Anda di halaman 1dari 27

Tugas makalah

“notariat dAN PPAT”

NAMA:M.RIZKY SETIAWAN

NIM:2000874201052

KELAS:B2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, tentu diperlukan


pemberian kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Seluruh komponen
bangsa apalagi aparat penegak hukum sudah semestinya menempatkan dan
menjunjung tinggi hukum tersebut guna memberikan jaminan perlindungan bagi
masyarakat.Salah satu profesi hukum yang sangat diharapkan dapat mewujudkan
hal tersebut adalah Notaris. Profesi Notaris memang menjadi tumpuan bagi
terwujudnya kepastian hukum yang diharapkan masyarakat, mengingat pada
Notaris diberikan kewenangan sebagai pejabat negara yang menyelenggarakan
pembuatan akta otentik yang sangat penting sifatnya untuk menjamin
perlindungan hukum.Banyak aspek praktek hukum yang berhubungan dengan
para Notaris berkaitan dengan akta otentik dan penggunaannya dalam proses
pembuktian.

1. Terkait dengan pembuktian dan kepastian hak serta kewajiban hukum


seseorang dalam kehidupan masyarakat, salah satunya dilakukan dengan
peran
yang dimainkan oleh Notaris. Pentingnya peranan notaris dalam
menciptakan
kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, lebih bersifat
preventif, atau
bersifat pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara penerbitan
akta
otentik yang dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum, hak dan
kewajiban
seseorang dalam hukum, dan lain sebagainya, yang berfungsi sebagai alat
bukti
yang paling sempurna di pengadilan, dalam hal terjadi sengketa
2. Notaris tidak dibawahi oleh siapa pun kecuali oleh peraturan perundang-
undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Kedua ciri utama notaris ini
harus
1 Tan Thong Kie, 2007, Study Notariat & Serba Serbi Praktek Notaris,
Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, hal. 627
2 Sjaifurrachman, dkk, 2011 Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam
Pembuatan Akta,Mandar
Maju, Bandung, hal. 7
pula didukung oleh norma dan nilai yang tumbuh di dalam masyarakat
serta etika
profesi yang berlaku di dalam lingkungan para notaris itu sendiri.
Ketidakbergantungan atas kemandirian Notaris walaupun tidak diatur
secara
khusus seperti pada ketidakmemihakkan, dianggap sudah dengan
sendirinya
merupakan ciri dan sifat yang essentiil harus ada pada jabatan ini agar
notaris
dapat melaksanakan jabatannya dengan sempurna.
3. Sesuai penjelasan UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
( selanjutnya
disebut UUJN 2014), Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan
profesi
dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat perlu mendapat
perlindungan
dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum sehingga menegaskan dan
memantapkan fungsi, dan kewenangan Notaris sebagai pejabat yang
menjalankan
pelayanan publik.
Demikian besarnya harapan masyarakat terhadap profesi notaris sehingga
memang secara etika moral seorang Notaris wajib menjunjung tinggi
hukum dan
amanat jabatannya tersebut. Ini tentunya semakin teruji manakala
pertumbuhan
notaris dewasa ini semakin banyak sebab dengan kewenangan dan
kewibawaan
serta penghasilan yang cukup menjanjikan, profesi ini banyak diminati,
sehingga
dari waktu ke waktu persaingan antar profesi notaris sangat terasa. Apalagi
bidang
kerjanya kini berhadapan dengan tuntuan globalisasi yang bukan tidak
mungkin
dengan pertumbuhan notaris yang semakin banyak ini dapat menimbulkan
sikap
tindak yang bisa saja mengarah pada pelanggaran etika profesionalitas
profesi.
Data pertumbuhan notaris di Indonesia hingga tahun 2013 sebagaimana
dilaporkan Media Notariat, edisi Mei 2013 menyatakan bahwa formasi
notaris
sesungguhnya harus memperhatikan perbandingan dengan jumlah
penduduk,
yakni dengan jumlah penduduk seluruh wilayah Indonesia pada tahun
2013
sebanyak 237.641.326 orang, maka terdapat 19.027 formasi Jabatan
Notaris. Di
3 Herlien Budiono, 2010, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Bidang
Kenotariatan,Citra
Aditya Bakti , Bandung, hal. 282

tentunya diperlukan pengawasan yang maksimal pada Notaris yang


dilakukan
oleh unsur kelembagaan yang diatur menurut Undang-Undang.
Pengaturan pengawasan terhadap notaris menurut Pasal 1 angka 6 UUJN
2014 berbunyi : Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut sebagai
Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Dalam
Pasal 69 UUNJN 2014 tersebut juga tercantum unsur-unsur pengawasan Notaris
hingga di tingkat daerah yaitu dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD).
Untuk uraian kewenangan MPD berdasar UUJN 2014 tidak dilakukan perubahan
lagi sehingga acuan ketentuannya sesuai dengan UU No 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris ( selanjutnya di sebut UUJN 2004). Sesuai pasal 70 UUJN 2004
ditegaskan kewenangan MPD dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
pada Notaris ditingkat daerah.

