Anda di halaman 1dari 26

Dr. Hamdan, S.H., M.Si.

I. Pendahuluan
Inti studi tentang Perbandingan Hukum Pidana (PHP) itu, tidak lain
adalah mempelajari hukum asing. Membandingkan hukum merupakan
suatu metode untuk memahami sistem hukum yang hidup dan
berkembang disuatu negara. Tradisi membandingkan hukum telah
dilakukan oleh pemikir maupun praktisi hukum sejak masa Aristoteles
(384-322 SM). PHP berkembang sejak abad ke 18 dan pada abad ke
19 diakui sebagai suatu cabang disiplin ilmu hukum serta mengalami
perkembangan yang sangat pesat terjadi di abad ke 20.
II. Istilah Dan Batasan Arti

A. Istilah
Terdapat beberapa istilah asing sebagai padanan dari istilah
Perbandingan Hukum Pidana, yaitu :

a. Istilah Inggeris :
1. Comparative Law
2. Comparative Jurisprudence
3. Foreign Law
b. Istilah Belanda :
1. Rechtsgelijking
2. Vergleihende Rechstlehre
c. Istilah Prancis :
Droit Compare
d. Istilah Jerman :
Rechverleichung
e. Istilah Indonesia :
Hingga saat ini, istilah yang digunakan di Indonesia
adalah Perbandingan Hukum Pidana. Bahkan dulu
pernah digunakan istilah Hukum Perbandingan Pidana.
Akan tetapi lambat laun istilah tersebut hilang, oleh
karena kalangan ilmuan pidana lebih cenderung
menggunakan peristilahan Perbandingan Hukum
Pidana dengan beberapa alasan tertentu.
B. Batasan Arti
Dikalangan ahli terjadi perbedaan pendapat, yaitu pendapat yang
menganggap perbandingan hukum (pidana) adalah hanya merupakan
metode dan bukan sebagai disiplin ilmu. Namun ada yang berpendapat
selain sebagai metode juga merupakan disiplin ilmu, seperti berikut
ini (Romli Atmasasmita, 2009):
1. Rudolph B. Schlesinger, mengatakan bahwa perbandingan hukum
merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan-bahan hukum tertentu.
Lebih lanjut oleh Rudolph, bahwa perbandingan hukum bukanlah
perangkat peraturan dan azas-azas hukum dan bukan suatu cabang hukum,
melainkan merupakan tehnik untuk menghadapi unsur hukum asing dari
suatu masalah hukum.
2. Winterton, bahwa perbandingan hukum adalah suatu metode yang
membandingkan sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut
menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan.
3. G. Guitents Bourgois, bahwa perbandingan hukum adalah metode
perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum. Perbandingan hukum
bukanlah ilmu hukum melainkan hanya suatu metode untuk meneliti
sesuatu (Barda Nawawi Arief, 2003: 4).
4. Van Apeldoorn, termasuk pendukung perbandingan hukum sebagai
metode. Menurut Apeldoorn, bahwa hukum merupakan gejala masyarakat.
Seperti halnya juga dengan ilmu pengetahuan yang lain tidak puas hanya
dengan mencatat gejala-gejala yang dilihatnya, namun mencoba
menerangkannya hubungan sebab akibat dengan gejala-gejala lainnya.
Guna mencapai tujuan tersebut, maka ia memakai tiga cara yaitu cara
sosiologi, cara sejarah, dan cara perbandingan hukum.
5. Sunaryati Hartono, bahwa perbandingan hukum bukanlah suatu bidang
hukum tertentu seperti misalnya hukum tanah, hukum pe, hukum
perburuhan, hukum acara akan tetapi sekedar merupakan cara
penyelidikan suatu metode untuk membahas suatu persoalan hukum,
dalam bidang manapun juga ( Hukum Pidana, Hukum Perdata, dan Hukum
Tata Negara).
6. Lemaire, bahwa perbandingan hukum sebagai cabang ilmu
pengetahuan/disiplin ilmu (yang juga menggunakan metode perbandingan)
mempunyai lingkup: (isi dari) kaidah-kaidah hyukum, persamaan dan
perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya.
7. Ole Lando, bahwa perbandingan hukum mencakup: “analysis and
comparison of the law”. Pendapat tersebut sudah menunjukkan
kecenderungan untuk mengakui perbandingan hukum sebagai cabang ilmu
hukum.
8. Orucu, bahwa perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang
bertujuan menentukan persamaan dan perbedaan serta menemukan pula
hubungan-hubungan erat antara pelbagai sistem-sistem hukum; melihat
perbandingan lembaga-lembaga hukum dan konsep-konsep serta mencoba
menentukan suatu penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam sistem-
sistem hukum dimaksud dengan tujuan seperti pembaruan hukum, unifikasi
hukum.
III. Tujuan Dan Kegunaan
A. Tujuan
Berikut ini disajikan beberapa pendapat mengenai tujuan perbandingan
hukum, yaitu :
1. Van Apeldoorn, membagi tujuan perbandingan hukum menjdi dua
yaitu tujuan yang bersifat teoritis dan yang bersifat praktis. Bersifat teoritis
artinya menjelaskan hukum sebagai gejala dunia (universal) dan oleh
karenanya ilmu pengetahuan hukum harus dapat memahami gejala dunia
tersebut dan untuk itu harus dipahami hukum dimasa lampau dan hukum
