Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM CIVIL LAW dan SISTEM

COMMON LAW

Diajukan untuk memenuhi nilai ujian tengah semester dalam mata kuliah Sejarah
dan Politik Hukum

Oleh :

Nama : FINTANIA VELLINDA

NPM : 8051901011

Dosen : Prof. Dr. Koerniatmanto Soetoprawiro, S.H.,M.H

Dr. Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


PASCA SARJANA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Perbandingan sistem hukum dan peradilan seakan – akan menjadi tuntutan dan
kebutuhan semua negara – negara dewasa ini terutama dalam mengetahui sistem
hukum yang dianut negara yang akan bermitra atau yang sedang menjalin hubungan
diolomatik dengan negara yang bersangkutan. 1 Yang menjadi ketertarikan untuk
mempelajari perbandingan sistem hukum di dunia karena tidak terlepas dari
kecenderungan global suatu negara yang sudah “mencap” negaranya sebagai negara
hukum, rechstaat, rule of law, socialist legality, dan termasuk Indonesia dengan
konsep negara hukumnya adalah Pancasila. 2

Cap/stempel negara hukum bagi suatu negara menimbulkan konsekuensi untuk


memperbaharui dan membangun sistem hukumnya menjadi lebih mapan dan
modern yang dapat disertarakan dengan negara – negara lainnya dan karena hal
tersebut diperlukan terlebih dahulu untuk mengkaji sejarah mengenai sistem
hukum yang ada di dunia seperti Sistem Eropa Kontinental (Civil Law System) dan
Sistem Anglo Saxon (Common Law System).

Apabila sedikit memperhatikan sejarahnya negara – negara di Eropa pada


umumnya tidak terlepas dari resepsio hukum Romawi yang berpatokan pada
“Corpus Iuris CIvilis” demikian juga dengan si Amerika yang merupakana hasil
resepsio dari sistem hukum Inggris yang dikenal dengan Common Law System.
Sebagai contoh Indonesia sendiri pada awalnya memiliki sistem hukum asli
Indonesia yaitu sistem hukum adat yang kemudian pada perkembangannya
Indonesia akhirnya menganut sistem hukum Civil Law karena dipengaruhi pada
masa penjajahan pada jaman Belanda. Atas hal ini lah diperlukan untuk mengetahui
sejarah perkembangan dari 2 (dua) sistem hukum yang ada di dunia yaitu sejarah
perkembangan Sistem Civil Law dan Sistem Common Law.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimana sejarah
perkembangan Sistem Civil Law dan Sistem Common Law ?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Sistem Civil Law dan Sistem Common Law.

1
Dr. Nurul Qaamar, SH., MH, Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System Common Law
System 1-2 (Pustaka Refleksi, Makassaw, 2010)
2
Id. 2

1
D. MANFAAT
Berdasarkan pada tujuan dalam makalah ini, adapun hasil/manfaat yang diperoleh
adalah diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai sejarah
perkembangan Sistem Civil Law dan Sistem Common Law.

2
BAB II
PEMBAHASAN

I.CIVIL LAW

Sistem hukum ini berkembang di Eropa Kontinental yang sering kali disebut
sebagai “sistem hukum eropa kontinental”, istilah Civil Law berasal dari bahasa
Latin “ius civile” yaitu hukum yang berlaku bagi para cives (warga negara). 3 Sistem
hukum Eropa Kontinental menggunakan undang – undang sebagai sumber hukum
yang utama sekalipun bersumber pada undang – undang seringkali putusan –
putusan dijadikan sebagai rujukan meskipun hanya sebagai pelengkap dari apa yang
sudah ada dalam undang – undang. 4 Perkembangan Civil Law terjadi kedalam
beberapa periode yaitu: 5

