Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA


Disusun untuk memenuhi tugas makalah dan presentasi mata kuliah Hukum Tata
Negara

Dosen Pengampu : Teguh Setiabudi, M.H

Oleh :

Semester 4 | Kelas E

Futiha Albab (15210027)


Miladu Ahadi Ahmad (15210079)
Irsyadul Muttaqin (15210094)

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2017
KATA PENGANTAR

Bismillahi ar-rahman ar-rahiim, dengan nama Allah yang Maha


Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur atas banyak
nikmat yang Allah berikan dalam hidup ini menjadikan manusia
sempurna dalam menjalani hidupnya. Tak ada satu pun makhluq
yang luput dari nikmat dan karunia Allah SWT. Subhanallah.
Sholawat dan salam selalu disampaikan kepada Nabi agung, mulia
Muhammad SAW. atas bimbingan beliaulah manusia hingga akhir
zaman hidup dalam kemuliaan dan keberaturan. Titisan mulia yang
beliau tinggalkan menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi
manusia. Akhirnya, manusia berharap semoga diakhirat nanti
syafaat beliau menyertai. Amiin.

Tulisan ini kami buat sebagai bagian dari kewajiban kami


sebagai mahasiswa dilingkungan UIN MALIKI Malang, khusus dalam
mata kuliah Hukum Tata Negara Disamping itu, ini menjadi awal
bagi kami untuk memulai dunia menulis ke ranah yang lebih
berlevel lagi. Ucapan terima kasih kami kepada YTH. Bapak Teguh
Setiabudi, M.H atas tugas yang diberikan dan ilmu yang telas beliau
sampaikan dan harapan besar kami, semoga ilmu tersebut manfaat
dunia akhirat, bagi kami pribadi dan orang banyak.

Akhirnya kami mohon maaf, jika terdapat banyak kesalahan


dan kekeliruan sana-sini dalam tulisan ini. Maka kritik dan saran,
masukan dan tambahan selalu terbuka untuk sempurnya tulisan ini.

Semoga bermanfaat
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asas-Asas Hukum Tata Negara Obyek asas Hukum Tata
Negara sebagaimana obyek yang dipelajari dalam Hukum Tata
Negara, sebagai tambahan menurut Boedisoesetyo bahwa
mempelajari asas Hukum Tata Negara sesuatu Negara tidak
luput dari penyelidikan tentang hukum positifnya yaitu UUD
karena dari situlah kemudian ditentukan tipe negara dan asas
kenegaraan bersangkutan.
Asas hukum tatanegara Indonesia adalah prinsip-prinsip
dasar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dalam
pengaturan Ketatanegaraan Indonesia, yang dituangkan
dalam Produk-produk Hukum Ketatanegaraan. Jadi, asas
hukum tatanegara Indonesia terdapat dalam UUD 1945. UUD
1945 merupakan sumber formal hukum Tata Negara
Indonesia. Karenanya dalam UUD 1945 termuat prinsip-prinsip
Dasar atau Asas-asas Mengenai Ketatanegaraan Indonesia.
Beberapa asas hukum tatanegara Indonesia dalam UUD 1945.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi Asas-asas Hukum Tata Negara ?
2. Bagaimana macam-macam Asas Hukum Tata Negara ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asas-Asas Hukum Tata Negara

Asas Hukum merupakan suatu dasar-dasar / pilar-pilar yang menjadi landasan


atau sumber dari pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hokum dan masyarakat 1.
Seperti yang telah dikatakan Boedisoedetyo, bahwasanya ketika seseorang
menghendaki untuk mempelajari suatu asas hokum ketatanegaraan dari suatu Negara,
maka tidak akan terlepas dari penganalisaan hokum positif dalam Negara
tersebut.Substansi dari mempelajari hokum positif dari suatu Negara ialah Undang-
undang dasarnya2.

Undang-undang Dasar merupakan naskah yang memaparkan rangka dan tugas-


tugas pokok dari lembaga-lembaga Negara dan menentukan pokok-pokok kerja dari
lembaga-lembaga Negara itu.3

B. Macam-Macam Asas Hukum Tata Negara


1. Asas Negara Hukum

1 Amiroedin Sjarif, perundang-undangan: Dasar, jenis, dan Tekhnik


membuatnya, (Jakarta: Reneka Cipta, 1987) hlm. 8

2 Boedisoesetyo, Asas-asas Hukum Tata Negara, (Yogyakarta: Gadjah


Mada, 1960) j.1 hlm. 38

3 Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia : Dalam Perspektif


Pancasila Pasca Reformasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm.61
Dalam karangannya, Plato pernah berkata bahwasanya paham dari suatu Negara
yang ideal adalah, menjamin seluruh aspek lini kehidupan dengan menggunakan
sebuah hukum. Plato mengatakan penyelenggaraan Negara yang baik adalah yang
didasarkan kepada peraturan (hokum) yang baik pula, hal ini disebut
nomoi4.Gagasan tentang hokum Negara hokum kemudian populer pada abad ke-17
sebagai akibat dari situasi politik di Eropa yang didominasi oleh Absolutisme5

Seiring dengan berkembangnya zaman, konsepan ini berkembang menjadi dua


system hokum, yaitu system Eropa Kontinental yang digaungkan dengan sebutan
Rechstaats, dan system Anglo-Saxon yang kemudian dikenal dengan system hokum
Rule of Law. Sistem hokum kedua ini banyak berkembang di Negara-negara Angolo-
Saxon, seperti halnya Amerika Serikat6.

Sistem hokum Rechstaats (Eropa Kontinental) dipelopori oleh Emmanual Kant


dan Frederich Julius Stahl, Emmanuel Kant turut berkontribusi dalam
menyumbankan ide dalam memberikan konsepan suatu Negara yang ideal. Gagasan
dari rumusan menurut kant ini yang kemudian menjadi embrio dari munculnya
konsep Negara Hukum Liberal. Dia mengkultuskan bahwasanya Negara sebagai
Nachtwakerstaat atau Nachtwachterstaat (Negara jaga malam) yang memiliki tugas
untuk menjamin stabilitas ketertiban dan keamanan seluruh warga Negaranya7. Hal
4 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Cerdas Pustaka, 2008)
hlm. 71

5 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-


prinsipnya dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode
Negara Madinah dan Masa Kini (Jakarta: Bulan Bintang, 1992) hlm.66

6 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Cerdas Pustaka, 2008)
hlm.71

7 Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum, (Bandung:


Alumni, 1973) hlm.7
ini dapat menimbulkan paradigma suatu masyarakat yang aman, sejahtera dan damai,
dikarenakan seluruh aktivitas warga Negara akan diawasi dan dijamin oleh Negara
melalui sebuah hukum. Sedangkan menurut Frederich Julius Stahl, suatu Negara akan
ideal pada modern ini jika segala kegiatan kenegaraan didasarkan pada hukum 8.
Konsep system hokum ini mempunyai 4 substansi pokok yaitu :

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia


2. Negara didasarkan pada teori trias politica
3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang (wetmatig
bertuur)
4. Terdapat peradilan administrasi Negara yang bertugas menangani kasus
perbuatan melanggar hokum oleh pemerintah (onrechmatige overheidsdaad)

Konsep Stahl ini kemudian dinamakan sebagai Negara hokum formil, karena
lebih menekankan pada suatu pemerintahan yang bersdasarkan undang-undang.

Sedangkan konsep Negara hokum yang digagas oleh A.V Dicey, yaitu konsep
Negara hokum yang kedua, yaitu Rule of Law, system Negara hokum yang
menekankan pada tiga point yaitu9 :

1. Adanya supremasi hokum (Supremacy of law)


2. Persamaan dihadapan hokum (equality before the law)
3. Konstitusi yang didasarkan pada hak-hak perorangan (the constitution based
on individual rights)

Dapat ditarik kesimpulan, dari berbagai pandangan pakar diatas, maka Negara
hokum pada hakikatnya adalah suatu Negara yang tidak membiarkan kepada seluruh
warganya untuk berbuat sewenang-wenang, seluruh aspek didalamnya harus tunduk

8Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, (Jakarta:


Ghalia Indonesia, 1993) hlm. 7

9 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-


prinsipnya dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode
Negara Madinah dan Masa Kini (Jakarta: Bulan Bintang, 1992) hlm.67
pada suatu hokum yang sejatinya adalah suatu aturan main untuk menciptakan
suasana masyarakat yang aman, damai dan tentram.

Setelah mengetahui kronologis konsepan asas negara hokum, sesuatu yang tidak
kalah urgent yaitu menjelaskan Negara hokum secara definitive, agar dapat
memudahkan dalam memahami suatu asas hokum tata Negara tersebut, khususnya
dalam memahami asas negara hukum. Dalam pengertiannya, Negara hokum terdiri
dari dua suku kata yang masing masing harus dimengerti secara mendalam, yaitu kata
Negara dan hokum. Secara lughowiyyah, kata Negara berasal dari bahasa Belanda
dan Jerman, yaitu staat, dari bahasa Inggris State, dari bahasa Perancis berarti
Etat,dan dari bahasa Latin yaitu Status atau Statuum. Kata-kata tersebut berarti
meletakkan dalam keadaan berdiri, menempatkan atau membuat berdiri10

Sedangkan pengertian Negara secara Istilahy seperti yang diakatan oleh


Bellefroid bahwasanya Negara merupakan suatu persekutuan hokum yang menempati
suatu wilayah untuk selama-lamanya dan yang dilengkapi dengan suatu kekuasaan
tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.

Variabel yang kedua adalah hokum, menurut Satjipto Rahardjo, hokum


merupakan bagian dari perangkat kerja sistemsosial. Yang berfungsi untuk
mengintegrasikan kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta
suatu keadaan yang tertib11

Dapat diintegrasikan bahwa pengertian dari dua variable (Negara dan Hukum)
maka pengertian Negara hokum pada hakikatnya adalah Negara yang cara
penyelenggaraannya berdasarkan hokum yang adil dan demokratis. Berbeda dengan
pandangan Wirjono Projodikoro, Negara hokum berarti suatu Negara yang didalam
wilayahnya adalah :

10Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia : Dalam Perspektif


Pancasila Pasca Reformasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm. 62

11 Sutjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986) hlm. 45


1. Seluruh perlengkapan diadakan oleh Negara, khususnya alat-alat
perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga
Negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing tidak boleh
sewenang-wenang melainkan harus memperhatikan peraturan hokum yang
berlaku
2. Semua warga (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatannya harus tunduk
dan patuh pada peraturan peraturan hokum yang ada12.

Adapun Indonesia diidealkan oleh para pendiri Negara seperti yang telah
terlampir dalam penjelasan UUD 1945 sebagai Negara Hukum (Rechstaat/ Rule of
Law), yang berbunyi Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum
(Rechstaat) dan bukan Negara yang berlandaskan atas kekuasaan belaka (Machstaat).
Konsekuensi dari adanya Undang-undang tersebut adalah setiap sikap, kebijakan dan
perilaku alat Negara dan masyarakat harus berdasarkan dan sesuai dengan ketentuan
hokum yang ada dengan memperhatikan pancasila sebagai dasar Negara dan falsafah
hidup bangsa Indonesia13.

Melihat rumusan konsep Negara hokum Indonesia, Ismail Suny mencatat empat
syarat Negara hokum secara formiil,yang menjadi kewajiban kita untuk
melaksanakannya dalam Republik Indonesia yaitu :

1. Hak Asasi Manusia


2. Pembagian kekuasaan
3. Pemerintahan yang berdasarkan undang-undang
4. Peradilan administrasi14

12 Wirjono Projodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik (Bandung:


Eresco, 1971) hlm. 38

13 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1994) hlm. 167

14 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Cerdas Pustaka, 2008) hlm.74
Berdasarkan uraian tentang konsep Negara hokum, maka ada dua substansi yang
mendasar dan harus ada dalam badan Negara hokum, yaitu (1) Adanya paham
Konstitusi, dan (2) system demokrasi atau kedaulatan rakyat.

a. Paham Konstitusi

Paham Konstitusi memiliki makna bahwa Pemerintahan berdasarkan atas hokum


dasar (konstitusi), tidak berdasarkan kepada kekuasaan Belaka (absolutism).
Konsekuensi logis dari diterimanya paham konstitusi berarti bahwa dalam
pemerintahan Negara presiden selaku eksekutif memegang kekuasaan pemerintah
menurut UUD, Presiden berhak mengajukan undang-undang kepada lembaga
perwakilan rakyat .

b. Sistem Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat

R. William Liddle mengatakan, bahwa suatu system pemerintahan demokratis,


efektif dan stabil, mengandung empat ciri:

1. Partai-partai politik, (1) melalui pemilu memilih pejabat yang secara formal
dan informal bertanggung jawab atas polisi kenegaraan (2) bersifat bebas dari
intervensi pihak lain (3) Mempunyai dukungan luas dari masyarakat (4)
mengandalkan kepemimpinan yang dapat dipercaya
2. Persetujuan umum (consensus) (1) aturan main politik baik formal maupun
informal yang menyangkut proses pemungutan suara (2) consensus mengenai
nilai-nilai ekonomi sosia, dan budaya yang ingin dicapai / dipertahankan oleh
masyarakat
3. Lembaga eksekutif yang menentukan dalam proses pengambilan keputusan ke
pemerintah
4. Birokrasi Negara yang mampu melaksanakan kebijakan pemerintahan15

2. Asas Pembagian Kekuasaan

15 R. William Liddle, Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan


Politik, (Jakarta: LPPPES, 1992) hlm. 143-145
Secara umum, suatu system kenegaraan membagi kekuasaan pemerintahan ke
dalam Trichotomy yang terdiri dari eksekutif, legislative dan yudikatif. Konsep
ini biasa disebut dengan trias politica. Berbicara tentang pembagian kekuasaan
kepemerintahan, selalu dihubungkan dengan Montesquieu yang menurutnya
bahwa dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan, yaitu legislative,
eksekutif dan yudikatif. Dimana ketiga-tiganya mesti terpisah antara satu dengan
yang lainnya baik dalam pembagian tupoksi dan alat perlengkapan yang
melakukannya16.

Sedangkan di Indonesia, pembagian kekuasaan menurut UUD 1945 pasca


amandemen merumuskan 4 kekuasaan dan 7 lembaga Negara sebagai berikut17 :

1. Kekuasaan Legislatif, yaitu : Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


yang terdiri atas :
a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2. Kekuasaan Pemerintahan Negara (Eksekutif), yang terdiri atas:
a. Presiden
b. Wakil Presiden
3. Kekuasaan Kehakiman (Yudikatif) yang terdiri atas:
a. Mahkamah Agung (MA)
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
4. Kekuasaan Eksaminatif (Inspektif) yaitu Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)
5. Lembaga Negara Bantu (The Auxilary State Body), yaitu Komisi Yudisial
(KY).

3. Asas Negara Pancasila

16Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pngantar Ilmu Hukum Tata Negara
Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fak. Hukum UI, 1999)
hlm.141

17 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Cerdas Pustaka, 2008) hlm.91
Sebuah cita-cita yang telah dirumuskan oleh pendiri Negara (Founding Father)
yang pada puncak abstraknya mempunyai potensi kesamaan kepentingan di antara
sesama masyarakat yang pada kenyataannya harus hidup di tengah keheterogenan
kalangan dan dituntun untuk bersikap pluralisme dan kebinekaan yang dirajut dalam
tunggal ika. Karena itu, untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan
bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang
biasa juga disebut falsafah kenegaraan atau staaside (cita Negara) yang berfungsi
sebagai filosofische grondslag dan commonplatform atau kalimatun sawa di antara
sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan ketatanegaraan.

Eksistensi dari adanya Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau cita Negara,
karena pancasila sebagai konstitusi. Keberadaan Pancasila sebagai dasar filosofis
terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan kesepakatan pertama
penyangga konstitusionalisme18

Pancasila dipandang sebagai dasar Negara Indonesia karena di dalamnya


mengandung beberapa asas (lima asas) yang dapat dilihat sebagai berikut :

A. Asas Ketuhanan yang Maha Esa

Realisasi dari asas Ketuhanan Yang Maha Esa tercemin dalam tiga bidang
ketatanegaraan Republik Indonesia antara lain :

a. Dalam bidang Eksekutif, dengan adanya Departemen Agama dan segala


bagian-bagiannya yang mengatur soal keagamaan di Indonesia
b. Dalam bidang Legislatif, tercermin pelaksanaan dalam UU No.1 tahun 1974
tentang Undang-undang Perkawinan
c. Dalam bidang Yudikatif, tertuang dalam UU No 14 Tahun 1970 yang telah
dirubah melalui UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman pada
pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa peradilan dilakukan, Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan ini tercermin dalam setiap

18 Jimly Assidiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (Jakarta:


Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008) hlm. 8
keputusan peradilan umum di Indonesia. Begitu pula dengan diadakannya
Peradilan Agama yang khususnya diperuntukkan bagi warga Negara yang
beragama islam, adalah realisasi dari sila pertama pancasila
B. Asas Prikemanusiaan

Asas Prikemanusiaan adalah asas yang mengakui dan memperlakukan manusia


sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan, juga mengakui persamaan hak
dan kewajiban asasi manusia tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, warna kulit,
strata social dan sebagainyaMerupakan perwujudan dari asas ini adalah tercermin
dalam pembukaan UUD 1945 dan juga pasal 34.

C. Asas Kebangsaan

Dalam Asas kebangsaan setiap warga Negara memiliki kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama di depan Negara. Asas ini menunjukkan, bahwa bangsa
Indonesia bebas untuk menentukan nasibnya sendiri, dan berdaulat, dalam artian
bangsa Indonesia tidak akan membiarkan adanya intervensi dari Negara-negara lain.

D. Asas Kedaulatan Rakyat

Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-IV menyatakan : Maka disusunlah


kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam Undang-undang Dasar Negara
Indonesia yang berkedaulatan Rakyat

Asas kedaulatan rakyat menghendaki agar setiap tindakan pemerintah harus


berdasarkan kemauan rakyat, yang pada akhirnyasemua tindakan pemerintah harus
dapat dipertanggung-jawabkan dihadapan rakyat melalui perwakilan-perwakilannya.
Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan pemilu oleh Presiden pada pemilu 1971, yang
merupakan kehendak rakyat yang dituangkan dalam UU No.15 tahun 1969 dan
pelaksanaannnya pada ketetapan MPRS No.XIII/MPRS/1968, serta adanya UUD
1945 yang kemudian pada ketetapan MPRS No.VI/MPR/197319.

E. Asas Keadilan Sosial

Dalam bidang legislative asas keadilan social pelaksanaannya tertuang dalam


rangka merealisasikan UU tentang jaminan social. Misalnya adalah pusat-pusat
industry yang berpotensi menimbulkan konflikataupun sengketa diantara pemimpin
dan pekerjanya (buruh), yang perlu diadakannya badan yang menyelesaikan sengketa
itu tidak secara sepihak dan sewenang-wenang, melainkan dengan berpedoman
kepada keadilan social.

Dalam bidang yudikatif terlihat bahwa seluruh keputusan hakim dapat dipastikan
berpedoman pada asas keadilan social, sedangkan dalam bentuk lembaga-lembaga
terlihat adanya lembaga-lembaga Negara yang bergerak dalam bidang social yang
menyelenggarakan masalah-masalah social dalam Negara.

19 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Cerdas Pustaka, 2008)
hlm.96
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Asas hukum itu adalah dasar-dasar umum yang terkandung


dalam peraturan hukum, dasar-dasar umum tersebut merupakan
sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis.sedangkan sistem hukum
adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-
bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan
dan berkaitan secara erat. Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan
tersebut perlu kerja sama antara bagian-bagian atau unsur-unsur
tersebut menurut rencana dan pola tertentu.

2. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang


menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan
dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sjarif, Amiroedin, perundang-undangan: Dasar, jenis, dan


Tekhnik membuatnya, Jakarta: Reneka Cipta 1987

Boedisoesetyo, Asas-asas Hukum Tata Negara, Yogyakarta:


Gadjah Mada 1960

Wahyudi, Alwi, Hukum Tata Negara Indonesia : Dalam Perspektif


Pancasila Pasca Reformasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012

Tutik, Titik Triwulan, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia


Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Jakarta: Cerdas
Pustaka, 2008

Azhary, Muhammad Tahir, Negara Hukum: Suatu Studi tentang


Prinsip-prinsipnya dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya
pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini Jakarta: Bulan Bintang,
1992

Gautama, Sudargo, Pengertian tentang Negara Hukum,


Bandung: Alumni, 1973
Padmo, Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993

Rahardjo, Sutjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986

Projodikoro, Wirjono, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik,


Bandung: Eresco, 1971

Assidiqie, Jimly, Menuju Negara Hukum yang Demokratis,


Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
2008

Ibrahim, Moh. Kusnardi dan Harmaily, Pngantar Ilmu Hukum


Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fak.
Hukum UI, 1999

Liddle, R. William, Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surut


Kekuasaan Politik, Jakarta: LPPPES, 1992

Manan, Bagir, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut


UUD 1945, Jakarta: Sinar Harapan, 1994

Anda mungkin juga menyukai