Anda di halaman 1dari 35

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN BERITA ACARA

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS

Oleh :
Aghnia Nabila Risto
NPM 1906410363

Abstrak
Berbagai usaha yang dapat dilakukan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, diantaranya mendirikan badan usaha. Salah satunya adalah
Perseroan Terbatas. Suatu perseroan dalam menjalankan kegiatan usahanya
membutuhkan langkah-langkah guna meningkatkan kinerja Perseroan Terbatas. Semua
langkah-langkah tersebut pada umumnya dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham. Hasil RUPS yang dibuat oleh Notaris dinamakan Akta Berita Acara
Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas. Dalam pembuatan Akta tersebut
Notaris sering kali dimintai pertanggungjawaban baik secara perdata maupun pidana
oleh para pihak. Berdasarkan problematika tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah diantaranya : 1) Bagaimana Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Berita
Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas?; 2) Bagaimana
perlindungan hukum bagi Notaris dalam pembuatan Berita Acara Rapat Umum
Pemegang Saham Perseroan Terbatas?; Metode penelitian ini mempergunakan jenis
penelitian yuridis normatif. Teknis pendekatan peraturan perundang-undangan dan
pendekatan analisis konsep hukum dengan menggunakan literatur-literatur hukum
terkait dengan permasalahan tersebut.

Abstarct
Various efforts that can be made by the community in an effort to improve community
welfare, including establishing a business entity. One of them is a Limited Liability
Company. A company in carrying out its business activities requires steps to improve
the performance of a Limited Liability Company. All of these steps are generally
carried out with the approval of the General Meeting of Shareholders. The results of
the GMS made by a Notary are called the Deed of Minutes of General Meeting of
Shareholders of Limited Liability Companies. In drawing up the Deed, the parties are
often held liable for both civil and criminal responsibility. Based on these problems,
several problems can be formulated including: 1) What is the Notary's Responsibilities
in making Minutes of General Meeting of Shareholders of Limited Liability
Companies?; 2) How is the legal protection for notaries in preparing the Minutes of
General Meeting of Shareholders of Limited Liability Companies ?; This research
method uses a juridical nromative research type. The technical approach to legislation
and legal concept analysis approaches using legal literature related to these problems.

Kata Kunci : Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas, RUPS,
Tanggung Jawab, dan Perlindungan Hukum.
A. LATAR BELAKANG

Salah satu tujuan pembangunan nasional sebagaimana termaktub dalam


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV adalah memajukan
kesejahteraan umum. Salah satu cara mewujudkan kesejahteraan umum adalah
dengan meningkatkan pembangunan ekonomi. Berbagai usaha yang dapat
dilakukan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
diantaranya mendirikan badan usaha. Salah satunya adalah Perseroan Terbatas
yang didirikan oleh pihak swasta baik yang bergerak di bidang industri,
perdagangan dan jasa. Perseroan Terbatas merupakan bentuk kegiatan usaha yang
banyak diminati oleh para pelaku usaha karena pertanggungjawabannya yang
bersifat terbatas. Pada dasarnya tujuan dari setiap individu mengadakan segala
macam bentuk usaha adalah mendapatkan keuntungan dan tidak ingin mengalami
kerugian yang dapat berdampak pada harta pribadinya. Untuk menghindari resiko
tersebut, para pelaku usaha mendirikan Perseroan Terbatas sebagai bentuk usaha
mereka.
Pengertian Perseroan Terbatas yang diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) :
Perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruh nya terbagi
dalam saham yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
undang ini serta peraturan pelaksanaanya.

Pendirian Perseroan Terbatas harus dilakukan dengan prosedur dan syarat-


syarat yang telah ditentukan UUPT. Sesuai Pasal 7 ayat (1) UUPT, menentukan
bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia.” Keharusan pembuatan akta otentik dalam
pendirian sebuah perseroan bertujuan untuk menjamin terciptanya kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum sebagai alat bukti tertulis yang sah dan diakui
berkenaan dengan suatu peristiwa atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh
masyarakat. Hal ini dapat diartikan bahwa salah satu peran Notaris adalah dalam
pendirian akta Perseroan Terbatas. Selain pendirian akta Perseroan Terbatas,

1
Notaris juga berperan dalam membuat akta terkait perubahan anggaran dasar
Perseroan Terbatas.
Suatu perseroan dalam menjalankan kegiatan usahanya membutuhkan
langkah-langkah guna meningkatkan kinerja Perseroan Terbatas. Langkah-
langkah tersebut bisa berupa penambahan modal, peningkatan produksi, distribusi
dan penjualan, penambahan partner bisnis untuk memperluas ruang lingkup
kegiatan perseroan dan bermacam langkah lainnya dalam rangka memperoleh
keuntungan yang lebih banyak. Semua langkah-langkah tersebut pada umumnya
dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (untuk selanjutnya
akan disebut RUPS). RUPS merupakan forum Perseroan Terbatas yang mewadahi
pemegang sahamnya atau penanam modalnya. Hasil keputusan RUPS bisa berupa
perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan perseroan atau hal-hal lain yang dianggap perlu untuk diputuskan
dengan RUPS.
Menurut Pasal 19 UUPT disebutkan bahwa “Perubahan Anggaran Dasar
ditetapkan oleh RUPS”. Ada dua macam perubahan Anggaran Dasar menurut
UUPT Pasal 21 ayat (1) dan (3), yaitu :
1. Perubahan Anggaran Dasar yang memerlukan persetujuan dari Menteri, dalam
hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan;
2. Perubahan Anggaran Dasar yang cukup diberitahukan kepada Menteri.
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan
Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau Anggaran
Dasar. RUPS terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang disebut juga
RUPS Luar Biasa (RUPSLB). RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat
6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan/atau dapat diadakan sewaktu-waktu
berdasarkan kebutuhan.
RUPS yang dilaksanakan Notaris dimuat dalam akta risalah rapat yang
merupakan relaas akta atau akta pejabat, yaitu akta yang dibuat oleh Notaris
selaku pejabat umum, sedangkan RUPS yang dibuat di bawah tangan atau
dilaksanakan tanpa kehadiran Notaris dimuat dalam notulen rapat yang dibuat oleh

2
pihak yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk membuat notulen RUPS perseroan
tersebut, misalnya Direksi atau legal staff dari perseroan tersebut.1
Hal ini menjadikan Notaris memiliki kewenangan dalam membuat akta
otentik sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang jabatan Notaris (UUJN), mendefinisikan pengertian Notaris sebagai
berikut : “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ini.” Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berperan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bidang hukum demi
tercapainya suatu ketertiban dan kepastian hukum.2
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, untuk dapat dikategorikan
sebagai akta dengan kekuatan pembuktian yang otentik, maka akta tersebut harus
memenuhi tiga syarat:3
1.Akta dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. Dalam hal ini
Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Jabatn Notaris;
2.Akta dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) pegawai-pegawai umum.
Pegawai umum disini mengacu pada pengertian pejabat umum (openbaar
ambtenaar). Kata “dihadapan” menunjukkan bahwa akta tersebut dibuat atas
permintaan seseorang. Sedangkan akta yang dibuat “oleh” pejabat umum karena
adanya suatu kejadian, pemeriksaan, keputusan dan sebagainya.
3. Bahwa akta itu dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik
ditempat akta tersebut dibuat. Hal ini mengacu pada kewenangan pejabat itu
untuk membuat akta autentik. Wewenang Notaris meliputi 3 hal yaitu :4
a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat
itu (Pasal 15 UUJN).
b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat (Pasal 52 UUJN).

1 Sudaryat, Legal Officer, Cet.I, (Bandung : Oase Media, 2008), hal. 18.
2 Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, (Jakarta:Dunia Cerdas, 2013), hal. 2-
3.
3 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 2, (Jakarta: Erlangga, 1982), hal. 48.
4 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, hal. 49.

