NAMA:M.RIZKY SETIAWAN
NIM:2000874201052
KELAS:B2
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, maka tujuan pokok pengawasan agar segala hak dan
kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam
menjalankan tugasnya sebagaimana yang diberikan peraturan dasar yang
bersangkutan senantiasa dilakukan di atas rambu-rambu hukum yang telah
ditentukan, bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi
demi terjaminnya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. 5
Bagaimana kinerja Notaris dalam pelaksanaan tugasnya berdasar kode etik
dan peran Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan kepada
Notaris inilah menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Apalagi di wilayah kota
Denpasar yang menjadi sentral perekonomian Bali, dengan pertumbuhan ekonomi
dan banyaknya formasi Notaris sangat potensial dapat menjawab permasalahan
bagaimana kinerja Notaris dan pengawasan yang dilakukan pada profesi hukum
tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
i. Asas Profesionalitas
Notaris wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan
UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
Berdasar pedoman asas umum kewenangan jabatan, UUJN, dan khususnya
kode etik, tentu diharapkan Notaris menjalankannya dengan baik sesuai
tanggungjawab yang diembannya. Tetapi dalam realitasnya, masih tampak juga
terjadinya pelanggaran atas kaidah tersebut, sehingga Notaris sebagai salah satu
profesi hukum yang terhormat sekalipun dapat saja berurusan dengan hukum.
Untuk mencegah penyimpangan dari seharusnya seorang Notaris memegang
teguh jabatannya, tentu perlu pengawasan terhadap notaris secara maksimal.
Namun perlu juga dikaji, adanya pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum
dalam kaitannya dengan hukum dan kepribadian, tentu ini menyangkut
pelanggaran yang dilakukan Notaris, Soerjono Soekanto menyampaikan 3
golongan yang memungkinkan menjadi penyebab tindakan pelanggaran tersebut
yaitu 12:
1. Sebab-sebab terjadinya pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum yang
bersumber pada jiwa manusia.
2. Usaha-usaha atau cara yang telah melembaga dan mendarah daging, untuk
menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum.
3. Hasil-hasil dari tindakan yang telah melembaga untuk menetralisasikan
akibat pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum.
Akan adanya tindakan pelanggaran dari kaidah norma yang mengatur dalam
teori hukum integratif, Romli Atmasasmita, mengkaitkan dengan kondisi individu
12 Soerjono Soekanto, 1988, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, RajaGrafindo
Persada,
Jakarta, hal 172
penegak hukum yang harus mengedepankan integritas moral sosial dan individu
yang seimbang dan proporsional.13
2.2 Pengawasan Terhadap Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah
Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pegawasan dan
pemerksaan terhadap notaris adalah menteri hukum dan ham yang dalam
pelaksanaannya menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai
Kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu
Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang hukum
dan hak asasi manusia. Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap
notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah
memperoleh wewenang pengawasan tersebut.14
Wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris terselenggara
secara atributif ada pada menteri sendiri dimana secara atribusi pembentukan
wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu atau juga dirumuskan
pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian wewenang ini didasarkan
pada aturan hukum yang dapat dibedakan dari asalnya, yakni yang asalnya dari
peraturan perunfdang-undangan pusat atau peratura daerah. Dalam hal
pengawasan terhadap notaris diperintahkan berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Jabatan Notaris.15
Pelaksanaan pengawasan Notaris yang dilakukan oleh majelis pengawas
daerah sesuai UUJN 2014 disebutkan yaitu berdasar Pasal 1 angka 6 berbunyi :
Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut sebagai Majelis Pengawas
adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
13 Romli Atmasasmita , 2012, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap
Teori
Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publising, Yogyakarta,
hal 4
14 Habieb Hadjie II, op. cit, hal.90
15 Habieb Adjie II, loc. cit.
Pelaksanaan pengawasan Notaris yang dilakukan oleh majelis pengawas
daerah sesuai UUJN 2014 disebutkan yaitu berdasar Pasal 1 angka 6 berbunyi :
Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut sebagai Majelis Pengawas
adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
Majelis Pengawas Daerah (MPD) diberi kewenangan khusus oleh UUJN.