Oleh karena itu, maka tujuan pokok pengawasan agar segala hak dan
kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam
menjalankan tugasnya sebagaimana yang diberikan peraturan dasar yang
bersangkutan senantiasa dilakukan di atas rambu-rambu hukum yang telah
ditentukan, bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi
demi terjaminnya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. 5
Bagaimana kinerja Notaris dalam pelaksanaan tugasnya berdasar kode etik
dan peran Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan kepada
Notaris inilah menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Apalagi di wilayah kota
Denpasar yang menjadi sentral perekonomian Bali, dengan pertumbuhan ekonomi
dan banyaknya formasi Notaris sangat potensial dapat menjawab permasalahan
bagaimana kinerja Notaris dan pengawasan yang dilakukan pada profesi hukum
tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana kinerja Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya menurut kode
etik Notaris?
2. Bagaimana peran Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan
terhadap Notaris dalam mencegah terjadinya pelanggaran kode etik oleh Notaris
di Kota Denpasar?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kode Etik Notaris

Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keilmuan


dan keahlian dalam bidang ilmu hukum dan kenotariatan, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan, maka dari itu
secara pribadi Notaris bertanggungjawab atas mutu jasa yang diberikannya.
Sebagai pengemban misi pelayanan, profesi Notaris terikat dengan kode etik
notaris yang merupakan penghormatan martabat manusia pada umumnya dan
martabat Notaris khususnya, maka dari itu pengemban profesi Notaris mempunyai
ciri-ciri mandiri dan tidak memihak, tidak terpacu dengan pamrih, selalu
rasionalitas dalam arti mengacu pada kebenaran yang objektif, spesialitas
fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.
Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayan, maka dari itu seorang
Notaris harus mempunyai perilaku baik yang dijamin oeh undang-undang,
sedangkan undang-undang telah mengamatkan pada perkumpulan untuk
menetapkan kode etik profesi Notaris. Perilaku notaris yang baik adalah perilaku
yang berlandaskan pada kode etik profesi Notaris, dengan demikian kode etik
Notaris mengatur hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam
menjalankan jabatannya dan juga di luar jabatannya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, jabatan Notaris merupakan
jabatan kepercayaan. Oleh karena itu untuk melaksanakan jabatan luhur itu
6 HM Agus Santoso, 2012, Hukum, Moral,& Keadilan, Sebuah Kajian Filsafat
Hukum,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.113
Notaris tidak semata-mata hanya keahlian di bidang ilmu kenotariatan, tetapi juga
perlu dijabat oleh mereka yang berakhlak tinggi.
Berdasar pemaparan di atas, profesi Notaris mengandung pengertian suatu
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan
sebagainya) tertentu, bersifat terus menerus mendahulukan pelayanan daripada
imbalan, mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, dan berkelompok dalam
suatu organisasi. Jabatan Notaris diartikan sebagai mempunyai fungsi sebagai
notaris. Dengan demikian, profesi jabatan Notaris adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi keahlian untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya oleh
mereka yang berfungsi sebagai notaris sebagaimana dimaksud di dalam UUJN.
Pelaksanaan atas fungsi jabatan tersebut, menurut Herlien Budiono
terdapat etika jabatan Notaris yang menyangkut masalah yang berhubungan
dengan sikap para Notaris berdasar nilai dan moral terhadap rekan Notaris,
masyarakat, dan negara. Dengan dijiwai pelayanan yang berintikan penghormatan
terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat notaris pada khususnya,
maka ciri pengembanan profesi Notaris adalah :

1. Jujur, mandiri, tidak berpihak, dan bertanggungjawab;


2. Mengutamakan, pengabdian pada kepentingan masyarakat dan negara;
3. Tidak mengacu pamrih ( disinterestedness)
4. Rasionalitas yang berarti mengacu kebenaran objektif;
5. Spesifitas fungsional, yaitu ahli di bidang kenotariatan; dan
6. Solidaritas antara sesama rekan dengan tujuan menjaga kualitas dan
martabat profesi.
8 Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa,
Advokat,
Notaris, Kurator dan Pengurus PT Citra Aditya Bakti, Bandung,hal.5
Mendasarkan pada spirit Kode Etik Notaris dan dengan memiliki ciri
pengembanan profesi Notaris, maka kewajiban Notaris dapat dibagi menjadi:
Kewajiban Umum:
a. Notaris senantiasa melakukan tugas jabatannya menurut ukuran yang
tertinggi dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak.
b. Notaris dalam menjalankan jabatannya jangan dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi
c. Notaris tidak memuji diri sendiri, dan tidak memberikan imbalan atas
pekerjaan yang diterimanya.
d. Notaris hanya memberikan atau pebdapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya
e. Notaris berusaha menjadi penyuluh masyarakat dalam bidang
jabatannya.
f. Notaris hendaknya memelihara hubungan sebaik-baiknya dengan para
pejabat pemerintah terkait ataupun dengan para profesional hukum
lainnya.
Sesuai jabatan dan pelaksanaan tugasnya, menurut Habib Adjie harus
direkonstruksi hubungan hukum notaris dan para penghadap ( menghadap-
berhadapan) yakni dimulai dari penghadap datang ke Notaris agar tindakan dan
perbuatannya diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangan
Notaris, dan kemudian Notaris membuatkan akta atas permintaan atau keinginan
para penghadap tersebut, maka dalam hal ini memberikan landasan kepada
Notaris dan para penghadap telah terjadi hubungan hukum. Oleh karena itu
Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut
aturan hukum yang telah ditentukan sehingga kepentingan yang bersangkutan
terlindungi dengan akta tersebut. Dengan hubungan hukum sepertti itu, maka
perlu ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari
tanggung gugat Notaris yang ,ana ini dapat ditujukan terutama terhadap
kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan jabatan-jabatan khusus
tertentu (beroepsaansprakelijkheid) 9