a. Periode awal
Pada periode awal ini belum terbentuknya Droit Civil dan dimulai sejak
berlakuknya The Twelve Tables pada tahun 450 SM yang diyakini sebagai
tonggak pertama hukum romawi yang merupakan kumpulan peraturan dasar
yang terdiri dari adat istiadat latin dan kombinasi beberapa hukum yunani. The
Twelve Tables belum dapat dikatakan sebagai bagaian dari legislasi yang
komprehensi karena subtansisnya haya berupa peraturan dasar saja.
Kematangan hukum romawi ini terjadi sejak berlakuknya Corpus Iuris Civilis
pada abad ke – 6 yang merupakan kompilasi aturan hukum yang dibuat atas
dasar arahan dari Raja Justinianus berupa kodifikasi hukum yang bersumber
dari keputusan raja – raja sebelumnya dengan beberapa modifikasi tambahan
yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi. Corpus Iuris CIvilis terdiri
dari : a. Institutiones, sebuah risalah sistematis berupa buku ajar yang
dimaksudkan untuk pengantar bagi mereka yang baru belajar hukum, b.
Digesta/Pandectae, merupakan bagian terpenting dari Corpus Iuris Civilis yang
berisi kompilasi dari beberapa pendapat juris romawi, c. Codex, kumpulan
aturan hukum termasuk maklumat dan keputusan, d. Novelle, kumpulan aturan
yang dibuat oleh Justinianus sendiri. Corpus Iuirs Civilis ini terus berkembang
dan berlaku samapi dengan abad jauthnya kekaaisaran romawi.

b. Periode Renaissance
Pada periode ini proses kebenaran berkembang menjadi nalar, dan hukum dapat
dikembangkan sebagai ketertiban dan keamanan tanpa penyelenggaraan ilahi
yang bersifat otonom dan rasional, yang mana mengenai ajaran hukum ini
pertama kali di kembangkan di Univesitas Bologna yang tema utamanya adalah

3
Budiono Kusumohamidjojo, Perbandingan Hukum Kontrak (Comparative Contrac Law) 28 (CV. Mandar Maju,
Bandung, 2019)
4
Farihan Aulia dan Sholahuddin Al-Fatih, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Islamic law
dalam Perspektif Sejarah dan Karaktersitik Berpikir, 100 (ISSN : 2549-4600, No. 1 Maret 2017 – Agustus 2017).
5
Id, 101

3
esensi keadilan (rule of conduct, dan pirnsip – prinsip hukum) dan materi pokok
yang diajarkan adalah Corpus Iuris Civilis yang kemudian berkembang menjadi
rujukan pembelajaran hukum di seluruh penjuru Eropa. Dari universitas –
universitas tersebut kemudian melahirnya kelompok ahli hukum yaitu Glossator
(kelompok sarjana yang pertama kali berinisiatif untuk mempelajari hukum
romawi secara sistematik dengan menganalisis teks individual dari Cirpus Iuris
Civilis dan kemudian berusaha untuk merekonsiliasikannya secara logis dengan
teks lainnya) dan Commentator (kelompok yang lahir setelah Glossator yang
memberikan ulasan terkait Corpus Iuris Civilis secara sistematis dan sistesis). 6
Hukum romawi menurut Glossator dan Commentator ini kemudian dikenal
dengan Ius Commune. Terbentuknya Ius Commune tidak hanya dipengaruhi
adanya Corpus Iuris Civilis tapi juga dipengaruhi oleh Hukum Kanonik yang telah
berlaku dan tertulis dengan baik. Kemudian Ius Commune ini berkembang ke
seluruh penjuru Eropa dan pusat pendidikan hukum pada abad ke-16 dan abad
ke – 17 mulai berpindah dari Perancis ke Belanda yang mana di Belanda
memunculkan kelompok The Humanis yang melahirkan aliran hukum alam
(seperti Hugo De Groot). The Humanis menggunakan teknik kajian sejarah dan
filosofis yang akhirnya mampun menghasilkan sistem hukum yang sistematis
sebgai suatu hukum alam yang berlaku universal.

c. Peridoe Legislasi
Atas pengaruh dari aliran hukum alam tersebut membeentuk Hukum Publik
pada tahap ini juga muncul peran baru hukum yaitu a. Hukum Publik yang
memunculkan peran baru dari hukum seperti adanya kesepakatan, adanya
hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan warganya, muncul
hukum pidana dan hukum tata negara. Atas pengaruh hukum alam tersebut
terjadi proses kodifikasi hukum positif yaitu melalui Code Napoleon di Perancis.
Pada masa ini juga peran dari ius commune dan universitas berakhir dimana
hukum dibangun oleh lembaga parlemen yang kemudian dirumuskan secara
tertulis dalam peraturan perundang – undangan serta hukum positif merupakan
hukum nasional.