3
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat (Pasal 18 UUJN, Pasal 19 ayat (1) UUJN,
Pasal 19 ayat (2) UUJN).
Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian yaitu :
1. Kekuatan pembuktian lahiriah, yang maksudnya adalah kemampuan dari akta
itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik artinya menandakan
dirinya dari luar, dari kata-kata sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum.
2. Kekuatan pembuktian formal, yang maksudnya adalah membuktikan
kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar, dan juga
dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai pejabat umum di dalam menjalankan
jabatannya.
3. Kekuatan pembuktian material yang maksudnya adalah membuktikan para
pihak telah mencapai persetujuan mengenai perjanjian yang dimuat dalam akta
itu. Berarti bahwa isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai benar terhadap
setiap orang yang menyuruh adakan atau dibuatkan akta itu, sebagai bukti
terhadap dirinya atau yang dinamakan “previse preconstituee”. Kekuatan
pembuktian inilah yang dimaksudkan ke dalam Pasal 1870 KUHPerdata, Pasal
1871 KUHPerdata dan Pasal 1876 KUHPerdata.5
Adapun kewenangan Notaris sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 ayat
(1) UUJN yaitu :
Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang yang ditetapkan undang-undang.

Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya, terutama dalam pembuatan


akta harus penuh kehati-hatian dan ketelitian. Hal ini karena akta yang dibuat oleh
Notaris akan menjadi alas hukum bagi adanya suatu perikatan, peristiwa hukum,
status harta benda, hak dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta yang dibuat
oleh Notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya

5 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Hal. 55-59.

4
seseorang atas suatu kewajiban, oleh karena itu Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya harus mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris.6
Dalam pembuatan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan
Terbatas pasti terdapat kendala-kendala. Disinilah akan terlihat peran Notaris
sebagai pihak independen yang menjembatani hubungan hukum antara dua pihak
dalam suatu perjanjian. Hal ini karena secara kodrati, Notaris sebagai manusia
yang dapat melakukan kesalahan-kesalahan baik yang bersifat pribadi maupun
yang menyangkut profesionalitas dalam menjalankan tugas jabatannya. Tidak
jarang Notaris digugat oleh para pihak atau kliennya karena merasa tidak puas atau
merasa dirugikan akibat dari akta otentik yang dibuat oleh Notaris. Dalam hal ini,
Notaris sering digugat baik secara perdata maupun secara pidana karena Notaris
diduga telah melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas dan jabatannya
sebagai pejabat umum dalam membuat akta otentik. Dalam menghadapi segala
bentuk tuntutan atau gugatan dari para pihak atau klien tersebut, harus dilihat
kembali kedudukan akta Notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna. Apabila ada orang atau pihak yang menyatakan
bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang atau pihak yang menyatakan tersebut
wajib membuktikan ketidakbenaran dari akta Notaris tersebut.
Dalam perkara perdata, akta otentik merupakan alat bukti yang bersifat
mengikat dan memaksa artinya hakim harus menganggap segala peristiwa hukum
yang dinyatakan dalam akta otentik adalah benar kecuali ada bukti lain yang dapat
menghilangkan kekuatan pembuktian akta tersebut. Berbeda dengan perkara
pidana, akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti yang tidak dapat
mengikat penyidik dan hakim dalam pembuktian atau bersifat bebas.7 Kekuatan
pembuktian akta Notaris dalam perkara pidana, merupakan alat bukti yang sah
menurut undang-undang dan bernilai sempurna. Namun nilai kesempurnaanya
tidak dapat berdiri sendiri, tetapi memerlukan dukungan alat bukti lain.8

6 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta : UII Press,
2009), hal. 46.
7 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang di Pengadilan,

Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), hal. 283.
8 Ibid, hal. 311.

5
Apabila suatu akta merupakan akta otentik, maka akta tersebut akan
mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya, yaitu :9
1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan
perjanjian tertentu;
2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah
menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika
ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi
perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.
Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai pejabat umum Akta Notaris
pada hakekatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan
para pihak kepada Notaris. Notaris berkewajiban untuk memasukkan dalam akta
tentang apa yang sungguh-sungguh telah dimengerti sesuai dengan kehendak para
pihak dan membacakan kepada para pihak tentang isi dari akta tersebut.
Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan dalam
akta Notaris.10 Notaris tidak memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa apa yang
dinyatakan oleh penghadap tersebut adalah benar atau suatu kebenaran. Hal ini
karena Notaris bukan merupakan investigator dari data dan informasi yang telah
diberikan oleh para pihak.
Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur bahwa sebagai pejabat umum
Notaris dituntut untuk bertanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya.
Apabila akta yang dibuat oleh Notaris ternyata dikemudian hari menimbulkan
sengketa maka yang perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan
Notaris atau kesalahan para pihak yang bertindak tidak jujur dalam memberikan
keterangan kepada Notaris ataukah adanya kesepakatan yang telah dibuat antara
Notaris dengan pihak yang menghadap. Apabila akta yang dibuat oleh Notaris
mengandung cacat hukum disebabkan adanya kesalahan atau kelalaian dari
Notaris sendiri, maka sudah seharusnya Notaris memberikan pertanggungjawaban.
Contohnya, suatu akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna menjadi memiliki kekuatan pembuktian di bawah tangan atau suatu akta

9Salim HS., Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 43.
10Habib, Adjie, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris, (Bandung : Refika Aditama, 2008), hal. 45.

6
menjadi batal demi hukum dikarenakan terdapat hal-hal yang bersifat teknis dan
formal yang seharusnya dipernuhi oleh Notaris. Ketidakpahaman ataupun
kelalaian terhadap hal-hal tersebut ini, maka dapat menyebabkan Notaris dapat
diminta pertanggungjawaban atas kesalahannya, sehingga pihak-pihak yang
menderita kerugian memiliki alasan yuridis untuk menuntut penggantian biaya,
ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.11
Kewenangan Notaris diatur secara jelas dalam Pasal 15 UU Perubahan atas
UUJN dari kewenangan tersebut timbul tanggung jawab Notaris sebagai pejabat
yang bertugas membuat akta otentik. Notaris dalam menjalankan jabatannya
apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka sudah seharusnya Notaris
bertanggung jawab sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya, baik tanggung
jawab dari segi Hukum Perdata, Hukum Pidana maupun Hukum Administrasi.
Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya, terutama dalam
pembuatan akta harus penuh kehati-hatian dan ketelitian dikarenakan kesalahan
dan kelalaian Notaris dapat menyebabkan suatu akta yang dibuatnya menjadi cacat
hukum dan juga dapat merugikan pihak lain. Akta yang dibuat oleh Notaris harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Notaris adalah sebuah profesi
yang menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan
mempunyai peran penting dalam membuat akta autentik yang merupakan alat
bukti yang kuat dan penuh dan oleh karena itu jabatan Notaris merupakan jabatan
kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang baik. 12
Notaris bertugas mengkonstantir kehendak dari para pihak yang akan mengadakan
kesepakatan dalam suatu perbuatan hukum (Partij Acten) atau mengkonstantir
suatu peristiwa hukum dalam pembuatan akta berita acara (process Verbal
Acten).13
Suatu akta melahirkan hak dan kewajiban, maka suatu pihak wajib memenuhi
materi dari yang diperjanjikan dan pihak lain berhak untuk menuntur. Notaris
hanya sebagai media untuk “lahirnya” suatu akta otentik berdasarkan

11 Pasal 84, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, cetakan ke-1,
Bandung : Fokusmedia, 2004.
12 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakkan Hukum Pidana, (Yogyakarta : Brigraf Publishing,

1994), hlm. 5.
13 Habib Adjie, Hukum Notaris di Indonesia - Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, hlm. 40.

