Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Ardelia Putri Ratnadewati

NIM : 19410054
MATA KULIAH : Pengantar Ilmu Hukum
DOSEN : Prof. Jawahir Thontowi S.H., Ph.D.

TASK XV
1. Setiap negara memiliki lebih dari satu sistem hukum. Bahkan di berbagai negara
dikenal adanya sistem hukum civil law, common law, sistem hukum adat, dan sistem
hukum agama. Jelaskan keempat sistem hukum tersebut, beserta contoh dan sebutkan
negara-negara mana saja yang menganut sistem hukum tersebut?

Jawaban:
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law system)
Sistem hukum ini berkembang di negara- negara Eropa daratan dan sering disebut
sebagai “Civil Law” yang semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di
kekaisaran romawi pada masa pemerintahan Kaisar justinianus abad VI sebelum
masehi. Sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi,
hakim tidak terikat kepada presiden sehingga undang- undang menjadi sumber
hukum yang terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial. Bentuk-bentuk
sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan
perundang-undangan, kebiasaan- kebiasaan, dan yurisprudensi. Dari sumber-
sumber itu, yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law
adalah peraturan perundang-undangan. Semua negara penganut civil law
mempunyai konstitusi tertulis. Dalam perkembangannya, sistem hukum ini
mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Negara yang menganut
sistem hukum ini antara lain; Belanda, Finlandia, Jepang, Italia, Indonesia, Rusia,
dsb.

Dedi Soemardi, 1997, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Indhillco.hlm. 73


Ibid.
2. Sistem hukum anglo saxon (comman law system)
Nama lain dari sistem hukum Anglo-Saxon adalah “Anglo Amerika” atau
Common Law”. Merupakan sistem hukum yang berasal dari Inggris yang
kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara- negara bekas jajahannya.
Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa yaitu bangsa Angel-Sakson yang
pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang kemudian ditaklukan oleh
Hertog Normandia, William. William mempertahankan hukum kebiasaan
masyarakat pribumi dengan memasukkannya juga unsur-unsur hukum yang
berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum anglo saxon
merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih
mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan
dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan
sistem jurisprudensi dianggap lebih baik. agar hukum selalu sejalan dengan rasa
keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata. Sistem
hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika
Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat.

Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung,
Alumni, hlm. 73
Ibid.

3. Sistem Hukum Adat


Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka
hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Penegak hukum
adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar
pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup
sejahtera.

Supriyady, “Kedudukan Hukum Adat Dalam Lintasan Sejarah”, Addin Vol. 2 No. 1 Januari-
Juli 2008, hlm. 221
4. Sistem Hukum Agama
Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama
tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci. Negara yang
menganut system hukum ini antara lain; Arab Saudi, Iran, Sudan, Suriah, Vatikan.