Hubungan hukum Notaris dengan para penghadap merupakan hubungan


hukum yang khas, dengan karakter :
1. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian, baik lisan maupun tertulis dalam
bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan tertentu;
2. Mereka yang datang ke hadapan Notaris dengan anggapan bahwa notaris
mempunyai kemampuan untuk membabtu memformulasikan keinginan
para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik
3. Hasil akhir dari tindakan Notaris berdasarkan kewenangan Notaris yang
berasal dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri dan
4. Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan10
Lebih lanjut Habib Adjie menjelaskan bahwa pelaksanaan tugas jabatan
notaris merupakan pelaksanaan tugas jabatan yang esoterik, artinya diperlukan
pendidikan khusus dan kemampuan yang memadai untuk menjalankannya. Oleh
sebab itu, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi ketentuan
yang tersebut dalam UUJN. Karenanya dalam hal ini diperlukan
kecermatan,ketelitian,dan ketepatan tidak hanya dalam teknik administratif
membuat akta, tetapi juga penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam
akta yang bersangkutan untuk para penghadap dan kemampuan menguasai
keilmuan bidang Notaris secara khusus dan hukum pada umumnya. Dengan
demikian, kedudukan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan atau akta Notaris yang batal demi hukum tidak berdasarkan
akta notaris tidak memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, tetapi dalam hal
ini :
9 Habieb Adjie, 2013, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan, Citra
Aditya
Bakti, Bandung, ( selanjutnya disingkat Habieb Adjie I) hal 113

1. Undang-Undang (UUJN) telah menentukan sendiri ketentuan syarat akta


notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan atau akta notaris menjadi batal demi hukum, yaitu tidak memenuhi
syarat ekternal.
2. Notaris telah tidak cermat, tidak teliti, dan tidak tepat dalam menerapkan
aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris
berdasarkan UUJN dan juga dalam menerapkan aturan hukum yang
berkaotan dengan isi akta.
Pedoman secara langsung atas semua pandangan di atas, telah diatur
lengkap melalui kaidah Undang-Undang Jabatan Notaris dan kode etik Notaris
yang dirumuskan Ikatan Notaris Indonesia. Berdasar ketentuan UU No 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris (selanjutnya disebut UUJN 2014) ditentukan dalam Pasal 15 yaitu sebagai
berikut :
(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan
perjanjian,perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin
kepaastian tangga pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Notaris
berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku dengan mendaftar dalam
buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan.
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akte risalah lelang
Dalam pelaksanaan tugas berdasar ketentuannya seorang notaris melalui
organisasi profesinya telah menetapkan Kode Etik Notaris Ikatan Notaris
Indonesia ( INI) dimana dalam ketentuan sesuai Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
angka 2 dinyatakan:
Kode etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
“perkumpulan”berdasar keputusan kongres perkumpulan dan atau/ yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota perkumpulan da semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris , termasuk didalamnya notaris para pejabat sementara, Notaris pengganti
dan Notaris pengganti khusus.
Selanjutnya terkait kewajiban, larangan dan ketentuan yang harus
dilakukan notaris, diatur dalam Pasal 3 Kode Etik Notaris, sebagai berikut :
Notaris dan orang lain yang memangku jabatan notaris wajib :
1. Memiliki akhlak serta kepribadian yang baik
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan notaris
3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan
4. Bertindak jujur, mandiri,tidak berpihak,penuh rasa tanggungjawab
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.

13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketetuan tentang honorarium yang


ditetapkan perkumpulan
14. Menjalankan jabatan notaris terutama dalam perbuatan , pembacaan,dan
penandatanganan akta dilakukan dikantornya, kecuali alasan-alasan yang
sah
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dan melaksanakan
tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan
sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling
membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silahturahmi
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan
status ekonomi dan/atau status sosialnya.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai
kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antsara lain namun tidak terbatas
pada ketentuan yang tercantum dalam :
a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan
notaris
c. Isi sumpah jabatan Notaris
d. Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia
Di samping kewajiban yang harus ditaati, kode etik Notaris juga mengatur
tentang larangan yang termuat dalam pasal 4, yaitu :
1. Mempunyai lebih dari satu kantor, baik merupakan kantor cabang
maupun kantor perwakilan
2. Memasang papan nama dan atau ditulis berbunyi “notaris/ Kantor
notaris di luar lingkungan kantor
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara
bersama-sama dengan mencantumkan nama jabatannya,
menggunakansarana media cetak dan/ atau elektronik dalam bentuk
iklan, ucaan selamat, ucapan bela sungkawa, ucapan terima kasih,
kegitan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam bidang sosial,
keagamaan maupun olahraga
4. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang pada
hakikatnya bertindak sebagai perantarauntuk mencari/mendapatkan
klien.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah
disiapkan oleh pihak lain.
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah
dari notaris lain kepadanya baik upaya itu ditujukan langsung kepada
klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain
8. Melakukan pemaksaan pada klien dengan cara menahan dokumen-
dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologi
dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya
9. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah
honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan
10. Mempekerjaan dengan sengaja orang yang yang masih berstatus
karyawan kantor notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari
Notaris yang bersangkutan
11. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan notaris atau akta yang
dibuat olehnya
12. Membentuk kelompok terhadap rekan sejawat yang bersifat ekslusif
dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau
lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk
berpartisipasi
13. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
14. Melakukan perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai
pelanggaran kode etik Notaris, anatara lain namun tidak terbatas pada
pelanggaran terhadap ketentuan UUJN.
Notaris sebagaimana etika profesi dan ketentuan peraturan jabatannya
telah tergambarkan melalui penjelasan di atas, tetapi secara umum tentu harus
dikaitkan juga dengan pelaksanaan tugas jabatan yang baik dalam pemerintahan
sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik dan juga asas umum dalam
penyelenggaraan negara. Asas tersebut yakni :11
a. Asas persamaan
b. Asas kepercayaan
c. Asas kepastian hukum
d. Asas kecermatan
e. Asas pemberian alasan
f. Asas penyalahgunaan wewenang
g. Larangan bertindak sewenang-wenang
Untuk kepentingan pelaksanaan jabatan notaris ditambah dengan asas
proporsionalitas dan asas profesionalitas sebagai pedoman dalam
menjalankan tugas jabatan notaris, sebagai asas-asas pelaksanaan tugas
jabatan notaris yang baik dengan substansi dan pengertian untuk
kepentingan notaris, sebagai berikut :
11 Habib Adjie, 2009, Sekilas dunia notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju,
Bandung,
( selanjutnya disingkat Habieb Hadjie II) hal.75
a. Asas persamaan
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-
bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaaan sosial
ekonomi atau alasan lainnya.alasan-alasan itu tidak dibenarkan
untuk dilakukan oleh Notaris dalam melayani masyarakat, hanya
alasan hukumyang daat dijadikan dasar bahwa notaris dapat tidak
memberikan jasa kepada yang menghadap notaris.
b. Asas Kepercayaan
Jabatan Notaris merupakan jabatan yang harus selaras dengan
mereka yang menjalankan tugas jabatan Notaris sebagai orang
yang dapat dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan tidak
berarti apa-apa, jika ternyata mereka menjalankan tugas jabatan
sebagai notaris sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, sehingga
hal tersebut, antara jabatan Notaris dan pejabatnya ( yang
menjalankan tugas jabatan Notaris) harus sejalan bagaikan dua sisi
mata uang yamg tidak dapat dipisahkan.
c. Asas kepastian hukum
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman
secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan
segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan
dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku
akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang
dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku sehingga tidak terjadi permasalahan, akta
notaris yang dijadikan pedoman oleh para pihak.
d. Asas kecermatan
Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan
didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Meneliti semua bukti
yang diperlihatkan kepada Notaris dan mendengarkan keterangan
atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar
untuk dituangkan dalam akta. Asas kecermatan ini merupakan
penerapan dari Pasal 16 ayat 1 huruf a, antara lain menjalankan
tugas jabatannya wajib bertindak seksama.
e. Asas pemberian alasan
Setiap akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris harus
mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang
bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan
kepada para pihak /penghadap
f. Larangan penyalahgunaan wewenang
Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan Notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang yaitu
suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris di luar dari wewenang
yang telah ditentukan. Jika Notaris membuat suatu tindakan yang
di luar wewenang yang telah ditentukan, maka tindakan Notaris
dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang.
g. Larangan bertindak sewenang-wenang
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat menentukan
tindakan para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta Notaris
atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti itu, Notaris
harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang
diperlihatkan pada Notaris.
h. Asas proporsionalitas
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak
menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan
hukum atau dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, wajib
mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
para pihak yang menghadap Notaris.