d. Periode Kodifikasi
Pada masa ini berasal dari Belanda yang mendasari sistem hukum alam yang
berlaku untuk siapa saja dan dimana saja. Yang kemudian berkembang
keberbagai negara yang kemudian di Perancis dan Jerman melahirkan Code Civil
de Francais (1804) dan Burgerliches Gezetbuch (1896).

 Code Civil de Francais (1804) di Perancis


Merupakan konsolidasi Perancis untuk membentuk negara modern dengan
cara berpikir rasional dan membentuk kesatuan politis masyarakat Perancis
yang tunduk dibawah satu otoritas yang kuat yaitu Napoleon. Napoleon
sendiri merupakan orang pertama yang membedakan mana yang termasuk
hukum (yang ditetapkan oleh parlemen) dan bukan hukum, keunggulan dari
Napoleon adalah dengan menciptakan 5 kodifkasi yaitu : Kitab Undang –

6
Id, 102

4
Undang Hukum Perdata, Kitab Undang – Undang Hukum Dagang, Kitab
Undang – Undang Hukum Pidana, Kitab Undang – Undang Hukum Acara
Perdata Dan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Perdata  yang akhirnya
menjadi hukum positif di Perancis. Code Napoleon ini merupakan Kitab
Undang – Undang modern pertama dengan prinsip dasar berupa hak milik
pribadi, pacta sunt servanda, dan sistem patriakal. Code Napoleon juga
merupakan implementasi dari ide revolusi Perancis yang memiliki ciri
berupa: acuan ius commune yang ditambah dengan perceraian dan adopsi
dan bersifat sederhana artinya dapat dipahami oleh setiap warga negara.

 Burgerliches Gezetbuch (1896) di Jerman


Lahir karena adanya latar belakang intelektual. Proses pembentukan
kodifikasi di Jerman ini didukung dengan aliran sejarah dari Von Savigni yang
intinya hukum merupakan hakekat bangsa, dan dilakukan kajian terhadap
lembaga hukum Jerman dengan mensistemasi konsep dan asas hukum di
Jerman (studi hukum kebiasaan Jerman dan Studi Digesta/Pandectae).
Burgerliches Gezetbuch yang kemudian menjadi Kitab Undang – Undang
Hukum Perdata Jerman yang menggunakan bahasa yang khas dengan ciri
yaitu konsep hukum yang terdefinisi dan konsisten.
Code Civil de Francais dan Burgerliches Gezetbuch akhirnya menjadi acuan
kodifikasi bagi negara – negara lain.

e. Periode Droit Civil di Luar Eropa


 Code Civil de Francais berkembang dengan cara invasi napoleon ke Polandia,
Italia, dan Jerman, lalu adanya kolonialisme Perancis ke Timur Tengah,
Indocina, Karibia, dan Pasifik, lalu Code Civil de Francais mulai diberlakukan
di Belgia dan Luxembrug dan juga dibawa ke Amerika Latin oleh Spanyol dan
Portugis.
 Burgerliches Gezetbuch berkembang ke Yunani, Italia, dan Eropa Timur
termasuk ke Jepang dengan dijajah oleh Eropa yang juga di berlakukan di
Korea (karena jajahan Jepang).

f. Periode Modern
Laisser Faire kemudia berubah menjadi “Rechsstaat” (Hukum Privat menjadi
Hukum Administransi), muncul hukum modern yang bersifar
birokratik/administrative dan menjauhi model kodifikasi dan melakukan
pembinaan terhadap Hukum Tatanegara. Pada periode modern ini juga
didominasi oleh Lembaga Legislatif yang membentuk undang – undang di luar
kodifikasi, asas pacta sund servanda dibatasi dan terbentuknya hukum
mengenai perijinan. Periode ini juga terbentuk badan peradilan yang
melakukan interprestasi undang – undang dan melakukan konstruksi hukum.
Pada periode modern ini terdapat kecenderungan terhadap ekletisisme,
heterogenitas terhadap hukum dan unifikasi hukum.