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum

2. Bagaimana perbedaan dan persamaan antara sistem common law dengan civil law?

Jawaban:
1. Perbedaan
1. Berdasarakan sejarah dan sumber lahirnya
 Civil Law : Merupakan sistem hukum yang tertua dan paling berpengaruh
di dunia. Sistem hukum ini berasal dari tradisi Roman-Germania. Sekitar
abad 450 SM, Kerajaan Romawi membuat kumpulan peraturan tertulis
mereka yang pertama yang disebut sebagai “Twelve Tables of Rome”.
Sistem hukum Romawi ini menyebar ke berbagai belahan dunia bersama
dengan meluasnya Kerajaan Romawi. Sistem hukum ini kemudian
dikodifikasikan oleh Kaisar Yustinus di abad ke 6. The Corpus Juris
Civilis diselesaikan pada tahun 534 M. Ketika Eropa mulai mempunyai
pemerintahan sendiri, hukum Romawi digunakan sebagai dasar dari
hukum nasional masing-masing negara. Napoleon Bonaparte di Prancis
dengan Code Napoleonnya di tahun 1804 dan Jerman dengan Civil
Codenya di tahun 1896.
 Common law : Berdasarkan tradisi, costum dan berkembang dari preseden
yang dipergunakan oleh hakim untuk menyelesaikan masalah.
2. Berdasarkan Sumbernya
 Civil Law : Berbasis pada hukum tertulis (written law) dan Menuangkan
semaksimal mungkin norma ke dalam aturan hukum. Yang menjadi
sumber hukum adalah undang-undang yang dibentuk oleh pemegang
kekuasaan legislatif dan kebiasaan yang hidup dimasyarakat sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
 Common Law : Berdasar pada putusan-putusan hakim/pengadilan
(judicial decisions). Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan
kepastian hukum, walaupun tetap mengakui peraturan yang dibuat oleh
legislatif.
3. Berdasarkan penerapannya
 Civil Law : Sistem ini dipraktekan dalam interaksi antara kedua bangsa
untuk mengatur kepentingan mereka. Proses ini berlangsung bertahun-
tahun, sampai-sampai negara –negara eropa sendiri mengadopsi sistem
hukum ini untuk diterapkan pada bangsanya sendiri dan bangsa-banga
yang menjadi jajahannya. Sistem hukum ini digunakan oleh bangsa-
bangsa eropa tersebut untuk mengatur masyarakat pribumi di daerah
jajahannya. Misalnya belanda menjajah indonesia pemerintah penjajah
menggunakan sistem hukum eropa kontinental untuk mengatur
masyarakat di negeri jajahannya. Apabila terdapat suatu peristiwa
hukum yang melibatkan orang belanda atau keturunannya dengan
orang pribumi, sistem hukum ini yang menjadi dasar pengaturanya
selama kurang lebih empat abad di bawah kekuasaan Portugis dan
seperempat abad pendudukan Indonesia.
 Common Law : Sistem hukum Anglo-Saxon, sebenarnya penerapanya
lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara
berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pendapat
para ahli dan praktisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim,
dalam memutuskan perkara.

2. Persamaan
1. Terdapat pembedaan yang tajam antara institusi hukum dan jenis institusi
sosial lainnya. Dengan kata lain, hukum bersifat mandiri atau otonom;
2. Penyelenggaraan dan penegakkan hukum dipercayakan kepada sekelompok
professional yang kesehariannya menjalankan aktivitas di bidang hukum
(pengemban profesi hukum);
3. Untuk menjadi pengemban profesi hukum, dibutuhkan pendidikan khusus
yang memiliki metode pembelajaran khas untuk melatih calon professional
hukum;
4. Ilmu hukum menjadi bidang ilmu sendiri melalui perkembangan dialektis
antara ilmu hukum dan institusi hukum yang saling berkembang;
5. Hukum menjadi sistem yang terintegrasi karena para ahli berhasil membangun
sebuah teori umum;
6. Sebagai sistem, hukum selalu akan berubah dari waktu ke waktu;
7. Pertumbuhan hukum sebagai suatu sistem diyakini berlangsung berdasarkan
logika hukum seperti metode penafsiran hukum;
8. Terdapat supremasi hukum atas politik;
9. Pluralisme sistem hukum membuat hukum menjadi lebih canggih dan terus
berkembang untuk memecahkan suatu konflik dalam hukum;
10. Tradisi hukum barat pun diperkaya oleh nilai-nilai sosial yang baru sebagai
hasil dari pergolakan atau revolusi social.
https://blueteenx.wordpress.com/2016/12/14/persamaan-perbedaan-civil-law-dengan-
common-law/

3. Berdasarkan isi dari peraturannya, hukum dibagi menjadi hukum privat dan hukum
publik. Bagaimana cara membuktikan bahwa sebuah peraturan hukum dapat
dikelompokkan dalam hukum privat? Dan bagaimana caranya membuktikan hukum
privat berbeda dengan hukum publik?