Eksistensi MPD harus dihormati oleh siapapun karena kehadirannya
diperintahkan oleh UUJN. Ketika penyidik, hakim, dan kejaksaan akan
memanggil notaris berkaitan dengan akta yang dibuat Notaris bersangkutan ,
panggilan tersebut harus melalui MPD karena berwenang untuk terlebih dahulu
memeriksanya.
Ketika UUJN diundangkan,para Notaris berharap dapat perlindungan yang
proporsional saat menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, setidaknya atau
salah satunya melalui atau berdasarkan ketentuan atau mekanisme implementasi
pasal 66 UUJN yang dilakukan MPD, juga setidaknya ada pemeriksaan yang adil,
transparan, beretika, dan ilmiah ketika MPD memeriksa Notaris atas permohonan
pihak lain( kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan). Akan tetapi, hal tersebut
sangat sulit untuk dilaksanakan karena para anggota MPD yang terdiri atas unsur-
unsur yang berbeda, yaitu 3 orang notaris, 3 orang akademis, dan 3 orang birokrat.
Fokus pemeriksaan yang dilakukan oleh MPD 16 :
1. Objek Pemeriksaan MPD
Dilakukan pembedaan atas antara notarisnya sendiri sebagai objek dan
akta sebagai objek.Jika Notaris sebagai objek, artinya MPD akan
memeriksa tindakan dan perbuatan Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya, yang akhirnya akan menggiring Notaris pada kualifikasi turut
serta atau membantu terjadinya suatu tindak pidana. Sudah tentu tindakan
16 Habib Adjie, 2011, Merajut Pemikiran dalam dunia notaris dan PPAT, PT
Citra Aditya
Bakti, Bandung,( selanjutnya disingkat Habieb Hadjie III) hal.35
seperti ini tidak dapat benarkan karena sutu hal yang sangat menyimpang
bagi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya untuk turut serta atau
membantu melakukan atau menyarankan dalam akta untuk terjadinya
suatu tindak pidana dengan para pihak/penghadap. Dalam kaitan ini tidak
ada aturan hukum yang membedakan MPD mengambil tindakan dan
kesimpulan yang dapat mengkualifikasikan Notaris turut serta serta
membantu melakukan tindakan suatu tindak pidana bersama-sama para
pihak/ penghadap. MPD bukan instansi pemutus untuk menentukan
Notaris dalam kualifikasi seperti itu.
Dalam tataran hukum yang benar bahwa MPD harus menempatkan akta
notaris sebagai objek karena Notaris dalam menjalankan jabatannya
berkaitan untuk membuat dokumen hukum berupa akta sebagai alat bukti
tulis yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata sehingga
menempatkan akta sebagai objek harus dinilai berdasarkan aturan hukum
yang berkaitan dengan pembuatan akta. Jika terbukti ada pelanggaran,
akan dikenai sanksi sebagaimana yang tersebut dalam pasal 84 dan 84
UUJN.
2. Batasan MPD dalam melakukan pemeriksaan
Penempatan akta sebagai objek, maka batasan MPD dalam melakukan
pemeriksaan akan berkisar pada :
a. Kekuatan pembuktian lahirlah akta Notaris
Dalam memeriksa aspek lahiriah dari akta Notaris, MPD harus
membuktikan otensitas akta Notaris tersebut. MPD harus melakukan
pembktian terbalik untuk menyangkal aspek lahir lahiriah dari akta
notaris. Jika MPD tidak mampu untuk membuktikannya, akta tersebut
harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa.
b. Kekuatan pembuktian formal akta Notaris
Dalam hal MPD harus dapat membuktikan ketidakbenaran apa yang
dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat
membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak
yang diberikan /disimpan di hadapan Notaris. Dengan kata lain, MPD
tetap harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek
formal dari akta Notaris. Jika MPD tidak mampu untuk
membuktikanya, akta tersebut harus diterima oleh siapa pun termasuk
oleh MPD sendiri.
c. Kekuatan pembuktian meteriil akta Notaris
Dalam kaitan ini MPD harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak
menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta( akta
pejabat) atau para pihak yang telah benar berkata ( di hadapan Notaris)
menjadi tidak bena. MPD harus melakukan pembuktian terbalik untuk
menyangkal aspek materiil dari akta Notaris. Jika MPD tidak mampu
untuk membuktikannya,akta tersebut benar adanya.
Jika anggota MPD yang berasal dari Notaris memahami dengan benar
pelaksanaan tugas jabatan notaris sesuai UUJN, maka ia akan mengerti untuk
menempatkan fokus pemeriksaan Notaris dengan objek pada akta Notaris. Jika
anggota MPD yang berasal dari Notaris memahami dengan benar lembaga
kenotariatan, sudah pasti ia akan tetap menjaga jabatan Notaris sebagai jabatan
kepercayaan. Untuk mengerti dan memahami dunia Notaris, para Notaris
sebelumnya harus menimba ilmu kenotariatan kurang lebih selama dua tahun
sehingga anggota MPD yang bukan dari Notaris untuk dapat memahami dunia
notaris, juga terlebih dahulu untuk menimba dunia Notaris secara komprehensif.
Jika ini dapat dilakukan, akan ada persepsi yang sama ketika memeriksa Notaris.
Hasil akhir dari pemeriksaan yang dilakukan oleh MPD berupa surat
keputusan ( yang merupakan suatu penetapan tertulis). Jika dikaji, ternyata suatu
keputusan tersebut bersifat konkret, individual, final, dan menimbulkan akibat
hukum. Konkret, artinya objek yang diputuskan bukan suatu hal yang abstrak,
melainkan dalam hal ini objeknya, yaitu akta tertentu yang diperiksa oleh MPD
yang dibuat oleh nnotaris yang bersangkutan.Individual artinya keputusan itu
tidak ditujukan kepada umum atau kepada semua orang, tetapi kepada nama
notaris yang bersangkutan. Final artinya sudah definitif, yang tidak lagi
memerlukan persetujuan dari pihak lain atau institusi atasannya sehingga hal ini
dapat menimbulkan akibat hukum tertentu bagi notaris yang bersangkutan.
- Bagi masyarakat, bermanfaat untuk mengetahui kinerja dan
pengawasan yang dilakukan pada notaris sehingga benar-benar dapat
memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat.
BAB IV
METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian :
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yaitu akan menelusuri
secara langsung pelaksanaan kinerja notaris di kota Denpasar dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik notaris yang berlaku. Demikian
pula halnya akan menelusuri bagaimana peran Majelis Pengawas Daerah dalam
melakukan pengawasan terhadap Notaris dalam mencegah terjadinya pelanggaran
kode etik oleh notaris di kota Denpasar . Untuk melakukan penelusuran ini tentu
akan disesuaikan dengan aturan hukum terkait yang menjadi pendukung dari
penelitian ini, khususnya Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
b. Sifat Penelitian
Merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dimana akan memberikan
gambaran berdasarkan data-data yang diperoleh dalam kaitannya dengan
pelaksanaan kinerja notaris dan peran Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan
pengawasan terhadap notaris di kota Denpasar.
c. Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang terkait
langsung dengan penelitian ini, yaitu Notaris, Majelis Pengawas Daerah di Kota
Denpasar merupakan data primer. Sedangkan data yang diperoleh dari pihak yang
tidak terlibat langsung, dan dari bahan-bahan tertulis yang sesuai dengan
permasalahan merupakan data sekunder.
d.Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan jenis dan
sumber data yang ada. Data primer dan data sekunder dikumpulkan dengan
teknik wawancara, menggunakan pedoman berstruktur.Pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban
relevan dari resonden ataupun narasumber.18
Data lain yang berupa data tertulis dikumpulkan dengan teknik dokumen baik
pencatatan dan kutipan. Demikian pula halnya dengan bahan-bahan hukum yang
relevan dengan penelitian ini.
e.Teknik Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan dan analisis data dilakukan kualitatif, yaitu dimaksudkan pada
keseluruhan data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder, akan
diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis,
diklasifikasikan untuk dapat dihubungkan satu dengan lainnya.
18 Amiruddin, dkk, Pengantar Penelitian Hukum Normatif, Rajagrafindo
Persada,Jakarta ,hal.82
BAB V
PEMBAHASAN