Disusun Oleh :
Fakultas Hukum
2021
PENDAHULUAN
Perbandingan sistem hukum dan Peradilan sebagai salah satu metode pendekatan
dalam perspektif hukum dan ilmu hukum dalam artian yang luas, telah banyak diminati oleh
pengkaji dan pengstudi ilmu perbandingan dan hukum. Sistem hukum yang ada di dunia pada
dasarnya terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu : sistem hukum Eropa Kontinental (Civil
Lawsystem), sistem hukum Anglo Saxon (Common Lawsystem) dan sistem hukum sosialis.
Sistem hukum civil , dalam satu pengertian, merujuk ke seluruh sistem hukum yang saat ini
diterapkan pada sebagian besar negara Eropa Barat, Amerika Latin, negara-negara di Timut
Dekat, dan sebagian wilayah Afrika, Indonesia “Comparative Law” merupakan suatu teori
metoda atau “method theory” atau merupakan “the social science theory.” dan Jepang. Sistem
hukum Civil Lawlebih mengutamakan peraturan dengan tertulis, seperti perundang-undangan
dan membuatnya sebagai dasar hukum yang harus ditaati oleh warga negaranya. Sistem
hukum ini memperoleh kekuatan mengikat karena wujud dari hukum tersebut tertulis dan
sifatnya sistematis, lengkap dan tuntas dalam kodifikasi.
pada dasarnya, undang undang lah yang menjadi dasar hukum dari sistem hukum civil law,
sebagaimana dinyatakan oleh Sudarto yakni :
“Hukum itu berasal dari kehendak mereka yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
negara, ialah berasal dari kehendak pembentuk undang-undang. Penciptaan hukum di luar
pembentukan undang-undang tidak diakui. Kalau dalam kenyataan ada hukum kebiasaan
yang berlaku di samping undang-undang, maka berlakunya hukum kebiasaan ini didasarkan
pada
1 Peter de cruz, Perbandingan Sistem Hukum Commom Law, Civil Lawdan Socialist Law, Jakarta : Diadit Media,
2013, hlm.4
kehendak dari pembentukan undang-undang, yang dinyatakan secara tegastegas atau secara
diam-diam.”2
Civil Lawmemiliki karakteristik dalam membuktikan bahwa pengaturan hukum seperti
perundang-undangan tidak diperkenankan bertentangan satu dengan yang lain. Sistem hukum
civi law terdiri atas dua golongan yaitu hukum privat dan hukum publik. Hukum privat
mengatur tentang hubungan antar individu dalam suatu masyarakat.
Common LawSystem dianut oleh negara Inggris kemudian berkembang dan menyebar
ke Amerika Serikat, Canada, Amerika Utara, dan Australia. Sistem hukum Common
Lawberbeda dengan sistem hukum civil law, karena dalam sistem hukum Common
Lawsumber hukum utamanya adalah putusan hakim/ yurisprudensi. Putusan hakim yang telah
disahkan/ ditetapkan mengakibatkan putusan tersebut memiliki sifat mengikat dan
mewujudkan suatu kepastian hukum. Walaupun dalam sumber hukum utama nya Civil
Lawdan Common Lawberbeda. Sistem hukum Common Lawyang sumber hukum utamanya
putusan hakim/ yurisprudensi tidak menuntup kemungkinan dapat membuat peraturan
perundang-undangan sebagi pelengkap peraturan.
RUMUSAN MASALAH
3 Nurul Qamar, Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan, Cetakan Pertama, Makassar, Refleksi, 2010, hal.
25 4 Ibid., hal.26
4 Ibid
5 ibid
6 Ibid., hal.26
diatur berbagai-bagai aturan dan kaidah hukum serta bagaimana cara kerja dari badan
pembuat undang-undang.7
7 Ibid., hal.27
8 Ibid.
9 Ibid.
10 Ibid.
11 Arthur dan James
12 Nurul Qamar ,Op.Cit., hal.32
bagi hakim kerajaan dan kompetensinya dalam mengadili perkara-perkara. Hakim kerajaan
diberi kewenanangan (kompetensi) untuk mengadili pada tingkat pertama di seluruh kerajaan
pada sengketa-sengketa tanah tertentu dalam lingkup kerajaan, dan dintrodusirnya jury untuk
perkara-perkara pidana dan perdata sebagai modus pembuktian yang standar pada suatu
Pengadilan.13 Pada masa itu hampir seluruh warga inggris yang memiliki sengketa
menggunakan pengadilan tersebut untuk menyelesaikan perkara sesuai hukum proseduralnya.