i. Asas Profesionalitas
Notaris wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan
UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
Berdasar pedoman asas umum kewenangan jabatan, UUJN, dan khususnya
kode etik, tentu diharapkan Notaris menjalankannya dengan baik sesuai
tanggungjawab yang diembannya. Tetapi dalam realitasnya, masih tampak juga
terjadinya pelanggaran atas kaidah tersebut, sehingga Notaris sebagai salah satu
profesi hukum yang terhormat sekalipun dapat saja berurusan dengan hukum.
Untuk mencegah penyimpangan dari seharusnya seorang Notaris memegang
teguh jabatannya, tentu perlu pengawasan terhadap notaris secara maksimal.
Namun perlu juga dikaji, adanya pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum
dalam kaitannya dengan hukum dan kepribadian, tentu ini menyangkut
pelanggaran yang dilakukan Notaris, Soerjono Soekanto menyampaikan 3
golongan yang memungkinkan menjadi penyebab tindakan pelanggaran tersebut
yaitu 12:
1. Sebab-sebab terjadinya pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum yang
bersumber pada jiwa manusia.
2. Usaha-usaha atau cara yang telah melembaga dan mendarah daging, untuk
menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum.
3. Hasil-hasil dari tindakan yang telah melembaga untuk menetralisasikan
akibat pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum.
Akan adanya tindakan pelanggaran dari kaidah norma yang mengatur dalam
teori hukum integratif, Romli Atmasasmita, mengkaitkan dengan kondisi individu
12 Soerjono Soekanto, 1988, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, RajaGrafindo
Persada,
Jakarta, hal 172
penegak hukum yang harus mengedepankan integritas moral sosial dan individu
yang seimbang dan proporsional.13
2.2 Pengawasan Terhadap Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah
Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pegawasan dan
pemerksaan terhadap notaris adalah menteri hukum dan ham yang dalam
pelaksanaannya menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai
Kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu
Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang hukum
dan hak asasi manusia. Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap
notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah
memperoleh wewenang pengawasan tersebut.14
Wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris terselenggara
secara atributif ada pada menteri sendiri dimana secara atribusi pembentukan
wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu atau juga dirumuskan
pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian wewenang ini didasarkan
pada aturan hukum yang dapat dibedakan dari asalnya, yakni yang asalnya dari
peraturan perunfdang-undangan pusat atau peratura daerah. Dalam hal
pengawasan terhadap notaris diperintahkan berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Jabatan Notaris.15
Pelaksanaan pengawasan Notaris yang dilakukan oleh majelis pengawas
daerah sesuai UUJN 2014 disebutkan yaitu berdasar Pasal 1 angka 6 berbunyi :
Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut sebagai Majelis Pengawas
adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
13 Romli Atmasasmita , 2012, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap
Teori
Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publising, Yogyakarta,
hal 4
14 Habieb Hadjie II, op. cit, hal.90
15 Habieb Adjie II, loc. cit.
Pelaksanaan pengawasan Notaris yang dilakukan oleh majelis pengawas
daerah sesuai UUJN 2014 disebutkan yaitu berdasar Pasal 1 angka 6 berbunyi :
Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut sebagai Majelis Pengawas
adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
Majelis Pengawas Daerah (MPD) diberi kewenangan khusus oleh UUJN.
Eksistensi MPD harus dihormati oleh siapapun karena kehadirannya
diperintahkan oleh UUJN. Ketika penyidik, hakim, dan kejaksaan akan
memanggil notaris berkaitan dengan akta yang dibuat Notaris bersangkutan ,
panggilan tersebut harus melalui MPD karena berwenang untuk terlebih dahulu
memeriksanya.
Ketika UUJN diundangkan,para Notaris berharap dapat perlindungan yang
proporsional saat menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, setidaknya atau
salah satunya melalui atau berdasarkan ketentuan atau mekanisme implementasi
pasal 66 UUJN yang dilakukan MPD, juga setidaknya ada pemeriksaan yang adil,
transparan, beretika, dan ilmiah ketika MPD memeriksa Notaris atas permohonan
pihak lain( kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan). Akan tetapi, hal tersebut
sangat sulit untuk dilaksanakan karena para anggota MPD yang terdiri atas unsur-
unsur yang berbeda, yaitu 3 orang notaris, 3 orang akademis, dan 3 orang birokrat.
Fokus pemeriksaan yang dilakukan oleh MPD 16 :
1. Objek Pemeriksaan MPD
Dilakukan pembedaan atas antara notarisnya sendiri sebagai objek dan
akta sebagai objek.Jika Notaris sebagai objek, artinya MPD akan
memeriksa tindakan dan perbuatan Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya, yang akhirnya akan menggiring Notaris pada kualifikasi turut
serta atau membantu terjadinya suatu tindak pidana. Sudah tentu tindakan
16 Habib Adjie, 2011, Merajut Pemikiran dalam dunia notaris dan PPAT, PT
Citra Aditya
Bakti, Bandung,( selanjutnya disingkat Habieb Hadjie III) hal.35
seperti ini tidak dapat benarkan karena sutu hal yang sangat menyimpang
bagi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya untuk turut serta atau
membantu melakukan atau menyarankan dalam akta untuk terjadinya
suatu tindak pidana dengan para pihak/penghadap. Dalam kaitan ini tidak
ada aturan hukum yang membedakan MPD mengambil tindakan dan
kesimpulan yang dapat mengkualifikasikan Notaris turut serta serta
membantu melakukan tindakan suatu tindak pidana bersama-sama para
pihak/ penghadap. MPD bukan instansi pemutus untuk menentukan
Notaris dalam kualifikasi seperti itu.
Dalam tataran hukum yang benar bahwa MPD harus menempatkan akta
notaris sebagai objek karena Notaris dalam menjalankan jabatannya
berkaitan untuk membuat dokumen hukum berupa akta sebagai alat bukti
tulis yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata sehingga
menempatkan akta sebagai objek harus dinilai berdasarkan aturan hukum
yang berkaitan dengan pembuatan akta. Jika terbukti ada pelanggaran,
akan dikenai sanksi sebagaimana yang tersebut dalam pasal 84 dan 84
UUJN.
2. Batasan MPD dalam melakukan pemeriksaan
Penempatan akta sebagai objek, maka batasan MPD dalam melakukan
pemeriksaan akan berkisar pada :
a. Kekuatan pembuktian lahirlah akta Notaris
Dalam memeriksa aspek lahiriah dari akta Notaris, MPD harus
membuktikan otensitas akta Notaris tersebut. MPD harus melakukan
pembktian terbalik untuk menyangkal aspek lahir lahiriah dari akta
notaris. Jika MPD tidak mampu untuk membuktikannya, akta tersebut
harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa.
b. Kekuatan pembuktian formal akta Notaris
Dalam hal MPD harus dapat membuktikan ketidakbenaran apa yang
dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat
membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak
yang diberikan /disimpan di hadapan Notaris. Dengan kata lain, MPD
tetap harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek
formal dari akta Notaris. Jika MPD tidak mampu untuk
membuktikanya, akta tersebut harus diterima oleh siapa pun termasuk
oleh MPD sendiri.
c. Kekuatan pembuktian meteriil akta Notaris
Dalam kaitan ini MPD harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak
menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta( akta
pejabat) atau para pihak yang telah benar berkata ( di hadapan Notaris)
menjadi tidak bena. MPD harus melakukan pembuktian terbalik untuk
menyangkal aspek materiil dari akta Notaris. Jika MPD tidak mampu
untuk membuktikannya,akta tersebut benar adanya.

