Anda di halaman 1dari 22

Dr. Hamdan, S.H., M.Si.

SISTEM HUKUM

A.Sistem Hukum, Apa Itu ?


Maju dan berkembangnya suatu negara dapat dilihat dan diketahui dari
sistem hukum yang diterapkannya. Sistem hukum adalah nama lain juga dari
tradisi hukum. Secara sederhana ada yang mengartikan (definisi), bahwa
sistem hukum adalah kesatuan peraturan hukum yang terdiri atas bagian
yang mempunyai kaitan, tersusun sedemikian rupa menurut azasnya yang
bersfungsi mencapai suatu tujuan. Untuk memperjelas definisi yang
demikian, maka tidak ada salahnya jika kita memperhatikan “Principles of
legality” yang dikemukakan oleh Fuler.
Menurut Fuler (Muchsin, 2004: 6) “bahwa kumpulan-kumpulan peraturan hukum
dalam masyarakat baru dapat dikatakan sebagai suatu sistem hukum jika
peraturan-peraturan hukum tersebut memenuhi 8 (delapan) azas yang
dinamakannya “Principles of legality”, yaitu :
1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh
mengandung sekadar keputusan ad hoc;
2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan;
3. Peraturan-peraturan tidak boleh ada yang berlaku surut;
4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti;
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan dengan satu sama lain;
6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dapat dilakukan;
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah-ubah peraturan sehingga
menyebabkan orang kehilangan orientasi;
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari”.
B. Famili Hukum (Legal Families)
Diakui oleh para ahli, bahwa memperbandingkan antara satu sistem hukum
dengan sistem hukum yang lain merupakan pekerjaan yang sangat sulit, karena
menyangkut karakteristik hukum. Oleh sebab itu, untuk memudahkan dalam
pengkajian dan pemahaman suatu sistem hukum, maka oleh para ahli dilakukan
pengelompokan mengenai klasifikasi hukum berdasarkan keluarga hukum atau
legal families .
Sampai saat ini belum ada kesatuan pendapat dikalangan ahli tentang
pembagian klasifikasi hukum ke dalam keluarga hukum tersebut. Hal ini
dikarenakan masing-masing ahli berbeda standar atau patokan yang digunakan
dalam pengklasifikasian hukum kedalam keluarga hukum tersebut. Oleh karena itu,
tidak perlu diherankan jika kita menemukan perbedaan-perbedaannya.
Dalam kesempatan ini tidak memungkinkan untuk disajikan semua pembagian-
pembagian keluarga hukum tersebut. Namun hanya akan dikemukakan beberapa
saja yang cukup dikenal.
a. Rene David dan John E. C. Brierley. Kedua orang ini adalah Tokoh pertama yang
menyusun pengelompokan dalam bentuk klasifikasi keluarga hukum. David dan
Brierley hanya membagi sistem hukum itu menjadi empat keluarga hukum, yakni :
1. The Romano-Germanic Family;
2. The Common Law Family;
3. The Family of Socialist Law;
4. Other conceptions of law and the social order (konsepsi-konsepsi hukum dan
tata sosial lainnya).