Hakim dan Pengadilan membangun suatu hukum kerajaan (feodal) yang berlaku umum
(common). Disamping semula adanya pembatasan jenis perkara-perkara tertentu, semakin
diperluas yang memungkinkan Pengadilan Kerajaan menangani perkara yang lebih meluas
yang diajukan.15
Reformasi Hukum yang dilakukan dibawah kepemimpinan Raja Henry ii ini dinilai
sangat pesat karena menerapkan sistem peradilan professional dengan hakim kerajaan yang
mampu bekerja dibawah feodal. Meski sebenarnya hukum yang diterapkan bukanlah Hukum
Original Inggris melainkan dipengaruhi oleh tradisi Hukum Normandia, namun demi
kepentingan feodal maka Hukum Norman tersebut pada akhirnya diakomodir sebagai hukum
Inggris pada akhirnya, meskipun terinfiltrasi dengan Hukum Roman. Oleh karenanya apabila
ditimbang dari sudur pandang sejarah Hukum Inggris biasa disebut Anglo Norman.14
Pengadilan-Pengadilan local yang sebelumnya bekerja tidak professional dengan
penuh keberpihakan, telah diganti dengan Pengadilan-Pengadilan Kerajaan yang bekerja lebih
professional, sehingga menarik perhatian pihak yang berperkara, bahwa Pengadilan dan
hakim kerajaan yang dibentuk oleh Raja adalah jawaban yang dinantikan oleh warga lnggeris
untuk memecahkan masalah hukumnya. Kaitannya dengan tradisi sejarah pemberdayaan
hakim dan Pengadilan Kerajaan di kala itu di lnggeris, maka Pengadilan Kerajaan ramai
menangani perkara yang diajukan kepadanya, sehingga dengan penetapan dan putusan
pengadilan dijadikan sebagai hukum yang harus ditaati dan dijalankan 15 Oleh karane itu pada
Common Law, kegiatan hukum sangat terpusat di Pengadilan, berbeda dengan Civil Lawyang
basis kegiatannya adalah berada di Parlemen.16
13 Ibid, hal.33
15
Ibid.
14 Ibid.
15 Ibid.
16 Ibid.
Common Lawberkembang hingga negera jajahan Inggris, yakni Amerika Serikat.
Hukum yang pertama kali dibawa oleh bangsa lnggeris ke Amerika, bukan hukum yang
diterapkan di Pengadilan-Pengadilan Kerajaan lnggeris, melainkan adalah hukum local yaitu
berupa kebiasaan-kebiasaan masyrakat lnggeris. Kebiasaankebiasaan masyarakat lnggeris itu
disebutnya sebagai Remembered folk-law. Hukum local lnggeris.17
Sistem Hukum Amerika pada zaman Kolonial, terbentuk dari tiga unsur :
Apabila diinventarisir, maka dapat dikemukakan bahwa hukum yang dikembangkan oleh
Kolonial lnggeris di Amerika terdiri dari :
a. Hukum yang diciptakan karena kebutuhan mereka di wilayah baru
b. Hukum yang didasarkan dari agama atau ideology yang dianut.
Perbedaan Anglo Amerika dengan Common LawSystem lnggeris, dapat diinventarisir sebagai
berikut :
1. Amerika Serikat mengenal Konstitusi yang bersifat tertulis, sehingga hukum tertinggi
di Amerika adalah Konstitusi. Sementara di lnggeris tidak mengenal Konstitusi yang
sifatnya tertulis. Praktek ketatanegaraan lnggeris didasarkan atas Convention.
2. Konstitusi Amerika Serikat menjadi rujukan atas undangundang, sehingga bilamana
terdapat undang-undang bertentangan dengan Konstitusi, maka undang-undang itu
harus dikesampingkan dan dianggap tidak berlaku.
3. Pengadilan-Pengadilan di Amerika Serikat memiliki kewenangan judicial review.
Pengadilan dapat menyatakan bahwa suatu ketentuan undang-undang tidak sah
apabila dipandang bahwa undang-undang itu bertentangan dengan Konstitusi.
Sementara di lnggeris kewenangan seperti itu tidak ditemukan. Yang ada yaitu
supremasi Parlemen. Apayang telah ditetapkan oleh Parlemen sebagai wakil rakyat
merupakan produk hukum tertinggi.