5
II.COMMON LAW

Rumpun Common Law (Anglo Saxon System) berasal dari bahasa Inggris dan
merupakan nama asli suku di Inggris dan pertama kali dikembangkan. Dalam
rumpun Common Law ini yang menjadi subtasnsi utama adalah putusan hakim
yang tujuannya untuk memulihkan ketertiban (artinya bagaimana agar masyarakat
dapat tertib, dan apabila terdapat sengketa di buat putusan hakim serta hukum
dibangun oleh lembaga yudisial) dan lebih menekankan pada aspek prosedural
(Hukum Formal/Acara). Common Law sendiri bertumpu pada kewenangan raja
artinya raja berwenang untuk menetapkan hukum  hukum publilk (tidak
mengatur hukum privat karena di Inggris aturan diatur oleh Raja). Dalam sistem
Common Law hakim/pengadilan bertindak atas perintah raja (kewenangan raja)
yang berkembang di Inggris dan Irlandia. Sama hal nya dengan sistem Civil Law,
perkembangan sistem Common Law juga terjadi dalam beberapa periode yaitu:

a. Periode Awal
Pada periode awal ini, Common Law sendiri belum terbentuk dimana sistem
hukum di Inggris masih berbentuk tradisi lisan, kemudian adanya Eksepedisi
dari Julius Caesar yang tidak mewarisi tradisi hukum Romawi. Muncul Suku
Teuton yang merubah sistem kekuasan politik menjadi sistem feodal.

b. Periode Common Law


Pada periode ini dimulai dengan “Norman Conquest” , pada tahun 1066
masyarakat Suku Norman mulai menaklukan Inggris dibawah kepemimpinan
William of Hasting. Dengan ditaklukkan Inggris William menerapkan sistem
kebiasaan setempat dibiarkan asal tidak berbuat keributan, dan menguasi tanah
yang nantinya akan dibagi kepada bangsawan selaku perpanjangan tangan
William, serta menerbitkan “Domesday Book” yang berisi catatan sensus tanah
milik bangsawan yang diberikan oleh Raja. Pada periode ini sistem peradilannya
bahwa Raja didampingi oleh seoragn Curia Regis (dewan penasehat raja) artinya
Raja akan mendengarkan nasehat dari Curia Regis yang wilayah yurisdiknya
berlaku di seluruh Inggris. Sistem peradilannya dibagi menjadi pengadilan
bangsawan (untuk sengketa umum) dan pengadilan raja (untuk sengketa khusus
misalnya hal – hal yang membahayakan eksistenti kerajaan). Dalam sistem
peradilannya Curia Regis merupakan bagian yang terpenting dan dibentuknya
Court Of Westminster (abad ke -13). Ternyata Court of Westminter ini semakin
berkembang dan dipecah menjadi :
 Court Of Exchequer (Scaccarium)  mengadili sengeketa yang berkaitan
dengan urusan keuangan (seperti upeti, pajak)
 Court of Common Please (Communia Palcita)  mengadili sengeketa yang
berkaitan dengan sengeketa umum (seperti transaksi tanah, hutang –
piutang, perjanjian, hak kepemilikan) dan perkaranya diajukan oleh seorang
Plaintiff.
 King’s Bench (Bench Coram Rege)  mengadili sengeketa yang berkaitan
dengan keamanan negara/tahta Inggris, urusan administrasi (seperti
larangan, pengekangan,perintah, dan penegasan) dan sengeketa kriminal.

6
Yang akhirnya setiap pengadilan dapat mengadili dan menyelesaikan semua
sengketa, kemudian apabila ada perkara – perkara lain maka dapat diselesaikan
di pengadilan bangsawa, dan perkara yang berkaitan dengan perkara keluara
dan waris diselesaikan melalui Pengadilan Gereja dan terhadap perkara yang
berkaitan dengan perdagangan yang diselesaikan pada Lex Mercantoria/Ley
Merchant.

