Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini lembaga notaris semakin dikenal oleh masyarakat dan
dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik dari
suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Kebutuhan akan
lembaga notaris dalam praktek hukum sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari
meningkatnya tingkat perekonomian dan kesadaran hukum masyarakat. Kekuatan
akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat
mengingat akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna. Maka tidak jarang
berbagai peraturan perundangan mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat
dalam akta otentik, seperti pendirian perseroan terbatas, koperasi, akta jaminan
fidusia dan sebagainya disamping akta tersebut dibuat atas permintaan para pihak.
Di Indonesia jabatan notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014, dimana sebelumnya diatur pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 diatur
mengenai wewenang notaris yaitu dalam Pasal 15 dan hal-hal yang dilarang
dilakukan oleh notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1, termasuk sanksi
kode etik yang akan diterima oleh notaris apabila melanggarnya sebagaimana
diatur dalam Pasal 17 Ayat 2, Pasal 19, dan Pasal 37.
Dalam perkembangannya kode etik notaris tidak hanya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014, namun juga diatur dalam peraturan lainnya seperti
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014
tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan
Perpanjangan Masa Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris.
Pada praktiknya tidak jarang ketentuan Pasal 66 ayat 1 dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang
2

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ini berusaha dihindari oleh notaris,
karena berbagai macam alasan dan penyebab, seperti tersitanya waktu notaris,
kekhawatiran tercemarnya nama baik notaris yang dipanggil dan diperiksa oleh
polisi. Namun tidak jarang juga upaya menghindari panggilan tersebut disebabkan
karena, terdapat oknum notaris yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya
secara jujur, serta dalam membuat akta, notaris tersebut tidak membuat salinan
dan minuta akta, serta menjilid akta yang telah dibuatnya dalam satu bulan
sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf A, B, D dan G tersebut,
yang contohnya dapat dilihat dalam perkara Putusan Nomor
31/G/2018/PTUN.PBR dan Putusan Nomor 36/PK.TUN/2020, yang diketahui
terdapat Notaris bernama Dr. Khalidin SH. MH., yang bekerja sebagai notaris di
Kabupaten Rokan Hilir, dan terindikasi menyalahgunakan wewenang dan
jabatannya sebagai pejabat pembuat akta.
Dari kasus tersebut, tentunya menarik untuk membahas lebih lanjut
mengenai permasalahan pengawasan, dan penindakan kode etik terhadap notaris,
terutama terhadap notaris yang diketahui memiliki permasalahan terkait
pemeriksaan di kepolisian.
Berdasarkan uraian tersebut kami selaku peneliti hendak membahas dan
mengangkat permasalahan tersebut, dan akan dituangkan dalam karya tulis berupa
makalah, dengan judul “PENGAWASAN DAN PENINDAKAN TERHADAP
NOTARIS TERKAIT ADANYA PANGGILAN KEPOLISIAN YANG
DILAKUKAN TERHADAP NOTARIS”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana bentuk pengaturan kode etik bagi notaris di Indonesia dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang
telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris?
3

b. Bagaimana bentuk tanggung jawab hukum Notaris yang tidak memenuhi


panggilan Kepolisian berdasarkan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang
Jabatan Notaris?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka diketahui tujuan
penelitian pada makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bentuk pengaturan kode etik bagi notaris di Indonesia
selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.
b. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab hukum Notaris yang tidak
memenuhi panggilan Kepolisian berdasarkan Pasal 66 ayat 1 Undang-
Undang Jabatan Notaris.
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Kode Etik Notaris
Kode etik notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi, serta wajib ditaati
oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan smeua orang yang menjalankan
tugas dan jabatan notaris.1
Menurut Ghansam Anand Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan, perjanjian yang dalam
menjalankan tugasnya terikat dengan peraturan Undang-Undang dan Kode Etik
Notaris.2
Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas
pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena hal tersebut, Ikatan Notaris
Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi profesi yang diakui kebenarannya
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 dan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.3
Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku
notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan
notaris. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris merupakan penjabaran lebih lanjut
dari apa yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris.4
Kode etik notaris ada 2 yaitu :5
1. Kode etik yang diatur secara hukum dalam peraturan jabatan notaris.
2. Kode etik yang ditetapkan oleh Konggres Ikatan Notaris Indonesia (INI)
1974.

1 Tim Visi Yustisia, Konsolidasi Undang-Undang Jabatan Notaris 2014, Jakarta : Visi Yustisia,
2015. hlm. 13
2 Ghansam Anand, Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia,Jakarta : Zifatama, 2014. hlm. 2
3 H.M. Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, Jakarta : Prenada Media Group, 2014. hlm.
112
4 H. M. Fauzan, Peranan Perma dan Sema, Jakarta : Kencana, 2014. hlm. 615
5 Irma Devita Purnamasari, Hukum Pertanahan, Jakarta : IKAPI, 2010. hlm. 26
5

Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 2


Tahun 2014, notaris di definisikan sebagai Pejabat Umum yang berwenang untuk
membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh Undang-undang.
B. Larangan dalam Kode Etik Notaris
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, terdapat larangan yang harus dihindari
oleh Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, misalnya sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah
diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 bahwa seorang Notaris
dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya, atau meninggalkan
wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang
sah. Seorang Notaris juga dilarang merangkap sebagai pegawai negeri, advokat,
dan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah atau badan usaha swasta. Seorang Notaris tidak boleh merangkap sebagai
Notaris Pengganti, serta melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan
norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan
dan martabat jabatan Notaris.6
Seorang Notaris harus memperhatikan segala bentuk tindakan yang
merupakan larangan-larangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 maupun dalam kode etik profesi. Apabila Notaris mengabaikan
keluhuran dari martabat jabatannya selain dapat dikenai sanksi moril, teguran atau
dipecat dari keanggotaan profesinya, juga dapat diberhentikan dari jabatannya
sebagai Notaris.

