Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Indonesia Sebagai Negara Civil Law Sistem

Dosen pengampu:
Muhammad Pasca Zakky Muhajir Ridlwan, S.H. M.Kn.
Disusun oleh:
Nadhifatus Sofia ( 05020420043 )
Alvito Rahmadi Putra ( 05040420060 )
Yufi Tania Kusuma ( 05010420019 )
Nauval Dzaky ( 05020420045 )

PRODI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayahnya yang tiada terkira, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah yang membahas tentang ”Indonesia sebagai negara civil law sistem”. Kami
memperoleh banyak referensi dari berbagai pihak atas penyusunan makalah ini, karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pengampu Mata
Kuliah Pengantar Hukum Indonesia, Bapak Muhammad Pasca Zakky Muhajir Ridlwan, S.H.
M.Kn.yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini.
Semoga makalah singkat ini bisa memberikan pemahaman dan manfaat bagi yang
membacanya. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan namun tak ada gading yang tak retak, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Surabaya, 7 Maret 2021

Penyusun

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

PHI adalah kepanjangan kata dari Pengantar Hukum Indonesia. Ada tiga kata dalam istilah
ini, yakni “pengantar”, “hukum”, dan “Indonesia”. Kata pengantar mempunyai pengertian
sebagai mengantarkan kepada tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan kata
“hukum” dan “Indonesia”, adalah “hukum Indonesia” yang dimaknai sebagai hukum yang
berlaku di Indonesia. Dengan demikian maka istilah Pengantar Hukum Indonesia dapat
dimaknai sebagai memperkenalkan secara umum atau secara garis besar tentang hukum di
Indonesia. Selama adanya pergaulan hidup manusia, hukum selalu diperlukan untuk
mengatur kehidupan manusia agar ada keteriban di dalam masyarakat.

Hukum yang berlaku dalam masyarakat sudah tentu akan dapat diberlakukan dengan baik
apa bila disusun dalam suatu tatanan. Dengan demikian maka tata hukum itu dapat diartikan
sebagai suatu susunan hukum yang memberikan tempat yang sebenarnya pada aturan-aturan
hukum itu untuk terciptanya ketertiban di dalam masyarakat. Tujuan dari mempelajari PHI
sendiri adalah untuk mengetahui macam-macam hukum di indonesia perbuatan apa saja yang
diperbolehkan dan yang tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di masyarakat,
kedudukan yang sama serta hak dan kewajiban bagi setiap orang menurt hukum di indonesia,
mengetahui macam-macam lembaga penyelenggara negara di indonesia serta prosedur dalam
pelaksanaan hukum di indonesia.

3
B. RUMUSAN MASALAH

- Bagaimana sejarah civil law dan common law sistem di Indonesia ?


- Apa saja konsep dasar civil law sistem ?
- Bagaimana praktek hukum civil law sistem di Indonesia ?

C. TUJUAN MASALAH

- Mengetahui sejarah civil law dan common law sistem


- Mengetahui konsep dasar civil law sistem
- Mengetahui praktek hukum civil law sistem

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Sejarah civil law sistem dan common law sistem

Sebagaimana kita tahu bahwa negara Indonesia merupakan salah satu negara yang
menerapkan sistem hukum Eropa Kontinental yang mana kita kenal dengan Civil Law
Sistem. Hal tersebut dikarenakan karena Indonesia merupakan negara bekas jajahan Belanda
yang mengakibatkan sistem hukum yang dipakai adalah Civil Law Sistem. Namun adapun
sistem hukum yang berkembang di Inggris yaitu Common Law Sistem. Disini kita akan
jelaskan tetntang sejarah terbentuknya sistem hukum Civil Law dan Common Law. Pertama,
Eropa Kontinental atau sering dikenal juga sebagai sistem hukum civil law dan tersebar ke
seluruh benua Eropa dan seluruh dunia yang dimulai sejak abad ke-5 masehi yaitu tahun 528-
534 AD.

Istilah civil law diambil dari hukum sipil pada zaman kaisar Bizantium, yaitu Justinius
yang berkuasa pada tahun 527-566) di Roma yang terkodifikasi dalam Corpus Juris Civilis
Justinian mula-mula terdiri dari empat bagian1. Pertama, Code, kumpulan keputusan Kaisar
Romawi yang dibuat sebelum periode Justianus yang masih berlaku dan disusun secara
sistematis berdasarkan subjek dan hal terakhir. Kedua, Digest, teks hukum Romawi klasik
yang bersifat fragmental yang dibuat oleh ahli hukum terkenal: Ulpian dan Paul yang disusun
sejak abad pertama sampai abad keempat terdiri dari 50 bukum dan terbagi ke dalam
beberapa judul. Ketiga, Institute, suatu pengantar Digest yang berupa penjelasan disusun
secara koheren berdasarkan karya-karya sebelumnya yang mirip oleh ahli hukum Gaius.
Keempat, Vovellae, kumpulan atau kompilasi keputusan kaisar baru yang dibuat oleh
Justinianus sendiri.

