Anda di halaman 1dari 9

ETIKA PROFESI HUKUM

Profesionalisme Notaris Sebagai Profesi Yang Mulia

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Satu Mata Kuliah Etika Profesi Hukum
Dosen Pengampu Bapak Dr. Abdul Madjid, S.H., M.Hum. dan Bapak Dony Aditya Prasetyo,
S.H., M.H.

Disusun Oleh:
DWI AYU LESTARI
NIM. 165010100111016

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2018
Profesionalisme Notaris sebagai Profesi yang Mulia (Officium Nobile)

Dalam kaitannya dengan etika profesi hukum terdapat prinsi-prinsip yang harus

ditegakkan. Franz Magnis Suseno terlebih dulu membedakan profesi dalam dua jenis, yaitu:1

1. Profesi pada umumnya

Profesi pada umumnya adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk

menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian yang khusus. Persyaratan

adanya keahlian yang khusus inilah yang membedakan antara pengertian profesi

dengan pekerjaan walaupun bukan menjadi garis pemisah yang tajam antara keduanya.

2. Profesi yang luhur atau mulia (officium nobile)

Profesi yang luhur yaitu profesi yang pada hakikatnya merupakan suatu pelayanan pada

manusia atau masyarakat. Orang yang melaksanakan profesi luhur sekalipun mendapat

nafkah (imbalan) dari pekerjaannya, namun itu bukanlah motivasi utamanya. Yang

menjadi motivasi utamanya adalah kesediaan dankeinginan untuk melayani, membantu

sesama umat manusia berdasarkan keahliannya.

Untuk profesi pada umumnya, paling tidak ada dua prinsip yang harus ditegakkan,

yaitu: prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab ini menyangkut baik

terhadap pekerjaan itu sendiri, maupun hasilnya, dalam arti yang bersangkutan harus

menjalankan pekerjaannya dengan sebaik mungkin dengan hasil yang berkualitas. Selain itu,

dituntut pada tanggung jawab agar dampak pekerjaan yang dilakukan tidak sampai merusak

lingkungan hidup. Hal yang terakhir ini berkaitan dengan prinsip kedua, yaitu hormat

terhadap hak-hak orang lain.

Untuk profesi yang luhur (officium nobile) juga terdapat dua prinsip yang penting yaitu:

1. Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, apakah itu klien atau pasien, dan

1
Franz Magnis Suseno et al., Etika Sosial: Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1991, hlm. 70.
2. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi.2

Magnis Suseno menyatakan, untuk melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik,

dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah:

1. Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi,

2. Sadar akan kewajibannya, dan

3. Memiliki idealisme yang tinggi.

Sekalipun unsur pengabdian menjadi penting untuk membedakan antara profesi luhur

dan profesi pada umumnya, sesungguhnya setiap profesi (baik umum maupun luhur) tetap

menyertakan unsur pengabdian tersebut. Perbedaanya lebih pada kadar dan intensitas

pengabdiannya.3

Tidak semua profesi yang ada merupakan profesi yang luhur atau terhormat, ataupun

profesi mulia. Jabatan notaris merupakan suatu jabatan mulia yang secara khusus diatur

dalam suatu undang-undang. Untuk diangkat menjadi seorang notaris, diperlukan pendidikan

dan pengetahuan yang mumpuni dibidang hukum terutama kenotariatan, memenuhi berbagai

macam persyaratan untuk pengangkatan serta diharuskan untuk mengucap sumpah jabatan

pada saat pengangkatannya. Hal ini menjadikan jabatan notaris merupakan jabatan yang luhur

dan bermartabat. Suatu jabatan yang kalau dibilang hanya dapat dijabat oleh individu-

individu tertentu yang tidak hanya memiliki kecerdasan akal budi, akan tetapi juga memiliki

akhlak dan moral yang baik. Notaris merupakan suatu profesi yang luhur, yang bukan

semata-mata bermotif mencari keuntungan, meskipun seorang notaris akan menerima

honorarium dari klien atas jasanya. Jabatan notaris lebih mengutamakan pengabdian dan

pelayanan kepada kepentingan masyarakat dan negara.4


2
Sidharta, Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Bandung: PT. Refika Aditama,
2006, hlm. 105.
3
Loc. Cit.
4
Virany Inkiriwang, Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Bertindak sebagai Makelar Tanah dan
Pengurusannya Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Depok,
Fakultas Hukum, Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2010, hlm. 77.
Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan moral dan etika ketika

menjalankan tugas jabatannya. Saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris berpegang teguh

dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat.

Karena lekatnya etika pada profesi Notaris disebut sebagai profesi yang mulia (officium

nobile).5

Sesuai subtansinya, adanya nilai moral dan etik notaris, maka pengembangan jabatan

Notaris adalah pelayanan kepada masyarakat (klien) secara mandiri dan tidak memihak bagi

salah satu pihak. Bidang kenotariatan dalam pengembangannya dihayati sebagai panggilan

hidup bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia demi kepentingan

umum serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan

martabat Notaris pada khususnya. Disinilah kemudian Notaris perlu memedomani kode etik

notaris.