4. Amerika Serikat tidak sepenuhnya tunduk pada Doktrin Stare decisis, meskipun
Amerika dan lnggeris dua-duanya menganut doktrin tersebut, akan tetapi
hakim·hakim Amerika lebih berani menyimpangi doktrin itu yang biasa disebut
17 Friedman
Distinguish. Yaitu dengan alasan terjadinya perubahan filosofis atas reasoning yang
melandasi putusan itu. Sementara di lnggeris tidak demikian halnya.
5. Amerika Serikat telah mengembangkan sistem kodifikasi hukum untuk pemenuhan
kebutuhannya baik terhadap pusat maupun negara-negara bagian, sementara di
lnggeris tidak demikian.
18 Ibid., hal. 41
19 Ibid
dihimpun menjadi satu ke dalam satu kitab undang-undang yang disebut dengan "Code Civils
des Francais" yang terdiri atas 2281 pasal. Perancis, setelah berhasil dengan kodifikasi "Code
Civils" pertama tersebut, kemudian menindaklanjuti dengan empat kodifikasi berikutnya
yaitu
:
a. Code de Proceedure Civil (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata)
b. Code de Commerce (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
c. Code Peenal (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
20 Ibid.
II. Karakteristik Common LawSystem
Jika pada Civil LawSystem mempunyai tiga karakteristik, maka pada Common
LawSystem juga ditemukan mempunyai tiga karakteristik, diantaranya adalah sebagai
berikut
:
1. Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama
2. Dianutnya Doktrin Stare Decisis/SistemPrecedent
3. Adversary System Dalam Proses Peradilan
Pada karakteristik pertama, yakni yurisprudensi sebagai sumber hukum utama dalam
Sistem Common Lawini merupakan produk hukum perkembangan hukum Inggris yang lupt
dari pengaruh Hukum Roman. Philip S.Jamet mengemukakan dua alasan mengapa
yurisprudense dianut dalam Common LawSystem
a. Alasan Psikologis, karena setiap orang yang ditugasi untuk menyelesaikan perkara, ia
cenderung sedapat-dapatnya mencari alasan pembenar atas putusannya dengan
merujuk kepada putusan yang telah ada sebelumnya daripada memikul
tanggungjawab atas putusan yang dibuatnya sendiri
b. Alasan praktis, diharapkan mengapa hadir putusan seragam karena hukum harus
memiliki kepastian daripada menonjolkan keadilan pada setiap kasus yang terjadi.
22 Ibid., hal. 49
23 Ibid., hal. 49
Kawanisasi Negara Penganut Sistem Hukum Dunia
I. Negara-Negara Penganut Civi! Law System
Negara di kawasan dunia ini yang menganut Civil Law System, dengan kata lain keluarga
hukum Eropa Kontinental sekurang-kurangnya terdapat delapan puluh negara sebagai
berikut: 1. Albania
2. Estonia
3. Aljazair
4. Ethiopia
5. Angola
6. Finlandia
7. Argentina
8. Gabon
9. Andorra
10. Georgia
11. Armenia
12. Guatemala
13. Aruba
14. Honduras
15. Austria
16. Hungaria
17. Azerbaijan
18. Iceland
19. Belarus
20. Mesir
21. Belgia
22.Mexico
23. Bolivia
24. Mongolia
25. Bosnia dan Herzegovina
26. Panama
27 Brazil
28 Perancis
..
29. Bulgaria
30. Peru
31. Burundi
32. Jerman
33. Camboja
34. Yunani
35. Cape Verde
36. Haiti
37. Afrika Tengah
38. Indonesia
39. Chad
40. Iran
41. Congo
42. Italy
43. Cote D'lvore
44. Jepang
45. Cina Daratan
46. Latvia
47. Chili
48. Lebanon
49. Colombia
50. Lithuania
51. Costa Rica
52. Luxemborg
53. Croasia
54. Macau
55.Cuba
56. Morocco
57.Czechnya
58. Belanda
59. Denmark
60. Norwegia
61 Dominica
..
