Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TEORI HUKUM

PENERAPAN HUKUM PROGRESIF DALAM


PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Oleh :
Anisa Samwipi
0723 16 004

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR

2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah perkembangan hukum di Amerika pada era Hakim Agung Oliver
Wendell Holmes sekitar era tahun 1970-an menunjukkan tanda keprihatinan
yang sangat kuat terhadap eksistensi hukum dan penegakkan hukum seperti
timbunya persoalan - persoalan sosial, kejahatan, kemerosotan lingkungan,
protes massa, hak - hak sipil, kemiskinan, kerusuhan di kota - kota serta abuse of
power pada tahun 1960-an, masyarakat merasakan betapa hukum gagal untuk
menangani berbagai problematika sosial tersebut. Bahkan era tersebut dikenal
sebagai era scepticism atau “keragu - raguan”. Kondisi “dark ages” (abad
kegelapan dalam praktik hukum di Amerika pada akhir Perang Dunia II sampai
dengan tahun 1970-an menjadi contoh buruk dan tampak mirip dengan
perkembangan praktik legisali di Indonesia saat ini. Menurut Holmes hal
tersebut tidak perlu dipersoalkan karena itulah karakteristik pihak yang memiliki
kekuasaan. Hal ini cocok dengan ungkapan Lord Acton, “Power tends to
corrupt and absoute power tends to corrupt absolutely”.
Perkembangan sistem hukum di Indonesia sejak masa pemeritahan kolonial
sampai dengan saat ini menurut Prof. Dr. Romli Atmasasmita dibedakan menjadi
4 (empat) teori hukum. Keempat teori hukum tersebut adalah Teori Hukum
Kolonial yang sangat reprensif,Teori Hukum Pembangunan, Teori Hukum
Progresif dan Teori Hukum Integratif.
Pada kisaran tahun 2002, untuk mencari solusi dari kegagalan penerapan
penyelesaian problematika sosial, Prof. Satjipto Rahardjo memunculkan Teori
Hukum Progresif dengan memiliki asumsi dasar hubungan antara hukum dengan
manusia. Progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan, bahwa manusia
pada dasarnya adalah baik, memiliki sifat-sifat kasih sayang serta kepedulian
terhadap sesama. Dengan demikian, asumsi dasar Hukum Progresif dimulai dari
hakikat dasar hukum adalah untuk manusia.
Gagasan yang demikian ini jelas berbeda dari aliran hukum positif yang
menggunakan sarana analytical jurisprudence yang bertolak dari premis
peraturan dan logika. Bagi Ilmu Hukum Positif kebenaran terletak dalam tubuh
peraturan. Ini yang dikritik oleh Hukum Progresif, sebab melihat hukum yang
hanya berupa pasal-pasal, jelas tidak bisa menggambarkan kebenaran dari
hukum yang sangat kompleks. Ilmu yang tidak bisa menjelaskan kebenaran yang
kompleks dari realitas - empiris jelas sangat diragukan posisinya sebagai ilmu
yang sebenar ilmu (genuine science). Hal ini membuat didalam realita kehidupan
masyarakat, hukum mengalami sebuah masalah krusial yang mengaburkan
makna dari hukum tersebut. Hukum dijadikan alat untuk melindungi
kepentingan-kepentingan tertentu dan hukum dijadikan sebuah alat untuk
melegalkan tindakan - tindakan yang menistakan nilai - nilai keadilan ditengah-
tengah masyarakat. Hukum hanya dijadikan alat dan bukan tujuan.
Hukum dan keadilan merupakan dua buah sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan, hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan keadilan tanpa
hukum ibarat macan ompong. Namun untuk mendapatkan keadilan maka pencari
keadilan harus melalui prosedur - prosedur yang tidak adil. Sehingga hukum

1
menjadi hal yang menakutkan bagi masyarakat, hukum bukan lagi untuk
membahagiakan masyarakat tetapi malah menyengsarakan masyarakat. Hukum
gagal memberikan keadilan ditengah masyarakat. Supremasi hukum yang
selama ini didengungkan hanyalah sebagai tanda (sign) tanpa makna. Teks-teks
hukum hanya permainan bahasa yang cenderung menipu dan mengecewakan.