dimasa sekarang.
Secara praktis, maka perbandingan hukum merupakan sarana untuk
melakukan ketertiban dan pembaruan hukum nasional serta memberikan
pengetahuan tentang berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada
pembentuk undang-undang dan hakim (Romli Atmasasmita, 2009).
2. Jika dilihat dari segi fungsionalnya, maka terdapat empat tujuan
mempelajari perbandingan hukum, yaitu :
a. Tujuan Yang Praktis
tujuan ini sangat dirasakan oleh para ahli hukum yang harus menangani
perjanjian internasional, dan kasus-kasus pidana yang dilakukan antar
negara.
b. Tujuan Sosiologis
Tujuan siologis dari perbandingan hukum adalah mengobservasi suatu ilmu
hukum yang secara umum menyelidiki hukum dalam arti ilmu pengetahuan.
Para sosiolog dewasa ini menggunakan perbandingan hukum sebagai metode
untuk mempelajari dan mendalami sistem hukum di dunia guna membangun
azas-azas umum sehubungan dengan peranan hukum dalam masyarakat.
c. Tujuan Politis
Disini perbandingan hukum dipelajari untuk mempertahankan status quo
dimana tidak dimasudkan untuk mengadakan perubahan mendasar di suatu
negara.
Hazzard, guru besar di Universitas Colombia (1951) mengatakan bahwa
perbandingan hukum yang diajarkan di fakultas hukum di Uni Soviet
bertujuan politis, yakni membangun satu hukum sistem Uni Soviet dan
meyakinkan mahasiswa bahwa betapa bagusnya sistem hukum mereka.
Sistem hukum menjadi sarana bagi perjuangan idoelogi agar nilai-nilai
sosialis tetap terpelihara.
d. Tujuan Pedagogis
Adapun tujuan yang bersifat pedagogis ini adalah untuk memperluas
wawasan mahasiswa sehingga mereka dapat berfikir inter dan multi disiplin
serta mempertajam penalaran di dalam mempelajari hukum asing (Romli
Atmasasmita, 2009).
B. Kegunaan Atau Manfaat
Untuk memahami apa manfaat dari mempelajari
perbandingan hukum, maka menurut Prof. Sudarto, adalah :
1. Secara Umum, yaitu untuk :
a. Memberi kepuasan bagi mereka yang berhasrat ingin
tahu yang bersifat ilmiah;
b. Memperdalam pengertian tentang pranata
masyarakat dan kebudayaan sendiri;
c. Membawa sikap kritis terhadap sistem hukum sendiri.
2. Secara Khusus, yakni :
Terkait dengan dianutnya azas personalitas atau
nasional aktif dalam KUHP yang tertera pada Pasal 5
ayat 1 ke-2 yang berbunyi :
“Aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi
warga negara yang di luar Indonesia melakukan salah satu perbuatan yang oleh
suatu aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai
kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan
itu dilakukan diancam dengan pidana.”
Contoh : Wanita (WNI) melakukan abortus provocatus kriminalis di
Singapura yang disana perbuatan demikian tidak diancam dengan
pidana, maka bila wanita itu kembali ke Indonesia, ia tidak
dihukum.
Sedangkan menurut Prof. Soerjono Soekanto,
bahwa dengan mempelajari perbandingan hukum,
maka akan diperoleh manfaat :
1. Pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan
antara pelbagai bidang tata hukum dan
pengertian-pengetian dasarnya;
2. Kemudahan dalam mengadakan keseragaman
(unifikasi) hukum, kepastian hukum, dan
kesederhaan hukum;
3. Sebagai pegangan/pedoman, bahwa dalam hal-hal
tertentu keanekawarnaan hukum merupakan realita
yang tak terhindarkan untuk harus diterapkan;
4. Mendapatkan bahan-bahan tentang faktor-faktor
hukum apakah yang perlu dikembangkan atau
dihapuskan secara berangsur-angsur demi integritas
masyarakat, terutama pada masyarakat yang
majemuk seperti Indonesia;
5. Dengan diketahuinya persamaan dan perbedaan maka
akan mudah memacahkan masalah-masalah hukum
secara adil dan tepat;
6. Apa yang menjadi motif-motif politis, ekonomis,
sosial dan psikologis yang menjadi latar belakang dari
suatu perundang-undangan, yurisprudensi, hukum
kebiasaan, traktat dan doktrin yang berlaku disuatu
negara;
7. Untuk pelaksanaan pembaharuan hukum;
8. Dalam bidang pendidikan hukum: akan memperluas
kemampuan untuk memahami sistem-sistem hukum
yang ada serta penegakannya yang tepat dan adil.
Demikian pula dengan Tahir Tungadi, bahwa kegunaan yang
diperoleh dari studi perbandingan hukum, adalah :
1. Untuk unifikasi (dan kodifikasi) hukum nasional, regional, dan
internasional;
2. Untuk keserasian (harmonisasi) hukum: misalnya mewujudkan
keserasian undang-undang dari berbagai negara mengenai
suatu masalah tertentu;
3. Untuk pembaharuan hukum;
4. Untuk menentukan azas-azas umum dari hukum (terutama bagi
para hakim dari pengadilan-pengadilan internasional guna
menentukan prisip/azas umum hukum dari hukum-hukum
publik internasional);
IV. Sekilas Tentang Riwayat Perkembangan
Perbandingan hukum