62 Paraguay
63.Ecuador
64. Polandia
65. El Salvador
66. Portugal
67. Romania
68. Rusia
69. Saudi Arabia
70. Slovakia
71. Spanyol
72. Sudan
73. Swedia
74. Swiss
75. Taiwan 76. Thailand rt. Turki
78. Uruguay
79. Vatican City
80. Vietnam
24 Lihat: Roelof H. Heveman, 2002, The Legality of Adat Criminal Law in Modern Indonesia, Jakarta: Tata Nusa,
Hal. 50.
that not every aspect is that strong on its own, the combination of the four aspects gives a
more true meaning to principle of legality. 15 Ke-empat aspek asas legalitas di atas
penjelasannya sebagai berikut: - Lex Scripta: tertulis25
Dalam Civil Lawsystem, aspek pertama adalah pemidanaan harus didasarkan pada
undang-undang, dengan kata lain berdasarkan hukum26 yang tertulis. Undang-undang
(statutory, law) harus mengatur mengenai tingkah laku (perbuatan) yang dianggap sebagai
tindak pidana. Tanpa undang-undang yang mengatur mengenai perbuatan yang dilarang,
maka perbuatan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana. Hal ini berimplikasi
bahwa hukum kebiasaan/hukum yang hidup tidak bisa dijadikan dasar menghukum
seseorang. Tidak bisanya kebiasaan menjadi dasar penghukuman bukan berarti kebiasaan
tersebut tidak mempunyai peran dalam hukum pidana. Ia menjadi penting dalam menafsirkan
element of crimes yang terkandung dalam tindak pidana yang dirumuskan oleh undang-
undang tersebut.27 Lex Certa: Jelas dan rinci Dalam kaitannya dengan hukum yang tertulis,
pembuat undangundang (legislatif) harus merumuskan secara jelas dan rinci mengenai
perbuatan yang disebut dengan tindak pidana (kejahatan, crimes). Hal inilah yang disebut
dengan asas lex certa atau bestimmtheitsgebot. Pembuat undang-undang harus
mendefinisikan dengan jelas tanpa samarsamar (nullum crimen sine lege stricta), sehingga
tidak ada perumusan yang ambigu mengenai perbuatan yang dilarang dan diberikan sanksi.
Perumusan yang tidak jelas atau terlalu rumit hanya akan memunculkan ketidakpastian
hukum dan menghalangi keberhasilan upaya penuntutan (pidana) karena warga selalu akan
dapat membela diri bahwa ketentuanketentuan seperti itu tidak berguna sebagai pedoman
perilaku.28
- Analogi
Analogi artinya memperluas berlakunya suatu peraturan dengan mengabstraksikannya
menjadi aturan hukum yang menjadi dasar dari peraturan itu (ratio legis) dan kemudian
menerapkan aturan yang bersifat umum ini kepada perbuatan konkrit yang tidak diatur dalam
undangundang. Penerapan peraturan secara analogi ini dilakukan apabila ada kekosongan
(leemte ata
25 Iksan, Muhammad, Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana: Studi Komparatif Asas Legalitas Hukum Pidana
Indonesia dan Hukum Pidana Islam., Neliti, https://media.neliti.com/media/publications/163598 -ID-none.pdf,
diakses pada 2 September 2021 pukul 19.44 WIB
26 Ibid hal 8
27 ELSAM, 2005, Asas Legalitas KUHP Dalam Rancangan 2005, Posistion Paper Advokasi RUU KUHP Seri 1,
Jakarta, Hal. 6-7
28 Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana: Komentar Atas PasalPasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang
Hukum
Pidana
lucke) dalam undangundang untuk perbuatan (peristiwa) yang mirip dengan apa yang diatur
oleh undangundang. Akan tetapi sebaliknya apabila ada peristiwa (baru) yang tidak diatur
dalam undangundang maka peraturan itu tidak diterapkan, apabila tidak sesuai dengan rasio
dari peraturan tersebut. Penggunaan yang demikian itu disebut ³DUJXPHQWXP D
FRQWUDULR¥ (pemberian alasan secara dibalik/bewijs van het tegendeel) 29 Seperti
disebutkan di muka, asas legalitas membatasi secara rinci dan cermat tindakan 19 Sudarto,
1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke-dua, semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum
UNDIP, Hal. 22-23. apa saja yang dapat dipidana. Namun demikian, dalam penerapannya,
ilmu hukum memberi peluang untuk dilakukan interpretasi terhadap rumusan-rumusan
perbuatan yang dilarang tersebut.30
Non-retroaktif
Asas legalitas dipandang dari ruang berlakunya hukum pidana menurut waktu yang berkaitan
dengan non retroaktif menghendaki bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang
merumuskan tindak pidana tidak dapat diberlakukan secara surut (non retroaktif).