b. Marc Ancel, membagi sistem hukum kedalam lima keluarga hukum, yaitu
1. Sistem Eropa Kontinental dan Amerika Latin (atau disebut juga system of civil
law atau hukum Romawi);
2. Sistem Anglo-American (atau dinamakan juga Anglo Saxon atau common law
system);
3. Sistem Timur Tengah (Middle east system); misalnya Irak, Yordania, Saudi
Arabia, Libanon, Syria, Maroko, Sudan dan sebagainya.
4. Sistem Timur Jauh (Far east system); misalnya Cina dan Jepang.
5. Sistem negara-negara sosialis (Socialist law system).
c. A. Esmen, membagi dan memngelompokkan sistem hukum
kedalam lima keluarga hukum, yaitu :
1. Keluarga hukum Romawi (civil law);
2. Keluarga hukum Jerman;
3. Keluarga hukum Anglo Saxon (common law);
4. Keluarga hukum Slavia;
5. Keluarga hukum Islam.
d. Pendapat lain yang mengatakan, bahwa yang diakui saat ini tiga
hanya keluarga hukum, yakni :
1. The Romano-Germanic Family;
2. The Common Law Family; dan
3. The Family of Socialist Law
Kecuali dari empat pengelompokan keluarga hukum ini, maka masih
banyak lagi pembagian-pembagian yang dilakukan oleh para ahli yang
lain.
Ad. 1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum ini dikenal juga dengan sebutan Civil Law
atau juga Romano-Germanic Legal. Sistem hukum ini
berkembang di daratan Eropa, makanya dikenal dengan
sebutan sistem Hukum Eropa Kontinental. Sekitar 66 %
penduduk dunia bermukim di wilayah-wilayah yang
menerapkan sistem hukum Eropa Kontinental.
Hukum sipil (civil law) ini merupakan tradisi hukum yang
berasal dari hukum Romawi yang tersusun secara sistematis
(kodifikasi) dalam Corpus Julis Civilis Justinian yang berlaku
di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar
Justinianus abad ke-6 sebelum masehi.
Ciri khas dan karakteristik hukum sipil atau Eropa kontinental ini,
adalah semua ketentuan hukum terkodifikasi. Artinya pembukuan
jenis-jenis hukum kedalam Kitab Undang-Undang secara
sistematis dan lengkap. Hukum memperoleh kekuatan mengikat
karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan berbentuk undang-
undang serta tersusun secara sistematis dan lengkap dalam
sebuah kodifikasi. Dengan mengikatnya hukum, akan memberikan
suatu kepastian hukum. Kepastian hukum itu hanya dapat
diwujudkan apabila semua tindakan manusia diatur dengan
peraturan tertulis. Dengan tertulisnya tindakan manusia, maka
hakim tidak leluasa menafsirkan peraturan melaikan hanya sebatas
kewenangannya.
Demikian pula dengan terkodifikasinya peraturan, maka tidak
saja sebagai penyederhanaan hukum melainkan juga untuk
kesatuan hukum. Contoh kodifikasi hukum, antara lain
KUHPidana, KUHPerdata, KUHDagang. Ciri khas lain yang juga
melekat pada sistem hukum sipil (civil law) ini, adalah adanya
pembagian golongan hukum yaitu hukum publik dan hukum
privat. Demikian pula pada sistem hukum ini, dalam mengadili
perkara di pengadilan tidak mengenal sistem juri sebagaimana
terdapat pada sistem hukum Common law. Akan tetapi
menerapkan sistem panel/majelis hakim. Sistem hukum sipil
(civil law) atau Eropa Kontinental bersumber dari yang
terkodifikasi dalam undang-undang.
Ad.2. Sistem Hukum Anglo Saxon
Sistem hukum ini, dinamakan juga sistem Anglo Amerika atau
Common Law. Adapun nama Anglo Saxon adalah diambil dari sebutan
bagi penduduk Britania raya yaitu bangsa Germania yang berasal dari
suku-suku Anglia, Saks, dan Yut yang sejak 400 M menyeberang dari
Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menaklukan bangsa Kelt,
yang kemudian mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi
(Beni Ahmad dkk, 2016: 99).
Sistem hukum yang berkembang di Inggeris ini pada abad ke-11
dinamakan juga Common Law atau Unwritten Law (hukum tidak
tertulis). Disebut hukum tidak tertulis (Unwritten Law), karena
bersumber dari adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Adapun karakteristik dari sistem hukum Common Law ini, adalah :
1. Sistem hukum Common Law, yaitu sistem hukum yang didasarkan kepada
Custom yakni adat kebiasaan. Mengambil sumber hukum dari Adat kebiasaan
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, ditradisikan terus menerus. Adat
kebiasaan tersebut dijadikan acuan bagi hakim dalam mengambil putusan
atas penyelesaian kasus hukum (Case law). Putusan hakim (Pengadilan)
tersebut selanjutnya menjadi rujukan (precedent) bagi hakim berikutnya
dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum (Case law). Hukum yang tercipta
melalui putusan hakim (pengadilan) ini diistilahkan judge made law. Itulah
sebabnya dikatakan bahwa sumber hukum utama dalam sistem hukum
Common law adalah putusan pengadilan.