1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini diantaranya :
1. Bagaimana hukum progresif pada keadilan di Indonesia?
2. Bagaimanakah konsep hukum progresif ?
3. Bagaimanakah penerapan hukum progresif dalam penegakan hukum di
Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hukum Progresif di Indonesia


Hukum Progresif adalah Hukum untuk manusia, maksudnya Hukum
Progresif hadir diperuntukkan bertujuan pro keadilan dan pro rakyat. Menurut
Prof. Satjipto Rahardjo hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan
juga bangunan ide, kultur, dan cita-cita, sehingga hukum tidak hadir oleh dirinya
sendiri dan bukan hanya bertujuan sebagai suatu hal yang dapat melakukan
paksaan berdasar etimologi dalam bahasa arab melainkan hukum memiliki
makna lebih luas yang bertujuan dasar untuk melayani manusia.
Konsep keadilan progresif ialah bagaimana bisa menciptakan keadilan yang
subtantif dan bukan keadilan prosedur. Akibat dari hukum modern yang
memberikan perhatian besar terhadap aspek prosedur, maka hukum terutama di
Indonesia dihadapkan pada dua pilihan besar antara pengadilan yang
menekankan pada prosedur atau pada substansi. Keadilan progresif bukanlah
keadilan yang menekan pada prosedur melainkan keadilan substantif. Dalam
rangka menjadikan keadilan subtantif sebagai inti pengadilan yang dijalankan di
Indonesia, Mahkamah Agung memegang peranan yang sangat penting. Sebagai
puncak dari badan pengadilan, ia memiliki kekuasaan untuk mendorong
pengadilan dan hakim di negeri ini untuk mewujudkan keadilan yang progresif
tersebut.
Hakim menjadi faktor penting dalam menentukan, bahwa pengadilan di
Indonesia bukanlah suatu permainan untuk mencari menang, melainkan mencari
kebenaran dan keadilan. Keadilan progrsif semakin jauh dari cita-cita
“pengadilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan” apabila membiarkan
pengadilan didominasi oleh “permainan” prosedur. Proses pengadilan yang
disebut fair trial di negeri ini hendaknya berani ditafsirkan sebagai pengadilan
dimana hakim memegang kendali aktif untuk mencari kebenaran.

2.2 Landasan Konseptual Hukum Progresif


Melihat realitas penggunaan hukum yang ada, maka pada tatanan
penyelesaian hukum tidak dapat lagi menggunakan cara - cara yang biasa dan
konvensional, tetapi membutuhkan cara berhukum yang luar biasa. Salah satu
cara luar biasa yang ditawarkan oleh Prof. Satjipto Rahardjo untuk menghadapi
kemelut dalam dunia penegakan hukum kita adalah suatu tipe penegakan hukum
progresif. Seyogyanya hukum harus ditempatkan pada dimensi hakiki atau
filosofisnya, sehingga hukum bisa menjadikan dirinya sebagai anak yang tidak
durhaka atas masyarakat yang melahirkan serta membesarkannya. Penegakan
hukum progresif mengajak kita untuk melihat hukum secara komprehensif atau
utuh dan tidak memakai kacamata kuda atau parsial. Penegakan hukum progresif
menekankan pada dua hal, yaitu hukum ada untuk manusia dan bukan manusia
ada untuk hukum. Hukum tidak bisa bekerja sendiri, hukum membutuhkan
institusi atau manusia untuk menggerakannya.
Hukum Progresif berarti hukum yang bersifat maju. Istilah hukum progresif,
diperkenalkan oleh Prof. Satjipto Rahardjo, yang dilandasi asumsi dasar bahwa
hukum adalah untuk manusia. Hal ini akibat dari rendahnya kontribusi ilmu

3
hukum dalam mencerahkan bangsa Indonesia, dalam mengatasi krisis, termasuk
krisis dalam bidang hukum itu sendiri adapun pengertian hukum progresif,
adalah mengubah secara cepat, melakukan pembalikan yang mendasar dalam
teori dan praksis hukum, serta melakukan berbagai terobosan. Pengertian
sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Satjipto Rahardjo tersebut berarti hukum
progresif adalah serangkaian tindakan yang radikal, dengan mengubah sistem
hukum (termasuk merubah peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum
lebih berguna, terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin
kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.
Konsep hukum progresif yang dikemukakan oleh Prof. Satjipto Rahardjo
bila diartikan secara sederhana dapat diartikan sebagai “bagaimana”
membiarkan hukum tersebut mengalir untuk menuntaskan tugasnya mengabdi
pada manusia dan kemanusiaan. Adapun pokok-pokok pemikiran model hukum
progresif ini dapat diuraikan sebagai berikut ini :
1. Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada idealnya
hukum.
2. Hukum menolak status - quo, serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak berhati nurani, melainkan suatu institusi yang bermoral.
3. Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat manusia bahagia;
4. Hukum progresif adalah, “hukum pro rakyat dan pro keadilan”.
5. Asumsi dasar hukum progresif adalah untuk manusia, bukan sebaliknya.
berkaitan dengan hal ini, maka hukum tidak ada untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk sesuatu yang lebih besar.
6. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process,
law in the making).

2.3 Peranan Hukum Progresif dalam Penegakkan Hukum di Indonesia


Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak hanya sekedar
kata - kata dan hitam - putih dari peraturan, melainkan menurut semangat dan
makna lebih dalam dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum tidak
hanya kecerdasan Intelektual, melainkan dengan kecerdasan spiritual. Dengan
kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh empati, dedikasi,
komitmen terhadap penderitaan bangsa dan disertai keberanian hakim untuk
mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan dalam artian para hakim harus
dapat memberikan keadilan sosial yang ada pada pelaku tindak pidana
khususnya. Sehingga bila ide pengadilan progresif dikaitkan dengan tingkat
kasasi. Kita tahu, pada tingkat kasasi pengadilan tidak lagi melihat dan
membicarakan fakta, yang dilakukan adalah memeriksa apakah hukum telah
dijalankan dengan benar oleh pengadilan di tingkat bawah. Membaca sepintas,
orang bisa berkesimpulan, yang diperlukan Mahkamah Agung hanya membaca
teks undang-undang dan menggunakan logika hukum. Berdasarkan hal-hal yang
terungkap dalam tingkat-tingkat persidangan sebelumnya, Mahkamah Agung
akan memeriksa apakah peraturan yang digunakan hakim di Pengadilan
Negeri dan Pengadilan Tinggi untuk menjatuhkan putusan sudah benar. Bila
benar demikian, tidak akan ada pintu masuk bagi pengadilan progresif itu sendiri
dalam rangka menegakkan hukum. Pengadilan progresif adalah proses yang
sarat dengan compassion yang memuat empati, determinasi, nurani, dan
sebagainya.
Dalam pengadilan progresif harus menyatakan, "hukum adalah untuk rakyat
bukan sebaliknya". Bila rakyat adalah untuk hukum, apa pun yang dipikirkan
dan dirasakan rakyat akan ditepis karena yang dibaca adalah kata-kata Undang-
Undang. Dalam hubungan ini, pekerjaan hakim menjadi lebih kompleks.
Seorang hakim bukan hanya teknisi Undang - Undang, tetapi juga makhluk
sosial. Karena itu, pekerjaan hakim sungguh mulia karena ia bukan hanya
memeras otak, tetapi juga nuraninya. Menjadi makhluk sosial akan
menempatkan hakim di tengah hiruk-pikuk masyarakat, keluar dari gedung
pengadilan. Malah ada yang mengatakan, seorang hakim sudah tidak ada
bedanya dengan wakil rakyat. Bila ia berada di tengah masyarakat, berarti ia
berbagi suka - duka, kecemasan, penderitaan, harapan, seperti yang ada di
masyarakat. Melalui putusanputusannya, hakim suka disebut mewakili suara
rakyat yang tak terwakili dan kurang terwakili.
Unsur-unsur lembaga hukum yang meliputi : polisi, jaksa, hakim, aparat
ketiga lembaga dan sarana prasarana akan menentukan penegakan hukum
materiil, sehingga apabila unsur-unsur tersebut baik, maka penegakan hukum
materiil akan berjalan baik. Maka diperlukan pembinaan dengan baik. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, setiap unsur aparat penegak hukum telah
dilengkapi seperangkat peraturan dan kode etik profesi sebagai pedoman yang
harus diikuti. Untuk aparat hakim harus memahami dengan baik tugas dan
kewajibannya sebagaimana yang telah diatur secara normatif dalam Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman antara lain :
a. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang (Pasal 4 ayat 1)
b. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 ayat 2)
c. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5
ayat 1)
d. Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10
ayat 1)
e. Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat
masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan (Pasal 22
ayat 1)
Disamping hal tersebut di atas, untuk mewujudkan hakim yang progresif
dalam menerapkan hukum, sudah seharusnya hakim menyadari akan
kedudukannya sebagai wakil penguasa yang mestinya terikat kontrak secara
tidak langsung dengan masyarakat guna memberikan pengayoman, yaitu dengan
memberikan putusan yang adil. Diluar dari semua yang terurai di atas, kiranya
tak kalah pentingnya adalah masalah kesejahteraan para penegak hukum di
atas, agar mereka dapat menjalankan tugas sebaik - baiknya tanpa mudah
terpengaruh oleh godaan uang dari pihak - pihak yang berkepentingan.