Jawaban :
1. Cara membuktikan bahwa sebuah peraturan hukum dapat dikelompokan
dalam hukum privat :
Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara
sesama manusia, antar satu orang dengan orang yang lain dengan menitik
beratkan pada kepentingan perorangan. Hukum privat
merupakan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hukum privat meliputi hukum
perdata dan hukum dagang. Hukum perdata adalah rangkaian peraturan
atau hukum yang mengatur antara satu dengan yang lain, sedangkan
hukum dagang adalah peraturan yang terkait dengan perdagangan. Hukum
privat mengatur tentang hubungan dalam masyarakat yang menyangkut:
- Keluarga dan kekayaan para warga/individu.
- Hubungan antarwarga/individu.
- Hubungan antara individu dengan alat negara, sejauh alat negara tersebut
di dalam lalu lintas hukum berkedudukan sebagai individu.
Hukum privat mengatur tentang hubungan antara warga negara yang
memiliki kebebasan membuat kontrak. Dalam hukum privat, asas
pokok otonomi warga negara adalah milik pribadi. Warga negara
mempertahankan hak oleh mereka sendiri tetapi terikat pada prosedur yang
telah ditetapkan dan pemerintah sebagai pengawas.

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_privat

2. Perbedaan Hukum Privat dengan Hukum PubliK


1. Pengertian
 Hukum Privat : Hukum privat adalah hukum yang mengatur
hubungan antara individu satu dengan individu yang lain yang
menitikberatkan pada kepentingan perorangan.
 Hukum Publik : Hukum publik adalah hukum yang mengatur
hubungan antara warga negara dengan negara dan alat – alat
perlengkapan negara.
2. Materi yang dikaji
 Hukum Privat : Condong pada masalah hubungan pribadi.
 Hukum Publik : Fokus pada masalah kemaslahatan.

3. Cakupan
 Hukum Privat : Hukum Perdata, Hukum Dagang.
 Hukum Publik : Hukum Pidana, Hukum Internasional, Hukum Tata
Negara, Hukum Administrasi Negara

https://www.yuksinau.id/perbedaan-hukum-publik-dan-hukum-privat/

4. Apakah negara-negara penganut sistem common law berada pada posisi bertahan
(tidak memiliki hukum tertulis) atau mengalami perubahan?

Jawaban :
Dalam negara yang menganut asas common law, konvensi. ketatanegaraan
adalah sesuatu hal yang lumrah bahkan pada dasarnya hampir semua proses
ketatanegaraan tdak diatur dalam undang-undang, akan tetapi hanya diatur oleh
konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Dalam negara yang menganut asas
common law, praktek yang didasarkan pada tradisi adalah sesuatu yang lumrah
dalam kehidupan bernegara. Sistem hukum Common Law, merupakan sistem
hukum yang berkembang di bawah pengaruh sistem yang bersifat adversarial
dalam sejarah England berdasarkan keputusan pengadilan yang berdasarkan
tradisi, custom, dan preseden. Common Law merupakan sistem hukum yang
memakai logika berpikir induktif dan analogi. Sistem hukum Common Law
memiliki konsep Rule of Law yang menekankan pada tiga tolak ukur :
 supremasi hukum (supremacy of law)
 persamaan di hadapan hukum (equality before the law)
 konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perorangan (the constitution
based on individual rights).
Sumber hukum sistem hukum Common Law adalah :
 putusan-putusan pengadilan atau hakim (judicial decision), yaitu hakim
tidak hanya berfungsi sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum, tetapi tidak juga membentuk
seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip-prinsip baru
(yurisprudensi)
 kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan
peraturan administrasi Negara. Dengan berdasarkan sumber hukum
tersebut, kaidah hukum dalam system Common Law adalah :
- hukum merupakan lembaga kebudayaan yang terus mengalami
perkembangan
- hukum merupakan hasil daya cipta manusia
- hukum tidak memerlukan kodifikasi, karena hukum yang terkodifikasi
hanyalah sebagian saja dari hukum putusan pengadilan adalah hukum.
Sistem hukum Common Law yang sumber hukum utamanya adalah yurisprudensi
(judge made by law/binding force of precedent), dimana masalah-masalah hukum
diselesaikan kasus perkasus dan hasilnya tercermin dalam putusan-putusan hakim
(yurisprudensi). Oleh karenanya kemampuan analisis yang kuat dari para hakim
negara-negara Anglo Saxon menjadi salah satu ciri positif, karena mereka sudah
terbiasa memecahkan masalah dengan melihat kasuskasus terdahulu. Proses
peradilan dengan sistem juri dikenal dalam sistem hukum Common Law tidak
dikenal dalam sistem Civil Law.

https://rechtsvinding.bphn.go.id/artikel/4. Ahmad Gelora.pdf

5. Dalam sistem common law, dikenal istilah the doctrine of Precedent. Bagaimana
pandangan anda mengenai doktin hukum tersebut, dan apakah doktrin tersebut dapat
digunakan dalam sistem hukum civil law?

