Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam

dunia hukum, karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat

menjawab suatu masalah. Teori juga merupakan sarana yang memberikan

rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu

pengetahuan hukum. Penting untuk seorang akademisi hukum mengetahui

pengertian teori secara luas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

membuat karya-karya ilmiah yang merupakan proses kegiatan seorang

akademisi dalam kegiatan ilmiah maupun dalam suatu penelitian. Dalam

penemuan hukum terdapat beberapa aliran. Sebelum tahun 1800 sebagian

besar hukum adalah kebiasaan. Di muka hukum kebiasaan itu beraneka

ragam dan kurang menjamin kepastian hukum. Keadaan ini menimbulkan

gagasan untuk menyatukan hukum dan menuangkan dalam sebuah kitab

undang-undang, maka timbullah gerakan kodifikasi. Timbulnya gerakan

kodifikasi ini disertai timbulnya aliran legisme, aliran legisme adalah

bahwa semua hukum terdapat pada undang-undang.

Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi

perubahan masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya

perubahan sosial. Pengaruh peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan

tidak langsung atau signifikan atau tidak. Hukum memiliki pengaruh yang

tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan sosial pada

pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh


2

langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau

mengubah institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting,

maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian sering disebut hukum

digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat. 

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum

Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang

dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa

kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu

Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia

Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar

masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau

Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan

dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat,

yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat

dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Dalam perkembangannya, hukum memiliki perkembangan

pandangan dan deskripsi yang berbeda sesuai perkembangan jaman dan

ilmu pengetahuan, hukum pun berkembang sesuai perkembangan manusia

itu sendiri yang membutuhkan hasrat akan keadilan.

Teori hukum tradisional mengajarkan, hukum merupakan

seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang memungkinkan masyarakat

mempertahankan ketertiban dan kebebasannya. Para penganut teori hukum

tradisional berkeyakinan bahwa hukum haruslah netral dan dapat

diterapkan kepada siapa saja secara adil, tanpa memandang kekayaan, ras,
3

gender atau harta. Meskipun mereka tidak satu pendapat mengenai apakah

dasar yang terbaik bagi prinsip-prinsip hukum, yakni apakah dasarnya

adalah wahyu Tuhan, etika sekuler, pengalaman masyarakat, atau

kehendak mayoritas. Akan tetapi, umumnya mereka setuju terhadap

kemungkinan terpisahnya antara hukum dan politik, hukum tersebut

menurut mereka akan diterapkan oleh pengadilan secara adil.

Para teoritisi postmodern percaya, pada prinsipnya hukum tidak

mempunyai dasar yang objektif dan tidak ada yang namanya kebenaran

sebagai tempat berpijak dari hukum. Dengan kata lain, hukum tidak

mempunyai dasar berpijak, yang ada hanya kekuasaan. Akhir-akhir ini,

mereka yang disebut juga dengan golongan antifoundationalistis, telah

mendominasi pikiran-pikiran tentang teori hukum dan merupakan pembela

gerakan Critical Legal Studie. Yang menjadi ukuran bagi hukum bukanlah

benar atau salah, bermoral atau tidak bermoral melainkan hukum

merupakan apa saja yang diputuskan dan dijalankan oleh kelompok

masyarakat yang paling berkuasa.

Karena itu, para postmodernist ini menentang hukum dengan

mengatakan bahwa hukum tidak berdasarkan benar atau salah secara

universal, tetapi hanya perwujudan kekuasaan oleh 1 (satu) kelompok

masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya. Dalam bidang hukum.

Muncul gerakan yang menantang teori hukum tradisional, gerakan itu

disebut dengan gerakan critical legal studies.

Sehingga menarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai

perkembangan hukum dan teori hukum, dimana penulis akan mengangkat


4

permasalahan mengenai hukum dan teori hukum, dan akan dituangkan

dalam karya tulis yang berjudul : “PENGARUH CRITICAL LEGAL

STUDIES TERHADAP PERKEMBANGAN TEORI HUKUM DI

INDONESIA”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

akan dibahas pada penelitian ini adalah :

1. Apakah yang dimaksud dengan Teori Hukum Post Modern?

2. Bagaimanakah perkembangan Crtitical Legal Studies di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini di

uraikan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Teori Hukum Post Modern.

b. Untuk mengetahui perkembangan Crtitical Legal Studies di Indonesia.

D. Metode penelitian

Dalam suatu penelitian hukum, metode yang dipergunakan berbeda dengan

metode pada penelitian sosial, pada metode penelitian hukum penempatan istilah

kualitatif dan kuantitatif di letakan pada teknik analisa, sedangkan untuk metode

generalnya yang lazim dipergunakan pada penelitian hukum adalah metode

penelitian yuridis normatif, yuridis empiris, atau yuridis Normatif-empiris

(gabungan).1Pada penelitian ini metode penelitian yang dipergunakan adalah

metode penelitian hukum yuridis normatif dimana menurut Soetandyo

Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum doctrinal2.


1
SoetandyoWignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya,
Jakarta :IfdhalKasim et.al., Elsam dan Huma, 2002, hlm. 14
2
Ibid., hlm. 147.
5

Sedangkan Ronny Hanitjo Soemitro, menyebutkan dengan istilah metode

penelitian hukum yang normatif atau metode penelitian hukum yang

doctrinal3.Penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran

penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norm). Pengertian kaedah meliputi asas

hukum, kaedah dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkret. Penelitian

yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf

sinkronisasi vertikal dan horisontal.