5
BAB III
KESIMPULAN

Menurut Prof. Satjipto Rahardjo hukum progresif adalah serangkaian


tindakan yang radikal, dengan mengubah sistem hukum (termasuk merubah
peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih berguna, terutama
dalam mengangkat harga diri serta menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia, melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak
dalam hukum, sehingga hukum itu mampu menuntaskan tugasnya mengabdi
kepada manusia. Karena hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan
juga bangunan ide, kultur, dan cita-cita.
Selain itu kita harus meninjau hukum dengan pendekatan manusia, hukum
untuk melayani manusia sehingga akan menjauhkan pemikiran kita yang kaku
bahwa hukum itu rumit dan tidak dapat menyelesaikan problematika sosial dan
yang terpenting sesuai penggambaran orang jaman dahulu yang menganggap
hukum seperti iustisia yang memiliki penggambaran seperti dewi keadilan yang
dilambangkan seperti seorang wanita yang kedua matanya tertutup, serta
membawa neraca di tangan kiri yang berarti hukum itu adil dan tidak berat
sepihak dan membawa pedang di tangan kanan yang berarti siapapun
individunya jika melakukan kesalahan pasti akan dihukum tanpa melihat siapa
dia, apa jabatannya, dan sebagainya. Sehingga dengan pemikiran yang demikian
itu, maka hukum progresif akan berhasil terlaksana dan hukum kembali kepada
filosofi awalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Atsasmita, R. 2012. Teori Hukum Integratif (Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum


Pembangunan dan Teori Hukum Progresif ). Genta Publishing, Yogyakarta.

Rahardjo, S. 2006. Penegakkan Hukum Progresif. Kompas, Jakarta.


Rahardjo, S. 2006. Membedah Hukum Progresif. Kompas, Jakarta.
Hukum Online. Menggali Karakter Hukum Progresif.
http://www.hukumonline.com/berita/bacalt529c62a965ce3/menggali-
karakter-hukum-progresif. Diakses tanggal 10 Oktober 2016.

Undang - Undang. 2009. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang


Kekuasaan Kehakiman.

Anda mungkin juga menyukai