Jawaban :
Sumber hukum dalam sistem hukum common law adalah yurisprudensi,
dan manifestasi metodologis yang paling jelas dari yurisprudensi adalah
munculnya doctrine of precedent. Nama Latin dari doctrine of precedent
adalah stare decisis(stand by that decided), yaitu prinsip yang mengharuskan
hakim untuk mengikuti putusan hakim di pengadilan yang lebih tinggi (dalam
hirarki yang sama), di mana sebuah kasus melibatkan fakta dan isu serupa.
Hirarki pengadilan sangat penting bagi doctrine of precedent untuk dapat
berfungsi secara efektif. Sebuah preseden yang ditetapkan dalam satu pengadilan
berlaku untuk semua pengadilan yang lebih rendah, tetapi hanya dalam hirarki
yang sama.Ketika sebuah kasus diajukan ke pengadilan, secara umum hakim akan
mengikuti dan melakukan pendekatan berikut ini:
(1) memastikan fakta-fakta dengan mendengar dari semua pihak, saksi dan
memeriksa bukti;
(2) mengulas dan menerapkan undang-undang yang relevan dan
menafsirkan undang-undang (jika diperlukan);
(3) menemukan putusan sebelumnya, dalam kasus serupa dan preseden
yang relevan;
(4) memastikan apakah preseden ini berlaku untuk kasus dan fakta-
faktanya, kemudian menerapkan preseden;
(5)Jika tidak ada preseden yang berlaku untuk kasus tertentu, membuat
putusan yang menetapkan preseden baru.

http://www.lutfichakim.com/2018/06/doctrine-of-precedent.html
6. Penafsiran merupakan metode yang sangat penting dan dibutuhkan semua pihak
ketika hukum diterapkan. Persoalannya, kapan suatu penafsiran diperlukan dan untuk
tujuan apa?

Jawaban :
Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuat undang-undang. Cara penerapan metode penafsiran yaitu
dengan pembuat undang-undang tidak menetapkan suatu sistem tertentu yang harus
dijadikan pedoman bagi hakim dalam menafsirkan undang-undang. Oleh karena itu
hakim bebas dalam melakukan penafsiran. Dalam melaksanakan penafsiran pertama-
tama selalu dilakukan penafsiran gramatikal, karna pada hakikatnya untuk memahami
teks peraturan perundang-undangan harus mangerti terlebih dahulu arti kata-katanya,
apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik yang ditafsirkan oleh pembuat
undang-undang itu sendiri, kemudian dilanjutkan dengan penafsiran historis dan
sosiologis. Sedapat mungkin semua metode penafsiran semua dilakukan, agar didapat
makna-makna yang tepat. Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan makna
yang sama,maka wajib diambil metode penafsiran yang membawa keadilan setinggi-
tingginya, karena memang keadilan itulah yang di jadikan sasaran pembuat undang-
undang pada waktu mewujudkan undang-undang yang bersangkutan. Macam-macam
metode penafsiran ;
1. Penafsiran secara tata bahasa (grammatikal)
2. Penafsiran Sistematis
3. Penafsiran Historis
4. Penafsiran Sosiologis
5. Penafsiran Autentik (resmi)
6. Penafsiran Nasional
7. Penafsiran Analogis
8. Penafsiran Ekstensif
9. Penafsiran Restriktif
10. Penafsiran A Contrario (menurut peringkaran)

https://www.academia.edu/11944389/Penafsiran_hukum

7. Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya, meskipun tidak ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur. Apa yang dapat dilakukan oleh hakim
jika menerima perkara yang tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur?
dan apa yang anda ketahui mengenai istilah Judge Made Law?
Jawaban :
Pada beberapa kesempatan, hakim akan dihadapkan kepada keadaan harus mengadili
suatu perkara yang tidak memiliki dasar hukum atau pengaturan hukumnya tidak
jelas. Dalam keadaan ini, hakim tidak dapat menolak untuk mengadili perkara tersebut
dengan dalih tidak ada hukum yang mengatur. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat
(1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU
48/2009”) yang berbunyi:
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”
 
Juga dengan Pasal 5 ayat (1) UU 48/2009 yang berbunyi:
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
 
Selain dua ketentuan tersebut, Pasal 22 AB juga menyatakan bahwa hakim yang
menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas atau
tidak lengkap, dapat dituntut karena menolak untuk mengadili.
 