3
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan Kelima,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, hlm. 10
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum

Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat

dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,

keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.

Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi

tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldoom sebagaimana dikutipnya

dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi

hukum (Noch suchen die juristen eine Definition zu ihrem BegrifJe von

Recht). Definisi tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat

beragam, bergantung dari sudut mana mereka melihatnya. Ahli hukum

Belanda J. van Kan (1983) mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan

ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi

kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat tersebut mirip

dengan definisi dari Rudolf van Jhering yang menyatakan bahwa hukum

adalah kese1uruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu

negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana

orang harus berperilaku. Pendapat ini didukung oleh ahli hukum Indonesia

Wirjono Projodikoro (1992) yang menyatakan bahwa hukum adalah rangkaian

peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu

masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin

keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib masyarakat itu. Se1anjutnya O.

Notohamidjojo (1975) berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan


7

peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa

untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar negara, yang

berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan

damai dalam masyarakat.4

Menurut Plato, dilukiskan dalam bukunya ”Republik”. Hukum adalah

sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat

masyarakat. Menurut Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan

yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang

adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi karena kedudukan

itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatan nya

dalam menghukum orang-orang yang bersalah. Menurut Austin, hukum

adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada

makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya. 5

Mengenai hukum Immanuel Kant mengatakan: "Noch suchen die

Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht" atau "sampai sekarang

para ahli hukum masih mencari definisi hukum." Disini dapat kita tangkap

bahwa sampai sekarang para ahli masih belum menemukan definisi mengenai

hukum itu sendiri.Hal ini diakibatkan oleh banyaknya segi dan bentuk yang

tidak mungkin dapat dijangkau hanya oleh satu definisi saja, karena cakupan

hukum sangatlah luas.6

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem Norma. Norma adalah

pernyataan yangmenekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan

4
Ibid., hlm. 37
5
Said Sampara, dan Abdul Agis, Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum, Total Media, Bandung, 2011.
hlm. 14
6
Lil, Rasjidi, dan Ira Thania,Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, 2010. hlm. 16
8

menyertakan beberapa peraturan tentangapa yang harus dilakukan. Norma-

norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif.Kelsen meyakini

David Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa

yang“seharusnya”, juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan

pemunculan kesimpulan darikejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen

percaya bahwa hukum, yang merupakanpernyataan-pernyataan “seharusnya”

tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah.Hans Kelsen juga menyatakan

bahwa, hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan

(rules)tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk

pada satu aturan tunggal (rule), tetapi seperangkat aturan (rules) yang

memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu

sistem.Konsekuensinya, adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya

memperhatikan satu aturan saja.7

Arti hukum menurut Thomas Aquinas adalah adanya hukum yang

datang dari wahyu, dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang

didapat dari wahyu dinamakan hukum Ilahi positif. Hukum wahyu ada pada

norma-norma moral agama, sedangkan hukum yang datang dari akal budi

manusia ada tiga macam, yaitu hukum alam, hukum bangsa-bangsa, dan

hukum positif manusiawi. Hukum alam bersifat umum, dan karena itu tidak

jelas. Maka perlu disusun hukum yang lebih jelas yang merupakan undang-

undang negara yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. I-Iukum

ini disebut hukum positif. Apabila hukum positif ini bertentangan dengan

hukum alam, maka hukum alamlah yang berlaku. Keadilan juga merupakan

7
Asshiddiqie, Jimly, dan Safa’at, M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal
& Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006.hlm. 15
9

suatu hat yang utama dalam teori hukum Thomas Aquinas. Meskipun Thomas

Aquinas membedakan antara keadilan distributif, keadilan tukar-rnenukar, dan

keadilan legal, tetapi keadilan legal menduduki peranan yang sangat penting.

Hal ini disebabkan karena keadilan legal menuntut agar orang tunduk pada

undang-undang, sebab mentaati hukum merupakan sikap yang baik. Jelaslah

bahwa kedua tokoh Kristiani ini mendasarkan teori hukumnya pada hukum

tuhan.8

B. Teori Hukum Post Modern

Dalam studi Postmodernisme mengisyaratkan adanya dua hal. Pertama,

Postmodernisme dipandang sebagai keadaan sejarah setelah zaman Modern.

Dalam pengertian ini era modern telah dianggap berakhir dan dilanjutkan dengan

zaman berikutnya, yaitu Postmodern. Kedua, Postmodernisme dianggap sebagai

gerakan intelektual yang mengkritik dan mendekonstruksi paradigma pemikiran

pada zaman modern. Diketahui bahwa modernisme yang sangat mengagungkan

kekuatan rasionalitas, mengusung pandangan hidup saintifik, sekularisme,

rasionalisme, empirisisme, cara befikir dikotomis, pragamatisme, penafian

kebenaran metafisis meskipun telah menghasilkan berbagai sains modern dan

teknologi akan tetapi telah menyisakan problem serius, yakni membawa manusia

pada absolutisme, alienasi serta cenderung represif. Oleh karenanya Postmodern

muncul sebagai gugatan atas worldview zaman modern yang bersifat absolut dan

represif ini. Postmodern membawa dan mewacanakan Pluralisme, relativisme dan

penolakan terhadap kebenaran tunggal seperti yang terjadi di zaman modern.9

8
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta : UGM
Press, 2012. hlm. 16-17
9
Ibid., hlm. 31
10

Postmodernisme berasal dari kata  post dan modern. “Post” atau” pasca”

secara literal mengandung arti sesudah, jadi istilah Postmodernisme berarti era

pasca modern berupa gugatan kepada modernisme. Berkaitan dengan definisi

Postmodernisme itu sendiri, belum ada rumusan yang baku sampai saat ini, karena

Postmodernisme sebagai wacana pemikiran masih terus berkembang sebagai

reaksi melawan modernisme yang muncul sejak akhir abad 1910.