Sistem ini mula-mula berkembang di Eropa dan terus berkembang di luar Eropa dan terus
berkembang di luar Eropa karena kolonialisasi. Perkembangan di Eropa bermula di Perancis
yang melakukan kodifikasi ala hukum civil pada tahun 1454 M, lalu berkembang di Jerman
dengan dimulai berdirinya pengadilan (Rechtkammergericht) di Speyer pada tahun 1495 M
dan selanjutnya di Belanda yang dipelopori oleh Hugo Grotius (1583-1645). Perkembangan
Civil Law ini tidak dapat dilepaskan dari era kolonialisasi bangsa-bangasa Eropa ke seluruh
penjuru dunia. Melalui ikatan keyakinan Cristianity (unified by Christianity) dengan tujuan
untuk sebuah kepentingan perdagangan dan perniagaan dan dipelopori oleh Inggris, Belanda
1
Ibid., hal, 57-58

5
dan Perancis dengan membentuk aneka perusahaan profit ekonomi (profit making
companies), seperti British East India (Inggris) dan VOC (Belanda) dimana perusahaan-
perusahaan ini memiliki hakhak istimewa dan dapat bertindak sebagaimana layaknya negara2.

Perkembangan dan diseminasi konsep-konsep Corpus Juris Civilis ditorehkan secara


signifikan ketika Irnerius seorang pakar hukum Roma mulai mengajar di University of
Bologna. Pada akhir abad ke 11 di Eropa Tengah terjadi perubahan politik dan ekonomi,
sekaligus pada perang salib pertama tahun 1096 tela membuka kembali wilayah Mediterania
dan wilayah pantai utara Benua Eropa dengan cepat. Besar kemungkinan model Civil Law ini
dan diterima di seluruh dunia karena Eropa meyakini bahwa sistem hukum Romawi ini dapat
memenuhi kebutuhan atas perubahan yang sedang terjadi dan kebutuhan untuk masa yang
akan datang, selain karena faktor-faktor karena glamournya ide-ide budaya Romawi 3. Ciri
sistem hukum ini adalah lebih mengutamakan Rehtsstaat, berkarakter administratif yang
menganggap hukum adalah yang tertulis. Kebenaran hukum dan keadilan terletak pada
ketentuan atau yang tertulis. Sistem hukum ini dipraktikan di beberapa negara antara lain,
Prancis, Jerman, Italia, Swiss, Autria, Amerika Latin, Turki, beberapa negara Arab, Afrika
Utara dan Madagaskar.

Hakim yang baik dalam tradisi ini adalah yang dapat memutus sesuai bunyi undang-
undang. Menekankan pada kepastian hukum. Rechtsstaat berkarakter administrasi
dilatarbelakangi oleh kekuasaan raja zaman Romawi yang mempunyai kekuasaan menonjol
dalam membuat peraturan melalui dekrit. Raja mendelegasikan kekuasaan tersebut pada
pejabat adminstrasi untuk membuat pengarahan tertulis kepada hakim tentang cara memutus
sengketa. Inilah yang membuat lahirnya cabang hukum administrasi yang mengatur
hubungan antara administrasi dengan rakyat. The rule of law kekuasaan yang menonjol raja
adalah memutus perkara yang dikembangkan menjadi sistem peradilan. Raja mendelegasikan
mendelegasikan kekuasaan pada hakim untuk mengadili tetapi dalam tugas mengadili ia tidak
mengadili berdasarkan kehendak raja tetapi berdasaran pada The common custom of
England. Maka sistem hukum di Eropa Kontinental ini ciri utama perkembangannya hingga
hari ini adalah kian bertambah besar peran administrasinya. Model ini yang kelak
memengaruhi sistem-sistem hukum di dunia yang melahirkan aneka kodifikasi peraturan
perundangundangan sebagai landasan dasar dalam memutus konflik hukum antara anggota
masyarakat.
2
Ibid., hal, 62
3
Ibid., hal, 64