7
kewenangannya sebagai pejabat umum. Tanpa adanya bantuan Notaris, akta
tersebut tidak akan pernah lahir. Notaris tidak terlibat dalam pelaksanaan suatu
kewajiban atau dalam hal menuntut suatu hak dari yang diperjanjikan atau yang
berkaitan dengan materi dari suatu akta Notaris, tetapi Notaris berada di luar
hukum para pihak dalam akta tersebut.14
Dalam prakteknya ditemukan banyak gugatan maupun tuntutan dari para
pihak kepada Notaris dalam pembuatan akta otentik khususnya Berita Acara
RUPS PT. Tugas seorang Notaris adalah menuangkan peristiwa dan fakta hukum
yang terjadi selama berlangsungnya Rapat Umum Pemegang Saham. Namun, di
kemudian hari terdapat permasalahan pada akta yang dibuatnya. Hal ini
menyebabkan Notaris tersebut dimintai pertanggung jawabannya.
Tidak sedikit Notaris yang dinyatakan oleh pengadilan melakukan perbuatan
melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dapat dijumpai baik dalam ranah
hukum pidana (public) maupun dalam ranah hukum perdata (privat). Menurut
Munir Fuady, perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum pidana dengan
konteks hukum perdata adalah lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat hukum
pidana yang bersifat publik dan hukum perdata yang bersifat privat. Sesuai dengan
sifatnya yang bersifat publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan
umum yang dilanggar (disamping mungkin ada juga kepentingan individu),
sedangkan dengan perbuatan melawan hukum dalam sifat hukum perdata maka
yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja.15
Berdasarkan latar belakang tersebut mendorong penulis untuk mengangkat
suatu judul yang akan dibahas dalam artikel ini adalah “Tanggung Jawab Notaris
dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan
Terbatas”.
B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas muncul permasalahan sebagai berikut :


1. Bagaimana kewenangan dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Berita
Acara Rapat Umum Pemegang Saham PT ?

14 Irfan Fachrudin, Kedudukan Notaris dan Akta-Aktanya Dalam Sengketa Tata Usaha Negara, Varia Peradilan
Nomor 111, (Juni, Tahun 1997), hal. 151.
15 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005),

hlm. 22.

8
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris dalam pembuatan Berita Acara
Rapat Umum Pemegang Saham PT ?
C. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penelitian hukum yang digunakan adalah pendekatan
yuridis normative (normative legal research) yang sumbernya diperoleh dari
bahan pustaka dan studi dokumen. Penelitian yuridis normative akan mengacu
pada analisa norma hukum dengan tujuan untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. 16 Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan data sekunder, yang antara lain dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen resmi, hasil-
hasil penelitian yang berwujud laporan, dan seterusnya.17
Berdasarkan bentuk penelitian yang yuridis normative, maka jenis data yang
dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari
penelusuran kepustakaan (library research). 18 Dalam penelitian hukum, data
sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier. 19 Sumber data sekunder merupakan sumber data berupa data
kepusatakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.20
Penulis melakukan studi dokumen untuk memperoleh asas-asas, teori,
peraturan perundang-undangan maupun bahan bacaan lainnya.
D. ANALISIS
1. Perseroan Terbatas dan Notaris
PT adalah suatu organisasi dan mempunyai pengurus yang dinamakan direksi.
Sebagai sebuah organisasi sudah pasti mempunyai tujuan, pengawasan dilakukan
oleh komisaris yang mempunyai wewenang dan kewajiban sesuai dengan
ketetapan anggaran dasarnya. PT dapat dibedakan atas dasar besarnya modal dan
jumlah pemegang saham serta perolehan sahamnya yaitu PT Tertutup (private)
dan PT Terbuka (public).

16 Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, cet. 2, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005),
hlm. 47.
17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1884), hlm. 12.
18 Mamudji et.al., Metode Penelitian, hlm. 28.
19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat. hlm. 12.
20 Ibid, hlm. 12-13

9
Bentuk PT adalah salah satu bentuk usaha yang paling banyak dipergunakan
dalam dunia usaha, karena mempunyai sifat atau ciri yang khas yang mampu
memberikan manfaat yang optimal kepada usaha itu sendiri dengan sebagai
asosiasi modal untuk mencari untung atau laba.21
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum (legal entity), yaitu badan hukum
“mandiri” (persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang
berbeda dari bentuk usaha lan, yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu
sebagai berikut :22
1) Sebagai asosiasi modal;
2) Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang pemegang
saham;
3) Pemegang saham:
a. Bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung
jawab terbatas (limited liability);
b. Tidak bertanggung jawab atas kerugian perseoran (PT) melebihi nilai
saham yang telah diambilnya;
c. Tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama perseroan.
4) Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau
Direksi;
5) Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas;
6) Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau
RUPS.
Menurut Pasal 7 ayat (1) UUPT disebutkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Selanjutnya dalam penjelasan dinyatakan yang dimaksud dengan “orang” adalah
orang perorangan atau badan hukum. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang
berlaku berdasarkan undang-undang ini bahwa dasarnya sebagai badan hukum,
perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari
1 (satu) orang pemegang saham.

21 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2005), hal. 142.
22 Ibid., hal. 142-143.

10
Dalam UUPT berlaku prinsip bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum,
perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari
satu orang pemegang saham. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian
saham pada saat perseroan didirikan. Apabila setelah perseroan disahkan oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemudian jumlah pemegang saham
menjadi kurang dari dua orang (perseorangan/badan hukum), maka dalam waktu
enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan
wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain (yang tidak merupakan
kesatuan harta).23
Persyaratan atau ketentuan yang mewajibkan suatu perseroan didirikan oleh
dua orang atau lebih dan kewajiban untuk mengalihkan sebagian sahamnya kepada
orang lain, tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang mempunyai status dan karakteristik khusus sehingga
persyaratan jumlah pendiri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam
peraturan perundang-undangan tersendiri.24
PT sebagai subjek hukum yang berupa badan usaha berbadan hukum lahir
melalui proses hukum (created by legal process) yang pendiriannya harus
dinyatakan dengan Akta Notaris. 25 Selain itu, alasan mengapa Akta Pendirian
harus berbentuk Akta Notaris dikarenakan akta tersebut berfungsi sebagai alat
bukti dan bersifat solemnitas causa, yaitu apabila tidak dibuatkan dalam Akta
Notaris maka Akta Pendirian Perseroan itu tidak memenuhi syarat sehingga tidak
dapat diberikan pengesahan oleh Menteri.26
Selain Akta Pendirian, perubahan anggaran dasar PT juga diwajibkan dibuat
dalam bentuk akta autentik. Perubahan anggaran dasar dapat dinyatakan dalam 3
(tiga) bentuk akta Notaris yaitu Akta Risalah Rapat atau Berita Acara Rapat, Akta
Pernyataan Keputusan Rapat, dan Akta Penyataan Keputusan Para Pemegang
Saham (Akta PKPPS). Dalam Berita Acara Rapat, Notaris turut hadir dan
menyaksikan sendiri jalannya RUPS dalam suatu berita acara. Sedangkan dalam
pembuatan Pernyataan Keputusan Rapat, (PKR) Notaris tidak hadir Ketika RUPS

23 Ibid., hal. 14.


24 Ibid., hal. 15.
25 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Ps. 7 ayat (1).
26 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 161.

11
tersebut diadakan. Notaris membuat akta PKR berdasarkan notulensi RUPS yang
dibuat di bawah tangan disertai dengan bukti-bukti pendukung. Sementara itu,
dalam Akta PKPPS, RUPS tidak diselenggarakan oleh PT, namun dibuat dalam
bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham
yang memberikan persetujuannya terhadap suatu usul.
Kehadiran Notaris dalam RUPS mempengaruhi jenis Akta yang dibuat.
Terdapat 2 (dua) jenis Akta yaitu Akta relaas dan Akta partij. Akta relaas
diartikan sebagai Akta yang berisi uraian Notaris yang dilihat, disaksikan Notaris
itu sendiri atas permintaan para pihak agar tindakan atau perbuatan para pihak
yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau
keterangannya dituangkan dalam Akta Notaris. 27 Sedangkan dalam Akta PKR
dan Akta PKPPS merupakan Akta partij dimana Notaris tidak hadir dalam
kedudukannya pada saat RUPS dilangsungkan atau memang tidak pernah
diadakan RUPS dalam hal pembuatan Akta PKPPS karena keputusannya diambil
berdasarkan penandatanganan dalam bentuk sirkuler. Kedua Akta ini merupakan
akta yang dibuat dihadapan Notaris, dimana terdapat pihak yang ditunjuk dalam
sebuah RUPS maupun berdasarkan surat sirkuler untuk menuangkan keputusan
tersebut dalam bentuk Akta Notaris.
Setelah adanya Akta Notaris, selanjutnya dilakukan pendaftraran secara online
melalui Sistem Administrasi Badan Hukum untuk memberitahukan perubahannya
kepada Menteri atau untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri terhadap
perubahan anggaran dasar dilengkapi dengan dokumen persyaratan lainnya.
2. RUPS
RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ
yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1 butir 3 UUPT yang menyatakan Rapat Umum Pemegang Saham
adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan
memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.
Sesuai Pasal 78 UUPT No. 40 Tahun 2007, RUPS dapat diselenggarakan
dengan 2 (dua) macam RUPS, yaitu sebagai berikut:

27 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris., hlm. 51.

