam (2019) 2 (1): 53-61
Tata Hukum Indonesia

Pengaruh yang sangat progresif dari kodifikasi hukum Perancis adalah bagaimana
Belanda membentuk komisi Undang-Undang yang kemudian menghasilkan
beberapa produk hukum yang juga berlaku di Indonesia sebagai daerah jajahan
Belanda. Produk hukum ialah:

1. Peraturan organisasi peradilan

2. Ketentuan umum tentang perundang-undangan

3. Kitab Undang-Undang hukum perdata

4. Kitab Undang-Undang hukum dagang

5. Peraturan tentang hukum acara perdata

Kesemua peraturan diatas diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) mulai tahun


1848.Konsekuensi ketentuan itu maka terjadi dualism hukum yang berlaku di
Hindia Belanda, dan kesulitan dalam menentukan kriteria orang golongan Eropa
dan golongan pribumi.Akhirnya kriteria yang dipakai adalah perbedaan agama.17

Daftar Pustaka
17
Irvan Arisandi 2019. Tata Hukum Indonesia
Dr. Sardjana Orba Manullang., Hartono Widodo, S.H., M.H., Andi Muhammad
Reza Pahlevi N, S.H., M.H. “Diktat Hukum Dan Masyarakat”
Dr. Wahyu Sasongko, 2014
https://ejurnalunsam.id

https://jurnal.untan.ac.id
Istanto, F., Sugeng Hukum Internasional, Penerbit Univ. Atmajaya, Yogyakarta
J.G. Starke, Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Jurnal Syariah Hukum Islam (2019) 2 (1): 53-61
Boer Mauna, Hukum Internasional Peranan, Fungsi Dalam Era Dinamika Global,
Alumni, Bandung, 2001.
Kusumaatmaja, Mochtar, dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional,
Alumni, Bandung, 2003.
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni,
Bandung, 2003
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer,
Refika Aditama , Bandung, 2006.

Anda mungkin juga menyukai