Istilah Postmodernisme digunakan dalam berbagai arti, dan tidak mudah

untuk membuat dan merumuskan satu definisi yang dapat mencakup atau

menjangkau semua dimensi arti yang dikandungnya.  Istilah postmodernsme

pertama kali muncul sebelum tahun 1926, yakni tahun 1870 an oleh seniman

Inggris bernama John Watkins. Ada juga yang menyatakan bahwa istilah

Postmodernisme telah dibuat pada akhir tahun 1040 oleh sejarawan Inggris,

Arnold Toynbee. Akan tetapi istilah tersebut baru digunakan pada pertengahan

1970 oleh kritikus seni asal Amerika, Charles Jenck untuk menjelaskan gerakan

anti modernisme.11

Dalam kajian Postmodernisme mengisyaratkan pada dua hal. Pertama.

Postmodernisme dipandang sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern.

Dalam hal ini modernisme dipandang telah mengalami proses akhir yang akan

digantikan dengan zaman berikutnya, yaitu postmodern. Kedua. Postmodern

dianggap sebagai gerakan intelektual (intellectual movement) yang mencoba

menggugat, bahkan  mendekonstruksi pemikiran sebelumnya yang berkembang

dalam bingkai paradigma pemikiran modern dengan pilar utamanya kekuatan

10
Ibid., hlm. 32
11
Ibid., hlm. 33
11

rasionalitas manusia, hal ini ingin digugat karena telah menjebak manusia kepada

absolutisme dan cenderung represif.12

Aliran postmodern ini masuk pula ke dalam bidang hukum, yang bersama-

sama dengan paham terakhir di bidang hukum, saat itu, yaitu paham realisme

hukum serta bersama pula dengan paham kritis radikal seperti aliran Frankfurt di

Eropa, mereka bersama-sama mempolakan suatu aliran baru dalam bidang hukum,

yang tentu saja radikal, yaitu yang disebut dengan aliran hukurn kritis (critical

legal studies). Seorang pelopor utama dari aliran critical legal studies, yaitu

Roberto Mangabeira Unger menyatakan bahwa, “the critical legal studies

movement has undermined the central ideas of modem legal though and put

another conception of law in their place.”13

Dalam perkembangannya, aliran hukum postmodern sendiri dapat

berkembang karena adanya pergolakan dari kalangan aliran hukum realisme.

Aliran realisme hukum ini melakukan pembangkangan terhadap teori dan konsep

hukum yang ada dengan mengajukan banyak pertanyaan penting terhadap hukum.

Hanya saja, eksistensi kehidupan aliran. realisme hukum tersebut kemuthan

memang dalarn keadaan megap-megap dan dunia hukum menjadi semakin redup

setelah meninggalnya para pelopor dari aliran realisme hukum itu, terutama

dengan meninggalnya Karl Llewellyn, Joreme Frank, dan Felix Cohen. Akan

tetapi, kemudian dunia hukum kembali bersinar lagi, terutama dengan munculnya

aliran baru pada akhir abad ke~20 yang disebut dengan critical legal studies.

Aliran critical legal studies merupakah suatu aliran yang bersikap anti – liberal,

antiobiektivisme, antiformalisme, dan antikemapanan dalam teori dan filsafat

12
http://www.rijalhabibulloh.com/2014/06/makalah-teori-hukum.html
13
Ibid., hlm. 33-34
12

hukum, yang dengan dipengaruhi oleh pola pikir postmodem, neomarxism, dan

realisme hukum, secara radikal mendobrak paham hukum yang sudah ada

sebelumnya, yang menggugat kenetralan dan keobjektifan peran dari hukum,

hakim, dan penegak hukum lainnya terutama dalam hal keberpihakan hukum dan

penegak hukum terhadap golongan yang kuat/mayoritas/berkuasa/kaya dalam

rangka mempertahankan hegemoninya, atau keberpihakan hukum terhadap politik

dan ideologi tertentu, di mana aliran critical legal studies ini dengan menolak

unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum, dan menolak-pula

kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum yang

objektif, mereka mengubah haluan hukurn untuk kernudian digunakan sebagai

alat untuk menciptakan emansipasi dalam dunia politik, ekonomi, dan sosial

budaya.14

Modernisme mengakibatkan militerisme. Karena unsur religius dan moral

tidak berdaya, manusia cenderung menggunakan kekuatan kekuasaan sehingga

perang crengan senjata canggih, kekerasan, ataupun militerisme tidak terelakan.