12
a. RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun buku.
b. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan
kebutuhan.
RUPS dilakukan harus memenuhi persyaratan kuorum dan persyaratan
pengambilan keputusan sebagaimana tercantum pada Pasal 86, Pasal 88, Pasal 89
UUPT yang dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS melalui media
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Setelah
RUPS ditutup, harus dibuatkan Berita Acara RUPS yang disetujui dan
ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
Pada dasarnya, pihak yang berwenang menyelenggarakan RUPS tahunan
maupun RUPS Luar Biasa adalah Direksi dan dengan didahului pemanggilan
RUPS sesuai Pasal 79 ayat (1) UUPT. Tetapi tidak menutup kemungkinan RUPS
dapat dilaksanakan berdasarkan permintaan pemegang saham atau Dewan
Komisaris berdasarkan Pasal 79 ayat (2) UUPT.
RUPS merupakan forum Perseroan Terbatas sebagai pertemuan para
pemegang sahamnya dalam menetapkan strategi perusahaan yang akan diambil.
RUPS dalam UUPT dijelaskan merupakan rapat yang dilakukan oleh para
pemegang saham, yang memberikan wewenang yang tidak dimiliki oleh Direksi
dan Dewan Komisaris. Hasil RUPS akan dijadikan landasan yang digunakan oleh
suatu perseroan dalam menjalankan usahanya. Melalui RUPS, para pemegang
saham sebagai pemilik perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang
dilakukan direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang
dijalankan manajemen perseroan.28
Hasil keputusan RUPS bisa berupa perubahan anggaran dasar, penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, pemisahan perseroan, pengajuan permohonan agar
perseroan dinyatakan pailit, atau mengenai hal-hal lain yang perlu untuk
diputuskan dalam sebuah RUPS. RUPS yang diselenggarakan oleh suatu
perseroan merupakan organ yang sangat penting dalam mengambil berbagai
kebijakan yang berkaitan dengan perseroan, sehingga sesuai Pasal 77 ayat (4)
UUPT setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui

28 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 306.

13
dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Dalam prakteknya, RUPS
dituangkan dalam Berita Acara Rapat dalam suatu akta otentik yang dibuat di
hadapan Notaris.
3. Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Berita Acara Rapat Umum
Pemegang Saham Perseroan Terbatas
Notaris adalah pejabat umum yang berfungsi menjamin keautentikan pada
tulisan-tulisannya (akta). Notaris sejatinya hanyalah sebagai fasilitator dari para
pihak dalam partij acte. Pasal 1 angka 1 UUJN, Notaris didefinisikan sebagai
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Definisi yang diberikan oleh UUJN
ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh Notaris. Pembuatan
akta otentik yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka
kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum baik bagi pihak yang
berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa
yang diberitahukan para pihak kepada Notaris, Notaris mempunyai kewajiban
untuk memasukkan keterangan dari para pihak bahwa apa yang termuat dalam akta
Notaris telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan
cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta Notaris. Dengan demikian,
para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak
menyetujui isi akta Notaris yang akan ditandatanganinya.
Akta yang dibuat oleh Notaris harus mengandung syarat-syarat yang
diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1868 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut :
“suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”

Ketentuan pelaksanaan dari Pasal 1868 KUHPerdata ini, diatur dalam


Undang-undang Jabatan Notaris, yang telah merumuskan pengertian Notaris
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1, yang berbunyi sebagai
berikut :

14
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang
ini.”29

Sebelum ditandatangani, akta terlebih dahulu dibacakan kepada penghadap


dan saksi-saksi yang dilakukan oleh Notaris yang membuat akta tersebut.
Pembacaan akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau didelegasikan
pembacaan akta tersebut kepada pegawai kantor Notaris melainkan harus
dilakukan oleh Notaris sendiri. Tujuan pembacaan akta ini adalah agar para pihak
saling mengetahui isi dari akta tersebut yang mana isi dari akta itu merupakan
kehendak para pihak yang membuat perjanjian, pembacaan akta ini juga dilakukan
agar pihak yang satu secara sadar tidak merasa dirugikan apabila terdapat
keterangan serta bunyi akta yang memberatkan atau merugikan pihak lain.30
Notaris sebagai pejabat umum dituntut untuk bertanggung jawab terhadap
akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata di kemudian hari
mengandung cacat hukum, maka perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan
kesalahan Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen
atau keterangan yang sebenarnya dalam pembuatan akta tersebut. Sehingga pada
dasarnya semua kegiatan yang dilakukan oleh Notaris khususnya dalam membuat
akta akan selalu dimintakan pertanggung jawabannya.
Philipus M. Hadjon, menjelaskan kewenangan membuat keputusan hanya
dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau dengan delegasi.
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Philipus
menambahkan bahwa “Berbicara tentang delegasi dalam hal ada
pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu
kurang sempurna, berarti bahwa keputusan yang berdasarkan kewenangan itu
tidak sah menurut hukum”. 31 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dipahami
bahwa atribusi dan delegasi merupakan suatu alat atau sarana yang digunakan
untuk mengetahui apakah suatu badan itu berwenang atau tidak untuk memberikan
kewajiban-kewajiban kepada masyarakat. Dalam hal ini, dapat diketahui bahwa

29 Pasal 1, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, cetakan ke-1,
(Jakarta : Mitra Darmawan, 2004).
30 Ibid., hal 201.
31 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Ketujuh, (Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press, 2001), hal. 110.

15
kewenangan yang dimiliki oleh Notaris merupakan kewenangan atribusi yang
berasal dari peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa segala
kewenangan Notaris adalah sah apabila dilakukan sesuai dengan hukum yang
berlaku yaitu peraturan perundang-undangan. Hal ini secara tegas dapat ditemukan
dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUJN tentang kewenangan Notaris.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Notaris berwenang untuk membuat akta
otentik secara umum.
Wewenang Notaris meliputi empat hal, yaitu :
1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang harus dibuat itu.
Wewenang Notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikecualikan
kepada pihak atau pejabat lain atau Notaris juga berwenang membuatnya
disamping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung arti bahwa
wewenang Notaris dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang umum,
sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas. Sesuai Pasal 15
UUJN yang telah mengatur wewenang Notaris. Wewenang ini merupakan suatu
batasan bahwa Notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan diluar wewenang
tersebut.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat.
Notaris dapat membuat akta untuk setiap orang, agar menjaga netralitas
(imparsial) Notaris dalam pembuatan akta, namun menurut Pasal 52 UUJN,
Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau
orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik
karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus
kebawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat ketiga, dan menjadi pihak
untuk diri sendiri, ataupun dalam suatu kedudukan atau dengan perantaraan
kuasa.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat.
Sesuai Pasal 18 ayat (1) UUJN menentukan bahwa Notaris harus berkedudukan
di daerah kabupaten atau kota. Setiap Notaris sesuai dengan keinginannya
mempunyai tempat kedudukan dan berkantor didaerah kabupaten atau kota
(Pasal 19 ayat (1) UUJN). Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh

16
wilayah provinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat (2) UUJN.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut bahwa Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya tidak hanya berada di tempat kedudukannya karena Notaris
mempunyai wilayah jabatan di seluruh provinsi. Contohnya, Notaris yang
berkedudukan di kota Bandung, maka dapat membuat akta di kabupaten atau di
kota lain dalam wilayah provinsi jawa barat.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus dalam keadaan aktif, artinya
tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara waktu. Notaris tidak
sedang cuti, sakit, atau sementara berhalangan dalam menjalankan tugas
jabatannya, agar tidak terjadi kekosongan, maka Notaris yang bersangkutan
dapat menunjuk Notaris pengganti (Pasal 1 angka 3 UUJN).
Selain harus memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang agar
suatu akta menjadi otentik, seorang Notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut
wajib :32
… melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas
moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta
yang menjadi tanggung jawab Notaris adalah ungkapan yang mencerminkan
keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta.
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia, adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya.
Notaris dibebani tanggung jawab atas perbuatannya/pekerjaanya dalam
membuat akta otentik. Tanggung jawab Notaris sebagai perjabat umum meliputi
tanggung jawab profesi Notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta
diantaranya :33
1. Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta dibuatnya, dalam hal ini
adalah tanggung jawab terhadap kebenaran material akta, dalam konstruksi

32 Tan Thong Kie, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal. 166.
33 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, (Yogyakarta : UII Press, 2009), hal. 30.