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa hakim harus mendasarkan
putusannya dalam mengadili kepada peraturan perundang-undangan dan bebas untuk
menafsirkan dan menginterpretasikan hukum tersebut. Meskipun demikian, dalam hal
perkara yang diadili tidak ada atau tidak jelas dasar hukumnya, hakim pun tetap wajib
untuk mengadili perkara tersebut. Sehingga pada prinsipnya, asas legalitas harus
dijadikan pedoman awal bagi hakim untuk mengadili kasus yang sedang mereka
tangani.
 
Dalam hal putusan tersebut sudah berlangsung sekian lama dan diputus oleh
pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung), maka putusan tersebut dapat menjadi
yurisprudensi. Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum formal selain
undang-undang, kebiasaan, dan traktat. Kekosongan hukum yang disebabkan adanya
hal-hal atau keadaan yang tidak (belum) diatur, akan dapat mengakibatkan terjadinya
ketidak pastian hukum (rechtsonzekerheid) atau ketidak pastian peraturan perundang-
undangan di masyarakat yang berimplikasi pada munculnya kekacauan hukum
(rechtsverwarring). Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi terjadinya
kevakuman hukum adalah penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim yaitu dengan
melakukan interpretasi atau penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku secara positif. Hasil penemuan hukum oleh hakim, merupakan produk hukum
yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menjadi sumber hukum. Keputusan
hakim itulah, kemudian disebut dengan yurisprudensi, case law atau Judge Made Law.

http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/alhukuma/article/view/239/229
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt514810646f40f/asas-legalitas--
kebebasan-hakim-menafsirkan-hukum--dan-kaidah-yurisprudensi/
8. Penafsiran atau interpretasi hukum memiliki banyak metode. Sebutkan dan jelaskan 4
(empat) macam interpretasi hukum, serta berikan contohnya!

Jawaban :
Penafsiran hukum adalah suatu upaya yang pada dasarnya menerangkan,
menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas maupun membatasi/
mempersempit pengertian hukum yang ada dalam rangka penggunaannya untuk
memecahkan masalah atau persoalan yang sedang dihadapi. Istilah lain untuk
penafsiran hukum adalah interpretasi hukum.
Macam-macam penafsiran hukum ;

 Penafsiran gramatikal
Penafsiran gramatikal yaitu suatu penafsiran hukum yang didasarkan pada maksud
pengertian perkataan-perkataan yang tersusun dalam ketentuan suatu peraturan
hukum, dengan catatan bahwa pengertian maksud perkataan yang lazim bagi
umumlah dipakai sebagai jawabannya.

Contoh penafsiran gramatikal adalah dalam Pasal 1 Penetapan Presiden No. 2


Tahun 1964 yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati di
Indonesia hanya menegaskan bahwa pelaksanaan hukuman mati dengan cara
ditembak. Tetapi meskipun demikian, secara gramatikal tentunya dapat ditafsirkan
bahwa penembakan itu bukanlah asal sembarang tembak, melainkan penembakan
yang menyebabkan kematian terpidana, atau dengan kata lain terpidana ditembak
sampai mati.

 Penafsiran analogis
Penafsiran analogis adalah penafsiran hukum yang menganggap suatu hal yang
belum diatur dalam suatu hukum sebagai hal atau disamakan sebagai hal yang
sudah diatur dalam hukum tersebut, karena hal ini memang bisa dan perlu
dilakukan.

Contoh penafsiran analogis adalah tenaga listrik atau aliran listrik yang sebenarnya
bukan berwujud barang dianggap sama dengan barang atau ditafsirkan sama,
sehingga pencurian tenaga listrik atau aliran listrik dapat dihukum, meskipun
dalam undang-undang masalah pencurian listrik tersebut belum diatur.