Dari sisi lain, seiring dengan terus berkembangnya kehidupan


masyarakat maka berarti ikut berkembang dan berubah pula pola-pola
adat kebiasaan (custom) itu. Sebagai konsekuensi mengambil adat
kebiasaan sebagai acuan dalam penyelesaian kasus hukum, maka keaneka
ragaman putusan pengadilan atas suatu kasus hukum tidak terhindarkan.
Menurut penganut sistem hukum civil law, hal ini dipandang sebagai suatu
kelemahan dari sistem hukum common law, lantaran tidak dapat
memberikan suatu kepastian hukum.
2. Sistem hukum Common law, membagi hukum dalam dua
bidang hukum. Pertama, yaitu hukum yang bersumber
dari adat kebiasaan (custom) yang dibentuk (tercipta) dari
putusan pengadilan (Case law). Kedua, yaitu hukum yang
bersumber dari adat kebiasaan yang dibentuk oleh
Parlemen, dinamakan Statute-law ( kitab undang-undang).
Dalam penerapannya, yang diutamakan adalah case law.
Sedangkan statute-law baru difungsikan apabila case law
tidak bisa menjawab/tidak mengatur permasalahan yang
diperiksa oleh pengadilan. Jika permasalahan tersebut
sama-sama diatur oleh kedua aturan hukum tersebut,
maka Case law yang diberlakukan.
3. Dalam sistem hukum Common law (Inggeris), bahwa ajaran
tentang unsur kesalahan (Schuld) didasarkan pada doktrin “mens
rea” atau sikap batin. Artinya, suatu perbuatan dianggap
bersalah dan sudah merupakan tindak pidana jika perbuatan itu
didorong oleh fikiran/niat jahat atau bermoral jahat.
4. Dalam sistem hukum Common law, bahwa hal yang menyangkut
masalah pertanggungjawaban pidana (Criminal responsibility)
sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya unsur “mens rea”
pada perbuatan. Jika ternyata terdapat unsur mens rea, maka
pembuat (pelaku)nya dapat dimintakan pertanggungjawaban
pidana.
5. Sistem hukum Common law, tidak mengenal adanya pembagian
jenis tindak pidana (delik), yaitu kejahatan dan pelanggaran.
6. Pada sistem hukum Common law, dalam acara persidangan di
pengadilan menerapkan sistem juri (jury) untuk kejahatan
berat. Sedangkan untuk kejahatan ringan, tidak digunakan
sistem juri.
Ad. 3. Sistem Hukum Sosialis
Sistem hukum ini berlaku pada negara-negara sosialis
dan komunis di Eropa, Asia dan Afrika. Sistem hukum
Sosialis berasal dari hukum Uni Soviet yang
dikembangkan sejak 1917. Pokok ajaran hukum Sosialis
(Sosialist legality), dijiwai oleh ajaran Marxisme dan
Leninisme.
Dalam sistem hukum Sosialis, hukum ditempatkan
sebagai alat untuk mewujudkan sosialisme (kepentingan
bersama) dengan mengabaikan hak-hak individu.
Sumber-sumber hukum sosialis, yaitu :
a.Rasio manusia;
b. Ajaran komunis;
c. Ateis dan totaliter.
Adapun ciri dan karakteristik sistem hukum sosial, yaitu (Beni Ahmad S dkk,
2016: 146-147) :
a. Hukum dioreantasikan untuk l ebih menekankan kepada kepentingan
umum (bersama) dan mengesampingkan kepentingan individu;
b. Menjadikan hukum sebagai alat untuk kepentingan politik kaum
borjuasi (borjuis) dan penguasa;
c. Proses peradilan tidak memiliki karakter, penuntut umum dianggap
sebagai “penyedia keadilan”;
d. Sistem peradilan dalam sistem hukum sosialis tidak begitu berbeda
jauh dengan sistem peradilan yang ada di dalam sistem hukum Eropa
kontinental;
e. Tiap-tiap pengadilan memeriksa Banding dari wilayah geografis
tertentu (mirip Federal Circuit Court di Amarika).
f. Sisitem hukum sosialis, memiliki beberapa model pengadilan, yakni :
1. Pengadilan reguler, bertugas mengadili perkara sehari-hari, baik pidana
maupun perdata;
2. Pengadilan tata usaha negara, bertugas mengadili sengketa yang berkaitan
dengan masalah administrasi danpemerintahan;
3. Pengadilan ekonomi, bertugas menangani masalah ekonomi negara;
4. Pengadilan teman sejawat (comrades court), bertugas mengadili kasus kecil
yang bukan pidana. Prosedurnya sangat sederhana, cepat, dan murah serta
ditangani oleh hakim bukan profesi (orang biasa), dan meiliki cabang
diberbagai tempat;
5. Pengadilan perburuhan, yaitu menangani masalah perburuhan. Meskipun
pengadilan ini tidak disebut “penagdilan” tetapi disebut “komisi”, namun
putusannya dapat diajukan banding ke pengadilan umum.
Ad.4. Sistem Hukum Islam
Sistem hukum Islam adalah satu-satunya sistem hukum yang
sumber hukumnya berasal dari agama itu sendiri sehingga sistem
ini merupakan sistem hukum yang unik. Dikatakan unik, karena
pembuat hukumnya bukan manusia, melainkan Tuhan sebagai
pencipta hukum (Beni Ahmad S dkk, 2016: 180)
Dalam sistem hukum Islam tidak membedakan secara tajam antara
hukum publik dengan hukum privat. Oleh karena menurut sistem
hukum Islam, bahwa di dalam hukum privat terdapat juga unsur-
unsur hukum publiknya. Demikian pula sebaliknya, dalam hukum
publik terkandung juga unsur-unsur hukum privat.
Pembedaan hukum di dalam sistem hukum Islam hanya terhadap
bagian-gagian hukum dengan fungsi tertentu, yaitu :
a. Hukum Munakahat : berfungsi mengatur tentang perkawinan,
perceraian berserta akibat-akibatnya.
b. Hukum Warisah : berfungsi mengatur perihal kewarisan.
Hukum ini disebut juga dengan istilah hukum fara’id.
c. Hukum Muamalat : dalam arti khusus hukum ini berfungsi
mengatur perihal kebendaan dan hak-hak atas benda, jual
beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan.
d. Hukum Jinayat atau Ukubat: berfungsi mengatur kepidanaan,
baik mencakup Jarima Hudud maupun Jarimah Ta’zir.
e. Hukum al-ahkam as sulthaniyah: berfungsi pengaturan
terhadap Pemerintahan, kemiliteran, dan perpajakan.
f. Hukum Siyar: berfungsi dalam pengaturan tentang perang,
perdamaian, dan hubungan antar pemeluk agama.
g. Hukum Mukhasamat : berfungsi dalam pengaturan tentang
peradilan, kehakiman, dan hukum acara.
Secara hirarkis, sumber hukum Islam yaitu (Zainuddin Ali, 2007: 16) :
1. Al-Quran;
2. As-Sunnah atau Hadis;
3. Ar-Ra’yu (Penalaran/penggunaan akal).
Ar-Ra’yu ini mengandung beberapa pengertian, yaitu :