17
perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif
maupun pasif. Aktif dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan
kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif dalam artian tidak melakukan
perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian.
Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya kerugian yang
ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu
perbuatan tidak saja melanggar undang-undang tetapi juga melanggar kepatutan,
kesusilaan atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian. Suatu perbuatan
dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut :
a. Melanggar hak orang lain;
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku;
c. Bertentangan dengan kesusilaan;
d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan
harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Tanggung jawab Notaris dalam ranah hukum perdata ini, termasuk di dalamnya
adalah tanggung jawab perpajakan yang merupakan kewenangan tambahan
Notaris yang diberikan oleh Undang-Undang Perpajakan.
2. Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta dibuatnya. Pidana dalam hal
ini adalah perbuatan yang dilakukan oleh Notaris dalam kapasitasnya sebagai
pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks individu
sebagai warga negara pada umumnya.
3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan peraturan jabatan Notaris (Undang-
undang Jabatan Notaris).
4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan kode etik
Notaris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Jabatan Notaris
tentang sumpah jabatan Notaris. Tanggung jawab Notaris sangat diperlukan
meskipun ranah pekerjaan Notaris dalam ranah hukum perdata dan hukum
administrasi serta pertanggungjawaban moral dan etika namun terhadap akta
yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana maka Notaris harus bertanggung
jawab secara pidana, mulai pemerikasaan dalam proses pembuktian di
persidangan dan melaksanakan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap. Tuntutan tanggung jawab ini muncul sejak terjadinya sengketa

18
berkaitan dengan akta yang telah dibuat dengan memenuhi unsur-unsur
perbuatan pidana meliputi:
a. Perbuatan manusia.
b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan, artinya berlaku azas
legalitas, nulum delictum nulla poena sine praevia lege poemali (tidak ada
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak
atau belum dinyatakan dalam aturan undang-undang).
c. Bersifat melawan hukum.
Menurut Abdulkadir Muhammad, Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya:34
a. Notaris dituntut melakukan perbuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta
yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak yang
berkepentingan karena jabatannya.
b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang dibuatnya
itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang
berkepentingan dalam arti yang sebenarnya. Notaris harus menjelaskan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta yang
dibuatnya itu.
c. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta Notaris itu
mempunyai kekuatan bukti sempurna.
Berita Acara RUPS termasuk dalam akta relaas adalah akta yang dibuat oleh
pejabat yang diberi wewenang yaitu Notaris. Dalam akta tersebut, Notaris
menerangkan mengenai apa yang dilihat, disaksikan, dan dilakukannya. Inisiatif
pembuatan akta bukan dari pihak yang nama-namanya tertulis dalam akta,
melainkan dari Notaris yang bersangkutan.35 Cara ini dipilih oleh direksi dan/atau
pemegang saham perseroan apabila agenda RUPS tidak hanya membahas dan
memutuskan hal-hal yang hanya berlaku di dalam lingkungan perseroan sendiri,
tetapi juga memutuskan hal-hal yang harus dimintakan persetujuan dari atau harus
dilaporkan dan diberitahukan kepada Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 21
UUPT.

34Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Hal. 49.


35Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (Bandung: CV Mandar Maju,
2011), hal. 119.

19
Akta yang dibuat oleh (door een) Notaris, yang dinamakan “Akta Relaas:
(relaas acta) atau “Akta Pejabat” (ambtelijke akten) atau “Akta Berita Acara”, ini
berbeda sekali dengan Akta Pihak. Akta Relaas ini isinya bukan merelatir
kehendak pihak, tetapi mencatat segala peristiwa yang dilihat, didengar, dan
dirasakan dari pelaksanaan jalannya rapat atau acara yang diliput.36
Dalam pembuatan akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, seorang
Notaris dituntut untuk bersikap pro aktif, dan mempunyai inisiatif, kecermatan dan
ketelitian. Akta tersebut tidak harus ditandatangani oleh seluruh peserta rapat,
tetapi yang perlu diingat, apabila terjadi ada peserta rapat yang tidak
menandatangani/tidak bersedia menandatangani, maka dalam hal ini Notaris wajib
menulis apa sebab atau alasan mengapa, pihak-pihak yang hadir dalam rapat atau
acara itu, tidak bersedia menandatangani akta tersebut.
Akta-akta yang dibuat oleh Notaris merupakan akta otentik yang dapat
digunakan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna. Arti dari akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,
yang dapat pula ditentukan bahwa siapa pun terikat dengan akta tersebut,
sepanjang tidak bisa dibuktikan dengan bukti, maka sebaliknya dapat dilakukan
dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagai akta
otentik, apabila akta itu sah secara formalitas oleh Undang-Undang, serta sah
secara materiil isi dari akta tersebut. Jika tidak dipenuhinya, hal-hal tersebut, maka
dapat menyebabkan suatu akta menjadi kehilangan otentisitasnya.
Adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham
adalah sebagai berikut :
1. Perseroan (diwakili oleh Direksi Perseroan yang sah) mengundang Notaris
untuk memberikan jasanya, terkait akan diadakannya rencana RUPS Perseroan,
sebagaimana yang telah ditentukan diundangan rencana RUPS mengenai hari
dan tanggal penyelenggaraan maupun pelaksanaan rapat. Dalam hal mengenai
tempat dalam UUPT menyebutkan “RUPS diadakan di tempat kedudukan
Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.37

36 A.A.Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia., Cetakan ke-1, Putra
Media Nusantara, Surabaya, 2010, hal. 69.
37 Indonesia, UU No. 40 Tahun 2007, Ps. 76 ayat (1).

20
2. Pada hari RUPS dilaksanakan, sebelum RUPS dimulai, Notaris meminta
kepada Perseroan agar para pemegang saham maupun kuasanya yang sah yang
hadir dalam rapat wajib untuk mengisi daftar hadir yang disediakan guna
mengetahui berapa jumlah peserta yang hadir dalam RUPS. Setelah Notaris
mendapatkan dokumen/data mengenai daftar pemegang saham yang hadir atau
diwakili dengan hak suara sah, maka Notaris menghitung kuorum RUPS,
apakah sudah terpenuhi atau belum sehingga RUPS tersebut dapat
dilaksanakan. Kuorum RUPS sendiri berbeda-beda tergantung mata acara
yang ditetapkan oleh Perseroan, terdapat tiga kategori yaitu yang pertama,
RUPS tidak mengubah anggaran dasar yaitu RUPS yang dilangsungkan jika
dalam RUPS ½ (satu perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan suara
hadir atau diwakili. 38 Yang kedua, RUPS untuk mengubah anggaran dasar
yaitu RUPS yang dilangsungkan jika dalam RUPS 2/3 (dua pertiga) bagian
dari seluruh jumlah saham dengan suara hadir atau diwakili.39 Yang ketiga,
mengenai RUPS untuk penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan yaitu RUPS yang dilangsungkan jika dalam RUPS 2/3 (dua pertiga)
bagian dari seluruh jumlah saham dengan suara yang hadir atau diwakili.40
Penentuan mengenai kuorum dapat ditetapkan berbeda dengan UUPT
mengikuti ketentuan yang terdapat di anggaran dasar perseroan.
3. Selain daftar hadir pemegang saham, Perseroan juga harus menyerahkan
kepada Notaris syarat-syarat lainnya, sebagai berikut :41
a. Menyerahkan fotokopi Anggaran Dasar Perseroan berikut perubahan-
perubahannya;
b. Menyerahkan bukti pemberitahuan dan pemanggilan RUPS yang dimuat
dalam surat kabar harian;
c. Menyerahkan bukti penetapan kuorum dari pengadilan, apabila ternyata
pada RUPS pertama dan kedua tidak memenuhi kuorum;
d. Menyerahkan fotokopi identitas dari peserta RUPS, baik pemegang saham,
anggota Direksi dan Dewan Komisaris ataupun para undangan;

38 Ibid., Ps. 86 ayat (1).


39 Ibid., Ps. 88 ayat (1)
40 Ibid., Ps. 89 ayat (1).
41 Rizka Tri Yunita, “Tata Cara Pembuatan Akta Berita Acara RUPS” (Tesis Universitas Indonesia, Jakarta, 2016),

hal. 67.

21
e. Menyerahkan fotokopi identitas dari peserta RUPS, baik pemegang saham,
anggota Direksi dan Dewan Komisaris ataupun para undangan;
f. Menyerahkan Daftar Pemegang Saham Perseroan terakhir yang dibuat oleh
Direksi perseroan.
g. Menyerahkan daftar hadir yang telah ditandatangani peserta RUPS;
4. Setelah semuanya dipenuhi, Notaris kemudian mencatat seluruh kegiatan baik
pengambilan suara, keputusan rapat, dan segala sesuatu yang berlangsung
dalam RUPS tersebut. Sebagai contoh Ketua Rapat dalam Berita Acara rapat
itu menjelaskan bahwa RUPS dihadiri oleh para anggota Direksi dan para
pemegang saham, telah dilakukannya pembahasan mengenai agenda dan
rancangan keputusan rapat. Setelah ketua rapat menguraikan dan menjelaskan
satu per satu mata acara rapat, maka Ketua Rapat mengusulkan dan rapat
dengan suara bulat menyetujui dan memutuskan untuk menyetujui dan
memutuskan agenda rapat tersebut, maka Notaris mencatatkan segala
sesuatunya itu di dalam berita acara RUPS.
5. Setelah RUPS selesai atau ditutup, selanjutnya menandatangani Risalah RUPS
atau Berita Acara RUPS sementara oleh pimpinan rapat maupun peserta RUPS,
namun penandatanganan ini sifatnya tidak wajib. Apabila pada saat pembuatan
Akta Berita Acara RUPS, orang-orang yang hadir itu telah meninggalkan rapat
sebelum akta itu ditandatangani, maka Notaris cukup menerangkan di dalam
akta yang dituangkannya, bahwa para pihak yang hadir itu telah meninggalkan
rapat sebelum menandatangani akta itu. Hal ini juga telah diatur dalam UUPT
yaitu “Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan
apabila RUPS tersebut dibuat dengan akta Notaris.42
6. Kemudian Notaris membuat salinan akta Risalah RUPS atau Berita Acara
RUPS untuk kemudian didaftarkan ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia untuk mendapatkan penerimaan pemberitahuan
atau persetujuan dari Menteri, hal ini tergantung kepada apakah terjadi
perubahan anggaran dasar atau tidak, jika keputusan RUPS mengubah
anggaran dasar maka perlu persetujuan dari Menteri sebagaimana diatur

42 Ibid., Ps. 21 ayat (1)

22
“perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapatkan persetujuan Menteri.43
Namun, apabila keputusan RUPS tidak mengubah anggaran dasar hanya cukup
dengan diberitahukan kepada Menteri sebagaimana diatur “Perubahan
anggaran dasar selain pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri.44
7. Apabila yang diputuskan dalam RUPS tersebut merupakan peralihan atau
penjualan saham Perseroan, maka setelah dilakukan pemberitahuan ke Menteri
sudah dilakukan, barulah Notaris dapat membuat Akta Jual Beli Saham
Perseroan dengan dasar keputusan RUPS yang sah tersebut dan permintaan
dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli. Dalam permintaan
pembuatan akta jual beli saham Perseroan, akta yang dibuat merupakan akta
partij, berbeda dengan RUPS yang merupakan akta relaas yang dibuat oleh
Notaris.
Tanggung jawab Notaris terhadap Akta Berita Acara Rapat Umum
Pemegang Saham pada umumnya adalah tanggung jawab yang meliputi seluruh
isi dari Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, yang pada hakikatnya
berisi kebenaran tentang adanya Rapat Umum Pemegang Saham, yang diadakan
pada hari, tanggal, waktu dan tempat yang telah disebutkan dalam Berita Acara
Rapat Umum Pemegang Saham, serta segala sesuatu yang telah dibicarakan,
disetujui dan diputuskan oleh para pemegang saham dan/atau seluruh pihak yang
hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham tersebut yang tertuang dalam akta
yang dibuat oleh Notaris.
Notaris harus meneliti kebenaran formil dan materiil karena kemungkinan di
dalam RUPS atau keputusan yang diambil berdasarkan circular letter terdapat hal-
hal yang tidak sesuai atau bertentangan dengan anggaran dasar Perseroan,
melanggar prosedur penyelenggaraan RUPS atau keputusan melalui circular letter,
susunan para pemegang saham yang sudah berubah atau tidak sah peralihan atas
sahamnya, susunan pengurus yang tidak sesuai dengan kenyataan, dan lain
sebagainya yang mengakibatkan pengambilan keputusan tersebut tidak sah dan
dapat dibatalkan.45

43 Ibid., Ps. 21 ayat (1).


44 Ibid., Ps. 21 ayat (3).
45 Herlien Budiono, Demikian Akta Ini : Tanya Jawab Mengenai Pembuatan Akta Notaris di Dalam Praktik, cet. 2,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2018).

23
Dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, Notaris
bertanggung jawab atas isi dan bentuknya, dimana di dalam akta tersebut harus
benar-benar mengambarkan jalannya acara pelaksanaan Rapat Umum Pemegang
Saham sebab Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham ini merupakan
jenis akta yang dibuat oleh Notaris yang berisi gambaran kejadian atau peristiwa
yang disaksikan oleh Notaris. Dalam hal ini, kedudukan Notaris sebagai pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang digunakan sebagai alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Dalam pertanggungjawabannya terhadap akta yang dibuatnya, Notaris harus
mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para
pemegang saham itu sendiri ataupun pihak ketiga dari perseroan tersebut. Hal ini
karena kedudukan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham sebagai alat
bukti tertulis yang terkuat sehingga apa yang dinyatakan dalam Akta Berita Acara
Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat oleh Notaris harus diterima, namun
dalam hal terdapat pihak yang berkepentingan yang membutikan hal sebaliknya,
maka Notaris harus bertanggung jawab di hadapan persidangan pengadilan.
Sebagaimana amanat pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan dalam menjalankan jabatannya,
Notaris berkewajiban untuk bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
Notaris di dalam menjalankan jabatan dan profesinya sebagai pejabat umum
dengan kewenangan dalam membuat akta otentik tersebut, yang semata-mata
hanya “mengkonstantir” atau “merelateer”, atau meng-“othentisir” dari perbuatan
hukum pihak-pihak yang berkepentingan, yang meminta kepadanya agar
perbuatan hukum mereka itu dituangkan dalam bentuk akta otentik.46
Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya pada
pembuatan Akta Berita Acara RUPS ini, bertanggung jawab atas kekuatan
pembuktian baik formal maupun material. Dalam pembuktian formal berarti akta
otentik perlu menjamin kebenaran terhadap tanggal, tanda tangan, komparisi,
tempat akta itu di buat. Sedangkan dalam hal bertanggung jawab atas kekuatan

46Wawan Setiawan, Kedudukan Hukum Akta Notaris Sebagai Alat Bukti, Varia Peradilan Nomor 48, (September,
Tahun 1998), hal. 20

24
pembuktian materiil, yaitu bahwa apa yang diterangkan dalam akta itu adalah
benar terjadi dengan ditandatanganinya akta tersebut oleh para pihak. Kemampuan
dari akta otentik untuk membuktikan sendiri keabsahannya tidak dimiliki oleh akta
di bawah tangan sesuai Pasal 1875 KUHPerdata. Akta di bawah tangan baru
berlaku sah terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang
menandatanganinya itu mengakui kebenaran tanda tangannya itu atau apabila itu
dengan cara yang sah, maka menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui
oleh yang bersangkutan dan Notaris.
Perubahan Anggaran Dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang
dibuat secara notarial, disebut dengan “Berita Acara Rapat” merupakan akta relaas
yaitu akta yang dibuat oleh Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4)
UUPT, sebab adanya kehadiran Notaris dalam Rapat Umum Pemegang Saham
yang diselenggarakan dan risalah rapat dibuat oleh Notaris yang melihat dan
mendengar langsung segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat.
Notaris dalam pembuatan akta Berita Acara RUPS sesuai dengan pernyataan
Pasal 1 UUJN adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Notaris mempunyai tanggung jawab atas kebenaran isi berita acara yang dibuatnya
demi menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para
pemegang saham sendiri ataupun kepada pihak ketiga yang berkepentingan.
Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang merupakan contoh
dari akta relaas tidak mewajibkan bahwa orang-orang yang hadir pada rapat itu
harus menandatangani akta tersebut. Dalam hal demikian, apabila yang hadir pada
rapat itu telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka Notaris
cukup menuangkan ke dalam akta tersebut alasan dan segala peristiwa yang terjadi
pada rapat tersebut. Tetapi akta yang dituangkan oleh Notaris yang membuat akta
tersebut, tetap merupakan akta otentik.
Notaris dalam pembuatan akta Berita Acara RUPS sesuai dengan pernyataan
Pasal 1 UUJN adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Notaris mempunyai tanggung jawab atas kebenaran isi berita acara yang dibuatnya

25
demi menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para
pemegang saham sendiri ataupun kepada pihak ketiga yang berkepentingan.
Kepastian dan perlindungan hukum itu tampak melalui akta otentik yang
dibuatnya sebagai alat bukti yang sempurna di Pengadilan. Alat bukti sempurna
karena akta otentik memiliki tiga kekuatan pembuktian yaitu :47
1. Lahiriah (Uitendige Bewijskracht)
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat
apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan
dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak
memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan
bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.
2. Formal (Formele Bewijskracht)
Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari,
tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang
menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris,
serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada
akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para
pihak/penghadap (pada akta pihak).
3. Materiil (Materiele Bewijskracht)
Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut
dalam kata merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang
membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,
kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan
yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan
para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus
dinilai benar.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, yang berkaitan dengan tanggung jawab
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta otentik, maka
menurut G.H.S Lumban Tobing, bahwa para Notaris bertanggung jawab terhadap
para pihak yang berkepentingan pada akta yang dibuatnya :48

47 Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung, Bina Cipta, 1989), hal. 93-94.
48 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, hal. 324-325.

26
a. Di dalam hal yang secara tegas, yang ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang : Jabatan Notaris, (yaitu : yang mengatur
mengenai wewenang, kewajiban, dan larangan bagi Notaris menjalankan tugas
dan jabatannya;
b. Jika suatu akta, karena tidak memenuhi syarat-syarat mengenai bentuk (gebrek
in de vorm), maka dapat dibatalkan di muka pengadilan atau dianggap hanya
dapat berlaku sebagai akta yang dibuat di bawah tangan;
c. Dalam segala hal, dimana menurut ketentuan-ketentuan di dalam Pasal 1365
KUHPerdata, Pasal 1366 KUHPerdata, dan Pasal 1367 KUHPerdata yang di
dalamnya terdapat kewajiban untuk membayar ganti kerugian.
4. Perlindungan Hukum Bagi Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat
Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas
Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan
sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi
yang berkaitan dengan etika profesi dari seorang professional di bidang hukum.
Tanggung jawab yang dipikul oleh seorang Notaris dinilai berat karena
menyangkut perlindungan nasib seseorang. Hal ini tidak hanya menyangkut
kepentingan pribadi, tetapi juga kepentingan umum. Oleh karena itu terhadap
tanggung jawab profesi hukum diperlukan ruang lingkup yang jelas, agar segala
perbuatan yang dilakukan karena jabatannya dapat dipertanggungjawabkan.
Pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang biasanya praktis baru ada arti,
apabila orang itu melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh hukum dan
sebagian besar dari perbuatan-perbuatan seperti ini merupakan suatu perbuatan
yang di dalam KUHPerdata dinamakan dengan perbuatan melawan hukum
(onrechmatmatige daad).49 Onrechmatige daad atau perbuatan melawan hukum
diatur dalam KUHPerdata Buku III Bab III tentang perikatan-perikatan yang
dilahirkan demi undang-undang, Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380. Adapun
bunyi dari Pasal 1365 KUHPerdata adalah “Tiap perbuatan melanggar hukum
yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

49 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung : Sumur, Cetakan 9, 1983), hal. 80.

27
Berdasarkan pasal tersebut, dapat dilihat bahwa unsur-unsur perbuatan
melawan hukum adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan
Perbuatan yang dimaksud disini dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu
perbuatan yang merupakan kesengajaan atau dilakukan secara aktif, dan
perbuatan yang merupakan kelalaian atau tidak ada niat untuk melakukannya
(pasif).50
2. Perbuatan tersebut melawan hukum
Suatu perbuatan baru dapat dikatakan melawan hukum apabila bertentangan
dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku,
melanggar kesusilaan baik serta bertentangan dengan keharusan yang harus
dilakukan dalam pergaulan masyarakat mengenai benda atau orang lain.
3. Adanya kesalahan
Pengertian kesalahan disini tidak hanya sebatas kesengajaan saja tetapi juga
mencakup kealpaan atau kelalaian. Menurut M.A. Moegni Djodjodirdjo, untuk
kesengajaan adalah sudah cukup, bilamana orang pada waktu ia melakukan
perbuatan atau pada waktu melalaikan kewajiban, sudah mengetahui bahwa
akibat yang merugikan itu menurut perkiraanya akan atau pasti akan timbul
dari orang tersebut, sekalipun ia sudah mengetahuinya masih juga ia
melakukan perbuatannya atau melalaikan keharusannya.51 Dalam perbuatan
melawan hukum dengan unsur kesengajaan, niat atau sikap mental jadi faktor
dominan, tetapi pada kelalaian, niat atau sikap mental tersebut tidak menjadi
penting, yang penting dalam kelalaian sikap lahiriah dan perbuatan yang
dilakukan, tanpa terlalu mempertimbangkan apa yang ada dalam pikirannya.52
4. Menimbulkan kerugian
Kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa
kerugian kekayaan atau kerugian bersifat idiil, atau yang biasa disebut dengan
istilah kerugian materil dan kerugian immaterial. Kerugian selalu
memperkirakan kerugian atas kekayaan, yang berupa kerugian uang. Kerugian

50 Rosa Agustina, et.al., Hukum Perikatan (Law of Obligation), ed. 1 (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), hlm.
8.
51 M.A. Moegni Djodjodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cet. 2 (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hlm 66.
52 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, hlm 72-73.

28
kekayaan pada umumnya mencakup kerugian yang diderita oleh korban dan
keuntungan yang dapat diharapkan diterima oleh korban.53
5. Adanya kausalitas
Kausalitas adalah hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat yang
timbul. Dalam hal ini perbuatan tersebut haruslah perbuatan yang melawan
hukum, sedangkan akibat yang timbul harus merupakan suatu kerugian. Dalam
hukum pidana, pentingnya ajaran kausalitas adalah untuk menentukan
siapakah yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap timbulnya suatu akibat,
maka dalam bidang hukum perdata adalah untuk meneliti adalah hubungan
kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan,
sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan. 54 Dengan adanya ajaran
kausalitas ini diharapkan dapat menunjukkan hubungan sebab-akibat antara
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku dengan timbulnya
kerugian yang diderita oleh korban.
Perbuatan melawan hukum dapat dijumpai dalam ranah hukum privat maupun
hukum pidana. Perbedaan pokok antara kedua sifat melawan hukum tersebut,
apabila sifat melawan hukum pidana lebih memberikan perlindungan kepada
kepentingan umum (public interest), hak obyektif dan sanksinya adalah
pemidanaan, sedangkan sifat melawan hukum perdata lebih memberikan
perlindungan kepada kepentingan individu (private interest), hak subyektif dan
sanksi yang diberikan adalah ganti kerugian (remedies). Dalam menentukan suatu
perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum diperlukan
syarat yang bertentangan dengan hak subyektif orang lain, bertentangan dengan
kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan, bertentangan dengan ketelitian dan
bertentangan dengan kehati-hatian. Persamaan pokok kedua konsep melawan
hukum itu adalah untuk dikatakan sifat melawan hukum keduanya mensyaratkan
adanya ketentuan hukum yang dilanggar. Persamaan berikutnya adalah kedua sifat
melawan hukum tersebut pada prinsipnya sama-sama melindungi kepentingan
(interest) hukum.55

53 Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, hlm.77.


54 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, hlm. 83.
55 Ibid, hlm. 117.

29
Apabila dikaitkan dengan profesi Notaris, maka dapat dikatakan bahwa
apabila Notaris di dalam menjalankan tugas jabatannya dengan sengaja melakukan
suatu perbuatan yang merugikan salah satu atau kedua belah pihak yang
menghadap atau pihak ketiga di dalam pembuatan suatu akta dan hal itu benar-
benar dapat diketahui, bahwa sesuatu yang dilakukan oleh Notaris misalnya
bertentangan dengan undang-undang, maka berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata,
Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban. Begitu juga sebaliknya, apabila
Notaris dalam memberikan jasanya dalam pembuatan atau pengesahan suatu akta,
kemudian akta itu bertentangan dengan undang-undang sehingga menimbulkan
kerugian terhadap orang lain, sedangkan para pihak tidak mengetahuinya, maka
sikap pasif atau diam dari Notaris itu dapat juga dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum yang dapat diajukan ke pengadilan, sehingga Notaris wajib
membayar ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.
Dalam menjalankan tugas profesinya, Notaris harus mempunyai integritas
moral yang tinggi sehingga Notaris akan selalu menaati ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku. Notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan
Notaris, yang telah menetapkan kaidah yang harus dipegang oleh Notaris, selain
yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004
karena tanpa adanya kode etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang.
E. PENUTUP

1. Simpulan

Berdasarkan penjelasan dan analisis kasus pada bab-bab sebelummnya dengan ini
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Akta Berita Acara RUPS dalam
ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004, adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Secara umum,
tanggung jawab yang meliputi seluruh isi dari Akta Berita Acara Rapat Umum
Pemegang Saham, yang pada hakikatnya berisi kebenaran tentang adanya Rapat
Umum Pemegang Saham, yang diadakan pada hari, tanggal, waktu dan tempat
yang telah disebutkan dalam Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham,

30
serta segala sesuatu yang telah dibicarakan, disetujui dan diputuskan oleh para
pemegang saham dan/atau seluruh pihak yang hadir dalam Rapat Umum
Pemegang Saham tersebut yang tertuang dalam akta yang dibuat oleh Notaris.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum
bagi para pemegang saham sendiri ataupun pihak ketiga yang berkepentingan.
2. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas
merupakan suatu akta otentif yang bersifat akta relaas. Akta Relaas merupakan
akta yang dibuat berdasarkan permintaan para pihak yang dicatat dan ditulis
oleh Notaris berkaitan dengan tindakan hukum ataupun tindakan lainnya,
kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian otentik. Berdasarkan hal tersebut
akta RUPS PT dapat dipastikan keabsahannya walaupun para pihak tidak
membubuhkan tandatangannya pada akta tetapi Notaris yang membuat berita
acaranya menjadi sebuah akta otentik dan memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna. Notaris dalam menjalankan jabatannya pada pelaksanaan RUPS
berupa akta Berita Acara RUPS PT yang dapat menimbukan kerugian
berdasarkan perdata maupun pidana dapat dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatan yang menyebabkan kerugian yang disebabkan oleh jabatannya atau
secara pribadi. Sebaliknya apabila organ Perseroan Terbatas dalam pelaksanaan
RUPS menyebabkan kerugian bagi Notaris dalam hal ini Notaris dapat
mengajukan gugatan ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang pada
intinya adanya perbuatan melawan hukum, kesalahan para pelaku, kerugian
pihak korban, dan hubungan kausal perbuatan dengan kerugian.

2. Saran

1. Dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham suatu
Perseroan Terbatas, Notaris diharapkan dapat memperhatikan segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait untuk menghindari
munculnya permasalahan hukum di kemudian hari.
2. Notaris sebelum mengikuti RUPS sebaiknya menelusuri terkait seluk beluk
perusahaan sehingga Notaris dapat mengetahui hal-hal krusial apa yang
perlu dipastikan sebagai seorang Notaris dalam membuat Akta Berita Acara
Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan.

31
DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

A.A.Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di


Indonesia., Cetakan ke-1, Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010.

Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung : PT Citra Aditya


Bakti, 2001.

Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Yogyakarta :


UII Press, 2009.

Badrudin, Rudy, Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN


Bapennas dan UNDP, 2012.

Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas (Berdasarkan Undang-undang


No. 40 Tahun 2007), Jakarta: Jala Permata Aksara, 2018.

Gunawan Widjadja, Risiko Hukum Pemilik, Direksi & Komisaris PT, Forum
Sahabat, Cetakan Pertama, Jakarta, 2008.

G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 2, Jakarta: Erlangga,


1982.

Habib, Adjie, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU


No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Bandung : Refika
Aditama, 2008, hal. 45.

Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris,


Jakarta:Dunia Cerdas, 2013.

Herlien Budiono, Demikian Akta Ini : Tanya Jawab Mengenai Pembuatan Akta
Notaris di Dalam Praktik, cet. 2, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2018.

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, Jakarta : Kesaint Blanc, 2005.

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, cet. 2, Malang:
Bayumedia Publishing, 2005.

Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana.


Yogyakarta : Bigraf Publishing, 1994.

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer),


Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.

32
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


Pemeriksaan Sidang di Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan
Kembali, Sinar Grafika, Jakarta. 2000.

M.A. Moegni Djodjodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cet. 2 Jakarta:


Pradnya Paramita, 1982.

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan


Ketujuh, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2001.

Salim HS., Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta :


Sinar Grafika, 2006.

Sjaifurahman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam


Pembuatan Akta, Bandung: CV. Mandar Maju, 2011.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI


Press, 1884.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu


Tinjauan Singkat, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001.

Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve, 2007.

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cet.1, Yogyakarta : FH UII


Press, 2006.

Rosa Agustina, et.al., Hukum Perikatan (Law of Obligation), ed. 1, Jakarta:


Universitas Indonesia, 2012.

Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pascasarjana Fakultas


Hukum Universitas Indonesia, 2003.

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Bandung : Sumur,


Cetakan 9, 1983.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu


Tinjauan Singkat, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001.

Subekti, Hukum Acara Perdata, Bandung, Bina Cipta, 1989.

Tan Thong Kie, Buku II Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris, Cet. 1,
Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000.

33
II. TESIS

Rizka Tri Yunita, “Tata Cara Pembuatan Akta Berita Acara RUPS” (Tesis
Universitas Indonesia, Jakarta, 2016).

III. ARTIKEL/JURNAL

Sudaryat, Legal Officer, Cet.I, Bandung : Oase Media, 2008.

Irfan Fachrudin, Kedudukan Notaris dan Akta-Aktanya Dalam Sengketa Tata


Usaha Negara, Varia Peradilan Nomor 111, (Juni, Tahun 1997).

Wawan Setiawan, Kedudukan Hukum Akta Notaris Sebagai Alat Bukti, Varia
Peradilan Nomor 48, (September, Tahun 1998).

IV. PERATURAN PERUNDANG-UNDAGAN

Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris. UU No. 30 Tahun 2004.

Indonesia, Undang Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007.

Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik


Indonesia Nomor.M-01.HT.01.01 TH 2000 tentang Pemberlakuan
Sistem Administrasi Badan Hukum Jenderal Administrasi Hukum
Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.

Indonesia, Kode Etik Notaris.

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

34

Anda mungkin juga menyukai