Latar Belakang
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua syarat yang berkaitan
dengan pelaksanaan tuhas jabatan notaris, demi untuk pengamanan dan kepentingan
masyarakat, karena Notaris diangkat oleh pemerintah, dan bukan untuk kepentingan
diri sendiri tetapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya. 1 Jika akta yang
dibuat Notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan Notaris baik karena
kelalaian maupun kesengajaan Notaris itu sendiri, maka Notaris tersebut harus
Notaris, tata cara pelaksanaan pembuatan akta, kode etik notaris dan aturan lain
berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu harkat dan
pejabat umum mengharuskan segala akta yang dikeluarkan Notaris tidak mengalami
cacat dimata hukum. Kecatatan akta tentunya akan membawa dampak bagi kekuatan
akta sebagai alat bukti secara hukum pidana maupun hukum perdata. Pada dasarnya
1
Lumban, Tobing. Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983
2
Putri, AR. Perlindungan Hukum terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris Yang
Berimplikasi Perbuatan Pidana). Softmedia. Jakarta. 2011. Hlm.8
3
Suhrawardi, Lubis. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika, Jakarta. 2008. Hlm.35.
1
didalam UUJN yang mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan atas
Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, akan tetapi pada
Pengawas sebagai pengawas secara langsung yang turut serra dalam menjaga kinerja
Notaris. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 UUJN yang menyatakan bahwa
Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban
pembinaan dan pengawasan, hal ini tampak berbeda dengan kinerja badan lainnya
wewenang masing-masing.4 Hal ini berbeda bagi Majelis Kehormatan Notaris yang
marwah seorang Notaris dama profesinya. Tanpa etika Notaris hanyalah robot-robot
yang bergerak tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada profesi Notaris disebut profesi
Pengawas Notaris sesuai dengan pasal 66 angka 1 UUJN menyatakan bahwa untuk
kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau peradilan harus dengan
akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protolol Notaris
4
Habib, Adjie. Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, PT. Refika Aditama.
Bandung. 2015. Hlm.6.
5
Abdul. Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Persfektif Hukum dan Etika. UII Pres,
Yogyakarta. 2009. Hlm.6.
2
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris untuk selanjutnya disebut UUJNP.
dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris.
dikeluarkannya aturan yang mendukung yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Majelis Kehormatan Notaris. Pada
fotokopi Minuata Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Dari pengertian yang disebutkan sebelumnya dapat dilihat tugas umum dari Majelis
tersebut telah mengakibatkan kewenangan lain bagi Majelis Kehormatan Notaris yaitu
3
Pengaturan secara jelas dalam UUJNP tersebut menjelaskan selain sebagai
melaksanakan tugasnya.
pemeriksaan alat bukti tertulis berupa fotokopi minuta akta. Pemberian kewenangan
menjalankan profesinya. Pada dasarnya seluruh profesi atau jabatan hukum tidak
boleh diberikan kekhususan dalam peradilan atau kegiatan hukum lainnya. Hal
tersebut disesuaikan dengan maksud dari Pasal 27 angka 1 yang menyatakan segala
warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
minuta akta Notaris berpedoman pada Surat Edaran Makamah Agus Republik
Indonesia Nomor 3429/86 tertanggal 2 April 1986 perihal izin penyitaan minuta akta
yang disimpan oleh Notaris dan pasal 43 KUHP terdapat beberapa pedoman yaitu:
b. Pemberian izin khusus Ketua Pengadilan Negeri atas penyitaan minuta akta
c. Oleh karena minuta akta ditafsirkan berkedudukan sebagai arsip negara atau
4
Negeri merujuk pada ketentuan Pasal 43 KUHP. Penyitaan harus berdasar izin
Kehormatan Notaris Wilayah. Hal ini dikarenakan pada dasarnya akta yang dibuat
oleh Notaris adalah perjanjian oleh para pihak yang telah disepakati dan dituangkan
dalam bentuk tulisan. Perjanjian yang telah disepakati yang menghasilkan akta dan
dibuat oleh pejabat yang telah ditunjuk Negara tentu dapat dikategorikan sebagai arsip
Namun hal ini tetap masih dianggap sebagai kekhususan bagi Notaris, hal
Pasal 66 ayat (1), (3), (4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris khususnya frasa
uji materi Pasal 66 ayat (1) UU No.30 Tahun 2004 khususnya frasa dengan
2004 tentang Jabatan Notaris. Amar keputusan MK pada intinya menghapuskan frasa
6
Website Hukum Online, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54511017e573c/ persetujuan-
mkn-adalah-kunci-pembuka-kewajiban-ingkar-notaris, diakses tanggal 15 februari pukul 22.14 WIB.
5
“dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam Pasal yang diuji. 7 Setelah
terjadinya penghapusan tersebut para Notaris dapat dipanggil dan dimintakan aktanya
secara langsung selama merasa diperlikan oleh peradilan. Oleh karena itu diadakan
pihak lain, melainkan dari notaris itu sendiri. Permasalahan ini terjadi ketika beberapa
akta yang telah dibuatkannya. Beberapa notaris dengan sadar bersedia dating dan
ketentuan Pasal 66 UUJNP oleh Notaris tersebut. Ketiak mereka bermaksud membela
dan memberi perlindungan kepada akta yang mereka buat, tanpa sadar mereka telah
Majelis Kehormatan Notarsi Wilayah ini pun telah terjadi beberapa kali dimana
Notaris yang memberikan keterangan terlebih dahulu terkait akta bisa dianggap sama
dengan memberitahukan keseluruhan inti dari isi akta kepada pihak yang tidak
berkepentingan.
hukum terkait akta yang merupakan dokumen Negara yang harus dilindungi dan dibuat
oleh seorang pejabat negara, maka penulis merasa tertarik mengkaji permasalahan
tersebut dalam suatu karya ilmiah berbentuk proposal tesis yang diberi judul
7
Herman Faisal Siregar, Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Eksistensi Majelis
Pengawas Daerah(MPD) Notaris (Analisis Putusan No. 49/PUU-X/2012 terhadap Pasal 66 Ayat 1 UU NO 30
Tahun 2004), Kearsipan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2014, hlm.3.
6
“KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM
B. Rumusan Masalah
minuta akta?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada latar belakang masalah dan perumusan
masalah maka dapatlah dikemukakan tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu:
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan nantinya akan memberikan manfaat baik bagi penulis
sendiri, maupun bagi prang lain. Manfaat penelitian yang diharapkan akan dapat
memenuhi dua sisi kepentingan baik teoritis maupun kepentingan praktis, yaitu:
1. Secara Teoritis
sebagai referensi atau literature bagi orang-orang yang ingin mengetahui tentang
akta.
7
2. Secara Praktis
akta, serta bagi penulis sendiri untuk perkembangan kemajuan pengetahuan dan
sebagai sarana untuk menuangkan sebuah bentuk pemikiran tentang suatu tema
E. Tinjauan Pustaka
Pengawas Notaris sesuai dengan pasal 66 angka 1 UUJN menyatakan bahwa untuk
kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau peradilan harus dengan
akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protolol Notaris
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris untuk selanjutnya disebut UUJNP.
dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris.
8
Atas penggantian tersebut memperlihatkan adanya perubahan selama ini yang
dikeluarkannya aturan yang mendukung yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Majelis Kehormatan Notaris. Pada
fotokopi Minuata Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Dari pengertian yang disebutkan sebelumnya dapat dilihat tugas umum dari Majelis
tersebut telah mengakibatkan kewenangan lain bagi Majelis Kehormatan Notaris yaitu
melaksanakan tugasnya.
1. Kerangka Teoritis
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas, maupun konsep yang relevan
9
mengenai suatu permasalahan hukum. Maka pembahasan adalah relevan apabila
hukum dan konsep yuridis, yang relevan menjawab permasalahan yang muncul
Suatu gejala menurut pendapat Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, teori
mengenai suatau fenomena atau teori juga merupakan simpulan dan rangkaian
masalah yang sedang dibahas. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk
untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi, untuk itu orang dapat
meletakan fungsi dan kegunaan teori dalam penelitian sebagai pisau analisis
pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah
penelitian. Adapun teori hukum yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah:
9
Salim H.S, Perkembangan Teori Dalam ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 54.
10
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empris, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 134.
10
Tahun 1999 tentang penyelenggraan Negara yang bersih dan bebas dari
asas kepastian hukum apabila ditinjau dari aspek hukum formal, yaitu
jelas.
adalah kepastian dari adanya peraturan itu sendiri atau kepastian peraturan
11
Perundang-undangan yang baik, maka asas kepastian hukum dapat dikaitkan
dengan asas kejelasan rumusan sebagaimana yang diatut dalam Pasal 5 huruf f
Perundang-undangan.
kepastian hukum adalah suatu aturan hukum yang harus dirumuskan dan
notaris.
b. Teori Kewenangan
12
dalam konsep hukum privat. Dan didalam hukum kita istilah kewenangan atau
akibat hukum. 15
Menurut Juanda kewenangan adalah kekuasaan formal yang
Seperti halnya di Indonesia, dimana menurut hirearki aturan yang ada undang-
kerja seorang notaris tidaklah dari ruang lingkup sebaga suatu profesi
2. Kerangka Konseptual
14
Phillipus M. Hadjon, Makalah Tentang Wewenang, Universitas Airlangga, Surabaya, 1986, hlm. 20.
15
Indroharto, Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik ,dalam Paulus Efendie Lotulung, Himpunan
Makalah Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 64.
16
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, 2004, hlm. 265.
17
Frenadin Adegustara, Hukum Administrasi Negara, Buku Ajar, Universitas Andalas, Padang, 2005,
hlm 14.
13
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menhubungkan antara
konsep-konsep hukum yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan
merupakan suatu gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi
dari gejala tersebut. Gejala ini dinamakan dengan fakta, sedangkan konsep
a. Kewenangan
wewenang yang memiliki arti hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu,
kewenangan untuk melaksanan pembinaan notaris, hal ini sesuai dengan yang
diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia republik
c. Pengambilan
Pengambilan berasal dari kata ambil yang memiliki arti proses, cara,
d. Fotokopi
Fotokopi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai hasil
14
e. Minuta Akta
Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini. Terkait akta yang telah dibuat oleh Notaris dikenal juga istilah minuta
2004 tentang Jabatan Notaris diartikan sebagai asli Akta Notaris. Terkait
Minuta Akta memiliki pengertian sebagai asli Akta yang mencantumkan tanda
tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari
Protokol Notaris.
f. Notaris
Jabatan Notaris.
G. Metode Penelitian
bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilakukan.18 Maka metode penelitian
1. Pendekatan Masalah
Ilmu hukum merupakan ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Mengingat
karakteristik keilmuan tersebut, ilmu hukum selalu berkaitan dengan apa yang
18
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.37
15
seharusnya.19 Dengan karakteristik seperti itu, karena kajiannya terletak pada
norma dan kaidah hukum yang mengatur maka pendekatan masalah yang akan
Research is the process of finding the law that governs activities in human
society”20
Selanjutnya Cohen menyatakan bahwa “It involves locating both the rule
which are enforced by the states and comnentaries which explain or analyze these
rules.21Lebih jauh lagi dua orang sarjana Belgia Jan Gijssels dan Mark Van
2. Sifat Penelitian
19
Yuslim, Kewenangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Kabupaten/Kota Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Ringkasan Disertasi, Padang, 2014, hlm. 36.
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, CV. Ganda, Yogyakarta, Cetakan 3, Pranada Media
Group, Jakarta, 2007, hlm. 137.
21
Ibid., hlm. 37.
22
Ibid., hlm. 37.
23
Ibid., hlm. 29
16
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat seperti peraturan
a) Literature atau hasil penelitian yang berupa hasil penelitian yang terdiri
b) Hasil karya dari kalangan praktisi hukum dan tulisan paran pakar.
yang dipakai.
suatu metode data dengan jalan komunikasi yakni dengan melalui kontak atau
langsung.24
24
Riato, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, hlm. 72. 44Soerjano Soekanto
dan Sri Mamudji, Op,cit, hlm. 13.
17
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan hukum sekunder, seperti kamus,
dokumen. Studi dokumen meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Studi
diteliti.
18
Dalam tesis ini pengolahan data yang diperoleh setelah penelitian dilakukan
6. Analisis Data
Analisis data yang akan digunakan kualitatif yaitu uraikan terhadap data
25
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 126
19