Dalam periode ini pun muncul yang namanya Writ atau Breve.
 Writ atau Breve
Cara mengajukan gugatan di Inggris bukan karena adanya suatu hak yang
dilanggar melainkan karena adanya favour (“anugrah”). Prosedur
pengajuannya adalah dengan memohonkan kepada raja terlebih dahulu, lalu
kemudian raja meminta kepada bangsawan (Chancelor) untuk memeriksa
kasus yang diajukan permohonan tersebut apakah bisa untuk diajukan
gugatan atau tidak. Setelah dperiksan Chancelor menerbitkan sebuah Writ
yang ditujukan kepada defendant (Tergugat) untuk melakukan tindakan
sesuai dengan gugatan yang diajukan oleh plantiff (Penggugat), apabila
defendant tersebut menolak maka kasusnya akan langsung diserahkan ke
pengadilan. Writ yang diterbitkan oleh Chancelor ini mirip dengan
“beschiking”.

3
1 MENGAJUKAN 2 DILAKUKAN
PERMOHONAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN
KEPADA RAJA DITERIMA OLEH OLEH
RAJA CHANCELOR

(APAKAH DAPAT
4 DIAJUKAN
CHANCELOR GUGATAN/TIDAK
MENERBITKAN
WRIT/BREVE

Namun, yang menjadi permasalahan adalah apakah Writ yang diterbitkan


oleh Chancelor substansinya sudah benar? Sehingga apabila perkaranya
diserahkan ke pengadilan, maka hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara tersebut akan memutuskan apakah Writ tersebut dapat diteirma
atau tidak dapat diterima. Artinya yang menjadi fokusnya adalah bukan dari
dasar gugatan yang diajukan oleh plantiff melainkan Writ yang diterbitkan
oleh Chancelor dan apakah Writ tersebut memang perlu ditetapkan?
Dalam Pengadilan Westminster lebih rasional karena dalam Pengadilan
Westminster suatu putusan berada di tangan juri, adanya institusi sumpah, dapat
memanggih seorang saksi untuk diperiksa dan terdapat eksekusi terhadap
putusan hakim. Sebaliknya berbeda dengan peradialan bangsawan yang tidak
rasional dimana dalam proses pembuktiannya dilakukan dengan cara : undian

7
yuridis (artinya antara para pihak dilakukan pengundian siapa yang akan
memenangkan perkara, tentu hal ini tidak memberikan kepastian hukum bagi

7
pihak lainnya karena bisa saja pihak yang memenangkan undian tersebut
bukanlah pihak yang memang benar bisa saja pihak tersebut adalah pihak yang
bersalah), adanya siksaan, adanya perang tanding (misalnya antara para pihak
bersama – sama diberi sebuah pistol dan siapa yang bisa menambak lebih dulu
dia yang akan menang, sama hal nya dengan sistem undian yuridis, hal ini tidak
memberikana kepastian hukum bagi pihak lainnya yang ingin untuk
memperjuangkan haknya). Atas hal tersebut akhirnya masyarakat lebih condong
ke Pengadilan Westminster.
Mengingat masyarakat lebih condong ke Pengadilan Westminster maka timbul
reaksi dari kaum kaum bangsawan untuk menghentikan Pengadilan Westminter
agar tidak diterbitkannya Writ/Breve (kecuali untuk Writ yang sudah
diterbitkan) tersebut melalui Magna Charta (1215) dan Statute Of Westminster
(1285). Namun, eksistensi Pengadilan Westminster tetap berjalan dengan dasar
bukan pada Writ lagi melainkan paparan/gugatan yang diajukan oleh plantiff
atas dasar Writ yang pernah diterbitkan dengan sistem penyelesaian perkara di
pengadilan (remedies precede right). Dengan Writ dijadikan dasar untuk
mengajukan gugatan oleh plantiff maka dibuatlah buku hukum yaitu De Legibus
et Consuetudinibus Anglie (1187-1256) yang berisi kimpulan asas Writ dan Year
Books (1290 – 1536) yang berisi kumpulan putusan hukum.

c. Periode Equity
Periode ini muncul guna “mengequitykan” kelemahan dari Common Law yaitu
apabila tidak ada Writ maka tidak dapat berperkara dan acuan yang berlaku
adalah asas – asas keadilan berdasarkan Hukum Romawi. Kemudian pada abad
ke – 14 masyarakat memohon keadilan kepada raja dengan meletusnya “War Of
Roses” (1453 -1485).
 “War Of Roses” (1453 -1485). Dengan adanya “War Of Roses” (1453 -1485)
akhirnya segala urusan di pengadilan menjadi terbengkalai dan kembali
diserahkan kepada Chancelor dengan tidak menerbitkan Writ dan
dibentuknya “Court of Chancery” (abad ke – 15).

