Anda di halaman 1dari 39

1

A. JUDUL: KEWAJIBAN NOTARIS BERHIMPUN DALAM SATU


WADAH

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam masyarakat yang sederhana, hukum berperan untuk menciptakan

dan memelihara keamanan serta ketertiban. Peran ini berkembang sesuai dengan

perkembangan masyarakat itu sendiri yang meliputi berbagai aspek kehidupan

masyarakat yang bersifat dinamis yang memerlukan kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.

Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum antara lain pada

sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring

meningkatnya kebutuhan masyarakat itu sendiri atas adanya suatu pelayanan jasa.

Hal ini berdampak pula pada peningkatan dibidang jasa Notaris.

Pada mulanya pengaturan mengenai Notaris diatur dalam Peraturan

Jabatan Notaris staatsblad 1860-3 (untuk selanjutnya disebut sebagai PJN). Pasal

1 PJN memuat pengertian tentang Notaris yaitu sebagai berikut:

Notaris itu adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk


membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan
yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang
berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin
kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan dari pada itu memberikan
grosse, salinan dan kutipannya kesemua itu sebegitu jauh pembuatan akta
itu oleh suatu peraturan umum tidak pula ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain1.
1
Komar Andasasmita, 1983, Notaris Selayang Pandang, Cetakan Kedua, Alumni,
Bandung, hlm.2.
2

Undang Undang Nomor 30 tahun 2004 sebagaimana diubah dengan

undang undang nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan Notaris (selanjutnya disebut

UUJN) memberi kewenangan pada Notaris untuk membuat akta otentik untuk

menjamin kepastian, ketertiban, perlindungan hukum.

Akta yang dibuat Notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna

tidak seperti pada akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan adalah akta yang

dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan pejabat

umum2. Akta otentik merupakan produk Notaris yang memuat perjanjian tertulis

dan sangat dibutuhkan masyarakat demi terciptanya suatu kepastian hukum di

bidang bisnis. Akta otentik sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh memiliki

peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat, tidak hanya

diperlukan dalam hubungan bisnis/kerjasama, bahkan kegiatan dibidang

pertanahan, perbankan, kegiatan sosial dan dalam kebutuhan hidup lainnya

memerlukan akta otentik untuk sebuah pegangan kuat.

Sebagai praktisi profesional, Notaris memiliki organisasi khusus yang

menghimpun seluruh pejabat Notaris. Sebagaimana disebut dalam Undang-

undang Nomor 30 tahun 2004 yang kemudian diubah dengan undang undang

Nomor 2 tahun 2014, organisasi Notaris ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dalam ruang lingkup kerja seorang Notaris.

Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Jabatan Notaris Nomor 2 tahun

2014 menyebutkan, “(1) Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi


2
Taufik Makarao, 2004, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, PT. Rineka Cipta, Jakarta,
hlm.100.
3

Notaris. (2) Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah Ikatan Notaris Indonesia. (3) Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakan satu-satunya wadah profesi Notaris yang bebas dan

mandiri yang dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas

profesi Notaris”.

Organisasi Notaris dalam Undang-undang tersebut adalah organisasi

profesi jabatan Notaris yang berbentuk perkumpulan berbadan hukum. Di

Indonesia, organisasi yang mewadahi para Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia

(INI). INI merupakan Organisasi Tunggal dan resmi, dimana pengukuhan

organisasinya disahkan secara konstitusi.

Ikatan Notaris Indonesia merupakan kepanjangan tangan dari organisasi

Notaris yang didirikan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, sebagai wadah

silaturahmi para Notaris Hindia Belanda. Melalui keputusan Broederschap van

Candidaat-Notarissen in Nederlanden zijne Kolonien’ dan Broederschap der

Notarissen, perkumpulan Notaris tersebut secara sah diakui sebagai perkumpulan

berbadan hukum.

Selanjutnya, pada masa kemerdekaan RI, perkumpulan ini tetap

dilanjutkan dan akhirnya dikukuhkan secara konstitusi sebagai satu-satunya

organisasi Notaris tunggal di Indonesia. Dalam perkembangannya, INI tidak

hanya sebagai wadah silaturahmi antar Notaris, tetapi juga mengawasi praktik

kerja Notaris sekaligus mengatur kode etik yang di dalamnya berisi kaidah moral

Notaris dalam menjalankan tugasnya.


4

Kewenangan yang dimiliki INI diantaranya mengawasi aktivitas Notaris

sesuai dengan kode etik yang telah ditetapkan, memberikan teguran dan sanksi

kepada Notaris jika terjadi pelanggaran terhadap kode etik, berwenang memecat

Notaris dari keanggotaan INI, hingga berwenang memberhentikan jabatan

Notaris.

Seorang Notaris juga berkewajiban untuk menjalankan tugasnya sesuai

dengan UUJN disamping juga Kode Etik Notaris yang selanjutnya disebut sebagai

Kode Etik yang dibuat oleh organisasi profesi Notaris dalam hal ini adalah Ikatan

Notaris Indonesia (INI). Pasal 1 angka 2 Kode Etik, menyebutkan bahwa:

“Kode Etik adalah kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan

Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut ”Perkumpulan”

berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan

oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan

semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas

jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara

Notaris, Notaris Pengganti pada saat menjalankan jabatan.”3

Kode Etik yang ditetapkan di Banten, pada tanggal 30 Mei 2015 tersebut

memuat ruang lingkup, kewajiban, larangan dan pengecualian serta tatacara

penegakan kode etik bagi Notaris dalam Pelaksanaan Jabatannya. Notaris dapat

dikenakan sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-

3
Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia, Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia, Banten, 30 Mei 2015.
5

ketentuan yang dimuat dalam Kode Etik. Penerapan sanksi atas pelanggaran Kode

Etik perlu mendapatkan kajian lebih lanjut mengingat, sanksi tersebut dijatuhkan

oleh Organisasi Profesi Notaris dan berbeda dengan sanksi yang diberikan oleh

Majelis Pengawas Notaris yang telah diatur dalam UUJN.

Berbicara mengenai Kode Etik yang merupakan produk dari Ikatan

Notaris Indonesia. Kita ketahui bahwa Ikatan Notaris Indonesia (INI) adalah satu-

satunya Wadah/Organisasi Notaris yang menurut ketentuan Undang adalah sah

dan resmi. Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Jabatan Notaris

menyebutkan, “(1) Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris. (2)

Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan

Notaris Indonesia. (3) Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan satu-satunya wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang

dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi

Notaris”.

Faktanya terdapat lebih dari satu organisasi notaris, seperti Himpunan

Notaris Indonesia (HNI) dan Persatuan Notaris Indonesia (PERNORI) yang

memiliki anggota aktif. Sebagian notaris secara sadar memilih organisasi itu tanpa

paksaan, lagipula kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan jantung dari

sistem demokrasi. Pasalnya, ketentuan Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU

Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 itu secara nyata membatasi hanya boleh ada

satu Organisasi Notaris, dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-

satunya wadah profesi Notaris. Sementara disisi lain kita ingat dan ketahui hak
6

atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, seperti yang

tertulis dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3. Dalam ayat tersebut, dikatakan bahwa

“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat”.

Kita masih ingat jauh sebelum UU Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014

diberlakukan, juga bahwa Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya yaitu Majelis

Hakim Konstitusi menolak gugatan dari Perkara Nomor : 009/PUU-III/2005.

Adapun diantaranya hal-hal yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim

Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut :

Ketentuan Pasal 82 ayat (1) UUJN tahun 2004, Pasal 82 ayat (1) yang

berbunyi: "Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris",

bertentangan dengan Pasal 22A, Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28 G ayat (1).

Pasal 22A UUD 1945 berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut tentang tatacara

pembentukan Undang-undang diatur dengan Undang-undang". Pasal 28E ayat (3)

berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat";

Tentang ada atau tidak adanya pertentangan antara UU JN, termasuk Pasal

82 ayat (1), dengan Pasal 22A UUD 1945, telah dipertimbangkan dalam bagian

Pengujian Formil tersebut di atas. Sedangkan mengenai ada atau tidaknya

pertentangan antara Pasal 82 ayat (1) UU JN dengan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal

28G ayat (6) UUD 1945, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:


7

a. Bahwa Pasal 82 ayat (1) UU JN tidak melarang bagi setiap orang yang
menjalankan profesi Jabatan Notaris untuk berkumpul, berserikat dan
mengeluarkan pendapat. Namun dalam hal melaksanakan hak berserikat,
mereka harus berhimpun dalam satu wadah organisasi notaris, karena
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh negara, diberi tugas dan
wewenang tertentu oleh negara dalam rangka melayani kepentingan
masyarakat, yaitu membuat akta otentik.

Tugas dan wewenang yang diberikan oleh Negara, harus dilaksanakan


dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya, karena kekeliruan, lebih-lebih
penyalahgunaan yang dilakukan oleh Notaris, dapat menimbulkan akibat
terganggunya kepastian hukum, dan kerugian-kerugian lainnya yang tidak
perlu terjadi. Oleh karena itu, diperlukan upaya pembinaan,
pengembangan, dan pengawasan secara terus menerus, sehingga semua
notaris semakin meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Untuk itu diperlukan satu-satunya wadah (wadah tunggal) organisasi


notaris, dengan satu kode etik dan satu standar kualitas pelayanan publik.
Dengan hanya ada satu wadah organisasi notaris, Pemerintah akan lebih
mudah melaksanakan pengawasan terhadap

pemegang profesi notaris yang diberikan tugas dan wewenang sebagai


pejabat umum; Merujuk kepada pertimbangan Perkara Nomor 066/PUU-
11/2004 dalam Pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang
putusannya diucapkan dalam Sidang Pleno yang terbuka untuk umum pada
tanggal 12 April 2005.Mahkamah menilai bahwa notaris merupakan organ
negara dalam arti luas, meskipun bukan dalam pengertian lembaga
sebagaimana lazim dalam perbincangan sehari-hari, dan oleh karena itu
negara berkepentingan akan adanya wadah tunggal organisasi notaris;
8

b Bahwa sebagai perbandingan, seperti dikemukakan oleh Pemerintah


maupun Pihak Terkait (INI), hampir semua negara menganut adanya satu
wadah organisasi Notaris. Sebagai contoh, dalam Pasal 60 Wet op het
Notaris Ambt (1999) dinyatakan, "de koninklijke Notariele Beroeps
organisatie is een openbaar lichaam in de zin van artikel 134 van de
Grondwet. Alle in Nederlands gevestigde notarissen en de Kandidaat
notarissen zijn leden van de KNB, De KNB is gevestigde to 'Gravenhage";

c Menimbang bahwa kaitan antara Pasal 82 ayat (1) dengan Pasal 1 angka 5
UU JN mengenai keharusan organisasi notaris berbentuk badan hukum,
seperti telah dikemukakan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa status
badan hukum organisasi notaris sebagai wadah bagi Notaris yang
berfungsi sebagai pejabat umum, memang dibentuk agar organisasi itu
bersifat mandiri. Dengan demikian, konflik antara kepentingan organisasi
dan kepentingan pengurus serta anggota organisasi tersebut dapat
diminimalisasi, sehingga kinerjanya akan lebih objektif, berwibawa, dan
terpercaya;

d Menimbang bahwa dalam UU JN tidak disebut organisasi Notaris, sebagai


wadah tunggal dimaksud adalah INI. Jika dalam kenyataannya Pemerintah
menetapkan INI sebagai wadah tunggal organisasi notaris sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 82 ayat (1) UU JN, ketentuan ini tidak berada pada
tataran normatif undang-undang, melainkan pada tataran pelaksanaan
undang-undang, sehingga tidak menyangkut persoalan konstitusionalitas.

e Jika para Pemohon tidak puas terhadap keputusan atau pengaturan lebih
lanjut sebagai pelaksanaan undang-undang tersebut, maka para Pemohon
dapat melakukan upaya hukum, namun bukan kepada Mahkamah
Konstitusi. Karena, sesuai dengan Pasal 10 UU MK, Mahkamah tidak
berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara demikian-,
9

Namun hingga beberapa tahun berlalu hingga saat ini, masih ada beberapa

ketidakpuasan dari kalangan Notaris yang tergabung dalam Himpunan Notaris

Indonesia (HNI) dan Persatuan Notaris Indonesia (PERNORI) yang juga memiliki

anggota aktif, mereka tetap menyuarakan demi menjaga amanah negara

demokrasi, maka berharap pemerintah mengizinkan lebih dari satu wadah tunggal.

Keberatan Notaris yang di luar Ikatan Notaris Indonesia (INI) seperti

Himpunan Notaris Indonesia (HNI) dan Persatuan Notaris Indonesia (PERNORI)

serta yang lainnya pada intinya adalah karena mereka sebenarnya sudah memiliki

beberapa anggota tetap akan tetapi satu persatu dari organisasi tersebut mundur

teratur bahkan mulai meninggalkan organisasi tersebut dan mau tidak mau

dituntut fokus terhadap satu organisasi saja.

Tentunya penulis memandang alasan efektifitas serta ekonomis menjadi

hal yang terkuat dalam hal ini. Bagaimana tidak, fakta saat ini menunjukkan

untuk menjadi seorang Notaris, Calon Notaris sudah harus wajib mendaftar

Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) terlebih dahulu, kemudian

mengikuti Ujian untuk menjadi Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia

(INI), lalu harus Magang Bersama yang penyelenggaraanya dilakukan Pengurus

Daerah/Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI). Tidak hanya itu, tetapi sampai hal

pengangkatan kembali/ Perpindahan Notaris (bagi yang sudah menjabat Notaris

ingin pindah wilayah kerja) wajib mengumpulkan poin demi poin minimal sampai

30-50 poin, dengan rata-rata poin per seminar adalah 2 poin (biaya rata-rata per

seminar Rp 2.000.000,- belum termasuk akomodasi). Itupun poin didapat melalui


10

seminar kegiatan Notaris (yang biasanya masih terpusat di Ibukota Negara), yang

mana belum tentu terjangkau bagi mereka yang jauh di luar Ibukota. Padahal

apabila ada terdapat beberapa Wadah/Organisasi Notaris itu masing masing akan

berlomba-lomba dalam hal service pengembangan anggotanya, biaya pembinaan

anggota pun dapat bersaing, karena beragam kegiatan dan dapat pula dari berbagai

kalangan manapun menjangkaunya.

Pengumuman Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Kementerian

Hukum dan HAM (Dirjen AHU) di situs resminya sejak awal Januari 2018

menyampaikan soal mekanisme ujian pengangkatan notaris sebagai syarat baru

menjadi notaris. Melengkapi Ujian Kode Etik Notaris (UKEN), ujian pra Anggota

Luar Biasa (ALB) sebagai syarat untuk mengikuti UKEN, serta ujian magang

bersama, lengkap sudah ada 4 ujian khusus untuk menjadi notaris yang mana

penyelenggaraannya dilakukan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI)

Ujian baru ini berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM

(Permenkumham) No. 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata

Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan

Notaris (Permenkumham 62/2016) dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM

(Permenkumham ) No. 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris.

Memang, sebenarnya aturan itu sudah dibuat sedemikian rupa dan wajib

ditaati. Tetapi kebijakan ini menurut Penulis kurang popular, artinya hak

seseorang untuk menjadi Notaris pun (dengan hitung-hitungan biaya diatas, belum
11

termasuk biaya PNBP Pengangkatan Notaris) sebenarnya bisa dikatakan hanya

terjangkau dari kalangan menengah ke atas. Jika kita kembali ke pokok diatas,

intinya dalam hal ini Pemerintah melalui Kementrian Hukum dan Hak Asasi

Manusia hanya memfasilitasi dan bekerjasama hanya dengan Ikatan Notaris

Indonesia (INI) baik dalam pembinaan Notaris dan Pengangkatan Notaris itu

sendiri. Organisasi lain tidak diperkenankan, meski itu Pembinaan dan

Pengawasan dari calon Notaris sekalipun (Anggota Luar Biasa).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka Peneliti tertarik untuk

melakukan Penelitian tentang “Kewajiban Notaris Berhimpun Dalam Satu

Wadah”.

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas maka, perlu kiranya

dirumuskan dan dibatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam

penulisan tesis ini, Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Kewajiban Berhimpun Satu Wadah Notaris kaitannya dengan

Kebebasan Berkumpul dan Hak Asasi Manusia?

2 Implikasi diberlakukannya Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-

undang tentang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 bagi

Wadah/Perkumpulan/Organisasi Notaris lain selain Ikatan Notaris

Indonesia (INI)?
12

D. KEASLIAN PENELITIAN

Adapun penelitian tesis yang diangkat dengan judul ”KEWAJIBAN

NOTARIS BERHIMPUN DALAM SATU WADAH ”, sangatlah berbeda dengan

penelitian-penelitian terdahulu atau sebelumnya yang juga menganalisis mengenai

kewajiban para notaris untuk berhimpun dalam satu wadah organisasi yang telah

ditentukan oleh pemerintah melalui peraturan Undang-Undang yang berlaku.

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan tesis ini

adalah:

1. Syarifa (Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia

Depok/0906583491) Tahun 2011.4

Judul Tesis: Peran Organisasi Profesi Notaris Menjaga Kode Etik

Notaris.

Perumusan Masalah:

a. Bagaimanakah peran organisasi profesi Notaris (INI) dalam hal

menjaga Kode Etik Notaris dan melindungi anggotanya?

b. Bagaimana Bagaimanakah peran organisasi profesi Notaris (INI)

dalam menangani Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik

Notaris?

Hasil Penelitian:

a. Peran INI dalam hal menjaga Kode Etik Notaris dan melindungi

anggotanya adalah bahwa INI telah melakukan pembinaan dan

4
Syarifa, Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas
Indonesia, lulus tahun 2011.
13

pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan profesi para anggotanya,

sesuai dengan Pasal 7 Kode Etik Notaris INI. Pembinaan yang

dilakukan oleh Pengurus INI, sifatnya memberikan pembekalan

terhadap calon Notaris dalam rangka pemahaman kode etik Notaris

serta peraturan-peraturan yang terkait dengan pelaksanaan jabatan

Notaris. INI melakukan ujian kode etik dua kali dalam setahun yang

sebelumnya dilakukan pembekalan oleh Pengurus Pusat INI di

Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan dan

Sulawesi. INI juga melakukan pendidikan Sistem Administrasi Badan

Hukum (SABH). Dimana Sistem Administrasi Badan Hukum

(SABH) itu sendiri adalah sebuah sistem komputerisasi pendirian

Badan Hukum yang akan diterapkan di Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia. Sistem Administrasi Badan

Hukum (SABH) tersebut diselenggarakan secara bersama dengan

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

b. Peran INI dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran Kode Etik

Notaris ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan INI bersama- sama

dengan Pengurus INI. Dewan Kehormatan INI adalah perangkat INI

berupa lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam

perkumpulan yang bertugas untuk melakukan pembinaan, bimbingan,

pengawasan Kode Etik Notaris INI, dan memeriksa serta mengambil

keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik. Pasal 82

Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris


14

berhimpun dalam satu wadah organisasi Notaris yaitu INI. Pasal 83

Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa organisasi

Notaris menetapkan dan menegakan kode etik Notaris.

2. Angela Delena P (Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan

Universitas Diponegoro/ B4B 007 014) Tahun 2009.5

Judul Tesis: Eksistensi Ikatan Notaris Indonesia (INI) Setelah

Berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris (Studi Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor : 009-014/PUU-III/2005)

Perumusan Masalah:

a. Bagaimana eksistensi Ikatan Notaris Indonesia (INI) setelah

berlakunya Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor : 009-014/PUU-III/2005?

b. Apa dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi

menolak gugatan pemohon dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor : 009-014/PUU-III/2005?

Hasil Penelitian:

a. Keberadaan Ikatan Notaris Indonesia (INI), sebagai wadah tunggal

organisasi notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) UU

JN, merupakan prinsip yang bersifat universal, karena keharusan

adanya satu wadah organisasi profesi Jabatan Notaris tidak hanya

5
Angela Delena P, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro, lulus tahun 2009.
15

terdapat di Indonesia saja, hal serupa juga terdapat di negara lain,

khususnya negara-negara yang tergabung dan menganut sistem

hukum Civil Law (Eropa Kontinental) yang dikenal sebagai notaris

latin (civil law notary), yang juga hanya mengenal satu wadah

organisasi bagi para Notaris. Hal tersebut sesuai dengan keterangan

Presiden Union International Del Notariado Latino (UINL), dalam

suratnya tanggal 4 September 2002 yang menyatakan, bahwa di

negara yang mempunyai satu sistem hukum dan mempunyai sistem

pemerintahan pusat di mana hanya ada 1 (satu) Departemen

Kehakiman (Department of Justice), harus hanya ada 1 (satu)

organisasi profesi Notaris di masing-masing negara yang

bersangkutan.

b. Ketentuan Pasal 82 (1) Jo Pasal 1 angka 5 UU A yang mengatur

tentang "Notaris berhimpun dalam satu wadah organisasi" adalah

tidak bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28G ayat (1)

UUD 1945 dengan alasan sebagai berikut: Dalam menafsirkan Pasal

28E ayat (3) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, tidak bisa dilakukan

secara mandiri dan terpisah dari ketentuan-ketentuan lain yang diatur

dalam UUD 1945, khususnya dan keseluruhan Pasal dalam Bab X A

tentang Hak Asasi Manusia. Keberadaan Pasal 82 ayat (1) UUJN

yang tidak tegas dan jelas isinya yang kemudian diajukan ke MKRI,

meskipun pada akhirnya MKRI tidak memutuskan secara tegas

adanya satu-satunya organisasi jabatan Notaris, hanya menegaskan


16

dalam kenyataannya selama ini, bahwa INI yang sudah ada sebagai

suatu organisasi jabatan Notaris di Indonesia. Bahwa dalam putusan

MKRI organisasi Jabatan Notaris selain INI diakui, karena hal ini

merupakan penerapan dari ketentuan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945,

tapi bukan dimaksudkan sebagai Organisasi Notaris untuk

menghimpun mereka yang menjalankan tugas jabatan sebagai

Notaris. Dengan demikian kedudukan organisasi seperti itu, anggap

saja sebagai organisi Notaris menghimpun untuk mereka yang

mempunyai kesamaan minat dalam bidang Notaris.

Adapun perbedaan tesis ini dengan tesis-tesis sebelumnya adalah dalam

penelitian tesis ini tidak hanya semata-mata membahas mengenai kewajiban

notaris untuk bergabung dengan memilih wadah yang diakui sah oleh pemerintah

melalui Undang-undang, tetapi dalam tesis ini juga membahas Implikasi

diberlakukannya Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang tentang

Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 bagi Wadah/Perkumpulan/Organisasi

Notaris lain selain Ikatan Notaris Indonesia (INI).

Kemudian dalam tesis ini juga membahas secara rinci mengenai

Kedudukan Wadah/Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan

Wadah/Perkumpulan/Organisasi lain jika dikaitkan dengan Kebebasan Berkumpul

dan Hak Asasi Manusia.

Dengan demikian jelaslah bahwa tesis ini sebagai pembeda terhadap

penelitian-penelitian sebelumya, akan tetapi penelitian-penelitian sebelumnya


17

yang terkait dengan penelitian ini tetaplah digunakan sebagai bahan analisa dalam

penelitian tesis ini.

E. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN:

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis mengenai

Kewajiban Berhimpun Satu Wadah Notaris kaitannya dengan Kebebasan

Berkumpul dan Hak Asasi Manusia.

2. Untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis mengenai Implikasi

diberlakukannya Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang

tentang Jabatan Notaris bagi Wadah/Perkumpulan/Organisasi Notaris lain

selain Ikatan Notaris Indonesia (INI.

Kegunaan Penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi dalam kerangka pengembangan ilmu

pengetahuan dan wawasan dalam disiplin ilmu hukum khususnya hukum

kontrak dan peraturan jabatan notaris.

2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan bagi pihak-

pihak yang berkepentingan yaitu pemerintah selaku pembuat peraturan

perundang-undangan, notaris, dan pihak klien atau penghadap dengan

kepastian hukum.

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kewenangan Notaris
18

Dalam menjalankan profesinya, Notaris memberikan pelayanan

hukum kepada masyarakat, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30

tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang diundangkan tanggal 6 Oktober 2004

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117 dan

mengalami perubahan terakhir Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Dengan berlakunya

undang-undang ini, maka Reglement op Het Notaries Ambt in Indonesia /

Peraturan Jabatan Notaris Di Indonesia (Stb. 1860 Nomor 3) dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris menegaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

Dari pasal tersebut terlihat sebuah perbedaan dengan pada masa awal notaris di

Indonesia, pada saat ini notaris bukan lagi pegawai pemerintah melainkan

pejabat umum yang mandiri yang memiliki kewenangan dalam membuat akta

autentik sepanjang untuk pembuatan akta tersebut tidak dikecualikan kepada

pejabat lain.

Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar). Seseorang

menjadi pejabat umum apabila ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah

dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam dalam hal-

hal tertentu. Karena itu notaris sebagai pejabat umum ikut serta melaksanakan
19

kewibawaan (gezag) dari pemerintah. Notaris disebut sebagai pejabat umum

dikarenakan kewenangannya untuk membuat akta autentik.6

Dalam menjalankan jabatannya, notaris memiliki panduan yaitu

berupa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode

Etik Profesi Notaris yang harus senantiasa dipatuhi dan dijunjung tinggi. Salah

satu kewajiban notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris adalah

membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2

(dua) orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi

dan notaris. Berdasarkan ketentuan tersebut jelas bahwa pada saat pembacaan

akta notaril harus dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi, begitu juga pada

saat penandatanganan akta, saksi tersebut juga harus turut membubuhkan tanda

tangannya.

Notaris dalam menjalankan jabatannya di Indonesia didasarkan

kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Undang –

undang ini mengatur segala kewenangan, hak dan kewajiban serta larangan

bagi seorang notaris dalam menjalankan jabatannya. Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dengan demikian notaris

adalah seorang pejabat umum yang diberi wewenang oleh hukum untuk

6
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Persepektif Hukum dan
Etika, Yogyakarta: UII Press, hlm 16
20

membuat akta-akta yang menjadi kewenangannya dalam menjalankan

jabatannya.

Kewenangan lain notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang menegaskan

sebagai berikut:

(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris
berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
21

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur peraturan perundang-
undangan.
Surat atau akta yang dibuat oleh notaris dalam perkara perdata

memegang peran yang sangat penting. Didalam semua kegiatan yang

menyangkut dibidang lapangan hukum perdata, sengaja dicatat atau dituliskan

dalam suatu surat atau akta sebagai maksud untuk menjadi alat bukti transaksi

atau peristiwa hubungan hukum yang terjadi apabila suatu ketika timbul

sengketa atas peristiwa itu sehingga dapat dibuktikan permasalahan dan

kebenarannya oleh akta yang bersangkutan dihadapan pengadilan.

Agar akta yang dibuat oleh seorang notaris dapat berlaku sebagai

akta yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna di mata hukum, yang

mana kekuatan pembuktian tersebut tidak dapat dicari-cari kesalahannya oleh

pihak lain untuk digugurkan sebagai alat bukti autentik, maka akta tersebut

dibuat harus dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah disyaratkan

terhadapnya.

Berkaitan dengan akta notaris maka Pasal 15 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagai berikut:

Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
22

Autentik tidaknya suatu akta tidaklah cukup apabila akta itu dibuat

oleh dan di hadapan pejabat saja. Di samping itu caranya membuat akta

otentik itu haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang.

Sutau akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa

ada kemampuan untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah

dapat dianggap sebagai akta otentik, tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta

di bawah tangan apabila ditandatangani oleh pihak –pihak yang bersangkutan.

Hal ini juga dapat dilihat pada Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa “Akta Notaris yang

selanjutnya disebut Akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan

Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang

ini”. Dengan demikian apabila suatu akta dibuat oleh atau dihadapan notaris

tapi tidak mengikuti bentuk dan tata cara yang ditetapkan undang undang

maka sifat keontetikannya menjadi hilang atau tidak ada.

Dalam Pasal 1868 KUH Perdata juga dapat diartikan bahwa akta

notaris adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-

undang, dibuat oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yang berkuasa

untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.

Dilihat dari aspek hukum pembuktian maka Akta Notaris merupaka

bukti tulisan yaitu bukti tulisan dalam bentuk akta autentik. 7

2. Ikatan Notaris Indonesia sebagai Satu satunya Wadah Tunggal

7
Habib Adjie, 2009, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Bandung: PT. Refika Aditama, hlm 47-48
23

2.1 Wadah Tunggal Organisasi Notaris

Wadah tunggal organisasi Notaris sebagai Pejabat Umum

diperlukan untuk melakukan pembinaan, pengembangan, serta pengawasan

terhadap para Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang

diberikan negara sebagai Pejabat Umum. Sangat berbahaya untuk

kepentingan umum kalau organisasi notaris ini tidak dalam satu wadah

organisasi, karena akan mengalami kesulitan dalam hal pembinaan,

pengembangan serta pengawasan terhadap notaris.

Misalnya seorang notaris yang dikenai sanksi kode etik oleh satu

organisasi, akan dapat berpindah ke organisasi notaris yang lain untuk

mendapatkan perlindungan, karena memiliki kode etik dan mekanisme

pemberian sanksi yang berbeda.

Menurut Organisasi Notaris Latin International, yaitu suatu

organisasi internasional tempat bergabungnya organisasi-organisasi notaris

sedunia, pada negara-negara yang menggunakan sistim hukum Civil Law atau

Eropa Continental dinyatakan, bahwa pada setiap negara kesatuan dalam

sistem Notaris Latin hanya ada satu organisasi Notaris dan hanya mempunyai

satu Kode etik pula, sebab apabila ada lebih dari satu organisasi akan

membingungkan masyarakat, dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Kriteria organisasi profesi Jabatan Notaris sebagaimana ketentuan

Pasal 1 ayat (5) UU JN, yang mengharuskan organisasi profesi Jabatan

Notaris berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum. Hal tersebut

merupakan konsekuensi logis dari keberlakuan suatu peraturan


24

perundangundangan yang mengikat kepada seluruh warga negara. Sebagai

tindak lanjutnya adalah timbulnya kewenangan negara untuk membina dan

mengatur warga negaranya.

Oleh karena profesi Jabatan Notaris berkedudukan sebagai pejabat

umum, yaitu pejabat yang melaksanakan sebagian tugas pemerintahan

khususnya dalam bidang hukum privat,8 oleh karena itu profesi Jabatan

Notaris memiliki sifat-sifat yang "spesifik" dan berbeda dengan organisasi

profesi atau organisasi masyarakat lainnya.

Selain itu terdapat pula fungsi yang melekat atas keberadaan wadah

tunggal notaris, yaitu Wadah Tunggal Organisasi Notaris sebagai organ

negara dalam arti luas, yaitu untuk melindungi kepentingan masyarakat dan

kepentingan public, sehingga dengan demikian adanya Wadah Tunggal

Organisasi Notaris, justru semata-mata agar tidak terjadi kerancuan antara

Wadah Tunggal tersebut yang melaksanakan sebagian fungsi organ negara

dalam arti luas dan wadah atau organisasi lain yang menggunakan nama

sama, namun tidak melaksanakan fungsi-fungsi demikian.9

2.2 Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai Wadah Tunggal Organisasi

Notaris

Ikatan Notaris Indonesia (INI) penulis ketahui adalah sebagai

wadah tunggal organisasi notaris di Indonesia. Berdasarkan ketentuan


8
putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 066/PUUII/2004, tentang pengujian
UU MK dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri)
9
Putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan masalah keberadaan Wadah Tunggal
suatu organisasi yaitu: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-11/2004
mengenai permohonan Pengujian UU MK dan UU RI Nomor 1 Tahun 1987 tentang
Kamar Dagang dan Inclustri terhadap UUD 1945).
25

Anggaran Dasar Perkumpulan Notaris yang terakhir telah disahkan oleh

Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-

10221.HT.01.06 tahun 1995 dan telah diumumkan dalam Berita Negara

Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan No.1/P-1995,

Ikatan Notaris Indonesia merupakan satu-satunya wadah organisasi bagi

segenap Notaris di seluruh Indonesia yang berbentuk Perkumpulan yang

berbadan hukum.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Ikatan Notaris Indonesia,

adalah organisasi yang berbentuk Perkumpulan yang berbadan hukum

sebagai satu-satunya organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris

di seluruh Indonesia, bercita-cita untuk menjaga dan membina keluhuran

martabat dan jabatan Notaris. Menurut Pasal 1 angka 5 UUJN menegaskan

syarat organisasai jabatan Notaris ada 2 (dua), yaitu : (1) berbentuk

perkumpulan; dan (2) berbadan hukum. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal

82 dan 83 UUJN parameter organisasi jabatan Notaris wajib mempunyai :

a. Anggaran Dasar;

b. Anggaran Rumah Tangga;

c. Kode Etik Jabatan;

d. Mempunyai Buku Daftar Anggota yang salinannya disampaikan

kepada Menteri dan Majelis Pengawas.

2.3 Unsur-unsur Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI)

Ikatan Notaris Indonesia (INI) telah memenuhi Menurut Pasal 1

angka 5 UUJN menegaskan syarat organisasai jabatan Notaris ada 2 (dua),


26

yaitu : (1) berbentuk perkumpulan; dan (2) berbadan hukum. Selanjutnya

dalam ketentuan Pasal 82 dan 83 UUJN kriteria organisasi jabatan Notaris

wajib mempunyai :

a. Anggaran Dasar;

b. Anggaran Rumah Tangga;

c. Kode Etik Jabatan;

d. Mempunyai Buku Daftar Anggota yang salinannya

disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas.

Organisasi jabatan Notaris juga harus mempunyai kesinambungan dalam

melaksanakan roda organisasi, misalnya pertemuan anggota atau kongres secara

terjadwal dan berjenjang yang sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga organisasi, disamping itu juga adanya pertemuan ilmiah dan pembinaan

untuk para anggota yang terstruktur dan terjadwal. Kesemuanya itu telah dipenuhi

oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), oleh karena itu INI sebagai satu-satunya

organisasi jabatan yang menghimpun mereka yang menjalankan tugas jabatan

sebagai Notaris.

Menurut ketentuan Pasal 1 Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia Hasil

Konggres Ikatan Notaris Indonesia di Jakarta tanggal 28 Januari 2006, yang

dimaksud Perkumpulan bernama Ikatan Notaris Indonesia disingkat I.N.I., adalah

organisasi profesi jabatan Notaris yang berbadan hukum, sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang tentang Jabatan Notaris.


27

Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 6, dinyatakan, bahwa Perkumpulan

adalah satu-satunya wadah organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris

di seluruh Indonesia.

Selain pengaturan dalam Anggaran Dasar, ketentuan mengenai keberadaan

Ikatan Notaris Indonesia juga terdapat dalam Anggaran Rumah Tangga Ikatan

Notaris Indonesia hasil Keputusan Rapat Pleno Ikatan Notaris Indonesia di Medan

pada tanggal 29 Maret 2007, yaitu dalam Bab I Status Perkumpulan Pasal 1 yang

berbunyi : Ikatan Notaris Indonesia, selanjutnya disingkat INI, adalah satu-

satunya wadah organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris di seluruh

Indonesia.

Terakhir, Kode Etik yang ditetapkan di Banten, pada tanggal 30 Mei 2015

tersebut memuat ruang lingkup, kewajiban, larangan dan pengecualian serta

tatacara penegakan kode etik bagi Notaris dalam Pelaksanaan Jabatannya. Notaris

dapat dikenakan sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas

ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Kode Etik. Penerapan sanksi atas

pelanggaran Kode Etik perlu mendapatkan kajian lebih lanjut mengingat, sanksi

tersebut dijatuhkan oleh Organisasi Profesi Notaris dan berbeda dengan sanksi

yang diberikan oleh Majelis Pengawas Notaris yang telah diatur dalam UUJN.

2.4 Organisasi Lain Non Ikatan Notaris Indonesia (non-INI)

Keberadaan PERNORI (Perhimpunan Notaris Reformasi Indonesia), HNI

(Himpunan Notaris Indonesia) dan Asosiasi Notaris Indonesia (ANI) diketahui

oleh Menteri Hukum dan HAM sebagaimana ternyata antara lain Surat
28

Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik IndonesiaNomor C-

HT.03.10-02, tertanggal 23 Mei 2000 a quo dan surat DepartemenKehakiman dan

HAM tanggal 4 Juli 2002 yang ditujukan kepada Ketua Umum PERNORI No.C2-

HT-03.10-167, yang lampirannya merupakan fotocopy berupa surat edaran nomor

C.PW.01.10.02, tertanggal 29 Juni 2002 a quo.

Namun, memang Penulis belum menemukan beberapa kriteria dalam

ketentuan Pasal 82 dan 83 UUJN yaitu:Kode Etik Jabatan dan Mempunyai Buku

Daftar Anggota yang salinannya disampaikan kepada Menteri dan Majelis

Pengawas. Hal inilah yang membedakan antara Organisasi INI dan non-INI.

Selain itu eksistensi dari organisasi profesi notaris lain diatas seperti

PERNORI, HNI dan ANI, tidak diakui keberadaannya sebagaimana ternyata dari

antara lain Dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor:M.02.PR.08.10

Tahun 2004 tanggal 7 Desember 2004.

3. Mengenai Kebebasan Berkumpul

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

memberikan jaminan yang sangat tegas dalam Pasal 28E ayat (3) bahwa

“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat.” Pengaturan seperti ini mengandung substansi yang jauh lebih tegas

dibanding rumusan asli Pasal 28 UUD 1945 sebelum terjadinya perubahan

kedua pada tahun 2000 yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan

berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya

ditetapkan dengan undang-undang.”


29

Menurut Jimly Asshiddiqie, jika ketentuan jaminan hak berserikat itu

ditetapkan dengan undang-undang, berarti jaminannya baru ada setelah

ditetapkan dengan undang-undang10. Selama undang-undang-nya belum lahir,

maka tidak ada jaminan bahwa kebebasan berserikat dapat dilakukan oleh

setiap warga negara. Oleh karena itu, sebenarnya ketentuan asli Pasal 28 UUD

1945 itu bukanlah rumusan HAM seperti umumnya dipahami. Namun dengan

adanya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebebasan

berserikat memang telah dijamin dengan pasti dalam konstitusi, meskipun

dalam pelaksanaannya dapat saja diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

Kebebasan berserikat (freedom of association) dalam pelaksanaannya tunduk

juga kepada pembatasan-pembatasan tertentu yang berlaku secara khusus atau

pembatasan-pembatasan yang berlaku umum terhadap HAM. Semua instrumen

hukum internasional selalu menyertakan persyaratan “peaceful” terhadap prasa

“freedom of assembly”, sehingga menjadi “freedom of peaceful assembly”.

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945-pun dalam ketentuan

Pasal 28J memberikan pembatasan dalam menjalankan hak dan kebebasan agar

setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-

undang. Pembatasan ini dimaksudkan untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi

tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan


10

Mahkamah Konstitusi, hal. 9.


30

Ketentuan dalam Pasal 28J, tidak boleh bersifat mengurangi

pelaksanaan kebebasan atas hak berserikat yang merupakan kelompok HAM

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapan juga.

Karena-nya menurut Jimli Asshiddiqie, pengaturan dan pembatasan haruslah

benar-benar didasarkan atas suatu rea-sonable ground (alasan rasional yang

masuk akal) dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan

yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan

ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Dewasa ini, pada

umumnya disadari bahwa kebebasan untuk terlibat dalam organisasi atau

perkumpulan memang terkait erat dan penting dalam mengekspresiakan

gagasan, aspirasi, dan keyakinan.

Karena manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial yang

berarti senantiasa berkehendak untuk hidup bekelompok. Dalam kehidupan

berkelompok itulah manusia saling mengomunikasikan gagasan dan menyusun

aksi bersama untuk memenuhi kepentingan/kebutuhan mereka. Kepentingan

atau kebutuhan bersama melahirkan gagasan untuk melindungi dan

memperjuangkan pemenuhan kebutuhan bersama melalui wadah organisasi,

sebagai konsep hak atas kebebasan berserikat11.

Dalam mengekspresiakan gagasan, aspirasi, dan keyakinannya kadang

kala juga tidak terlepas dari pelanggaran terhadap hak-hak orang lain yang

patut juga dihormati secara hukum. Mereka yang menjadi anggota suatu

11
Abdul Hakim G. Nusantara, “Lindungi Kebebasan Berserikat”, Opini, Harian Kompas,
Senin, 6 September 2010, hal. 7.
31

organisasi tetapi tidak terlibat dan terbukti tidak mengambil bagian dalam

aktifitas yang melanggar hukum ataupun tidak terkait dengan tujuan-tujuan

yang melanggar hukum itu tentu tidak menjadi ancaman, baik sebagai pribadi

warga negara maupun pemerintah sebagai pekerja ‘pekerja publik’. Jika

anggota suatu organisasi melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan yang

kemudian dianggap tidak sah, tetapi hal itu tanpa didasari oleh niat yang

khusus (specific intent) untuk mewujudkan tujuan yang tidak sah maka orang

tersebut secara tidak perlu dapat dikatakan telah melanggar kebebasan yang

dijamin oleh konstitusi. Kebebasan seseorang untuk berkumpul dan berserikat

menyangkut kebebasan untuk menentukan pilihan organisasi dengan atau

kemana. Dengan kata lain, seseorang haruslah secara sukarela menentukan

sendiri kehendak bebasnya, tidak karena dipaksa ataupun digiring orang lain

untuk mengikuti suatu organisasi. Setiap orang berhak untuk mendirikan

organisasi dalam rangka mengekspresikan ide dan gagasan atau

mengorganisasikan upaya mewujudkan keyakinannya secara demokratis.

4. Kebebasan Berkumpul Merupakan Hak Asasi Manusia

Kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat

merupakan salah satu wujud dari hak asasi manusia yang dapat di

kelompokkan kedalam hak–hak politik, dan kebebasan berserikat ini di

atur di dalam Undang–Undang dasar 1945 Pasal 28 E ayat (3).

Pasal 28 maupun Pasal 28E ayat (3) menggandengkan hak berserikat dan

berkumpul, dengan hak mengeluarkan pendapat. Perumusan ini erat kaitannya

dengan sejarah instrumen hak asasi manusia universal dimana freedom of


32

expression, freedom of peaceful assembly and association diatur secara

berangkai. Hak atas kemerdekaan berserikat tersebut erat berhubungan dengan

hak kemerdekaan pikiran dan berpendapat. Kemerdekaan berserikat dan

berkumpul merupakan salah satu ekspresi pendapat dan aspirasi atas idée yang

disalurkan dengan cara bekerja sama dengan orang lain yang memiliki idée dan

aspirasi yang sama. Freedom of association dan freedom of assembly menjadi

bagian integral dan terkait erat dengan freedom of expression.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara

indonesia diberikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat yang seluas- luasnya untuk membentuk,

partaipolitik, organisasi, dan perkumpulan–perkumpulan masyarakat

serta kebebasan dalam melakukan aktifitas politik asalkan tidak

bertentangan dengan pancasila, Undang–undang dasar 1945 serta menjaga

kesatuan dan persatuan negara Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam hal ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif

adalah terletak pada pemecahan problem atau masalah hukum, yang

menghasilkan pendapat hukum merupakan penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti dan menggunakan bahan hukum yaitu bahan hukum primer,
33

bahan hukum sekunder bahan hukum tersier yang didapat dari penelitian

kepustakaan (library research).12

2. Tipe Penelitian

Penulis memilih tipe penelitian hukum mengenai hal pertentangan hukum

yaitu aturan dari peraturan perundang-undangan satu dengan yang lainnya saling

bertentangan. Adapun pertentangan hukum yang dimaksud adalah terdapat dalam

Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Jabatan Notaris menyebutkan, “(1)

Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris. (2) Wadah Organisasi

Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia. (3)

Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu-satunya

wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan maksud dan

tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Notaris”, karena ketiga ayat tesebut

bersifat memaksa bagaimana pengaturan hukum dalam hal kewajiban notaris

untuk berhimpun dalam hanya satu wadah organisasi notaris, kemudian dikaitkan

dengan kebebasan berkumpul dan Hak Asasi Manusia .

3. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif analitis yaitu penelitian yang bersifat

secara ilmiah dengan suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan

pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian

12
Soerjono Soekanto, 1995, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT.
RajaGrafindo, hlm. 13
34

mengusahakan suatu pemecahan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta

tersebut.

4. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (the case approach),

Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan

telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang

telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap. 13

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan konsep (conceptual

approach) yaitu manakala peneliti beranjak dari pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, dan dengan demikian

maka peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian

hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu

yang dihadapi. 14

5. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan sebagai sumber bahan hukum

dalam penulisan ini adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 terhadap Perubahan Undang-

Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran

13
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media, hlm. 93
14
Ibid, hlm. 95
35

Negara Republik Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5491);dan

3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

LN Nomor 165 Tahun 1999, TLN Nomor 3886.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang diperoleh dari buku-buku,

majalah, koran, situs internet, pendapat serta pandangan dari berbagai

pihak yang digunakan dalam penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia.

6. Teknik Pengumpulan bahan hukum

Dalam pengumpulan bahan hukum penulis menggunakan studi

kepustakaan, yaitu dengan meneliti peraturan perundang-undangan dan

literatur-literatur dengan menginventarisir buku-buku yang mempunyai

keterkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

7. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Setelah semua bahan hukum primer, sekunder dan tersier terkumpul

maka kemudian dilakukan pengolahan bahan hukum dengan membagi-bagi

bahan hukum sesuai dengan bagian permasalahan, kemudian disusun

sedemikian rupa untuk menjawab isu hukum yang telah dirumuskan.

Setelah semua bahan hukum diolah, penulis menganalisis bahan

hukum tersebut secara kualitatif dengan pendekatan kasus (the case approach),

pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan

telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang
36

telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap.

H. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam proses penguraian serta pembahasan

mengenai isi dan materi dalam penyusunan tesis ini, maka masing-masing isi dan

materinya tersebut dibagi-bagi ke dalam beberapa bab, yang mana masing-masing

babnya terdiri atas beberapa sub bab, yang pada prinsipnya dapat digambarkan

sebagai berikut:

Pada Bab I merupakan Pendahuluan, yang berisikan latar belakang

masalah, rumusan permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, keaslian

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penelitian.

Bab II merupakan elaborasi masalah pertama dalam penelitian tesis ini,

yaitu yang berkaitan dengan Kewajiban Berhimpun Satu Wadah Notaris kaitannya

dengan Kebebasan Berkumpul dan Hak Asasi Manusia;.

Bab III merupakan elaborasi dari masalah kedua dalam penelitian tesis

ini yang berkaitan dengan Implikasi diberlakukannya Pasal 82 ayat (1), ayat (2)

dan ayat (3) Undang-undang tentang Jabatan Notaris bagi

Wadah/Perkumpulan/Organisasi Notaris lain selain Ikatan Notaris Indonesia

(INI).

Kemudian pada Bab IV merupakan Penutup, yang berisikan Kesimpulan

terhadap apa yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan Saran terhadap

apa yang telah diuraikan tersebut.


37

I. JADWAL KEGIATAN

No
Kegiatan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan IV
.
1 Pembimbingan dan Konsultasi Usulan Penelitian dan Penulisan Tesis
Pembimbingan dan
1.a
Konsultasi Rencana Tesis
Penyusunan Usulan
1.b
Penelitian Tesis
Penilaian Usulan Penilaian
1.c
Tesis (Proposal Tesis)
2 Pelaksanaan Penelitian Tesis
Perbaikan Usulan
2.a
Penelitian Tesis
Pembimbingan dan
Konsultasi Usulan
2.b
Penelitian
dan Penulisan Tesis
Pengumpulan Bahan
2.c
Hukum
2.d Analisis Bahan Hukum

2.e Penyusunan Draft

3 Ujian Tesis

4 Penyelesaian dan Penyerahan Tesis Setelah Ujian Tesis

4.a Perbaikan
Penggandaan, Penjilidan
5
dan Pendistribusian
38

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku/Literatur:

Adjie, Habib 2009, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai
Pejabat Publik, Bandung: PT. Refika Aditama

Andasasmita, Komar 1983, Notaris Selayang Pandang, Cetakan Kedua, Alumni,


Bandung;

Asshiddiqie, Jimly Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan


Mahkamah Konstitusi.

Ghofur Anshori, Abdul 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Persepektif


Hukum dan Etika, Yogyakarta: UII Press;

Makarao, Taufik 2004, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, PT. Rineka Cipta,
Jakarta;

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media;

Mertokusumo, Sudikno. 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta :


Liberty.
39

Muhjad, Hadin dan Nunuk Nuswardani. 2012. Penelitian Hukum Indonesia


Kontemporer. Yogyakarta : Genta Publishing.

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. 1994. Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

B. Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran


Negara Republik Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4432)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 terhadap Perubahan Undang-Undang


Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik
Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5491). Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
LN Nomor 165 Tahun 1999, TLN Nomor 3886.

Anda mungkin juga menyukai