Riwayat perbandingan hukum menjadi suatu disiplin


ilmu bermula sejak Aristoteles (384-322 SM) meneliti 153
konstitusi Yunani dan beberapa kota lainnya, yang dilansir
dalam bukunya berjudul Polities. Demikian pula, Solon (640-
558 SM) melakukan studi perbandingan hukum ketika
menyusun hukum Athena.
Ternyata studi perbandingan hukum berlanjut pada
abad pertengahan dimana dilakukan studi perbandingan
antara hukum Kanonik (Gereja) dan hukum Romawi. Pada
abad ke 16 di Inggeris terjadi perdebatan tentang kegunaan
hukum Kanonik dan hukum Kebiasaan.
Studi perbandingan tentang hukum kebiasaan di Eropa
pada waktu itu telah dijadikan dasar penyusunan azas-azas
hukum perdata (ius civile) di Jerman. Demikian juga,
Montesquieu telah melakukan hal yang sama yakni studi
perbandingan untuk penyusunan suatu azas-azas umum bagi
pemerintahan yang baik.
Perkembangan perbandingan hukum sebagai ilmu
pengetahuan (disiplin) dimana istilah Compartive Law atau
Droit Compare baru dikenal dan diakui penggunaannya dimulai
di Eropa daratan. Hal tersebut terjadi pada bagian kedua
abad ke 18 yang dikenal sebagai era kodifikasi.
Pada abad ke 19 perbandingan hukum, baru diakui
dan diterima sebagai bagian (cabang khusus) dari
ilmu hukum. Di abad ke 19 tersebut, perbandingan
hukum mulai diminati sebagai cara untuk
membandingkan hukum-hukum di Eropa daratan,
khususnya Jerman, Prancis, Inggeris bahkan
Amerika. Di era ini dipandang merupakan
perkembangan pesat bagi perbandingan hukum.
Awalnya, minat terhadap studi perbandingan
hukum hanya bersifat perseorangan seperti
dilakukan oleh Montesquieu (Prancis), Mansfield
(Inggeris), Von Feuerbach, Thibaut dan Gans
(Jerman). Kemudian berkembang dalam bentuk
kelembagaan. Di Prancis, misalnya pada tahun 1832
berdiri Institut Perbandingan Hukum di College de
France. Ditahun 1846 berdiri Institut Perbandingan
Hukum di University of Paris.
Di Inggeris, pada tahun 1846 sebuah Panitia
Pendidikan Hukum (dibawah pengawasan House of
Common) mengajukan rekomendasi agar di
perguruan-perguruan tinggi di Inggeris dibentuk
Institut tentang Perbandingan Hukum. Usul demikian
berhubungan erat dengan perkembangan kerajaan
Inggeris yang menghadapi pelbagai sisitem hukum
asing di negara-negara jajahan (misalnya hukum
Hindu di India).
Usul tersebut baru terwujud pada tahun 1869 dengan
terbentuknya Badan/Lembaga “Hiscorical and Comparative
Jurisprudence” di Oxfort dengan ketuanya Sir Henry Maine. Tokoh
terkenal dari Cambridge University yaitu Profesor Gutteridge yang
mengajarkan hukum Hoindu, hukum Islam, dan hukum Romawi.
Menurut Gutteridge, bahwa bapak (pelopor) dari
Comparative Law (Perbandingan Hukum) adalah Montesquieu.
Oleh karena dialah yang pertama kali menyadari bahwa The Rule
of Law tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang abstrak, tetapi
harus dipandang sebagai suatu latar belakang historis dari
lingkungan dimana hukum itu berfungsi.
Sekalipun pengakuan terhadap perbandingan hukum sebagai
disiplin hukum terjadi pada abad ke 19 dan dianggap sebagai
suatu perkembangan pesat, namun sesungguhnya perkembangan
yang pesat bagi Perbandingan Hukum (Pidana) yang sebenarnya itu
adalah di abad 20 ini.
Mengapa demikian ?
Oleh karena pada permulaan abad ke 20 itu, terjadi konferensi-
konferensi Internasional di Den Haag mengenai hukum
internasional yang menghasilkan traktat-traktat dilapangan
transport kereta api, pos, hak cipta, hak milik industri, dan
sebaginya. Sudah barang tentu pekerjaan-pekerjaan itu
dimungkinkan dan disiapkan oleh studi perbandingan hukum.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai