SPEAKER OF JUSTICE
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fungsi hakim perspektif hukum positif dan hukum Islam?
2. Bagaimana sikap hakim ketika terjadi perbedaan antara norma hukum dan nilai keadilan?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti menyusun batasan masalah sebagai
berikut :
1. Dalam penelitian ini kami membatasi ruang lingkup hukum positif dan hukum Islam dalam
pembahasan fungsi hakim di Indonesia.
2. Ruang lingkup penelitian ini akan membahas sikap seorang hakim ketika ada pertentangan
(antinomi) antara norma hukum dan nilai keadilan. Dalam hal mana yang harus didahulukan
hakim, apakah norma hukum atau nilai keadilan.
D. Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini agar kita mengetahui secara kongkrit fungsi hakim di Indonesia
perspektif hukum positif dan hukum Islam. Selain itu penelitian ini akan memberikan
pemahaman dan solusi bagi kalangan akademisi tentang dilema hal mana yang harus
didahulukan antara norma hukum dan nilai keadilan.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi disiplin
keilmuan secara umum dan sekurang-kurangnya bermanfaat dalam dua aspek, yaitu aspek
teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah
keilmuan dalam bidang hukum, khususnya dalam kejelasan status hakim, serta penelitian ini
diharapkan menjadi referensi awal munculnya penelitian yang melahirkan teori-teori status
hakim. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada
para akademsi hukum dan khususnya masyarakat agar mengetahui status hakim di dalam
pengadilan. Agar tidak adanya kesalah pahaman dalam menafsiri putusan hakim.
F. Tinjauan Pustaka
1. Peneltian Terdahulu
Sebagai upaya merekontruksi dan mengetahui orisinalitas penelitian, di bawah ini peneliti
sajikan sejumlah penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan tema, yaitu:
Mochamad Soef, 2010, Hakim hanya sebagai Speaker of Law bukan Speaker Of
Justice. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ketidak percayaan masyarakat, khususnya
pencari keadilan kepada pengadilan sudah sangat tinggi. Karena itu, berakhirnya Orde Baru
pada Mei 1998, atau 9 tahun otoritarian yang berkuasa 32 tahun, tetapi juga awal dari
terbitnya harapan akan masa depan tegaknya nilai-nilai dan prinsip-prinsip negara hukum
sehingga terdapat kepastian dan keadilan hukum bagi semua (justice for all), sebagaimana
termaktub dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) Bab I adanya kesamaan di hadapan hukum dan
tidak melihat status sosial. Tetapi setelah hampir sepuluh tahun Orde Baru berakhir, harapan
pada pengadilan, khususnya pada integritas moral dan intlektual hakim yang tangguh dan
bermutu masih jauh. Isu mafia peradilan, khususnya perilaku buruk hakim masih terjadi.
Kepercayaan publik kepada hakim tidak membaik sama sekali. Bahkan ada kesan bahwa
kebebasan dan kemerdekaan hakim yang diberikan UU di era pemerintahan pasca Orde Baru,
apalagi setelah kewenangan KY dipersempit oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat
hakim merdeka kembali dan bertindak tidak terkontrol.
Perbedaan penelitian M. Soef dengan karya ilmiah yang akan saya teliti ini mempunyai
perbedaan yang sangat yaitu tentang fungsi hakim dilihat dari kacamata hukum positif dan
hukum Islam. Selain itu kami akan membahas dan bagaimana memberi solusi tentang
antinomi antara norma hukum dan nilai keadilan secara implisit.
2. Kerangka Teori
a. Hakim
1) Pengertian Hakim
Hakim berasal dari kata حكم – يحكم – حاكم: sama artinya dengan qodhi yang berasal dari
kata قضى – يقضى – قاضartinya memutus. Sedangkan menurut bahasa adalah orang yang
bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya. Adapun pengertian
menurut syar'a yaitu orang yang diangkat oleh kepala negara untuk menjadi hakim dalam
menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselisihan dalam bidang hukum perdata oleh karena
penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan, sebagaimana Nabi Muhammad
SAW. telah mengangkat qodhi untuk bertugas menyelesaikan sengketa di antara manusia di
tempat-tempat yang jauh, sebagaimana ia telah melimpahkan wewenang ini pada
sahabatnya. Hal ini terjadi pada sahabat dan terus berlanjut pada Bani Umayah dan Bani
Abbasiah, diakibatkan dari semakin luasnya wilayah Islam dan kompleknya masalah yang
terjadi pada masyarakat, sehingga diperlukan hakim – hakim untuk menyelesaikan perkara
yang terjadi.
Hakim merupakan salah satu pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk mengadili. Sedangkan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman adalah
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum
yang hidup di masyarakat. Dengan demikian hakim adalah sebagai pejabat Negara yang
diangkat oleh kepala Negara sebagai penegak hukum dan keadilan yang diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan yang telah diembannya menurut Undang-Undang yang berlaku.
2) Dasar Dan Syarat Pengangkatan Hakim
Lembaga peradilan sebagai lembaga Negara yang ditugasi menerapkan hukum (Izhar al-
Hukm) terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum dan adanya hakim sebagai
pelaksana dari UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman,
ketetapan Majelis Permusyawarakatan Indonesia Nomor X/MPR/1998 yang menyatakan
perlunya reformasi di bidang hukum untuk penanggulangan dibidang hukum dan ketetapan
Majlis Permusyawatan Rakyat Nomor III/MPR/1978 Tentang Hubungan Tata Kerja Lembaga
Tinggi Negara.
3) Syarat menjadi hakim secara umum adalah :
a) Warga Negara Indonesia
b) Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa
c) Setia Pada Pancasila dan Undang-Undang
d) Bukan anggota organisasi terlarang
e) Pegawai Negeri
f) Sarjana Hukum
g) Berumur serendah-rendahnya 25 tahun
h) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik.
4) Sumpah dan Janji Hakim
Sumpah
" Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan
selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta
berbakti kepada nusa dan bangsa."
Janji :
" Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan
dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."
Jika seorang hakim melanggar maka dapat diberhentikan secara tidak hormat oleh Presiden
dengan terlebih dahulu diberi kesempatan untuk membela diri.
Menurut Pasal 20 AB “Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-Undang”, Pasal 22
AB dan Pasal 14 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak
mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas
Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya”. Untuk mengatasinya
dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : “Hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam
masyarakat”
b. Hukum
Banyak sekali para ahli hukum yang mendefinisikan hukum, antara lain adalah :
1) Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan
yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2) Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat
masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi
konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan
jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah
3) Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan
kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann,
1993: 149).
4) E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan
larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh
seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup
tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
5) M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti
dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti
mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau
harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
6) Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1)
hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2)
hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak,
(4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6)
hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin
hukum.
Dari paparan di atas, kami bisa memyimpulkan bahwa hukum merupakan sebuah regulasi yang
teratur dan terstruktur yang mempunyai tujuan untuk mengatur masyarakat agar terwujud
keamanan, kestabilitasan, dan kenyamanan dalam hidup bermasyarakat. Dimana hukum
bersifat memaksa bagi seseorang berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu.
c. Keadilan
Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, mewujudkan hal tersebut ita harus mengetahui
terlebih dahulu apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang paling tidak
mendekati dan dapat memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat
beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di
bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.
Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan
persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaannya sesuai dengan hak proposional.
Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Kesamaan
proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan
prestasi yang telah dilakukannya.
Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan,
keadian “Distributief” dan keadilan “Commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang
memberikan kepada tiap orang porsi menurut prestasinya. Keadilan commutatief memberikan
sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini
berkaitan dengan peranan tukar-menukar barang dan jasa.
c. Verifying
Langkah dan kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini untuk memperoleh data dan
informasi dari data-data pustaka harus di Cross-check kembali agar validitasnya dapat diakui
oleh pembaca.
Dari berbagai data yang diperoleh dari penelitian ini, maka tahap berikutnya adalah analisis
data untuk memperoleh kesimpulan akhir hasil penelitian ini. Analisis data adalah proses
penyusunan data agar data tersebut dapat ditafsirkan. Analisis data merupakan rangkaian
kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar
sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah.
Menurut Lexy J. Maleong terdapat beberapa cara untuk menguji keabsahan data. salah
satunya adalah metode Triangulasi, yaitu teknik pengecekan atau pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Atau dengan kata lain teknik ini membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan isi suatu dokumen yang berkaitan seperti buku dan
literatur lainnya.
Tahap berikutnya adalah tahapan concluding. Hal ini merupakan pengambilan kesimpulan
dari suatu proses penulisan yang menghasilkan suatu jawaban atas semua pertanyaan yang
menjadi generalisasi yang telah dipaparkan dibagian latar belakang.
DAFTAR PUSTAKA