6
Di kemudian hari telah mendorong lahirnya aneka sistem peradilan administrasi dan
hakim khusus administrasi yang memiliki otoritas dalam memutus perkara-perkara di bidang
administrasi yang terpisah dengan sistem peradilan pidana dan perdata. Sistem ini biasaya
lebih mengutamakan kepastian hukum dan formalitas karena itu kemudian menginspirasi
lahirnya asas legalitas dalam sistem peradilan. Asas legalitas merupakan ciri lain dari sistem
ini yang antara lain ciri asas legalitas adalah sesorang tidak dapat dihukum sepanjang tidak
terdapat peraturan legal yang tersurat ke dalam peraturan perundangan. Artinya peraturan
harus tersedia terlebih dahulu dari peristiwa hukum. Karena itu pula dalam sistem ini yang
disebut peristiwa hukum adalah jika tersedia peraturan legalnya. Kemudian, Anglo Saxon
mulai berkembang di Inggris pada abad 16 atau sering disebut sebagai Common Law. Nama
lain dari sistem hukum Anglo-Saxon adalah “Anglo Amerika” atau Common Law”.
Merupakan sistem hukum yang berasal dari Inggris yang kemudian menyebar ke Amerika
Serikat dan negara-negara bekas jajahannya. Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa
yaitu bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang
kemudian ditaklukkan oleh Hertog Normandia, William.

William mempertahankan hukum kebiasaan masyarakat pribumi dengan memasukkannya


juga unsur-unsur hukum yang berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental. Nama Anglo-
Saxon, sejak abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa
Germania yang berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400 M
mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menaklukkan bangsa
Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Ciri utama sistem hukum ini
adalah lebih mengutamakan pada hukum tak tertulis (common law). Kebenaran hukum dan
keadilan tidak ditentukan oleh bunyi teks perundang-undangan melainkan pada kemampuan
mengali alat bukti dan peristiwa in case saat hakim mengadili perkara di pengadilan. Sistem
ini dipraktikkan di beberapa negara antara lain, Inggris, Wales, Autralia, Nigeria, Kenya,
Zambia, Amerika Serikat, Selandia Baru, kanada, dan beberapa negara timur jauh: Singapura,
Malaysia dan Hongkong. Hakim dalam memutus perkara dituntut membuat hukumhukum
atau dalil-dalilnya sendiri berdasarkan pada kasus-kasus sebelumnya yang telah diputus oleh
hakim terdahu yang telah berkekuatan tetap (jurisprudensi) tanpa terikat bunyi teks suatu
perundang-undangan. Hakim dapat membuat putusan berdasarkan nilai keadilan yang digali
dari masyarakat. Sistem ini lebih mengutamakan rasa keadilan dibandingkan kepastian
hukum. Maka sistem hukum Anglo Saxon ini berciri utama pula kian bertambah besar peran
hakimnya dan berkurang peran peraturan perundang-undangan.

7
Maka dalam sistem ini produk peraturan perundang-undangan sangat sedikit. Sistem ini
sangat kecil upaya untuk melakukan kodifikasi peraturan perundang-undangan. Itulah
sebabnya sistem ini telah mengilhami berkurangnya peran administrasi. Maka dalam sistem
ini tidak mengenal pembedaan pengadilan dalam hal mengadili perkara hukum pidana,
perdata dan administrasi dan biasanya ketiganya dijadikan dalam satu atap sistem
peradilannya.

B. Konsep dasar civil law sistem

Dalam suatu tatanan sistem yang teratur tidak di perbolehkan adanya suatu pertentangan
antara bagian satu dengan bagian yang lainnya. Begitu pun dengan negara Indonesia yang
mana menganut sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum ini berkembang di negara-
negara Eropa daratan yang sering disebut sebagai “Civil Law System”. Pada dasarnya, semua
berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan
Kaisar Justianus pada abad VI sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan
kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Justianus yang kemudian
disebut sebagai “Corpus Juris Civilis”4. Sedangkan pada masa perkembangannya, prinsip-
prinsip hukum yang terdapat dalam Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan
kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Prancis dan Italia,
juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda 5.
Sistem civil law ini mempunyai tiga kerakteristik,yang dapat membedakannya dari common
law system, di antaranya yaitu:

1. Adanya sistem kodifikasi


2. Hakim tidak terikat dengan Presiden atau doktrin stare decicis, sehingga undang-
undang menjadi rujukan hukum yang utama.
3. Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial6.