Jika anggota MPD yang berasal dari Notaris memahami dengan benar
pelaksanaan tugas jabatan notaris sesuai UUJN, maka ia akan mengerti untuk
menempatkan fokus pemeriksaan Notaris dengan objek pada akta Notaris. Jika
anggota MPD yang berasal dari Notaris memahami dengan benar lembaga
kenotariatan, sudah pasti ia akan tetap menjaga jabatan Notaris sebagai jabatan
kepercayaan. Untuk mengerti dan memahami dunia Notaris, para Notaris
sebelumnya harus menimba ilmu kenotariatan kurang lebih selama dua tahun
sehingga anggota MPD yang bukan dari Notaris untuk dapat memahami dunia
notaris, juga terlebih dahulu untuk menimba dunia Notaris secara komprehensif.
Jika ini dapat dilakukan, akan ada persepsi yang sama ketika memeriksa Notaris.
Hasil akhir dari pemeriksaan yang dilakukan oleh MPD berupa surat
keputusan ( yang merupakan suatu penetapan tertulis). Jika dikaji, ternyata suatu
keputusan tersebut bersifat konkret, individual, final, dan menimbulkan akibat
hukum. Konkret, artinya objek yang diputuskan bukan suatu hal yang abstrak,
melainkan dalam hal ini objeknya, yaitu akta tertentu yang diperiksa oleh MPD
yang dibuat oleh nnotaris yang bersangkutan.Individual artinya keputusan itu
tidak ditujukan kepada umum atau kepada semua orang, tetapi kepada nama
notaris yang bersangkutan. Final artinya sudah definitif, yang tidak lagi
memerlukan persetujuan dari pihak lain atau institusi atasannya sehingga hal ini
dapat menimbulkan akibat hukum tertentu bagi notaris yang bersangkutan.
- Bagi masyarakat, bermanfaat untuk mengetahui kinerja dan
pengawasan yang dilakukan pada notaris sehingga benar-benar dapat
memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat.
BAB IV

METODE PENELITIAN

a. Jenis Penelitian :
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yaitu akan menelusuri
secara langsung pelaksanaan kinerja notaris di kota Denpasar dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik notaris yang berlaku. Demikian
pula halnya akan menelusuri bagaimana peran Majelis Pengawas Daerah dalam
melakukan pengawasan terhadap Notaris dalam mencegah terjadinya pelanggaran
kode etik oleh notaris di kota Denpasar . Untuk melakukan penelusuran ini tentu
akan disesuaikan dengan aturan hukum terkait yang menjadi pendukung dari
penelitian ini, khususnya Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
b. Sifat Penelitian
Merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dimana akan memberikan
gambaran berdasarkan data-data yang diperoleh dalam kaitannya dengan
pelaksanaan kinerja notaris dan peran Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan
pengawasan terhadap notaris di kota Denpasar.
c. Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang terkait
langsung dengan penelitian ini, yaitu Notaris, Majelis Pengawas Daerah di Kota
Denpasar merupakan data primer. Sedangkan data yang diperoleh dari pihak yang
tidak terlibat langsung, dan dari bahan-bahan tertulis yang sesuai dengan
permasalahan merupakan data sekunder.
d.Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan jenis dan
sumber data yang ada. Data primer dan data sekunder dikumpulkan dengan
teknik wawancara, menggunakan pedoman berstruktur.Pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban
relevan dari resonden ataupun narasumber.18
Data lain yang berupa data tertulis dikumpulkan dengan teknik dokumen baik
pencatatan dan kutipan. Demikian pula halnya dengan bahan-bahan hukum yang
relevan dengan penelitian ini.
e.Teknik Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan dan analisis data dilakukan kualitatif, yaitu dimaksudkan pada
keseluruhan data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder, akan
diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis,
diklasifikasikan untuk dapat dihubungkan satu dengan lainnya.
18 Amiruddin, dkk, Pengantar Penelitian Hukum Normatif, Rajagrafindo
Persada,Jakarta ,hal.82
BAB V
PEMBAHASAN

5.1Pelaksanaan Kode Etik Notaris


Pelaksanaan kode etik dan Undang-Undang Jabatan tentu merupakan
keharusan bagi Notaris karena terikat dalam sumpah dan jabatannya sebagai
pengemban profesi hukum. Pedoman profesi tersebut menjadi acuan bagi setiap
orang yang berprofesi sebagai Notaris agar sesuai etika jabatan yang telah
dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan juga
organisasi notaris yang merupakan organisasi profesi dimana Notaris bernaung.
Pedoman itulah yang senantiasa menjadi acuan bagi notaris dalam melaksanakan
tugasnya. Beberapa Notaris di kota Denpasar menyampaikan hal yang sama
bagaimana Notaris harus tetap berprinsip teguh dalam menjalankan profesinya.
Notaris I Gusti Ayu Maha Santi Dewi, SH MKn, berdasarkan wawancara
19 Juli 2014, menyampaikan bahwa dalam melaksanakan kewenangannya,
Notaris telah melaksanakan kode etik dan sesuai dengan UUJN secara optimal
walaupun permasalahan yang sering terjadi adalah saat menangani klien dimana
dalam menuangkan keinginan para pihak dalam akta sering kali tidak sesuai
dengan aturan yang telah ada. Tetapi berhadapan dengan klien tersebut, Notaris
Maha Santi Dewi tetap berusaha sesuai dengan aturan yang ada dan memberi
penjelasan yang memadai bagi para pihak agar kehendaknya jangan sampai
menyalahi aturan yang telah ada.
Sesuai dengan apa yang dilakukan Notaris Maha Santi Dewi, dalam
wawancara dengan Notaris Indra Fajarwati, SH MKn, 31 tahun, pada 25 Agustus
2014, juga menyatakan bahwa pelaksanaan kinerja notaris harus sesuai dengan
kode etik dan peraturan dalam UUJN, tidak melanggar dan mengedepankan
kaidah yang telah dituangkan dalam kode etik tersebut.Demikian pula ketika
menuangkan ketentuan dalam akta jangan sampai melanggar dan tetap
memerlukan kesadaran dan tanggung jawab diri dan memberikan penjelasan
hukum terhadap klien.
Berhadapan dengan hambatan ketidaktahuan klien yang sering kali tidak
dimungkinkan menurut aturan yang ada menjadi tantangan dam hambatan bagi
pelaksanaan kinerja seorang notaris. Hal ini diakui sebagaimana pengalaman dari
Ni luh Ary Widiastuthi,SH MKn, 33 th. Walaupun selama ini kewenangan dan
kinerja notaris dapat berlangsung dengan baik, tetapi sering juga ditemui
beberapa hambatan dalam pelaksanaan tersebut karena terdapat beberapa
ketentuan kewenangan yang pada kenyataannya tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya oleh notaris contoh sebagaimana yang tercantum dalam pasal 15 (2)f.
Berdasar uraian yang dipaparkan beberapa Notaris di wilayah kota
Denpasar tersebut, apabila dianalisis maka dalam melaksanakan fungsinya,
Notaris telah melakukan kaidah sesuai pedoman kode etik dan asas umum jabatan
yaitu asas kecermatan. Cermat dalam arti meneliti semua bukti yang diperlihatkan
kepada notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib
dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta. Asas kecermatan ini
merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat 1 huruf a, antara lain menjalankan tugas
jabatannya wajib bertindak seksama. Tentu diteliti dengan mengemban sumpah
jabatan notaris agar selslu sesuai dengan aturan yang ada, meskupun dihadapan
pada persaingan ketat sesama notaris, tidak sampat melakukan tindakan
penyimpangan dari ketentuan hukum.
Apa yang dikemukan oleh beberapa Notaris yang berkedudukan di
wilayah kerja Kota Denpasar tersebut sejauh ini memang tidak sampai membawa
notaris sendiri ke permasalahan hukum akibat adanya persaingan yang tidak sehat
dengan pertumbuhan Notaris yang sangat pesat di Kota Denpasar.Munculnya
kekhawatiran tindakan menyimpang pada Notaris, seperti termuat di Majalah
Tempo Edisi September 2014, dimana memang persaingan tidak sehat notaris
tampaknya dapat menggiring sang Notaris untuk melakukan praktek yang tidak
sesuai kode etik. Menurut Ketua bidang Hukum dan Perlindungan INI Pusat,
Syafran Sofyan bahwa ratio pertrumbuhan Notaris dirasa memang sudah tak
sesuai dengan jumlah penduduk Artinya ada daerah yang kelebihan formasi
dibanding rasio jumlah penduduk. Diakuinya ini akan menjadi celah untuk
melakukan praktek yang tidak terpuji. Misalnya banting harga yang terjadi,
30
padahal seharusnya dalam penetapan tarif jasa Notaris telah ditentukan oleh pasal
36 UUJN.
Terhadap kondisi persaingan tidak sehat akibat formasi yang penuh di
wilayah kerja Kota Denpasar, berdasar pemaparan para Notaris di atas tetap dapat
disimpulkan bahwa Notaris tetap terikat pada etiksa jabatan dan bahkan rincinya
kode etik mengatur hal-hal yang menyangkut tindakan seorang Notaris masih
menjaga mereka pada koridor profesionalitas. Ini sesuai dengan asas
penyelenggaraan wewenang jabatan dimana Notaris selalu mengedepankan aturan
jabatan dan menghindarkan diri dari tindakan-tindakan yang menjerumuskannya
ke permasalahan hukum, apalagi nantinya akan dikaitkan dengan kehormatan
profesi Notaris.
Agar selalu sesuai dengan kaidah etika Notaris, menurut I Gusti Kardinal
Made Maswibawa, SH MKn yang bertugas berdasarkan SK Mentri Kehakiman
dan HAM RI No: C-463.HT.03.01-Th 2005, Tgl 16 Juli 2014, pelaksanaan
kewenangan kinerja Notaris adalah berdasarkan kewenangan umum dan
kewenangan khusus notaris, dimana kewenangan umum Notaris dengan batasan
sepanjang :
1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-
undang
2. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum
untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan
3. Mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk
kepentingan siapa suatu akta itu dibuat.
Dalam pelaksanaan tugasnya sebagaimana Pasal 15 UUJN dan kekuatan
pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang dapat kita pahami, yaitu :
1. Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginan/ tindakan
para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum
yang berlaku.
2. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akata tersebut
tidak benar, maka pihak yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib
membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Prinsip kehati-hatian dan cermat dalam menuangkan keinginan para pihak
dalam suatu akta seringkali dihadapkan oleh kendala misalnya identitaas yang
tidak lengkap, KTP para pihak sudah tidak berlaku, surat-surat persyaratan yang
belum lengkap dan maasih banyak lagi permasalahan yang ditemui. Peran notaris
disini tentunya juga memberikan petunujuk hukum dan tentunya nasehat kepada
kliennya, contoh dalam hal penjualan objek (tanah) ingin segera dijual padahal
belum turun waris, dan surat keterangan kematian pun tidak disertai. Disinilah
sangat tampak bagaimana asas-asas pelaksanaan kewenangan jabatan harus
melandasi tindakan dari Notaris agar sesuai dengan ketentuan hukum yang
seharusnya.
5.2Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Mencegah Pelanggaran Kode
Etik oleh Notaris
Tujuan dari pengawasan notaris adalah agar para Notaris ketika
menjalankan tugasnya jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris, demi untuk pengamanan dari
kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh pemerintah, bukan untuk
kepentingan diri Notaris sendiri, tapi untuk kepentingan masyarakat yang
dilayaninya.
Wewenang MPD juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI
Nomor 02.PR.08.10 Tahun 2004, seperti dalam pasal 13 ayat 1 dan 2 yang
menegaskan bahwa, kewenangan MPD yang bersifat administratif dilaksanakan
oleh ketua, wakil ketua atau salah satu anggota yang diberi wewenang
berdasarkan keputusan rapat MPD, yaitu mengenai :
a. Memberikan ijin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 ( enam) bulan
b. Menetapkan notaris pengganti
c. Menentukan tempat penyimpanan protokol Notaris yang pada saat setah
terima protokol Notaris telah berumur 25 ( dua puluh lima) tahun atau
lebih
d. Menerima laporan masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode
etik notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang;
e. Memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat di bawah
rtangan yang disahkan, daftar surat lain yang diwajibkan undang-undang
f. Menerima penyampaian secara tertulis salinan dari daftar akta,daftar surat
dibawah tangan yang dibukukan yang telah disahkannya, yang dibuat pada
bulan sebelumnya paling lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan
berikutnya, yang memuat sekurang-kurangnya nomor, tanggal dan judul
akta.19
Pelaksanaan kinerja notaris menurut wakil ketua MPD Kota Denpasar, I Gusti
Ngurah Maha Buana, 49 tahun, dalam wawancara 25 Juli 2014, selalu bertumpu
pada peraturan jabatan, setidak-tidaknya kewajiban hukum Notaris dalam
pembuatan akta-akta harus dilaksanakan.Dalam pelaksanaan tugas tidak
mengalami hambatan berarti karena selalu mengedepankan sikap tertib hukum
dan ketegasan Notaris dalam melaksanakan tugasnya sehingga akan terhindar dari
permasalahan hukum dikemudian hari, tidak ada celah untuk mempermasalahkan
akta yang dibuat oleh Notaris tersebut.
Untuk melakukan pengawasan, sebagai perwakilan dari organisasi Notaris,
menurut Notaris Maha Buana, kewajiban INI dan MPD hanyalah bersifat
administratif biasa, tanggung jawab tetap melekat pada notaris, artinya ada
pengawasan diri sendiri yang menjadi lebih penting agar tidak sampai mengalami
permasalahan hukum.MPD telah melakukan pengawasan dengan baik sebagai
lembaga yang mengingatkan dan melakukan pemeriksaan pelaksanaan kinerja
19 Habib Adjie, 2011, Majelis Pengawas Notaris, Sebagai Pejabat Tata Usaha
Negara

Anda mungkin juga menyukai