 Penafsiran sistematis
Penafsiran sistematis yaitu penafsiran hukum yang didasarkan atas sistematika
pengaturan hukum dalam hubungannya antarpasal atau ayat dari peraturan hukum
itu sendiri dalam mengatur masalahnya masing-masing.
Contoh penafsiran sistematis adalah pengertian tentang “makar” yang diatur dalam
Pasal 87 KUHP secara sistematis dapat ditafsirkan sebagai dasar bagi pasal-pasal
104-108 KUHP, Pasal 130 KUHP, dan Pasal 140 KUHP yang mengatur tentang
aneka macam makar beserta sanksi hukumnya masing-masing bagi para pelakunya.

 Penafasiran sosiologis
Penafsiran sosiologis adalah penafsiran hukum yang didasarkan atas situasi dan
kondisi yang dihadapi dengan tujuan untuk sedapat mungkin berusaha untuk
menyelaraskan peraturan-peraturan hukum yang sudah ada dengan bidang
pengaturannya berikut segala masalah dan persoalan yang berkaitan di dalamnya,
yang pada dasarnya merupakan masalah baru bagi penerapan peraturan hukum
yang bersangkutan.

Contoh penafsiran sosiologis adalah orang yang dengan sengaja melakukan


penimbunan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat secara sosiologis dapat
ditafsirkan sebagai telah melakukan tindak pidana ekonomi, yakni tindak pidana
kejahatan untuk mengacaukan perekonomian masyarakat, meskipun tujuan orang
itu hanyalah untuk mencari laba yang sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri.

http://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-penafsiran-hukum-dan-macam.html

9. Dalam fungsi hukum terdapat fungsi preventif, fungsi remedy, dan fungsi represif.
Coba jelaskan ketiga fungsi hukum tersebut!

Jawaban :
 Preventif (pencegahan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Upaya
penanggulangan lebih bersifat pencegahan terhadap terjadinya kejahatan, sasaran
utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif mengenai terjadinya kejahatan.
Faktor-faktor itu antara lain adalah berpusat pada masalah atau kondisi-kondisi sosial
secara langsung maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan. preventif memiliki
tujuan untuk melakukan langkah pencegahan terhadap berbagai pelanggaran norma.
Preventif akan memiliki efek pencegahan terhadap masyarakat, jadi masyarakat akan
memiliki batasan dalam berperilaku dan memiliki aturan yang jelas dalam bertindak.

 Represif adalah suatu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya
suatu pelanggaran atau peristiwa buruk terjadi. Represif miliki tujuan untuk
penindakkan terhadap pelanggaran norma, agar menimbulkan efek jera buat para
pelakunya. pengendalian represif akan menimbulkan efek jera bagi para pelakunya
dan akan mencoba menjauhkan diri dari perilaku yang sama.

 Remedy adalah Keadaan dimana seseorang yang ditangkap, dituntut, ataupun diadili
tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian.
10. Salah satu tujuan hukum adalah tercapainya keadilan bagi pencari keadilan.
Apakah keadilan itu hanya dapat diperoleh di luar pengadilan? Coba jelaskan disertai
alasan-alasannya!