 Court of Chancery (abad ke - 15). Adanya Court of Chancery ini guna


“mengequitykan” dengan sistem Common Law atau dengan kata lain
mengoreksi atas asas pada Pengadilan Westminster dan menutup perkara
yang tidak ada Writnya yang akhirnya Court of Chancery ini menjadi otonom
dari raja . Kemudian pada abad ke – 16 muncul “Court of Star Chamber”.

 Court of Chamber (abad ke – 16). Court of Star Chamber ada karena pada
prinsipnya untuk “menyerang” Court of Chamber. Court of Star Chamber pada
prinsipnya juga bertugas untuk mengadili perakara kriminal pasca perang.

Kemudian pada periode ini juga muncul “James I vs Parliament” karena adanya
reputasi buruk dari Court of Star Chamber, Lord Ellesmere selaku wakil dari
Court of Chancery mengatakan intinya Court of Chancery merupakan hak historis

8
raja, sedangkan Edward Coke selaku wakil pada sistem Common Law
mengatakan

8
intinya harus berdasasrkan otonomi pengadilan agar tidak dipengaruhi oleh
kekuasaan raja. Akhirnya atas hal tersebut Lord Ellesmere dan Edward Coke
menyelesaikannya dengan cara : eksistensi dari kedua peradilan tersebut tetap
dipertahakan, Court of Chancery bukannya koreksi dari Common Law dan Raja
tidak diperbolehkan untuk membuat pengadilan baru. Kemudian pada tahun
1621 muncul House of Lords yang berguna untuk mengontrol Court of Chancery
dan Common Law. Akhirnya Common Law khusus untuk mengadili perkara
seperti pidana, perjanjian, dan ganti rugi (tort), sedangkan untuk Equity khusus
untuk mengadili perkara seperti kebendaan, trust, kerjasama dan badan hukum,
kepailitin, surat wasiat, dan pemukiman, dan Ley Merchant muncul pada abad ke
– 18.

Pada periode ini muncul juga kitab – kitab hukum seperti: Doctor and Student
(1523 – 1532), De Laudibus Legum Angliae (1470), Of Tenures (1481), Institutes of
The Law Of England (1628-1644), English Report (1220 – 1865), Commentaries on
the Law Englands.

d. Periode Modern
Pada periode ini terdapat pengaruh dari sistem Civil Law (abad – 19) yaitu
dengan adanya kodifikasi hukum atas pengaruh dari Jeremy Bentham. Acuan
ilmu hukum Inggris adalah karya pengadilan seperti Law Reports (koleksi
perkara) dan Law of England (ulasan tentang hukum Inggris). Akhirnya muncul
Judicature Act 1873 – 1875 mengenai perubahan struktur peradilan Inggris.

Pada periode ini terbentuk susunan peradilan Inggris yaitu:


1. Supreme Court of Judicature :
a. High Court of Justice terdiri dari : Queen’s Bench Division, Chancery
Division, Probate Divorce and Admiralty Division
b. Court of Appeal (penagilan pada tingkat banding)
2. House of Lord :
 Lord of Appeal in Ordinary (Law Lords)
 Jumlah hakimnya adalah 11 orang, tapi tidak selalu 11 orang tersebut ikut
bersidang biasanya berjumlah 5 orang sampai 7 orang
Kemudian muncul Klasifikasi Dicey yang terbagi menjadi :
 Seeded, apabila dalam sistem Inggris bertemu dengan kultur yang sama –
sama tinggi (seerti India dan Hongkong) maka hukum yang berlaku ada
hukum acara saja.
 Settled, apabila sistem Inggris tidak bertemu dengan kultur tinggi (seperti
Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru) maka hukum yang berlaku
Coomon Law seutuhnya.
 Conquered, apabila bertemu dengan Civil Law (seperti Afrika Selatan) maka
hukum yang berlaku adalah hukum material : Civil Law yang berlaku dan
hukum acara (formal) : Common Law.