Meskipun penggunaan agama secara fundamentalis juga dapat mengakibatkan hat

yang sama afas nama perjuangan menegakkan agama secara kaku.15

Kaum postmodern percaya bahwa tidak ada suatu yang transenden dalam

realitas. Nietzsche mengatakan bahwa Tuhan sudah mati. Menurut paharn

postmodem, realitas yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda – beda oleh pihak

yang berbeda – beda. Karena itu, tidak mengherankan jika Jacques Derrida,

seorang pelopor aliran postmodem, mengajak manusia untuk berhenti mencari

kebenaran (sebagaimana yang dilakukan oleh kaurn pencerahan), bahkan

14
Ibid., hlm. 31
15
Ibid., hlm. 31-32
13

seyogianya kita membuang pengertian kebenaran tersebut. Tidak ada kebenaran

yang absolut, universal, dan permanen. Yang ada hanyalah kebenaran menurut

suatu komunitas tertentu saja. Yang diperlukan bukanlah usaha mencari

kebenaran, melainkan yang diperlukan adalah percakapan dan penafsiran yang

terus – menerus terhadap suatu realitas, tanpa perlu memikirkan suatu kebenaran

yang objektif.16

Paham postmodem juga menolak teori korespondensi, yang menyatakan

bahwa suatu kebenaran baru ada jika adanya hubungan yang selaras antara.

statement yang diucapkan dan realitas/fakta. Menurut teori korespondensi yang

dikemukakan Stanley J. Gren contohnya yang menyatakan, “Jika Anda berkata

ada sebuah roti apel di lemari es, saya perlu melihat ke dalam lemari es itu untuk

membuktikan apakah perkataan Anda benar. “

Oleh kaum realis, teori korespondensi ini dianggap berlaku universal dimana-

mana. Menurut kaum realis, pikiran manusia, dapat mengetahui suatu realitas

secara, utuh sehingga. dunia dapat digambarkan secara. utuh, lengkap, dan tepat

termasuk menggambarkan rahasia alam semesta, melalui ilmu pengetahuan. Dan

kesemuanya itu dapat digambarkan dengan suatu bahasa. yang tepat. Dengan

demikian, menurut kaurn postmodem, bahasa. berfungsi sebagai permainan catur,

yang memiliki aturan bagaimana seharusnya, suatu pion digerakkan. Jacli, bahasa.

ticlak dapat begitu saja clihubungkan dengan suatu realitas karena bahasa ticlak

menggambarkan realitas secara tepat clan objektif, tetapi bahasa hanya

menggambarkan dunia. dengah berbagai cara. bergantung konteks dan keinginan

yang menggunakan bahasa. tersebut.17

16
Munir Fuay, Filsafat Dan Teori Hukum Postmodern, Op. Cit.,hlm. 34
17
Ibid., hlm. 36
14

Dengan demikian, aliran critical legal studies, yang antara lain merupakan

refleksi aliran postmodem ke dalam bidang hukum mencoba memberikan suatu

jawaban atau minimal merupakan suatu kritikan terhadap kenyataan bahwa

hukum pada akhir abad ke-20 memang timpang, baik dari segi tataran teoritis,

filsafat, maupun dalam tataran praktisnya. Di samping itu, dengan pendekatan

secara induktif, bergerak dari kenyataan hukum yang diterapkan dalam

masyarakat, menyebabkan para pemikir hukum pada akhir abad ke-20 terpaksa

harus mengakui beberapa premis hukum baru, yang memporak-porandakan

premis hukum yang lama.18

Sehingga dapat dibuat kesimpulan bahwa aliran hukum Postmodern

merupakan penolakan yang radikal terhadap pernikiran modern. Sebagaimana

diketahui bahwa paham falsafah modern ini dibentuk oleh Immanuel Kant, Rene

Descartes, dan David Hume. Meskipun harus diakui bahwa pemikiran pada era

modern tersebut telah juga melakukan lompatan-lompatan, terutama dengan

berkembangnya secara pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menggantikan

konsep pramode prailmiah yang sangat menekankan pada kepercayaan, mitos,

takhayul, cerita-cerita primitif, dan hal-hal yang tidak logis lainnya.

C. Tinjauan Umum Tentang Critical Legal Studies

Critical legal studies timbul sebagai kritik terhadap keadaan krisis hukum

yang gagal berperan sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk mencapai

keadilan yang sebenarnya. Krisis hukum itu bersumber pada gejolak sosial pada

masa tahun 1960-an. Pada masa itu, praktik hukum menampilkan 2 (dua) wajah

keadilan yang kontras. Di satu sisi, beberapa pengadilan dan beberapa bagian dari
18
Ibid., hlm. 36-37
15

profesi hukum telah menjadi juru bicara bagi kelompok masyarakat yang tidak

beruntung. Tetapi di sisi yang lain, pada saat yang bersamaan, hukum

menampilkan sosoknya yang dilengkapi dengan sepatu boot dan berlaku represif

untuk membasmi setiap anggota masyarakat yang membangkang.19

Critical legal studies merupakan sebuah gerakan yang muncul pada tahun

tujuh puluhan di Amerika Serikat. Critical legal studies lahir karena

pembangkangan atas ketidak puasan terhadap teori dan praktek hukum pada saat

itu, khususnya terhadap teori dan praktek hukum dalam bidang-bidang sebagai

berikut:20

1. Terhadap pendidikan hukum

2. Pengaruh politik yang sangat kuat terhadap dunia hukum

3. Kegagalan peran hukum dalam menjawab permasalahan yang ada.

Sebagaimana diketahui bahwa banyak kekecewaan terhadap filsafat, teori,

dan praktek hukum yang terjadi di paruh kedua dari abad ke-20. Sedangkan aliran

lama yang mainstream saat itu, semisal aliran realisme hukum, di samping

perannya semakin tidak bersinar, semakin tidak populer, dan juga ternyata tidak

dapat menjawab berbagai tantangan zaman di bidang hukum. Sangat terasa,

terutama pada akhir abad ke-20, bahwa diperlukan adanya suatu aliran dan

gebrakan baru dalam praktek, teori, dan filsafat hukum untuk menjawab tantangan

zaman tersebut.21

Menyadari akan kebobrokan hukum yang sudah sampai pada tataran teoritis

dan filsafat ini, maka pada akhir abad ke-20, tepatnya mulai dekade 1970-an,

19
Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis : Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Bandung : Citra
Aditya, 2003. hlm. 2-3
20
Ibid., hlm. 3
21
Ibid., hlm. 3-4
16

beberapa ahli hukum mulai melihat hukum dengan kacamata yang kritis, bahkan

sangat kritis, dengan gerakannya yang terbilang revolusioner, akhimya

memunculkan suatu aliran baru dalam filsafat hukum, yang kemudian dikenal

dengan sebutan “aliran hukum kritis” (critical legal studies).22

Gerakan critical legal studies mulai eksis dalam dekade 1970-an yang

merupakan hasil dari kofrensi tahun 1977 tentang critical legal studies di Amerika

serikat. Pada saat yang hampir bersamaan atau beberapa waktu setelah itu,

kelompok-kelompok ahli hukum dengan paham yang serupa tetapi bervariasi

dalam style, metode dan fokus , juga lahir secara terpisah dan independen di

beberapa negara lain selain Amerika Serikat, seperti di Jerman, Prancis.23

Di Inggris, gerakan critical legal studies ini dibentuk dalam konferensi

tentang critical legal studies pada tahun 1984. Pada tahun tersebut, diundang para

ahli hukum untuk membicarakan pendekatan yang kritis terhadap hukum,

mengingat adanya kesenjangan yang besar antara hukum dalam teori (law in

books) dengan hukum dalam kenyataan (law in actions) dan kegagalan masyarkat

merespon masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Konferensi yang

dianggap sebagai peletakan batu pertama bagi lahirnya gerakan Critical legal

studies tersebut dilakukan oleh suatu organizing committee yang beranggotakan

sebagai berikut: Abel, Heller, Horwitz, Kennedy, Macaulay, Rosenblatt, Trubek,

Tushnet dan Unger. Meskipun aliran critical legal studies belum tentu juga

mempunyai teori yang bersifat alternatif, tetapi paling tidak, dia sudah punya

sejarah.24

22
Muchammad Ali Safaat, Gerakan Studi Hukum Kritis, Jakarta : Sekretariat Jenderal &
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010. hlm. 2
23
Ibid., hlm. 4
24
Ibid., hlm. 6
17

Fokus sentral pendekatan critical legal studies adalah untuk mendalami dan

menganalisis keberadaan doktrin-doktrin hukum, pendidikan hukum dan praktek

institusi hukum yang menopang dan mendukung sistem hubungan-hubungan yang

oppressive dan tidak egaliter. Teori kritis bekerja untuk mengembangkan

alternatif lain yang radikal, dan untuk menjajagi peran hukum dalam menciptakan

hubungan politik, ekonomi dan dan sosial yang dapat mendorong terciptanya

emansipasi kemanusiaan.25

Dalam perkembangan lebih lanjut, pendekatan critical legal studies telah

melahirkan generasi kedua yang lebih menitikberatkan pemikiran dan

perjuangannya dengan menggunakan hukum untuk merekontruksi kembali

realitas sosial yang baru. Mereka berusaha keras untuk membuktikan bahwa di

balik hukum dan tatanan sosial yang muncul di permukaan sebagai sesuatu yang

netral, di dalamnya penuh dengan bias terhadap kultur, ras atau gender. Generasi

kedua dari critical legal studiessekarang muncul dalam wujud Feminist Legal

Theories, Critical Race Theoriest, Radical Criminology dan juga Economic

Theory of Law.26

Aliran critical legal studies memiliki beberapa karakterisik umum sebagai

berikut:27

1. Mengkritik hukum yang berlaku yang nyatanya memihak ke politik dan

sama sekali tidak netral.

2. Mengkritik hukum yang sarat dan dominan dengan ideologi tertentu.

3. Mempunyai komitmen yang besar terhadap kebebasan individual sesuai

dengan batasan-batasan tertentu. Karena itu aliran ini banyak berhubungan


25
Ibid., hlm. 6-7
26
Ibid., hlm. 7-8
27
Ibid., hlm. 8
18

dengan emansipasi kemanusiaan. Karena hal itulah, maka tidak

mengherankan apabila pada perkembangannya di kemudian hari Critical

legal studies ini melahirkan pula Feminist Legal Theory dan Critical Race

Theory.

4. Kurang mempercayai bentuk-bentuk kebenaran yang abstrak dan

pengetahuan yang benar-benar objekif. Karena itu, ajaran ini menolak

keras ajaran-ajaran dalam aliran positivisme hukum. Aliran critical legal

studies menolak unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum,

dan menolak-pula kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban, dan

kepastian hukum yang objektif, sehingga mereka mengubah haluan hukum

untuk kemudian digunakan sebagai alat untuk menciptakan emansipasi

dalam dunia politik, ekonomi, dan sosial budaya.

5. Menolak perbedaan antara teori dan praktek, dan menolak juga perbedaan

antara fakta dan nilai yang merupakan karakteristik dari paham liberal.

Dengan demikian aliran ini menolak kemungkinan teori murni (pure

teory) tetapi lebih menekankan pada teori yang memiliki daya pengaruh

terhadap transfomasi sosial yang praktis. Sejalan dengan hal itu, namun

dalam kalimat yang berbeda, Gary Minda dengan mengutip pendapat dari

James Boyle mengatakan bahwa, “Critical legal studies offered not merely

a theory of law, but a hopeful self-conception of a politically active,

socially responsible [vision] of a noble calling”.