6 Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta : CDSBL, 2003. hlm. 62.
6

Selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah


diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, kode etik notaris juga
diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris
(Permenkumham 62/2016) dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
(Permenkumham ) Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris.
Mengenai larangan dari jabatan Notaris yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor
62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris dan
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian
Pengangkatan Notaris diantaranya adalah mengenai:
a. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan
mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media
lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja;
b. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor
telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom
dan/atau instansi-instan dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya;
c. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi
20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa
mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum
100 meter dari kantor Notaris.
d. Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris, seperti: akta yang telah terlebih dahulu dipersiapkan oleh
Notaris lain sehingga Notaris yang bersangkutan tinggal
menandatangani.
e. Saling menjatuhkan antara notaris yang satu dengan yang lain.
7

f. Menggunakan jasa perantara seperti biro jasa dalam mencari klien


g. Ketentuan mengenai pemasangan papan nama di depan atau di
lingkungan kantor Notaris. Ditemukannya Notaris yang membuat
papan nama melebihi ukuran yang telah ditentukan. Persaingan tarif
yang tidak sehat, bahwa terdapat Notaris yang memasang tarif yang
sangat rendah untuk mendapatkan klien.
h. Melakukan publikasi atau promosi diri dengan mencantumkan nama
dan jabatannya. Seperti pengiriman karangan bunga pada suatu acara
tertentu.
i. Menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang membuat
akta kepada Notaris yang menahan berkasnya.
j. Membujuk klien membuat akta atau membujuk seseorang agar pindah
dari Notaris lain.
k. Notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya,
meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut  tanpa alasan yang sah, merangkap jabatan sebagai
pegawai negeri, merangkap jabatan sebagai pejabat negara, merangkap
jabatan sebagai advokat, merangkap jabatan sebagai pemimpin atau
pegawai badan Usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau
badan usaha swasta, merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah diluar wilayah jabatan Notaris, menjadi Notaris Pengganti,
melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatuhan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris (Khusus diatur dalam Pasal 38 e jo Pasal 61
Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata
Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan
Masa Jabatan Notaris).
l. Notaris dilarang melakukan perbuatan tercela, melanggar kewenangan
dan kewajiban sebagaimana diatur dalam kode etik notaris, dan
8

melakukan tindak pidana, yang mengakibatkan dirinya ditahan


(Khusus diatur dalam Pasal 66 Peraturan Menteri Hukum dan HAM
(Permenkumham) Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun
2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris).
C. Bentuk Pengaturan Kode Etik Bagi Notaris Di Indonesia Dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang
Telah Diperbaharui Oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris
Umumnya kewajiban dan larangan bagi Notaris dalam menjalankan
jabatannya, diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah
diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 mengatur ketentuan
tersebut mulai Pasal 16 sampai dengan Pasal 17, sedangkan dalam Kode Etik
Notaris diatur mulai Pasal 3 sampai dengan Pasal 4. Namun di samping ada
kewajiban yang harus dijalankan serta larangan yang harus dihindari.
Dalam perkembangannya, kode etik notaris mengalami perkembangan
dimana kode etik notaris tidak lagi hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014,
namun juga diatur dengan peraturan Kode Etik Notaris yang dibentuk oleh Ikatan
Notaris Indonesia, yang terakhir dibuat berdasarkan Kongres Luar Biasa Ikatan
Notaris Indonesia di Banten pada Bulan Mei 2015, dan Peraturan Menteri Hukum
dan HAM Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata
Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan
Notaris, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 Tahun 2017 tentang
Ujian Pengangkatan Notaris.
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25
Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, diketahui bahwa
9

pengaturan mengenai kode etik notaris meliputi larangan mengenai menjalankan


jabatan di luar wilayah jabatannya, meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7
(tujuh) hari kerja berturut-turut  tanpa alasan yang sah, merangkap jabatan sebagai
pegawai negeri, merangkap jabatan sebagai pejabat negara, merangkap jabatan
sebagai advokat, merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan Usaha
milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta, merangkap
jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah diluar wilayah jabatan Notaris,
menjadi Notaris Pengganti, melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan
norma agama, kesusilaan, atau kepatuhan yang dapat mempengaruhi kehormatan
dan martabat jabatan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 38 e jo Pasal 61
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014
tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan
Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
Selain itu diatur pula mengenai larangan melakukan perbuatan tercela,
melanggar kewenangan dan kewajiban sebagaimana diatur dalam kode etik
notaris, dan melakukan tindak pidana, yang mengakibatkan dirinya ditahan
sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
Adanya ketentuan-ketentuan tersebut di atas, merupakan upaya kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menindak lanjuti ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, dimana larangan-larangan tersebut di atas
diatur pula dalam Pasal 3 huruf G dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, dimana
khusus dalam Pasal 67 dan Pasal 68 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, diatur
10

kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia untuk memberhentikan


notaris yang melanggar ketentuan Pasal 66 Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan
Notaris.
Adapun ketentuan Pasal 67 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris,
menyatakan bahwa “(1) Dalam hal Notaris diberhentikan sementara dan
jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, MPP
mengusulkan Notaris lain sebagai pemegang protokol kepada Menteri dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan
pemberhentian sementara. (2) Notaris yang diberhentikan sementara dan
jabatannya dan Notaris lain sebagai pcmcgang protokol wajib melakukan serah
terima protokol di hadapan MPD dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak keputusan pemberhentian sementara diterima. (3)
Dalam hal jangka waktu pemberhentian sementara Notanis berakhir, Notaris lain
sebagai pemegang protokol wajib melakukan serah tenma kembali protokol
kepada Notanis yang diberhentikan sementara dan jabatannya di hadapan MPD
dalam jangica paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pemberhentian sementara berakhir. (4) Dalam hal serah terima protokol tidak
dilaksanakan tanpa alasan yang sah, MPP mengusulkan kepada Menten untuk
memberhentikan dengan tidak hormat Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) atau mengusulkan Notaris lain sebagai pemegang protokol.”
Kemudian dalam Pasal 68 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris,
menyatakan bahwa,
11

1. Menteri memberhentikan Notaris dengan tidak hormat dan jabatannya


dengan alasan:
a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dan 3 (tiga)
tahun;
c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehorrnatan, martabat dan
jabatan Notaris; dan/atau
d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan
Notaris.
2. Pemberhentian derigan tidak honrnat dilakukan atas usul MPP kepada
Menteri.
3. Majelis Pengawas Pusat dapat menerima laporan dan masyarakat atau
usul dan Organisasi Notaris serta rekomendasi dan MPD dan MPW
terkait dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara
bertanggungjawab dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Sehingga berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014
tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan
Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, diketahui kewenangan untuk melakukan
pemberhentian terhadap notaris dari jabatannya, baik sementara maupun dengan
cara tidak hormat, merupakan kewenangan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Pemberhentian dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris berbeda
dengan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Ikatan Notaris
12

Indonesia, yang hanya memberhentikan Notaris dari keanggotaan dalam Ikatan


Notaris Indonesia.
Notaris merupakan salah satu pejabat negara yang kedudukannya sangat
dibutuhkan di masa sekarang ini. Di masa modern ini, masyarakat tidak lagi
mengenal perjanjian yang berdasarkan atas kepercayaan satu sama lain seperti
yang mereka kenal dulu. Setiap perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pasti
akan mengarah kepada notaris sebagai sarana keabsahan perjanjian yang mereka
lakukan. Karena itulah, kedudukan notaris menjadi semakin penting di masa
seperti sekarang ini.
Seperti pejabat negara yang lain, notaris juga memiliki kewenangan
tersendiri yang tidak dimiliki oleh pejabat negara yang lainnya. Selain
kewenangannya, para notaris juga memiliki kewajiban dan larangan yang wajib
mereka patuhi dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Dengan berdasar pada
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, para notaris di
Indonesia wajib untuk memahami apa yang menjadi wewenang dan kewajiban
mereka serta larangan yang tidak boleh dilakukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya.
Dalam pelaksanaan wewenang, jika misalnya ada seorang pejabat yang
melakukan suatu tindakan diluar atau melebihi kewenangannya, maka
perbuatannya itu akan dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum. Demikian
pula dengan notaris, para notaris wajib untuk mengetahui sampai di mana batas
kewenangannya. Selain wewenang yang mereka miliki, notaris juga memilki
kewajiban yang harus mereka penuhi dalam pelaksanaan tugas jabatannya serta
larangan yang tidak boleh dilakukan yang apabila ketiga hal ini dilanggar maka
notaris yang bersangkutan akan memperoleh sanksi sesuai dengan ketentuan yang
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah
diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN).
Adapun kewenangan notaris dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, adalah
sebagai berikut :
13

a. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah


diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan :
Kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang –
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta,memberikan grosse, salina dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh Undang-Undang.
b. Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang
telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, yang
menyatakan:
1. Mensahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat-surat dbawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaiman ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau;
7. Membuat akta risalah lelang;
8. Kewenagan lain yang diatur oleh Undang-undang.
Adapun kewajiban notaris diatur dalam pasal 16 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014, yaitu:
a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
14

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai


bagian dari Protokol Notaris;
c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta;
d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang
ini kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah
/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (limapuluh) akta, dan jika jumlah akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih
dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu
i. Pembuatan akta setiap bulan;
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang kenotariatan
dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,
dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi dan Notaris;
15

Kewenangan dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang


Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tersebut di atas, merupakan kewenangan yang dimiliki oleh notaris
semata, dan berlaku sebagai kode etik bagi notaris, sehingga apabila notaris tidak
menjalankan kewajiban serta melanggar kewenangan yang dimilikinya, tentunya
notaris yang bersangkutan dapat menerima sanksi kode etik notaris.
Kewenangan dalam menjatuhkan sanksi kode etik notaris, hingga saat ini
dimiliki oleh Ikatan Notaris Indonesia melalui Majelis Pengawasan Daerah dan
Majelis Kehormatan Daerah, serta oleh kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Kewenangan Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Pengawasan
Daerah diatur dalam peraturan Kode Etik Notaris yang dibentuk oleh Ikatan
Notaris Indonesia, yang terakhir dibuat berdasarkan Kongres Luar Biasa Ikatan
Notaris Indonesia di Banten pada Bulan Mei 2015, dimana kewenangan tersebut
meliputi :
1. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan
pada MinutaAkta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
2. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam
penyimpanan Notaris.
3. Kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Notaris.
4. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;
5. Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1(satu)
kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;
6. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
7. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang
bersangkutan;
8. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah
terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau
lebih;
16

9. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara


Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
10. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalamUndang-Undang ini;
dan
11. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada angka
4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9, dan angka 10 kepada
Majelis Pengawas Wilayah.
12. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan
menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di
bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan
terakhir;
13. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada
Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris
yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat;
14. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;
15. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari
Notaris dan merahasiakannya;
16. Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan
hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang
melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan
Organisasi Notaris.
17. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.
18. Memberikan persetujuan atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau
hakim untuk proses peradilan:
Adapun kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terhadap
Notaris adalah dalam hal melakukan pengesahan berkaitan dengan Pengangkatan,
Perpindahan, perpanjangan masa jabatan notaris, dan Pemberhentian terhadap
Notaris, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
17

62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
Terhadap kewenangan pengangkatan terhadap notaris dalam
Permenkumham Nomor 62 Tahun 2016 tepatnya dalam pasal 2 ayat 2 huruf J
disebutkan bahwa persyaratan pengangkatan calon notaris harus dilengkapi berkas
pendukung dengan melampirkan fotokopi tanda kelulusan Ujian Pengangkatan
Notaris yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum
Umum yang telah dilegalisasi, sedangkan pada Pasal 2 ayat 1 tidak menyebutkan
calon notaris diharuskan mengikuti Ujian Pengangkatan Notaris. Aturan tersebut
juga diperkuat dalam Permnekumham Nomor 25 Tahun 2017 pasal 10 ayat 1
huruf d menyebutkan program magang di kantor notaris telah berpartisipasi dan
dicantumkan namanya paling sedikit 20 akta.
Khusus mengenai ketentuan pengangkatan notaris tersebut di atas, dalam
kenyataannya mendapatkan reaksi beragam dimana Permenkumham tersebut di
atas dianggap tidak sesuai dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik (General Principle of Good Administration atau algemene beginselen
van behoorlijke bestuur) yaitu bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum; Asas
Tertib Penyelenggaraan Negara; Asas Kepentingan Umum; Asas Keterbukaan;
maupun Asas Efisiensi dan Asas Profesionalisme.7
Selain itu terdapat juga reaksi yang menyatakan bahwa permen tersebut
tidak dapat dilaksanakan karena permen tersebut harus didahului dengan
diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mendukung terbit Permen UPN
tersebut, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2016 tentang Jenis
dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia (harus diubah terlebih dahulu dengan menambahkan
materi baru yang mengatur tentang PNBP-UPN)
Khusus mengenai kewenangan untuk melakukan pemberhentian terhadap
notaris, kementerian hukum memiliki dua bentuk kewenangan, yaitu

7 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5acdca259f05e/calon-notaris-pertanyakan-
pemberlakuan-permenkumham-ujian-pengangkatan-notaris
18

pemberhentian sementara yang diakibatkan Notaris memenuhi unsur-unsur yang


terkandung dalam Pasal 66 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, yaitu :
a. Dalam proses pailit atau penundaan kewajibari pembayaran utang;
b. Berada di bawah pengampuan;
c. Melakukan perbuatan tercela;
d. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan scrta
kode etik Notaris; atau
e. Sedang mcnjalani masa penahanan.
Dalam ketentuan Pasal 67 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, mengatur
apabila notaris memenuhi salah satu unsur yang diatur dalam Pasal 66 tersebut,
diatas, maka notaris dapat dikenakan pemberhentian sementara dari jabatannya,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 67 yang menyatakan bahwa “(1) Dalam hal
Notaris diberhentikan sementara dan jabatannya karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66, MPP mengusulkan Notaris lain sebagai pemegang
protokol kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan pemberhentian sementara. (2) Notaris yang
diberhentikan sementara dan jabatannya dan Notaris lain sebagai pcmcgang
protokol wajib melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan
pemberhentian sementara diterima. (3) Dalam hal jangka waktu pemberhentian
sementara Notanis berakhir, Notaris lain sebagai pemegang protokol wajib
melakukan serah tenma kembali protokol kepada Notanis yang diberhentikan
sementara dan jabatannya di hadapan MPD dalam jangica paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara berakhir. (4)
Dalam hal serah terima protokol tidak dilaksanakan tanpa alasan yang sah, MPP
19

mengusulkan kepada Menten untuk memberhentikan dengan tidak hormat Notaris


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau mengusulkan Notaris lain sebagai
pemegang protokol.”
Kemudian mengenai pemberhentian tidak dengan hormat diatur dalam Pasal
68 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25
Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, menyatakan bahwa,
1. Menteri memberhentikan Notaris dengan tidak hormat dan jabatannya
dengan alasan:
a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dan 3
(tiga) tahun;
c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehorrnatan, martabat dan
jabatan Notaris; dan/atau
d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan
jabatan Notaris.
2. Pemberhentian derigan tidak honrnat dilakukan atas usul MPP kepada
Menteri.
3. Majelis Pengawas Pusat dapat menerima laporan dan masyarakat atau
usul dan Organisasi Notaris serta rekomendasi dan MPD dan MPW
terkait dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara
bertanggungjawab dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian dengan tidak hormat, juga
diatur dalam Pasal 70 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, yang menyatakan bahwa
20

“(1) Dalam hal pemberhentian Notaris dengan tidak hormat karena alasan dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoich kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih, keputusan pemberhentian Notaris dan
jabatannya dan penetapan Notaris lain sebagai pemegang protokol ditetapkan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Penunjukan Notaris
lain sebagai pemegang protokol dan serah terima protokol berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.”
Sehingga secara jelas dapat diketahui bentuk pengaturan kode etik notaris
yang diatur diluar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah
diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, diatur dalam Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 adalah
perihal mengenai Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, yang merupakan
kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, guna melengkapi ketentuan
yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah
diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
D. Bentuk Tanggung Jawab Hukum Notaris Yang Tidak Memenuhi Panggilan
Kepolisian berdasarkan Pasal 66 Ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris
Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia, memiliki kewajiban dan
tanggungjawab, terutama bagi seseorang yang memiliki profesi tertentu dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat yang berpengaruh
terhadap masyarakat luas.
Salah satu profesi yang memiliki pengaruh cukup luas dalam menjalankan
tugas dan fungsinya demi kepentingan masyarakat luas adalah Notaris, dimana
notaris memiliki peran dalam membuat akta terkait banyak hal, terutama yang
berhubungan dengan perbuatan hukum perdata. Akta yang dibuat oleh notaris
sendiri merupakan akta otentik. Akta memiliki arti sebagai surat yang diberi tanda
tangan dan memuat mengenai peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu
21

hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk kepentingan
pembuktian.8 Adapun Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang
diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan,
yang mencatat apa yang dimintakan oleh yang berkepentingan.
Sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk membuat akta otentik,
tentunya Notaris memiliki serangkaian kewajiban dan tanggung jawab yang perlu
dijalankan, dimana kewajiban-kewajiban tersebut berhubungan dengan kewajiban
profesi yang diatur dalam hukum yang dikenal sebagai kode etik, sehingga dengan
melanggar kewajiban-kewajiban tersebut, maka seorang notaris dapat dikatakan
melanggar kode etik dan dapat dikenakan sanksi etika profesi, dimana sanksi
tersebut merupakan bentuk tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas dan
profesinya.9
Mengenai tanggung jawab hukum notaris, diketahui bahwa tanggung jawab
notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil. Nico
membedakannya menjadi 4 poin yakni :10
a. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil
terhadap akta yang dibuatnya;
b. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam
akta yang dibuatnya;
c. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris terhadap
kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
d. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
berdasarkan kode etik notaris.
Adapun bentuk kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh notaris diatur
dalam bentuk larangan dan kewenangan yang dimiliki oleh notaris dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang kemudian diperbarui

8 Laila M. Rasyid, Pengantar Hukum Acara Perdata, Pustaka Larasan, Denpasar, 2013. hlm.
77
9 Sahnan, Etika Dalam Profesi Notaris, Mataram Press, Mataram, 2013. hlm. 27
10 Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, CDSBL, Yogyakarta, 2003, hlm. 62.
22

dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. 11


Larangan Notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang untuk dilakukan oleh
Notaris. Apabila larangan ini dilanggar oleh Notaris, maka kepada Notaris yang
melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014. Adapun larangan yang harus dihindari oleh Notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 bahwa seorang Notaris dilarang menjalankan
jabatan di luar wilayah jabatannya, atau meninggalkan wilayah jabatannya lebih
dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.12
Seorang Notaris juga dilarang merangkap sebagai pegawai negeri, advokat,
dan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah atau badan usaha swasta. Seorang Notaris tidak boleh merangkap sebagai
Notaris Pengganti, serta melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan
norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan
dan martabat jabatan Notaris.13
Dalam hal ini, ada suatu tindakan yang perlu ditegaskan mengenai substansi
Pasal 17 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui
oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, yaitu meninggalkan wilayah
jabatannya lebih dari tujuh hari berturut-turut tanpa alasan yang sah. Notaris
mempunyai wilayah jabatan satu provinsi (Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014) dan mempunyai tempat kedudukan pada satu kota atau kabupaten
pada provinsi tersebut (Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
yang telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014). Sebenarnya
yang dilarang menurut Pasal 17 huruf (b) tersebut adalah meninggalkan wilayah
jabatannya lebih dari tujuh hari kerja, dalam hal ini adalah provinsi yang menjadi
11 Ghansam Anand, Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia,Zifatama, Jakarta, 2014. hlm.
14
12 Achmad Dody Daud, Etika Profesi Notaris,Trisakti Press, Jakarta, 2019. hlm. 81
13 Runi Tusita dan Sophia Rengganis, Buku Saku Hukum Notaris, PWC Press, Jakartai, 2015,
hlm. 21.
23

wilayah kerja seorang Notaris. Dapat ditafsirkan bahwa Notaris tidak dilarang
untuk meninggalkan wilayah kedudukan Notaris (kota/kabupaten) lebih dari tujuh
hari kerja.
Larangan bagi Notaris juga diatur dalam Kode Etik Profesi Notaris, yaitu
seperti yang disebutkan dalam Pasal 4 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia yang
pada prinsipnya menegaskan bahwa, seorang Notaris dilarang untuk melakukan
publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan
mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau
elektronik. Seorang Notaris juga dilarang bekerja sama dengan biro
jasa/orang/badan hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk
mencari atau mendapatkan klien, dan berusaha atau berupaya dengan jalan
apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu
ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan
orang lain. Notaris dilarang melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara
menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan
psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya serta
melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke
arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
Selain itu perihal kewajiban Notaris diatur pada Pasal 3 Perubahan Kode
Etik Notaris Hasil Kongres Luar Biasa di Banten, pada tanggal 29-30 Mei 2015
yang menyatakan, “Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan
menjalankan jabatan Notaris) wajib :
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan
Notaris;
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan;
4. Berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh
rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
isi sumpah jabatan Notaris;
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi yang telah
dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan;
24

6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan


Negara;
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan kewenangan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas jabatan sehari-hari;
9. Memasang 1 (satu) papan nama di depan/di lingkungan kantornya
dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200
cm x 80 cm, yang memuat :
a. Nama lengkap dan gelar yang sah;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai
Notaris;
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax.
Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan
di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di
lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan
papan nama dimaksud;
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang
diselenggarakan oleh perkumpulan;
11. Menghormati, mematuhi, melaksanakan Peraturan-peraturan dan
Keputusan-keputusan Perkumpulan;
12. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib;
13. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia;
14. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium
yang ditetapkan Perkumpulan;
15. Menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali karena alasan-alasan
tertentu;
25

16. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam


melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling
memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling
menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin
komunikasi dan tali silaturahim;
17. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak
membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya;
18. Membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk menjalankan
peraturan perundangundangan, khususnya Undang-Undang tentang
Jabatan Notaris dan Kode Etik.”
Selain itu salah satu kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya
adalah membuat akta dalam bentuk minuta akta (yang merupakan akta asli
notaris), dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris. Protokol notaris
adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan
dipelihara oleh notaris. Kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi akta, grosse
akta, salinan akta, atau kutipan akta yang dibuat dan dalam pengawasan notaris
telah dijelaskan dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan bahwa :14
1. Pasal 4 ayat (2) : yang mengatur mengenai sumpah janji notaris antara
lain “bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya”.
2. Pasal 16 ayat (1) huruf f : Dalam menjalankan kewajibannya, notaris
wajib : merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
sumpah janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.
3. Pasal 54 : Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan atau
memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta
kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau

14 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung : Refika Aditama, 2013.
hlm. 52
26

orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan


perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kepada seorang notaris karena
jabatannya diberikan hak ingkar atau Verschonings recht, sekaligus kewajiban
ingkar (Verschonings (suara tidak terdengar jelas) yang merupakan hak untuk
dibebaskan untuk memberikan ketarangan terkait akta yang dibuatnya dan
kewajiban untuk menolak memberikan keterangan. Hal itu ditegaskan pula dalam
Pasal 1909 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua
orang yang cakap untuk menjadi saksi diharuskan untuk memberikan kesaksian di
muka hakim. Namun dapatlah diminta, dibebaskan dari kewajibannya
memberikan kesaksian: siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya, atau
jabatannya menurut undang-undang diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun
hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan
kepadanya sebagai demikian.”15
Mengingat jabatan Notaris adalah jabatan yang didasarkan kepada
kepercayaan, yaitu kepercayaan antara Notaris dan pihak yang menggunakan
jasanya, sehingga Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh dalam pembuatan Akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-
undang bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan
yang diperlukan yang berkaitan dengan akta tersebut. 16
Salah satu pengecualian dari merahasiakan isi akta tersebut adalah notaris
dapat memperlihatkan isi akta dan memberikan fotocopi minuta akta kepada
penegak hukum dalam rangka proses peradilan pidana. Selain itu Notaris juga
harus memenuhi panggilan penyidikan, dan persidangan, apabila pihak pengadilan
dan kepolisian telah memperoleh persetujuan dari Majelis kehormatan Notaris,
sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan : “Untuk kepentingan proses

15 Habib Adjie, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia, Jakarta : Narotama Press, 2014.
hlm. 42
16 Dwi Andika P. dan R.A. Retno Murni, Kode Etik Notaris, Udayana Press, Denpasar, 2017.
hlm. 18
27

peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis


kehormatan Notaris berwenang:17
1. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan
pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
2. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan
Notaris.
Pada praktiknya tidak jarang ketentuan Pasal 66 ayat 1 dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ini berusaha dihindari oleh notaris,
karena berbagai macam alasan dan penyebab, seperti tersitanya waktu notaris,
kekhawatiran tercemarnya nama baik notaris yang dipanggil dan diperiksa oleh
polisi. Namun tidak jarang juga upaya menghindari panggilan tersebut disebabkan
karena, terdapat oknum notaris yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya
secara jujur, serta dalam membuat akta, notaris tersebut tidak membuat salinan
dan minuta akta, serta menjilid akta yang telah dibuatnya dalam satu bulan
sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf A, B, D dan G tersebut,
yang contohnya dapat dilihat dalam perkara Putusan Nomor
31/G/2018/PTUN.PBR dan Putusan Nomor 36/PK.TUN/2020, yang diketahui
terdapat Notaris bernama Dr. Khalidin SH. MH., yang bekerja sebagai notaris di
Kabupaten Rokan Hilir, dan terindikasi menyalahgunakan wewenang dan
jabatannya sebagai pejabat pembuat akta.
Hal ini diketahui dari adanya Surat Panggilan Nomor : UM.MKNW.1648.
IV.18 tanggal 25 April 2018, yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Notaris
Wilayah Pekan Baru, karena adanya dugaan keterlibatan Dr. Khalidin SH. MH.,
selaku notaris yang membuat akta berita acara rapat umum pemegang saham luar
biasa perseroan terbatas (RUPSLB) PT INTAN KEMILAU No : 48/2012 tanggal
10 Mei 2012, serta Surat Keputusan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
Perseroan Nomor : AHU-0001679.AH.01.02.TAHUN 2015, Tanggal 02 Februari

17 Bambang Winarto, Kesadaran Notaris terhadap Kewajiban Jabatannya, Jakarta : UIN Press,
2014. hlm. 69
28

2015 dan Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan


Nomor : AHU-0006887.Ah.01.03.TAHUN 2015, Tanggal 02 Februari 2015 dan
lampiran Surat Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Nomor : AHU-
0001679.AH.01.02.TAHUN 2015 dengan pihak Hariyanto Karim dan Norsim
Komarudin yang diduga membuat dan menggunakan surat palsu berdasarkan akta
berita acara rapat umum pemegang saham luar biasa perseroan terbatas
(RUPSLB) PT INTAN KEMILAU No : 48/2012 tanggal 10 Mei 2012, Surat
Keputusan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Nomor : AHU-
0001679.AH.01.02.TAHUN 2015, Tanggal 02 Februari 2015 dan Surat
Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Nomor : AHU-
0006887.Ah.01.03.TAHUN 2015, Tanggal 02 Februari 2015 dan lampiran Surat
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Nomor : AHU-
0001679.AH.01.02.TAHUN 2015, yang dibuat oleh Dr. Khalidin SH. MH.,
selaku notaris.
Dalam proses persidangan Dr. Khalidin SH. MH., selaku notaris
menyangkal tuduhan bahwa beliau membuat akta berita acara rapat umum
pemegang saham luar biasa perseroan terbatas (RUPSLB) PT INTAN KEMILAU
No : 48/2012 tanggal 10 Mei 2012 tersebut, namun berdasarkan hasil pemeriksaan
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Pekan Baru yang bekerjasama dengan pihak
Kepolisian diketahui bahwa, memang Dr. Khalidin SH. MH., selaku notaris tidak
memiliki salinan akta, maupun minuta akta, serta tidak ada dalam buku akta yang
dijilid pada kantor beliau terkait data/surat-surat tertulis terkait pembuatan akta
berita acara rapat umum pemegang saham luar biasa perseroan terbatas
(RUPSLB) PT INTAN KEMILAU No : 48/2012 tanggal 10 Mei 2012 tersebut.
Namun diketahui bahwa dalam Komputer pribadi milik Dr. Khalidin SH.
MH., selaku notaris terdapat File atau Data Hasil Pengurusan akta berita acara
rapat umum pemegang saham luar biasa perseroan terbatas (RUPSLB) PT INTAN
KEMILAU No : 48/2012 tanggal 10 Mei 2012 tersebut, ternyata ada tersimpan
pada Komputer Kerja di Kantor Notaris yang bersangkutan dan dapat diprint
hasilnya berupa Surat Keputusan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
Perseroan Nomor : AHU-0001679.AH.01.02.TAHUN 2015, Tanggal 02 Februari
29

2015 dan Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan


Nomor : AHU-0006887.Ah.01.03.TAHUN 2015, Tanggal 02 Februari 2015 dan
lampiran Surat Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Nomor : AHU-
0001679.AH.01.02.TAHUN 2015.
Namun dengan serangkaian bukti tersebut Dr. Khalidin SH. MH., selaku
notaris menyangkal tuduhan tersebut dan menolak untuk memenuhi panggilan
dari pihak kepolisian untuk kepentingan penyidikan tersebut.
Dari uraian tersebut, diketahui bahwa pada dasarnya Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah pada perkara tersebut sudah menjalankan tugasnya dan
mengizinkan dilakukan pemeriksaan terhadap Khalidin selaku notaris, namun
karena terbukti bahwa Khalidin selaku notaris telah melanggar prosedur
pembuatan akta, bahkan melanggar kode etik notaris, karena terbukti membuat
akta tanpa dihadiri oleh para pihak terkait, dalam pembuatan berita acara
RUPSLB PT INTAN KEMILAU, sehingga sudah sepatutnya dari pihak Majelis
Pengawas Daerah dan Majelis Kehormatan Daerah menetapkan sanksi kode etik
berupa pemberhentian sementara terhadap notaris Khalidin, dan pihak Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah sudah tepat dalam memerintahkan pihak notaris
Khalidin untuk bekerjasama dengan pihak Kepolisian terkait akta dan berita acara
RUPSLB PT Intan Kemilau, dan pihak notaris Khalidin juga sesuai Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, sesuai
ketentuan kode etik yang berlaku.
30

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat dibuat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 62 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa
Jabatan Notaris, diketahui bahwa pengaturan mengenai kode etik notaris
meliputi larangan mengenai menjalankan jabatan di luar wilayah
jabatannya, meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari
kerja berturut-turut  tanpa alasan yang sah, merangkap jabatan sebagai
pegawai negeri, merangkap jabatan sebagai pejabat negara, merangkap
jabatan sebagai advokat, merangkap jabatan sebagai pemimpin atau
pegawai badan Usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau
badan usaha swasta, merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah diluar wilayah jabatan Notaris, menjadi Notaris Pengganti,
melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatuhan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 38 e jo Pasal
61. Selain itu diatur pula mengenai larangan melakukan perbuatan
tercela, melanggar kewenangan dan kewajiban sebagaimana diatur
dalam kode etik notaris, dan melakukan tindak pidana, yang
mengakibatkan dirinya ditahan sebagaimana diatur dalam Pasal 66.
2. Bentuk tanggung jawab hukum notaris yang tidak memenuhi panggilan
kepolisian berdasarkan Pasal 66 Ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris
adalah terhadap notaris tentunya diwajibkan untuk bekerjasama dengan
pihak Kepolisian terkait pemeriksaan terhadap akta yang dibuat oleh
notaris, berdasarkan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah,
31

dan apabila terbukti akta yang dibuat oleh notaris dibuat secara melawan
hukum, tentunya terhadap notaris dapat dikenakan sanksi kode etik,
berupa pemberhentian sementara, sampai dengan pemberhentian tetap
sesuai keputusan Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Kehormatan
Daerah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka pada makalah ini dirumuskan saran-
saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kedepannya pembuatan peraturan di luar dari ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diperbaharui oleh
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, dapat memaksimalkan notaris
dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yang meliputi kewajiban dan
larangan bagi notaris dalam menjalankan jabatannya.
2. Diharapkan kedepannya notaris dapat lebih teliti dalam pembuatan akta,
terutama yang berkaitan dengan masalah kehadiran para pihak dalam
RUPS, serta diiringi adanya pengawasan yang mendalam dan melekat
bagi para notaris dalam bekerjasama dengan aparatur penegak hukum
lainnya seperti Kepolisian.
32

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ghansam Anand, Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia,Jakarta : Zifatama,


2014.
H.M. Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, Jakarta : Prenada Media
Group, 2014.
H. M. Fauzan, Peranan Perma dan Sema, Jakarta : Kencana, 2014.
Irma Devita Purnamasari, Hukum Pertanahan, Jakarta : IKAPI, 2010.
Mukti Fajar ND, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013.
Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta : CDSBL,
2003.
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika
Masalahnya, Jakarta : Ifdhal Kasim, 2002
Tim Visi Yustisia, Konsolidasi Undang-Undang Jabatan Notaris 2014, Jakarta :
Visi Yustisia, 2015.

B. Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25
Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 62
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa
Jabatan Notaris
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25
Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris
Republik Indonesia, Ikatan Notaris Indonesia Peraturan Kode Etik Notaris,
berdasarkan Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banten pada
Bulan Mei 2015
33

C. Jurnal dan Artikel


http://www.hukumonline.com/ berita/ baca/ lt5acdca259f05e/ calon- notaris-
pertanyakan - pemberlakuan-permenkumham-ujian-pengangkatan-notaris
34

DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….…. 1


B. Rumusan Masalah…..………………………………………………..... 2
C. Tujuan dan Manfaat…..……………………………………………...... 3
D. Metode Penelitian…..………………………………………………..... 3
BAB II PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Kode Etik Notaris .......……………………………… 5


B. Larangan dalam Kode Etik Notaris.........…......…………...……..….… 6
C. Bentuk Pengaturan Kode Etik Bagi Notaris Di Indonesia Dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Yang Telah
Diperbaharui Oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris…..........................................................................................……8
D. Bentuk Tanggung Jawab Hukum Notaris Yang Tidak Memenuhi Panggilan
Kepolisian Berdasarkan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Jabatan
Notaris..................................................................................................…20
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ….................................................................................…… 30
B. Saran …..........….…........…..............….........................................….… 31
DAFTAR PUSTAKA........…..............…..........................................….… 26

Anda mungkin juga menyukai