a. Ijma’ : adalah kebukatan pendapat fuqaha mujtahidin pada suatu masa atas
sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad SAW.

b. Ijtihad : perincia ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist.

c. Qiyas : mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada ketetapan hukumnya
dengan suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya.

d. Istihsan : pengecualian hukum suatu peristiwa dari hukum peristiwa-peristiwa lain


yang sejenisnya dan memberikan kepadanya hukum yang lain jenisnya.
Contoh : Wanita, dari kepalanya hingga kakinya adalah aurat. Kemudian
oleh Allah dan Rasulnya keizinan kepada manusia melihat beberapa bagian
badannya bila dianggap perlu.
e. Mashlahat Mursalah : penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan
(kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’
baik ketentuan umum maupun ketentuan khusus. Contoh :
mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan pribadi atau
golngan.
f. Sadduz zari’ah : menghambat/menutup sesuatu yang menjadi jalan
kerusakan untuk menolak kerusakan. Contoh : melarang orang
meminum seteguk minuman memabukkan (padahal seteguk itu tidak
memabukkan) untuk menutup jalan sampai kepada meminum yang
banyak.
g. Urf : kebiasaan yang sudah turun-temurun tetapi tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Contoh: jual beli dengan jalan serah terimah,
tanpa mengucapkan ijab-qabul.
Dalam sistem hukum Islam, hukum pidana dibedakan menjadi menjadi
beberapa bagian :
1. Tindak pidana Hudud, terdiri dari :
a. Tindak pidana zina;
b. Murtad;
c. Pemborontakan;
d. Gangguan keamanan.
2. Tindak pidana kisas-diyat, terdiri dari :
a. Pembunuhan sengaja;
b. Pembunuhan semi sengaja;
c. Pebunuhan tidak sengaja.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai