Anda di halaman 1dari 14

PROFESI NOTARIS

Disusun Oleh :

1. Sri Maharani Elok Puspitasari 20120000006


2. Sulfania Pramistiani 20120000019
3. Yuris Prasetyo Nugroho 20120000039
4. Risma Dwi Hari Mulyawati 20120000043

Dosen Pengampu :

Dr. Nur Chasanah, SH., MH.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

2023

BAB 1
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Notaris merupakan suatu profesi yang menempati posisi sebagai pejabat umum.
Pejabat umum merupakan seseorang yang mengemban suatu jabatan yang diangkat dan
diberhentikan oleh negara, serta diberikan kewenangan dan kewajiban untuk dapat
memenuhi kepentingan anggota masyarakat di bidang hukum keperdataan. Notaris
sebagai Pejabat Umum, menurut Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 jo.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 mengatakan bahwa tugas pokok dari seorang Notaris
ialah membuat akta-akta otentik. Pengertian akta otentik telah ditetapkan dalam Pasal 1868
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Berdasarkan ketentuan pasal
tersebut, dapat ditarik 3 (tiga) unsur penting yang wajib dipenuhi agar suatu akta dapat
dinyatakan sebagai akta otentik, yaitu:
1. Mengenai bentuknya telah ditentukan oleh undang-undang;
2. Mengenai pembuatannya wajib dirumuskan oleh pejabat yang memiliki
kewenangan; dan
3. Dibuat di wilayah kewenangan dari pejabat yang membuat akta itu.

Notaris adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan dalam pembuatan akta otentik
tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ini diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka untuk menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hokum. Selain itu, pembuatan akta juga karena dikehendaki oleh pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban,
dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara
keseluruhan. Notaris juga dituntut untuk memiliki nilai moral yang tinggi, karena dengan
adanya moral yang tinggi maka notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada,
sehingga notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang
memberikan pelayanan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak citra notaris
itu sendiri.

Adapun bentuk lembaga notariat dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu :
1. notariat fonctionnel, yaitu dalam mana wewenang-wewenang pemerintah didelegasikan
(gedelegeerd), diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan
mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut notariat fonctionnel
ini terdapat pemisahan keras antara wettelijk dan niet wettelijke werkzaamheden, yaitu
pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam
notariat;

2. notariat professionnel, dalam kelompok ini, walaupun pemerintah mengatur tentang


organisasinya, tetapi akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang
kebenaran, kekuatan bukti, serta kekuatan eksekutorialnya. Teori ini didasarkan pada
pemikiran bahwa notariat itu merupakan bagian yang erat sekali hubungannya dengan
kekuasaan kehakiman/pengadilan (rechtelijke macht), sebagaimana terdapat di Prancis dan
Negeri Belanda. Berdasarkan unsur-unsur di atas, akta otentik merupakan suatu alat bukti
tertulis yang berkekuatan sempurna di hadapan pengadilan apabila terjadi suatu sengketa di
kemudian hari. Apabila salah satu unsur dari persyaratan yang telah ditetapkan tersebut
tidak terpenuhi, maka hilanglah otentisitas akta tersebut. Dengan kata lain, akta tersebut
tidak dapat dinyatakan sebagai alat bukti yang berkekuatan sempurna, melainkan hanya
berkekuatan sebagai akta di bawah tangan saja. Ada beberapa unsur yang harus diperhatian
oleh seorang notaris mengenai perilaku profesi notaris sebagai berikut:
1. Notaris harus memiliki integritas moral yang baik. Pelaksanaan tugas dalam
profesi Notaris harus dilandasi pada pertimbangan moral. Meskipun diiming-imingi imbalan
jasa yang tinggi, tetapi jika hal yang akan dilakukan berbalik arah dengan moral baik yang
seharusnya maka hal tersebut patut dihindari.
2. Notaris harus bertindak jujur kepada setiap klien yang datang menghadapnya dan
juga kepada diri sendiri (kejujuran intelektual), serta harus mengetahui seberapa
kapasitas kemampuannya karena ia tidak boleh memberikan janji-janji yang hanya
sekedar untuk menyenangkan hati kliennya agar klien tersebut tetap memerlukan
dan memakai jasanya.