Esensi pemikiran critical legal studies terletak pada kenyataan bahwa hukum

adalah politik. Dari pemikiran law is politics itu, critical legal studies berarti

sudah langsung menolak dan menyerang keyakinan para positivis dalam ilmu
19

hukum yang mengembangkan pemikiran hukum liberal. Critical legal studies

berusaha untuk membuktikan bahwa di balik hukum dan tatanan sosial yang

muncul ke permukaan sebagai sesuatu yang netral, sebenarnya di dalamnya penuh

dengan muatan kepentingan tertentu yang bias kultur, ras, gender, bahkan

kepentingan ekonomi. Menurut pandangan critical legal studies, doktrin hukum

yang selama ini terbentuk, sebenarnya lebih berpihak kepada mereka yang

mempunyai kekuatan (power), baik itu kekuatan ekonomi, politik ataupun militer.

Oleh karena itulah, maka dalam memahami masalah hukum juga harus selalu

dilihat dari konteks power-relation.28

Proses intervensi dan penekanan yang dilakukan oleh negara maju seperti

itulah yang kemudian dibungkus dengan suatu bentuk perjanjian internasional,

agar tampak lebih manusiawi. Dalam keadaan yang demikian itu, maka tepatlah

jika Karl Marx menganggap bahwa fungsi utama dari hukum itu adalah untuk

menyelubungi atau menutup-nutupi hubungan antarkekuatan yang timpang.29

Ada berbagai macam varian di dalam arus critical legal studies. Varian itu

disebabkan karena adanya beragam latar belakang sumber intelektual dan

orientasi politik dari para pemikir yang ada di dalam critical legal studies.

Walaupun memang berisiko mengakibatkan terjadinya penyederhanaan dalam

memandang critical legal studies, tetapi setidaknya dapat disebutkan 3 (tiga)

varian utama dalam pemikiran critical legal studies ini, yaitu:30

1. Arus pemikiran yang diwakili oleh Unger, yang mencoba

mengintegrasikan 2 (dua) paradigma yang saling bersaing, yaitu

paradigma konflik dan paradigma konsensus.


28
Ibid., hlm. 10
29
Ibid., hlm. 12
30
Ibid., hlm. 13
20

2. Arus pemikiran yang diwakili oleh David Kairys, yang mewakili tradisi

pemikiran hukum marxis atau tepatnya mewarisi kritik marxis terhadap

hukum liberal yang dianggap hanya melayani sistem kapitalisme. Arus

pemikiran ini mempunyai kecenderungan kepada sosialisme humanistik

sebagai komitmen politiknya.

3. Arus pemikiran yang diwakili oleh Kennedy, yang menggunakan metode

ekletis yang membaurkan sekaligus perspektif strukturalis, fenomenologis

dan neo-marxis.

Roberto Unger dalam bukunya mengakui tentang adanya penjabaran dari

pihak yang boleh dibilang konservatif terhadap kritik kaum critical legal studies

tentang formalisme. Menurut pihak konservatif tersebut, kritikan oleh kaum

critical legal studies tersebut hanya valid jika ditujukan terhadap konstruksi

hukum yang sistematik dari para ahli hukum yang sangat ambisius dan tidak valid

jika ditujukan terhadap argumentasi yang khusus dan problem oriented dari pihak

lawyer dan hakim dalam praktek. Akan tetapi, menurut Unger, kritik kaum

critical legal studies terhadap ajaran formalisme, sebenarnya juga dalam rangka

mempertahankan ajaran formalisme dengan berbagai argumentasi, di samping,

juga dalam rangka menunjukkan bahwa tidak benar tindakan yang memisahkan

antara penalaran hukum (legal reasoning) dan politik, ideologi, dan filsafat.31

Para penganut aliran Critical legal studies juga mengritik pandangan modern

tentang organisasi pemerintahan. Sebab, menurut para penganut aliran critical

legal studies tersebut bahwa setiap sarana untuk membatasi kekuasaan negara,

akan cenderung juga merugikan masyarakat. Karena itu, diperlukan suatu cara

31
Ibid., hlm. 10-11
21

yang bersifat resolusi, di mana dapat terjadi pembatasan kekuasaan negara tanpa

membatasi aktivitas negara yang bersifat transformatif.32

Critical legal studies menyatakan bahwa masyarakat liberal dipenuhi dengan

dominasi dan hierarkhi. Kelas atas membentuk struktur yang berlaku bagi lainnya

untuk memperlancar kehidupannya. Negara hukum yang ideal adalah yang dapat

menandai kontradiksi dan hierarkhi dalam masyarakat liberal. Jika dikatakan

bahwa hukum tidak bertugas untuk menemukan kebenaran, tetapi menemukan

kompleksitas yang telah ada, maka teori hukum tidak akan bermakna tanpa teori

sosial.33

D. Perkembangan Teori Hukum Murni Dan Pengaruhnya Terhadap Sistem

Hukum Di Indonesia

Perkembangan Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari sejarah yang

telah berjalan cukup lama. Jika melihat sejarah panjang tersebut, Hukum yang ada

di Indonesia tersebut berasal dari Negara Belanda, yang dulu pernah menjajah

Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Indonesia telah mengadopsi hukum yang

berasal dari negara Belanda tersebut. Mengingat karena Indonesia adalah negara

kolonial jajahan Belanda, jadi mau atau tidak Indonesia juga harus menerapkan

sistem hukum yang ada di Negara Belanda.

Hukum Indonesia secara keseluruhan masih menggunakan hukum yang

berasal dari negara kolonialnya, yaitu Negara Belanda. Hampir semua hukum

yang berjalan di Belanda juga ikut diterapkan di Indonesia. Dengan kata lain,

32
Ibid., hlm. 14
33
Ibid.
22

Hukum Indonesia adalah hukum yang masih mengacu kepada hukum yang dibuat

oleh Belanda.

Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum yang diterapkan di

negara Belanda. Karena Indonesia adalah bekas jajahan Belanda, jadi sistem

Eropa Kontinental juga telah diterapkan di Indonesia. Sistem Hukum Eropa

Kontinental lebih menekankan kepada hukum yang tertulis, dan perundang-

undangan menduduki peran penting dalam sistem hukum ini. Di Indonesia sendiri,

dasar hukumnya adalah konstitusi.

Sebagai salah satu dimensi kehidupan bangsa Indonesia, Hukum Indonesia

adalah suatu kebutuhan mendasar yang didambakan kehadirannya sebagai alat

pengatur kehidupan, baik dalam kehidupan individual, kehidupan sosial maupun

kehidupan bernegara. Kebutuhan hakiki Bangsa Indonesia akan ketentraman,

keadilan serta kesejahteraan (kemanfaatan) yang dihadirkan oleh sistem aturan

yang memenuhi ketiga syarat keberadaan hukum tersebut menjadi sangat

mendesak pada saat ini, ditengah-tengah situasi transisional menuju Indonesia

baru.

Sistem Hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari

untuk menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di

Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan yang

berlaku di Indonesia. Dengan kata lain yang juga populer digunakan, Hukum

Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang dipositifkan atau

yang sedang berlaku di Indonesia.

Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara

sistemik yang berlaku di Indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai
23

suatu kesatuan, yang unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-elemennya saling

berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling memperkuat atau

memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Sebagai suatu sistem, Hukum Indonesia terdiri atas sub-sub sistem atau

elemen-elemen hukum yang beraneka, antara lain Hukum Tata Negara (yang

baigia-bagiannya terdiri dari tata negara dalam arti sempit dan Hukum Tata

Pemerintahan), Hukum Perdata (yang bagian-bagiannya terdiri atas hukum

Perdata dalam arti sempit, Hukum Acara Perdata dan Hukum Dagang atau Hukum

Bisnis), Hukum Pidana (yang bagian-bagiannya terdiri dari Hukum Pidana

Umum, Hukum Pidana Tentara, Hukum Pidana Ekonomi serta Hukum Acara

Pidana) serta Hukum Internasional (yang terdiri atas Hukum Internasional Publik

dan Hukum Perdata Internasional).34

Kebenaran pernyataan tentang kehidupan sosial sesungguhnya telah

dikondisikan oleh seluruh sistem sosial yang berlaku. Kebenaran bersifat relatif

menurut masyarakat tertentu atau kelompok sejarah tertentu. Seseorang secara

keseluruhan struktur sosial adalah produk sejarah, bukan alam. Sejarah dipenuhi

dengan pertentangan-pertentangan, dan aturan sosial merupakan garis pemisah

yang menggambarkan posisi masing-masing. Kekuatan menjadi hak, kepatuhan

menjadi tugas, dan untuk sementara pembagian hierarkhi sosial menjadi kabur.

Critical legal studies mencoba untuk mempengaruhi realitas sosial. Struktur

yang ada merupakan penggunaan kepercayaan dan asumsi yang menciptakan

suatu masyarakat dalam realitas hubungan antar manusia. Struktur kepercayaan

atau ideology tersebut memiliki potensi terselubung dalam tendensinya untuk

34
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, prinsip-prinsip dan implementasi hukum di Indonesia,
Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.
24

mempertahankan dinamikanya sendiri untuk menciptakan doktrin hukum yang

menyalahkan kondisi dan alam. Bagi critical legal studies, kesadaran hukum

adalah alat yang berhubungan dengan pikiran untuk melakukan penindasan. Hal

ini merupakan cara untuk menyembunyikan atau menghindari kebenaran

fundamental bahwa segala sesuatu itu dalam proses perubahan dan kehadiran.

Disatu sisi Critical legal studies bagi kalangan hukum di Indonesia sendiri

masih dianggap baru. Perkembangan awal critical legal studies digunakan oleh

kalangan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (L.SM) untuk memahami

kebijakan dan struktur hukum yang menindas. Hal mi sesuai dengan mainstream

utama pemikiran LSM yang cenderung kritis dengan menggunakan pemikiran-

pemikiran marxian dan mazhab kritis. Namun untuk saat ini kita tidak tahu

apakah para aktivis LSM masih cenderung kritis dalam pemikiran-pemikirannya.

Saat ini Indonesia berada dalam masa transisi yang ditandai oleh pergulatan

kekuatan-kekuatan yang mencoba untuk mendominasi baik dan dalam negeri

maupun kekuatan kapitalis internasional yang sangat-sangat membahayakan.

Maka sudah saatnya pemikiran-pemikiran critical legal studies juga digunakan

untuk memahami. mengkritik. membangun. dan menerapkan hukum di Indonesia

yang terlalu banyak carut marut di dalam penerapannya.