Jawaban :
Pasal 25 : “Dalam melaksanakan putusan pengadilan diusahakan supaya
keadilan dan perikemanusiaan tetap terpelihara.”
Pada dasarnya, masyarakat mempunyai hak kesamaan kedudukan dimata hukum,
yang berarti masyarakat mempunyai hak untuk mendapat keadilan. Keadilan itu
menjadi tujuan utama yang harus selalu ada dalam kehidupan. Jika tidak ada keadilan,
maka akan terjadi konflik kecil maupun besar. Dengan adanya keadilan, sama saja
menerapkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pengadilan adalah sebuah sistem
yang berusaha memperlakukan siapapun dengan perlakuan yang sama tanpa
pengecualian, untuk melihat, menelaah, mencermati, mempertanyakan, mengkaji,
segala bukti, segala kesaksian untuk kemudian mengambil kesimpulan tanpa bias
keraguan rasional yang cukup beralasan. Tidak hanya sebatas kemungkinan. Demi
mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum, seseorang yang tertangkap basah
ketika ia melakukan kejahatan sekalipun, haruslah dihadirkan dipengadilan dengan
azas praduga tidak bersalah. keadilan restoratif yang merupakan bentuk penyelesaian
di luar pengadilan untuk perkara pidana khususnya pidana anak, APS merupakan
bentuk penyelesaian di luar pengadilan untuk perkara perdata. adi, perbedaan antara
keadilan restoratif dengan alternatif penyelesaian sengketa adalah keadilan restoratif
digunakan untuk menyelesaikan perkara pidana anak sedangkan APS digunakan
untuk menyelesaikan perkara perdata. Persamaan di antara keduanya adalah
merupakan bentuk penyelesaian di luar jalur pengadilan.
Aristoteles membedakan keadilan menjadi keadilan distributif dan keadilan komutatif.
 Keadilan distributif adalah keadilan yang menuntut bahwa setiap orang
mendapat apa yang menjadi haknya, jadi sifatnya proporsional. Di sini yang
dinilai adil adalah apabila setiap orang mendapatkan apa yang menjadi haknya
secara proporsional. Keadilan distributif berkenaan dengan penentuan hak dan
pembagian hak yang adil dalam hubungan antara masyarakat dengan negara,
dalam arti apa yang seharusnya diberikan oleh negara kepada warganya. Hak
yang diberikan dapat berupa benda yang tak bisa dibagi (undivided goods)
yakni kemanfaatan bersama misalnya perlindungan, fasilitas publik baik yang
bersifat administratif maupun fisik dan berbagai hak lain, di mana warga
negara atau warga masyarakat dapat menikmati tanpa harus menggangu hak
orang lain dalam proses penikmatan tersebut
 Keadilan komutatif menyangkut mengenai masalah penentuan hak yang adil
di antara beberapa manusia pribadi yang setara, baik diantara manusia pribadi
fisik maupun antara pribadi non fisik. Dalam hubungan ini suatu perserikatan
atau perkumpulan lain sepanjang tidak dalam arti hubungan antara lembaga
tersebut dengan para anggotanya, akan tetapi hubungan antara perserikatan
dengan perserikatan atau hubungan antara perserikatan dengan manusia fisik
lainnya, maka penentuan hak yang adil dalam hubungan ini masuk dalam
pengertian keadilan komutatif. obyek dari hak pihak lain dalam keadilan
komutatif adalah apa yang menjadi hak milik seseorang dari awalnya dan
harus kembali kepadanya dalam proses keadilan komutatif. obyek hak milik
ini bermacam-macam mulai dari kepentingan fisik dan moral, hubungan dan
kualitas dari berbagai hal, baik yang bersifat kekeluargaan maupun yang
bersifat ekonomis, hasil kerja fisik dan intelektual, sampai kepada hal-hal yang
semula belum dipunyai atau dimiliki akan tetapi kemudian diperoleh melalui
cara-cara yang sah.
DAFTAR PUSTAKA

Dedi Soemardi, 1997, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Indhillco.hlm. 73


Ibid.
Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung,
Alumni, hlm. 73
Supriyady, “Kedudukan Hukum Adat Dalam Lintasan Sejarah”, Addin Vol. 2 No. 1 Januari-
Juli 2008, hlm. 221
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
https://blueteenx.wordpress.com/2016/12/14/persamaan-perbedaan-civil-law-dengan-
common-law/
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_privat
https://www.yuksinau.id/perbedaan-hukum-publik-dan-hukum-privat/
http://www.lutfichakim.com/2018/06/doctrine-of-precedent.html
https://www.academia.edu/11944389/Penafsiran_hukum
http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/alhukuma/article/view/239/229
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt514810646f40f/asas-legalitas--
kebebasan-hakim-menafsirkan-hukum--dan-kaidah-yurisprudensi/
http://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-penafsiran-hukum-dan-macam.html

https://rechtsvinding.bphn.go.id/artikel/4. Ahmad Gelora.pdf

Anda mungkin juga menyukai