Dalam menjalankan tugas dan jabatannya notaris wajib tanggap, peka dan mempunyai
ketajaman dalam berfikir, serta dapat memberikan analisis yang baik terhadap fenomena
hukum yang ada pada masyarakat. Hal tersebut agar seorang notaris memiliki keberanian
untuk mengambil tindakan dan keputusan yang tepat dalam melakukan pekerjannya sesuai
dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku melalui produk yang dibuatnya, yaitu
akta otentik. Notaris juga harus memiliki keberanian untuk menolak dengan tegas apabila
dalam pembuatan aktanya mengandung unsur yang bertentangan dengan hukum, etika, dan
moral. Jabatan profesi notaris merupakan cerminan kepercayaan masyarakat terhadap hasil
pekerjaan berupa akta yang dibuat oleh notaris tersebut. Dari konteks ini jabatan notaris
sering pula disebut dengan jabatan kepercayaan. Notaris wajib memberikan pelayanan jasa
di bidang hukum perdata kepada masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan diartikan
dalam konteks yang luas tidak hanya membuat akta, melakukan legalisasi akta di bawah
tangan, memberikan konsultasi atau penyuluhan hukum yang menyangkut bidang
kenotariatan, tetapi di samping itu, notaris juga bertugas terkait dengan sejumlah aspek
pemberian kemudahan masyarakat mendapatkan informasi tentang persyaratan untuk
pembuatan akta otentik serta keramahan notaris beserta pegawainya dalam melayani klien.

II. Rumusan Masalah


1. Apa saja tugas dan kewenangan seorang notaris?
2. Apa saja kode etik seorang notaris?
3. Apakah seorang notaris dapat melakukan pelanggaran?
4. Bagaimana sanksi yang diberikan kepada seorang notaris yang melakukan pelanggaran?

III. Tujuan
1. Mencari tahu apa itu profesi notaris
2. Untuk mengetahui bagaimana tugas dan kewenangan profesi notaris
3. Memudahkan pembaca untuk mengetahui informasi tentang profesi notaris

IV. Manfaat
1. Pembaca bisa mendapatkan informasi tentang profesi notaris serta kewenangannya
2. Menambah wawasan untuk belajar tentang kode etik seorang notaris
3. Mengetahui larangan untuk seorang notaris dan sanksi untuk seorang notaris bagi yang
melanggar
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tugas Dan Kewenangan Notaris


Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu
melakukan tugas-tugas negara dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dengan
tujuan agar tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik dalam hal
keperdataan. Pengertian notaris dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris, yang menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Kedudukan notaris dalam
fungsionaritas di masyarakat dianggap sebagai seorang pejabat dan tempat untuk memperoleh
nasihat yang dapat diandalkan mengenai pembuatan dokumen yang kuat dalam suatu proses
hukum. Sehingga masyarakat membutuhkan seorang (figure) yang ketentuan-ketentuanya dapat
diandalkan, dapat dipercaya, yang tanda tangannya serta segalanya (capnya) memberikan
jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya
(onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut dalam membuat suatu perjanjian dan
dapat melindunginya di hari yang akan datang. (Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba Serbi
Praktek Notaris, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2000), hlm. 62)
Notaris sebagai perilaku profesi wajib memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Notaris harus memiliki integritas moral yang mantap;
2. Notaris wajib berlaku jujur terhadap klien maupun dirinya sendiri (Kejujuran Intelektual);
3. Sadar akan batas-batas kewenangannya ;
4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.( Ibid. hlm 86-87)

Notaris merupakan suatu Jabatan (Publik) mempunyai karakteristik yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai Jabatan, Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan
oleh Negara.
b. Notaris Mempunyai Kewenangan tertentu yang diatur dalam Pasal 15 Ayat (1), (2), dan (3)
UUJN.
c. Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah, namun Notaris dalam menjalankan
tugas jabatannya harus tetap:
a) Bersifat Mandiri (autonomos)
b) Tidak Memihak kepada Siapapun (impartial)
c) Tidak bergantung kepada siapapun (Independent)
d) Tidak Menerima Gaji atau uang Pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima
honorarium dari masyarakat yang memakai jasanya dan dapat memberikan pelayanan
cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu secara materil.

Adapun asas-asas dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris yang dikatakan baik, yaitu ( Ibid.,
hlm. 34-38) :

a. Asas Persamaan
Dalam melaksanakan jabatannya dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan tidak
membeda-bedakan satu pihak dengan pihak yang lainnya baik berdasarkan sosial-ekonomi atau
alasan lainnya. Bahkan dalam ketentuan pasal 37 UUJN menyatakan bahwa : “Notaris wajib
memberikan jasa hukum dibidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak
mampu.”
b. Asas Kepercayaan
Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN menjelaskan bahwa Notaris
memiliki kewajiban untuk : “Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan,
kecuali Undang-Undang menentukan lain.”

c. Asas Kepastian Hukum


Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berlandaskan secara normatif terhadap
aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian
dituangkan dalam bntuk akta. Bertindak berdasarkan hukum yang berlaku dan akan
memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris
telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika
terjadi suatu permasalahan, akta Notaris dapat dijadikan pembuktian yang sempurna oleh para
pihak.
d. Asas Kecermatan
Pelaksanaan asas kecermatan harus dilakukan dalam pembuatan akta dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Melakukan pengenalan terhadap para penghadap, berdasarkan identitas para
penghadap yang diperlihatkan kepada Notaris;
2. Menanyakan, mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para pihak
kepada Notaris;
3. Memeriksa bukti surat yang dibawa para pihak berkaitan dengan keinginan atau
kehendak para pihak ;
4. Memberikan saran serta membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau
kehendak para pihak tersebut;

5. Memenuhi segala teknik administratif dalam pembuatan akta Notaris, seperti


pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta
akta;
6. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dalam tugas jabatan
seorang Notaris.

e. Asas Pemberian Alasan


Setiap akta yang dibuat dihadapan seorang Notaris harus memiliki alasan dan fakta yang
mendukung atau ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak/ penghadap
f. Larangan Penyalahgunaan Wewenang
Ketentuan dalam hal ini diatur pada Pasal 15 UUJN yang menegaskan tentang pemberian batas
kewenangan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.
g. Larangan Bertindak Sewenang-Wenang
Saat menjalankan jabatannya Notaris dapat menentukan tindakan para pihak dapat dituangkan
dalam akta Notaris atau tidak, namun dalam hal ini Notaris harus dapat mempertimbangkan dan
melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris.
h. Asas Proporsionalitas
Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar serta mempertimbangkan keinginan para pihak
agar tindakannya dapat dituangkan dalam akta Notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga
secara proporsional.
i. Asas Profesionalitas
Notaris wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam UUJN,
kecuali ada alasan untuk menolaknya. Tindakan profesionalitas Notaris dalam menjalankan
tugas jabatannya diwujudkan dalam memberikan pelayanan masyarakat dan akta yang dibuat
dihadapan atau oleh Notaris sesuai dengan aturan yang mengaturnya.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris, Kewenangan Notaris adalah sebagai berikut :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat kata risalah lelang.