Pemikiran Critical legal studies juga telah mempengaruhi pemikiran para ahli

hukum di Indonesia. Hal itu dapatlah dipaham karena keadaan hukum di

Indonesia mirip dengan keadaan hukum di Amerika Senikat pada saat Critical

legal studies ini lahir. Jadi dengan demikian. penggunaan metode yang ditawarkan

oleh Critical legal studies memang akan sangat membantu dalam memberikan

pemahaman terhadap keadaan hukum di Indonesia. Untuk hal mi, menarik juga
25

untuk memperhatikan pendapat dan Ifdhal Kasim yang menyatakan: 1(kajian-

kajian hukum Critical legal studies saya kira sangat relevan kita gunakan dalam

mengarialisis proses-proses hukum di Indonesia. dalam menganalisis proses-

proses pembentukan dan penerapannya maupun untuk menganalisis suatu doktrin

hukum dan bagaimana ia telah berfungsi mengabsahkan suatu sistem sosial atau

kebijakan tertentu. Saya kira memang sangat diperlukan suatu analisis yang dapat

mengungkap Thidden political intentions di belakang berbagai konsep, doktrin

dan proses-proses hukum di Indonesia].

Penggunaan critical legal studies untuk menganalisis hukum di Indonesia

paling mudah dilakukan terhadap pembangunan hukum pada masa orde baru.

Pada masa inilah dapat dilihat secara jelas kepentingan-kepentingan ekonomi dan

politik dominan yang menghuni ide tata hukum. Kepentingan atas pertumbuhan

ekonomi memaksa kebijakan kemudahan usaha dengan jalan pemberian kredit

yang disertai dengan deregulasi dan debirokratisasi. Kepentingan pembangunan

ekonomi mensyaratkan stabilitas politik yang dilakukan dengan cara mengurangi

hak sipil dan politik rakyat.

Selain hal tersebut. perlu pula diperhatikan. bahwa pada saat menggunakan

metode critical legal studies dalam menganalisis keadaan hukum di Indonesia,

tetaplah harus memperhatikan faktor-faktor tertentu yang sifatnya khas dan

mungkin hanya ada di Indonesia. seperti faktor nilai-nilai budaya masyarakat

Indonesia atau faktor agama. Bahkan untuk faktor agama akan sangat mungkin

menjadi hambatan untuk dilakukannya kajian yang kritis terhadap hukum[15].

Misalnya saja. tentu akan sulit untuk melakukan kajian yang kritis terhadap kern

ungkinan dibentuknya peraturan perundang-undangan yang melegalkan


26

perkawinan sesama jenis kelamin (homoseksual) di Indonesia. Hambatan terhadap

kajian kritis semacam itu. tentu terletak pada keyakinan masyarakat Indonesia

yang pada umumnya masih menganggap bahwa perilaku homoseksual itu adalah

dilarang oleh agama (bertentangan dengan nilai agama). Jadi dalam menggunakan

metode critical legal studies ini tetaplah kontekstualisasinya diperlukan.


27

BAB III

PENUTUP

1. Aliran hukum Postmodern merupakan penolakan yang radikal terhadap

pernikiran modern, termasuk diantaranya dalam bidang pelaksanaan dan

penegakan hukum yang dalam praktiknya masih terdapat banyak

penyimpangan. Sebagaimana diketahui bahwa paham falsafah modern ini

dibentuk oleh Immanuel Kant, Rene Descartes, dan David Hume.

Meskipun harus diakui bahwa pemikiran pada era modern tersebut telah

juga melakukan lompatan-lompatan, terutama dengan berkembangnya

secara pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menggantikan konsep

pramode prailmiah yang sangat menekankan pada kepercayaan, mitos,

takhayul, cerita-cerita primitif, dan hal-hal yang tidak logis lainnya.

2. Dalam perkembangannya Penggunaan critical legal studies untuk

menganalisis hukum di Indonesia paling mudah dilakukan terhadap

pembangunan hukum pada masa orde baru. Pada masa inilah dapat dilihat

secara jelas kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik dominan yang

menghuni ide tata hukum. Kepentingan atas pertumbuhan ekonomi

memaksa kebijakan kemudahan usaha dengan jalan pemberian kredit yang

disertai dengan deregulasi dan debirokratisasi. Kepentingan pembangunan

ekonomi mensyaratkan stabilitas politik yang dilakukan dengan cara

mengurangi hak sipil dan politik rakyat.


28

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah Aliran dan Pemaknaan,


Yogyakarta : UGM Press, 2006.

Rasjidi, Lili, Rasjidi, dan Ira Thania, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju,
2010.

Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, prinsip-prinsip dan implementasi hukum di


Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.

Jimly Asshiddiqie, dan Safa’at, M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, Jakarta, 2006.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan


Kelima, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994

Said Sampara, dan Abdul Agis, Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum, Total Media,
Bandung, 2011

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2006

SoetandyoWignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika


Masalahnya, Jakarta :Ifdhal Kasim et.al., Elsam dan Huma, 2002,

Sri Rahayu,Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum:Memperingati 70Tahun Prof.


Dr. B.Arief Sidharta, SH, Sinar Grafika, Jakarta, 2011

http://www.rijalhabibulloh.com/2014/06/makalah-teori-hukum.html
29

MAKALAH
PENGARUH CRITICAL LEGAL STUDIES TERHADAP
PERKEMBANGAN TEORI HUKUM DI INDONESIA

TUGAS TEORI HUKUM

Dosen Pengajar :

Oleh :

Dzaki Perdana Dharmawan: 202220251007

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM PASCA SARJANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2022

Anda mungkin juga menyukai