Karakteristik utama yang menjadi dasar sistem Hukum Civil Law adalah hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik
dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum

4
R. Abdoel Djamali, S.H. “Pengantar Hukum Indonesia”, (Jakarta: Rajawali Pers,2013),68
5
Ibid,69
6
Fajar Nurhadianto, Jurnal TAPIS “Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia”, Vol 11 No.1 (2015), 36

8
manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis. Dengan
tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa
menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi
menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang
hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja ( Doktrins Res
Ajudicata)7. Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa yang berpedoman
pada unsur kedaulatan nasional dan termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka
yang menjadi sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontintal adalah “Undang-
undang”8. Pada karakteristik yang ketiga menyebutkan jika peradilannya bersifat inkuistorial.
Dalam sistem ini menyebutkan bahwa hakim mempunyai peranan yang besar dalam
mengarahkan dan memutuskan perkara, aktif dalam menemukan fakta dan teliti dalam
memilih bukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam sistem hukum Civil Law
berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal.
Sistem ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim9.

Berbagai macam bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum
Civil Law berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan- kebiasaan, yurisprudensi,
perjanjian, dan doktrin. Dari berbagai sumber-sumber hukum itu yang menjadi rujukan utama
dalam sistem hukum Civil Law ialah per Undang-undangan. Negara-negara penganut civil
law menempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-
undangan. Semua negara penganut civil law mempunyai konstitusi tertulis 10. Dalam
perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat.
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan
wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Hukum
Privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara
individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya11.

Dalam sistem hukum ini mempunyai beberapa segi positif serta negatif. Segi positifnya
merupakan nyaris seluruh aspek kehidupan warga serta beberapa sengketa yang terjadi sudah
ada undang- undang/ hukum tertulis, sehingga kasus- kasus yang mencuat bisa dituntaskan
dengan gampang, disamping itu dengan sudah tersedianya bermacam tipe hukum tertulis
7
Dedi Soemardi, “Pengantar Hukum Indonesia”, (Jakarta: Indhillco,1997),73
8
R. Abdoel Djamali, S.H. “Pengantar Hukum Indonesia”,69
9
Jeremias Lemek, ”Mencari Keadilan: Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia”, (Jakarta:
Galang Press,2007),45
10
Fajar Nurhadianto, Jurnal TAPIS “Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia”,38
11
Ibid,38

9
hendak lebih menjamin terdapatnya kepastian hukum dalam proses penyelesaiannya. Lagi
segi negatifnya, banyak permasalahan yang timbul selaku akibat dari kemajuan era serta
peradaban manusia, tidak ada undang- undangnya. Sehingga kasus ini tidak bisa di putuskan
di pengadilan12. Sifat hukum tertulis pada suatu saat akan ketinggalan masa sebab sifat
statisnya. Oleh sebab itu, sistem hukum ini tidak menjadi dinamis serta pelaksanaannya
cenderung kaku karena tugas hakim hanya sekedar selaku perlengkapan undang- undang.
Hakim tidak ubahnya sebagai abdi undang- undang yang tidak memiliki kewenangan
melaksanakan penafsiran guna memperoleh nilai keadilan yang sesungguhnya.

C. praktek hukum civil law sistem di Indonesia

Yang ada dalam sebuah praktik maupun perkembangannya, terdapat beberapa


hakim di Indonesia telah membuat suatu hukum untuk mengisi kekosongan seperti dengan
layaknya hakim yang berada di negara Common Law. Dengan itu, peradilan yang terdapat
di Indonesia tidak lagi sejalan sepenuhnya pada sistem hukum Civil Law karena telah
mempunyai bahkan menerapkan beberapa karakteristik yang identik dengan system
peradilan Common Law13.

System hukum Civil di dalam prakteknya mempunyai beberapa kelemahan di


karenakan sifat yang tertulis sehingga menjadikan tidak fleksible untuk mengikuti
perkembangan masyarakat dan cenderung kaku dan statis. Dapat dikatakan bentuk
pembatasan dalam suatu hal yang bersifat pembatasan dalam konteks materi atau abstrak,
dinamis, maupun pembatasan dalam dimensi waktu merupakan bentuk aturan tertulis
dalam penormaan. Oleh sebab iu, value consciousness masyarakat pada undang-undang
jika diperhatikan secara logis akan mengakibatkan suatu ketinggalan substansi undang-
undang14.

Sistem hukum civil menjadikan para hakim sebagai corong undang – undang
sebagaimana disaampaikan oleh Montesquieu , dalam pengartian sebagaimana yang
tertulis di dalam undang – undang bahwa hakim hanya sebagai penegak hukum. Filsafat
positivisme lebih utamakan hal – hal yang sifatnya positif oleh sebab itu, sistem civil
hukum ini mengikuti filsafat positivisme hukum yang menyatakan bahwa tujuan utama
hukum adalah kepastian bukan keadilan maupun kemanfaatan. Ukuran kebenaran

12
Ibid,40
13
Pembahasan lebih dalam terkait penemuan hukum pidana lihat Eddy O.S. Hiariej, 2009, asas legalitas &
penemuan hukum dalam hukum pidana, Erlannga , Jakarta
14
lihat H. Mustagfirin, Op.cit., hlm.91.

10
menjadikan bahwa hanya sesuatu yang bersifat positif diatas segala yang
berargumentasi.

Dengan begitu pada kultur sistem hukum civil , undang – undang beridentik dengan
hukum. Sumber hukum ialah undang- undang, nilai – nilai merupakan sumber hukum
dari undang – undang . oleh sebab itu, hukum – hukum maupun nilai – nilai yang hidup
tidak di akui oleh Civil Law System dalam masyarakat. Cara mengatasi legal gap yang
terdaapat pada masyarakat dengan menggunakan system hukum yang tertulis. Adapun
dua system hukum yang tidak tertulis di Indonesia, yaitu system hukum adat dan system
hukum Islam15. Terdapat karyanya yang berjudul “What is a Mixed Legal System Exlusion
or Expansion“ tulisan dari Esin Orucu pada kesimpulannya adalah berpandanglah bahwa
tidak terdapat negara menganut system civil law maupun common law secara murni 16.
Oleh sebab itu, anatara dua system hukum atau lebih tidak dapat terhindarkan saat ini di
negara hukum modern.

Beberapa system hukum bisa saling bercaampur di sebabkan oleh relasi


Internasional dan dapat menciptakan pengaruh ssignifikan pada system hukum di tiap –
tiap negara17. Tidak adanya “batasan tajam“ pada kedua system hukum (common low
dan civil law) yang sudah lama diakui oleh Sudikno Mertokusumo 18. Kedua sistem
tersebut sudah saling bertemu dan saling mempengaruhi satu sama lain sejak abad ke-
19 menurut pernyataan Sudikno19. Sistem hukum Indonesia yang condong kepada Civil
Law perlu juga di analisis menggunakan pendekatan Alan Watson tersebut di atas.
Sistem hukum civil Law bukan murni basal dari masyarakat Indonesia pada zaman
penjajahan, Belanda bahkan tidak sepenuhnya menerapkan aturan hukumnya dengan
memisahkan aturan hukumnya dan mekanisme penyelesaian sengketa (peradilan) bagi
rakyat Indonesia yang berbeda dengan golongan masyarakat Eropa maupun Timur
Asing20. Selain itu, norma yang di anggap asli berasal dari masyarakat Indonesia (adat)
sebenarnya kontruksi pemikiran dari para ahli hukum Belanda untuk mendefinisikan
kebiasaan – kebiasaan yang hidup di masyarakat Indonesia 21. Hal ini sebenarnya

15
Lihat Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta:Gema Medua 2001, hlm.13)
16
Esin Orucu, “What is a Mixed Legal System: Exclusion or Expansion”, Electronic Journal of Comparative Law,
Vol.12, No.1, May (2008), hlm. 2
17
Ibid.
18
Sudikno Mertokusumo, 2011, Sejarah Peradilan Dan Perundang-Undangan Di Indonesia Sejak 1943 Dan
Apakah Kemanfaatannya bagi kita Bangsa Indonesia. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm.6.
19
Ibid
20
Soepomo, 2002, Sistem Hukum Indonesia:Sebelum Perang Dunia II, PT. Pradnya Paramita,Jakarta
21
Peter Burns, 2004, The Leiden Legacy: Concepts of Law in Indonesia, KITLV Press,Leiden

11
kontruksi indikasi kuat bahwa sistem hukum civil law di Indonesia bukan merupakan
sesuatu yang tertanam dalam karakter masyarakat. Ditambah lagi, apa yang disebut
“adat” tersebut di akui dan tetap di berlakukan oleh pemerintah kolonel Belanda,
Inggris, dan Jepang.

Doktrin kebebasan hakim dalam memeriksa perkara dengan melakukan interpretasi


atau penafsiran hukum dengan berlandaskan pada nilai yang hidup di masyarakat
(hukum tidak tertulis) selalu diatur dalam hukum positif Indonesia. Alasan dan dasar
hukum tidak tertulis tersebut haruslah dicantumkan dalam putusan hakim22.

PENUTUP

22
Pasal 10 undang-undang No.19 Tahun 1964 tentang kekuasaan kehakiman , pasal 23 undang-undang No.14
Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman , pasal 25 undang-undang No 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman , dan pasal UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman

12
A. KESIMPULAN

- Sebagaimana kita tahu bahwa negara Indonesia merupakan salah satu negara yang
menerapkan sistem hukum Eropa Kontinental yang mana kita kenal dengan Civil Law
Sistem. Hal tersebut dikarenakan karena Indonesia merupakan negara bekas jajahan
Belanda yang mengakibatkan sistem hukum yang dipakai adalah Civil Law
Sistem. Namun adapun sistem hukum yang berkembang di Inggris yaitu Common
Law Sistem. Pertama, Eropa Kontinental atau sering dikenal juga sebagai sistem
hukum civil law dan tersebar ke seluruh benua Eropa dan seluruh dunia yang dimulai
sejak abad ke-5 masehi yaitu tahun 528-534 AD.
- Ciri sistem hukum ini adalah lebih mengutamakan Rehtsstaat, berkarakter
administratif yang menganggap hukum adalah yang tertulis. Kebenaran hukum dan
keadilan terletak pada ketentuan atau yang tertulis.
- Sistem civil law ini mempunyai tiga kerakteristik,yang dapat membedakannya dari
common law system, di antaranya yaitu:
1. Adanya sistem kodifikasi
2. Hakim tidak terikat dengan Presiden atau doktrin stare decicis, sehingga undang-
undang menjadi rujukan hukum yang utama.
3. Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial
- Yang ada dalam sebuah praktik maupun perkembangannya, terdapat beberapa
hakim di Indonesia telah membuat suatu hukum untuk mengisi kekosongan seperti
dengan layaknya hakim yang berada di negara Common Law. Dengan itu, peradilan
yang terdapat di Indonesia tidak lagi sejalan sepenuhnya pada sistem hukum
Civil Law karena telah mempunyai bahkan menerapkan beberapa karakteristik yang
identik dengan system peradilan Common Law
- System hukum Civil di dalam prakteknya mempunyai beberapa kelemahan di
karenakan sifat yang tertulis sehingga menjadikan tidak fleksible untuk mengikuti
perkembangan masyarakat dan cenderung kaku dan statis

B. DAFTAR PUSTAKA

13
Ibid., hal, 57-58

Ibid., hal, 62

Ibid., hal, 64

Abdoel Djamali, S.H. “Pengantar Hukum Indonesia”, (Jakarta: Rajawali Pers,2013),68


Ibid,69

Fajar Nurhadianto, Jurnal TAPIS “Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia”, Vol 11 No.1 (2015), 36
Dedi Soemardi, “Pengantar Hukum Indonesia”, (Jakarta: Indhillco,1997),73

R. Abdoel Djamali, S.H. “Pengantar Hukum Indonesia”,69

Jeremias Lemek, ”Mencari Keadilan: Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia”, (Jakarta:
Galang Press,2007),45

Fajar Nurhadianto, Jurnal TAPIS “Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia”,38

Ibid,38

Ibid,40

Pembahasan lebih dalam terkait penemuan hukum pidana lihat Eddy O.S. Hiariej, 2009, asas legalitas &
penemuan hukum dalam hukum pidana, Erlannga , Jakarta

lihat H. Mustagfirin, Op.cit., hlm.91.

Lihat Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta:Gema Medua 2001, hlm.13)

Esin Orucu, “What is a Mixed Legal System: Exclusion or Expansion”, Electronic Journal of Comparative Law,
Vol.12, No.1, May (2008), hlm. 2
Ibid.

Sudikno Mertokusumo, 2011, Sejarah Peradilan Dan Perundang-Undangan Di Indonesia Sejak 1943 Dan
Apakah Kemanfaatannya bagi kita Bangsa Indonesia. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm.6.

Ibid

Soepomo, 2002, Sistem Hukum Indonesia:Sebelum Perang Dunia II, PT. Pradnya Paramita,Jakarta
Peter Burns, 2004, The Leiden Legacy: Concepts of Law in Indonesia, KITLV Press,Leiden

Pasal 10 undang-undang No.19 Tahun 1964 tentang kekuasaan kehakiman , pasal 23 undang-undang No.14
Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman , pasal 25 undang-undang No 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman , dan pasal UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman

14

Anda mungkin juga menyukai