Sebagai notaris dalam menjalankan jabatannya tidak pernah lepas dari kewajiban yang harus
dipenuhi serta untuk memaksimalkan kinerjanya, notarispun harus dapat menghindari
ketentuan-ketentuan tentang larangan dalam jabatannya.( Prof. Dr. H. Muchsin, SH., Makalah
Kedudukan Notaris dan Akta Notaris di Hadapan Penegak Hukum, Jakarta, 12 Februari 2011)

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris memiliki kewajiban yang diatur dalam Pasal 16 ayat
(1) Undang-undang Jabatan Notaris, yaitu :
a. bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak
yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol
Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen seta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;

d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang undang ini, kecuali ada
alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain;
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih
dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta
tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta,
bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
berharga;
i. membuat daftarAkta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta
setiap bulan;

2. Kode Etik Notaris


Etika adalah petunjuk bagaimana sebaiknya manusia bersikap atau bertingkah laku baik
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Etika meliputi petunjuk peraturan tentang
keagamaan, kesusilaan, hukum dan adat istiadat setempat. Etika profesi ialah suatu sikap hidup
dalam menjalankan tugas dan jabatan sebagai pengemban profesi, yakni dalam hal profesi
notaris. Notaris harus memiliki akhlak yang baik dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan etika profesi, karena masyarakat tidak dapat mengetahui dan menilai apa dan bagaimana
notaris harus bersikap dalam menjalankan profesinya. Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai
organisasi profesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 83 ayat (1) menyatakan bahwa, “Organisasi Notaris
menetapkan dan menegakkan kode etik Notaris”. Berdasarkan Pasal 1 huruf b Kode Etik
Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I), Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut
Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris
Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris,
termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti
Khusus. Maka notaris dalam melakukan pekerjaannya diharapkan senantiasa memperhatikan
etika profesinya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris, serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain, seorang notaris dituntut untuk
menunjukkan perilaku atau sikap yang etis, dan senantiasa mempertahankan harkat dan
martabat profesi sesuai dengan hati nurani. Pasal 83 ayat (1) UUJN menentukan bahwa sebagai
berikut: “Organisasi Notaris menetapkan dan menegakan Kode Etik Notaris”. Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut, Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Bandung pada
tanggal 27 Januari 2005 menetapkan Kode Etik Notaris yang termuat dalam Pasal 13 Anggaran
Dasar Ikatan Notaris Indonesia (INI), yang dirangkum sebagai berikut:
a. Dalam rangka menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris, perkumpulan
membuat kode etik yang ditetapkan dalam kongres tersebut, yang wajib dijadikan sebagai
pedoman yang berisi kaidah-kaidah moral, dan wajib pula ditaati oleh setiap anggota
perkumpulan tersebut.
b. Dalam rangka penegakan kode etik, Dewan Kehormatan dapat melakukan upayaupaya untuk
meningkatkan integritas para anggota perkumpulan.
c. Pengurus Perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan dapat bekerja sama dan juga saling
berkoordinasi dengan Majelis Pengawas dalam melakukan upaya-upaya penegakan kode etik.

3. Pelanggaran Dan Akibat Hukum oleh Notaris


Seorang notaris dalam membuat suatu akta wajib memuat keterangan berdasarkan
atas keinginan atau kehendak dari para pihak yang datang menghadap dirinya. Apabila terjadi
suatu permasalahan hukum terkait dengan akta yang dibuat oleh notaris di kemudian hari, maka
dalam hal ini notaris secara moril wajib bertanggung jawab dan para pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut pertanggungjawaban kepada notaris tersebut. Mengenai
pertanggungjawaban tersebut dapat dimintakan secara perdata atau secara pidana. Dalam hal
notaris terbukti melakukan suatu kesalahan terkait dengan akta yang dibuatnya, maka notaris
juga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif. Untuk dapat memintakan
pertanggungjawaban tersebut maka sebelum adanya putusan pengadilan yang tetap, akta notaris
tersebut haruslah dianggap sebagai akta yang sah serta mengikat(presumtio justea causa).
( Hakim, S. H. (2015). Prinsip Kehati-hatian Notaris pada Proses Take Over Pembiayaan Kprs
Perbankan Syariah Berdasarkan Prinsip Musyarakah Mutanaqisah (Studi di Bank Muamalat
Indonesia). Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum. h. 3).
Kode Etik Notaris memiliki kekuatan mengikat dan mengharuskan bagi notaris dalam
memberikan pelayanan jasa kepada kliennya agar berjalan dengan efektif. Menurut
Notaris/PPAT I Nyoman Mustika, S.H., M.Hum, “Notaris dalam kewenangannya membuat
suatu akta haruslah berpedoman pada ketentuan yang telah diatur dalam UUJN, apabila notaris
tersebut terbukti melanggar UUJN, maka ia dapat dituntut secara perdata ataupun pidana, akan
tetapi terkait dengan pelanggaran UUJN tersebut dalam hal pembuatan akta otentik, notaris
dapat dikenakan sanksi adminstratif yang berupa teguran secara lisan, teguran secara tertulis,
sampai dengan pemberhentian secara tidak hormat dari Majelis Pengawas”.
Akibat hukum terhadap notaris yang tidak melaksanakan etika profesi dalam
memberikan pelayanan jasa kepada kliennya dapat berakibat fatal, baik merugikan pihak notaris
maupun kliennya tersebut, serta pihak-pihak terkait lainnya, terutama dalam hal pembuatan akta
otentik. Misalnya seperti, notaris dalam membuat akta memuat keterangan palsu yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal tersebut tentu dapat
mengakibatkan kerugian yang akan diderita oleh klien atau para pihak yang terkait dalam
pembuatan akta tersebut. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan pembatalan
akta ke pengadilan. Notaris juga dapat dijatuhi sanksi apabila ia terbukti melanggar UUJN atau
Kode Etik Notaris. Sebelum dijatuhkannya sanksi terhadap notaris, tindakan utama yang
dapat dilakukan adalah dengan melaporkan notaris tersebut kepada Majelis Pengawas
Daerah setempat yang berwenang untuk itu dimana ia berkedudukan. Melalui laporan
yang diberikan tersebut, selanjutnya Majelis Pengawas Daerah akan mengambil tindakan
untuk memeriksa adanya dugaan terjadinya suatu pelanggaran. Setelah sidang diadakan, Majelis
Pengawas Daerah akan merancang dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud kepada
Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana berdasarkan Pasal 73 ayat (1) huruf a UUJN.
Kemudian setelah laporan tersebut diterima oleh Majelis Pengawas Wilayah, maka akan
diselenggarakan sidang yang bertujuan untuk memeriksa dan memutuskan tindakan atas laporan
yang disampaikan oleh masyarakat melalui Majelis Pengawas Daerah tersebut. Berdasarkan
Pasal 73 ayat (1) huruf b, Majelis Pengawas Wilayah selanjutnya akan memanggil notaris yang
dilaporkan untuk melakukan pemeriksaan atas laporan yang telah diterima. Dan berdasarkan
Pasal 73 ayat (1) huruf f, Majelis Pengawas Wilayah kemudian akan memberikan sanksi yaitu
berupa teguran secara lisan atau teguran secara tertulis, dan mengusulkan pemberhentian
terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat yaitu berupa:
a. Pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan;
b. Pemberhentian secara tidak hormat.
Setelah laporan terkait pelanggaran notaris dari Majelis Pengawas Daerah ke Majelis Pengawas
Wilayah diteruskan kepada Majelis Pengawas Pusat, maka apabila Majelis Pengawas Pusat
hendak mengusulkan pemberian sanksi dengan pemberhentian terhadap notaris secara tidak
hormat, ia dapat mengajukan kepada Menteri yang berwenang untuk itu. Sanksi pemberhentian
secara tidak hormat ini merupakan sanksi terberat yang dijatuhkan terhadap notaris yang
melakukan tindakan pelanggaran terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris. Hal tersebut
sebagaimana diakui juga oleh Notaris/PPAT I Nyoman Mustika, S.H., M.Hum bahwa, “notaris
yang tidak melaksanakan etika profesi dalam memberikan pelayanan jasa kepada kliennya
dapat dilaporkan kepada Majelis Pengawas Daerah agar diberikan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku ataupun kode etik profesi”. Dasar hukum seorang notaris
terletak pada aktifitasnya, yakni dalam hal pembuatan akta otentik yang menyangkut status
harta benda, hak-hak, dan kewajiban klien atau para pihak yang datang menghadap dirinya dan
membutuhkan jasa notaris tersebut. Kode etik profesi berfungsi sebagai kendali, batasan dan
aturan untuk menghindari terjadinya tindakan tidak adil sebagai akibat dari perbuatan-perbuatan
hukum yang bertentangan dengan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

4. Sanksi Yang Diberikan Kepada Notaris Yang Melakukan Pelanggaran


Sanksi pemberhentian sementara Notaris dari jabatannya dalam PJN sebelumnya tidak
diatur, namun setelah tejadinya perubahan dalam Pasal 9 UUJN menegaskan bahwa :
“(1) Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
A. Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
B. Berada dibawah pengampuan;
C. Melakukan perbuatan tercela;
D. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode etik
notaris; atau
E. Notaris sedang menjalani masa penahanan
(2) Sebelum pemberhentian sementara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan , Notaris
diberi kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Pengawas secara berjenjang.
(3) Pemberhentian sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat.
(4) Pemberhentian sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dan huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.”
Meskipun demikian notaris dijatuhkan sanksi diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
Menteri atas usul Majelis Pengawas pusat, pemberhentian setelah sebelumnya yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri mulai dari Majelis pengawas Daerah
(MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) dalam suatu
sidang pemeriksaan yang khusus dilakukan untuk keperluan penyidikan tersebut. Sanksi
penahanan hanya bersifat kondisional saja artinya ditahan dalam tahanan yang tidak bisa
menjalankan fungsi Jabatan Notaris. (Habib Adjie. Penafsiran Tematik Hukum Notaris
Indonesia Berdasarkan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung : PT. Refika
Aditama, 2015). hlm. 39-43)
Pasal 38 UUJN mengatur mengenai ketentuan bentuk dan sifat akta. Adapun sanksi yang
dikenakan apabila melanggar Pasal 38, antara lain :
1. Terhadap aktanya akan mempunyai kekuatan nilai pembuktian sebagai akta dibawah tangan
atau terdegradasi;
2. Terhadap notarisnya (jika dapat dibuktikan melakukan pelanggaran) dan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk membayar biaya, ganti rugi dan
bunga, dalam hal ini diartikan dengan sanksi perdata;
3. Jika tidak bisa membayar biaya, ganti rugi dan bunga kepada para pihak yang telah merasa
dirugikan berdasarkan putusan pengadilan tersebut, maka notaris dinyatakan pailit, dan apabila
dinyatakan pailit oleh pengadilan (umum), maka notaris dapat diberhentikan oleh menteri atas
usul Majelis Pengawas Notaris (MPP). (Ibid. hlm 55)
Daftar Pustaka

Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van

Hoeve, 2000), hlm. 62

Ibid. hlm 86-87

Prof. Dr. H. Muchsin, SH., Makalah Kedudukan Notaris dan Akta Notaris di Hadapan Penegak

Hukum, Jakarta, 12 Februari 2011

Hakim, S. H. (2015). Prinsip Kehati-hatian Notaris pada Proses Take Over Pembiayaan Kprs

Perbankan Syariah Berdasarkan Prinsip Musyarakah Mutanaqisah (Studi di Bank


Muamalat Indonesia). Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum. h. 3.

Habib Adjie. Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia Berdasarkan UndangUndang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004


Tentang Jabatan Notaris, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2015). hlm. 39-43

Anda mungkin juga menyukai