9
e. Periode Common Law Di Amerika Serikat
Common Law dapat berlaku di Amerika Serikat (wilayah tanpa hukum) secara
efektif karena adanya Calvin Case. Namun, pada abad ke – 17 Common Law tidak
adaptif karena diperlukan perlu ahli hukum setiap ada kasus dan hukum
material Inggris tidak sesuai dengan kondisi di Amerika. Sehingga hukum yang
berlaku di Amerika adalah berpedoman pada kitab suci, adanya diskresi hukum
dan kodifikasinya Massachusettes (1634) dan Pennsylvania (1682).

Di abad – 18, Common Law di Amerika terdapat pengaruh kodifikasi berupa


Kemerdekaan Amerika Serikat (1776 – 1783) sebagai hukum nasional dan
adanya gerakan kodifikasi dimana Perancis menjadi sekutu Amerika Serikat dan
Konstitusi Amerika Serikat (1787). Posisi/keberadaan Common Law di Amerika
Serikat karena adanya pengaruh bahasa Inggris, Buku yang disusun oleh James
Kent (Commentaries, 1826 - 1830), adanya karya Joseph Story, dan muncul Law
School.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada Bab II di atas, dapat di tarik kesimpulan yaitu :
Pertama, terletak pada sumbernya jika di Civil Law hukum bersumber pada
produk badan legislatif sedangkan dalam Common Law hukum bersumber dari
putusan badan peradilan yang mengakui, mengkukuhkan dan menerapkan kebiasan
– kebiasaan dalam masyarakat. 7
Kedua, terletak pada strukturnya jika di Civil Law mengakui bahwa hukum
dibuat oleh badan legislatif, mengenal adanya pembedaan antara hukum publik dan
hukum privat dan tidak mengenal adanya lembaga equity sedangkan di Common
Law tidak mengenal adanya pembedaan antara hukum publik dan hukum privat tapi
lebih menekankan kepada Common Law dan Equity. 8
Ketiga, terletak pada sistematiknya jika di Civil Law tersusun secara sistematis
(terkodifikasi) seperti KUHPerdata, KUHDagang, KUHPidana, dan lainnya sedangkan
di Common Law tersusun/terhimpun dalam keputusan – keputusan hakim.9
Keempat, jika di Civil Law bisa digunakan sistem inquisitorial dalam hal seorang
magistrate menjalankan perannya guna pembuktian sedangkan Common Law
biasanya menerapkan sistem adversial (perlawanan) dalam hal kedua bela pihak
mengajukan kasusnya kepada hakim yang netral.10
Kelima, jika di Civil Law tulisan ilmiah memiliki nilai yang besar karena
keputusan dalam Civil Law biasnya pendek – pendek yang menyatakan siapa yang
menang dan kalah sehingga alasannya harus ditemukan di tempat lain yang
biasanya diberikan oleh ahli hukum yang memberikan penafsiran mengenai
ketentuan – ketentuan undang – undang yang dianggap tidak jelas atau tidak tegas
sedangan di Common Law tulisan – tulisan ilmiah hukum justru melatarbelakangi
keputusan hakim Common Law, tapi tulisan ilmiah tersebut bukannya merupakan
hukum dan baik hakim maupun pengacara hanya menggunakannya sebagai
dukungan untuk mengidentifikasi kasus – kasus tertentu yang relevan untuk
memberikan suatu kebijakan (sejalan dengan doktrin stare decisis). 11

7
Budiono Kusumohamidjojo, Perbandingan Hukum Kontrak (Comparative Contrac Law) 43 (CV. Mandar Maju,
Bandung, 2019)
8
Id.
9
Id, 44-45
10
Id, 45
11
Id, 46

11

Anda mungkin juga menyukai