Johan Anselm von Feuerbach dari Jerman pada tahun 1801 dengan teori vom
psycologischen zwang-nya yang pertama kali merumuskan asas legalitas dengan postulat
“nullum dellictum nulla poena sine praevia lege poenali” (tidak ada perbuatan pidana atau
tidak ada pidana tanpa Undang-Undang pidana sebelumnya) dalam bukunya yang berjudul
“Lehrbuch des gemeinen, in Deutschland giiltigen peinlichen Rechts”. Buku ini ia tulis
bersamaan dengan memuncaknya gejala revolusi di daratan Eropa yang diinspirasi oleh
revolusi Prancis yang menumbangkan kekuasaan absolut kerajaan yang sewenang-wenang.
Selanjutnya postulat tersebut mengalami penderivasian yang sejajar dengan principat
induknya menjadi tiga frasa, meliputi :
1. Nulla Poena Sine Lege (tiada pidana tanpa pidana menurut ketentuan
UndangUndang),
2. Nula Poena Sine Crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana),
3. Nullum Crimen Sine Poena Legali (tiada perbuatan pidana tanpa pidana menurut
Undang-Undang).
29 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke-dua, semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP, Hal.
22-
23
30 Neliti, Op Cit., hal. 10
Makna asas legalitas juga dikemukakan oleh Jeschek dan Weigend diantaranya:
Pada Civil Law System, Hukum Dikodifikasi menjadi suatu Hukum Tertulis serta
terdapat pemisahan secara tegas antara Hukum Publik dengan hukum privat. Hal ini berbeda
dengan Common Lawsistem dimana sistem hukumnya didominasi oleh hukum tidak tertulis
atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim . Selain itu pada Common LawSystem,
pemisahan secara tegas antara huku publik dan Hukum Privat tidak dinyatakan secara tegas.
Namun demikian sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaaan, dan peraturan
tertulis) tidak tersusun sistematis dalam hierarki tertentu sebagaimana yang berlaku pada
sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam Sistem Hukum ini “peranan” yang diberikan kepada
seorang hakim “tidak hanya” sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan
peraturanperaturan hukum saja, tetapi hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh
tata kehidupan dan menciptakan prinsip hukum yang baru atau disebut dengan yurisprudensi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan. Cetakan Pertama.
Makassar.Refleksi, 2010.
Muladi. Demokrasi. Hak Asasi Manusi. Dan Reformasi Di Indonesi. Habibie Center.
Jakarta. Tahun 2002.
Peter de cruz. Perbandingan Sistem Hukum Commom Law. Civil Lawdan Socialist
Law. Jakarta : Diadit Media, 2013.
Roelof H. Heveman. 2002. The Legality of Adat Criminal Law in Modern Indonesia.
Jakarta: Tata Nusa.
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni. 1986.
Sudarto. 1990, Hukum Pidana I. Cetakan ke-dua, semarang: Yayasan Sudarto
Fakultas Hukum UNDIP.
JURNAL
ELSAM. 2005. Asas Legalitas KUHP Dalam Rancangan 2005. Posistion Paper
Advokasi RUU KUHP Seri 1. Jakarta.
Jan Remmelink. 2003. Hukum Pidana: Komentar Atas PasalPasal Terpenting dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
INTERNET
Iksan, Muhammad. Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana: Studi Komparatif Asas
Legalitas Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam. Neliti.
https://media.neliti.com/media/publications/163598-ID-none.pdf, diakses pada 2 September
202.
Part I : “Sejarah Asas Legalitas adalah Sejarah Perlawanan terhadap
Kesewenang-wenangan dalam Penggunaan Hukum.
https://sthgarut.ac.id/blog/2019/10/03/part-i-sejarah-asas-legalitas-adalah-sejarahperlawanan-
terhadap-kesewenang-wenangan-dalam-penggunaan-hukum-pidana/, diakses pada 25
September 2021.
Sri Rahayu, Implikasi Asas Legalitas Terhadap Penegakan Hukum dan Keadilan.
https://media.neliti.com/media/publications/43225-ID-implikasi-asas-legalitas-
terhadappenegakan-hukum-dan-keadilan.pdf. Diakses pada 26 September 2021.