Kode Etik Notaris merupakan seluruh kaidah moral yang menjadi pedoman dalam

menjalankan Jabatan Notaris. Ruang lingkup Kode Etik Notaris berdasarkan Pasal 2 Kode

Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (INI), berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan

maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris baik dalam pelaksanaan

jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Jabatan yang diemban notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diamanatkan oleh

undang-undang dan masyarakat (klien), untuk itulah seorang notaris harus bertanggung jawab

untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi

etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya. Sebab apabila hal tersebut diabaikan

oleh seorang notaris maka akan berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam

menjalankan jabatannya notaris harus mematuhi seluruh kaidah moral yang telah hidup dan

berkembang di masyarakat, selain dari adanya tanggung jawab dan etika profesi, adanya

5
Abdul Ghofur Anshori, lembaga kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta, UII
Press, 2009, hlm. 6.
integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus dimiliki oleh

seorang notaris.

Integritas seorang notaris dapat ditentukan dengan pengukuran dari ketidakberpihakkan

atau biasa disebut pihak yang independen, bersikap adil (fairness) dan dapat dipercaya

(trustworthiness). Kualitas pelayanan seorang profesi notaris tidak diperbolehkan

mengabaikan integritas yang dia miliki. Hal ini dikarenakan profesi notaris dilarang untuk

melepas atribut integritasnya. Jika hal ini terjadi, yaitu pengaburan terhadap nilai-nilai

integritas dari profesi, notaris akan dapat menghancurkan reputasi dan pencitraan yang telah

dibangun oleh pihak profesi notaris.6

Salah satu isi sumpah jabatan notaris menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Jabatan

Notaris adalah sumpah atau janji bahwa notaris akan menjalankan jabatannya dengan

amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak; serta bahwa notaris akan menjaga sikap,

tingkah laku, dan akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik profesi,

kehormatan, martabat, dan tanggung jawabnya sebagai notaris.

Ketentuan mengenai kewajiban bagi notaris untuk tidak berpihak juga diatur dalam

Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu bahwa dalam menjalankan

jabatannya, Notaris berkewajiban untuk bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak

berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Tidak hanya

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, hal serupa juga turut diatur dalam Kode Etik

Notaris yang ditetapkan oleh Ikatan Notaris Indonesia Pasal 3 angka (4) disebutkan bahwa

notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris wajib bertindak

jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-

undangan dan isi sumpah jabatan notaris.

Notaris merupakan profesi hukum, dan dengan demikian profesi notaris merupakan

suatu jabatan dan profesi mulia (officium nobile). Notaris disebut sebagai profesi mulia
6
Virany Inkiriwang, Op. Cit., hlm. 78.
karena profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh

notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang.

Kekeliruan atas akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau

terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban, oleh karena itu notaris dalam menjalankan

tugas jabatannya harus mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris.7

Dalam Pasal 1 angka 1 UUJN yang menegaskan bahwa notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris

adalah kepanjangan tangan negara dimana Notaris menunaikan tugas negara di bidang hukum

perdata. Dalam kaitan ini, negara dalam rangka memberikan perlindungan hukum di bidang

privat kepada warga negara telah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Notaris untuk

membuat akta otentik.

Kriteria utama suatu profesi dikatakan sebagai profesi mulia adalah bahwa profesi

tersebut sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Demikian pula profesi hukum juga

layak untuk disebut sebagai suatu profesi mulia. Notaris sebagai profesi hukum harus

memiliki keahlian yang berwawasan keilmuan, oleh karena notaris sebagai profesional harus

secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan

dalam bidang hukum. Sekalipun notaris dinyatakan sebagai salah satu profesi di Indonesia,

hal tersebut tidaklah mengurangi hakikat, karakteristik, dan kewenangan notaris sebagai

pejabat umum.8

Pengemban profesi hukum harus orang yang dapat dipercaya secara penuh untuk tidak

menyalahgunakan situasi yang ada. Segala kemampuan, pengetahuan, dan keahlian harus
7
Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia, Jakarta: Prenadamedia Group, 2018,
hlm. 90.
8
Ghansham Anand, Op. Cit., hlm. 91.
dikerahkan, sebab tugas profesi hukum merupakan tugas kemasyarakatan yang langsung

berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang merupakan perwujudan martabat manusia.

Notaris sebagai sebuah profesi yang mulia (officium nobile) memegang peranan penting

dalam kehidupan bermasyarakat, terutama masyarakat modern yang menghendaki adanya

pendokumentasian suatu peristiwa hukum atau perbuatan hukum tertentu yang dilakukan oleh

subjek hukum baik dalam arti subjek hukum berupa orang (natuurlijke persoon) maupun

subjek hukum dalam arti badan hukum (recht persoon). Subjek hukum diartikan sebagai

penyandang hak dan kewajiban dan padanya dapat melakukan perbuatan hukum tertentu

untuk menimbulkan akibat hukum tertentu.9

Kapasitas officium nobile diberikan kepada notaris dalam kapasitasnya sebagai jabatan

(pejabat umum) dan sebagai suatu profesi. Notaris sebagaimana dijelaskan sesungguhnya

menjalankan sebagian fungsi negara dalam memberikan perlindungan hukum bagi

masyarakatnya, mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti yang

sempurna bagi pihak-pihak yang membutuhkan agar hak dan kepentingan mereka

terlindungi. Di sinilah letak “kemuliaan” jabatan dan profesi notaris, dimana melalui

kewenangannya membuat akta otentik dan kewenangan-kewenangan lainnya adalah untuk

memberikan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang

membutuhkan, oleh karena itu notaris dituntut untuk senntiasa mematuhi semua peraturan

perundang-undangan dan kode etik yang berkaitan dengan jabatan dan profesinya itu.10

Sebagai jabatan, notaris berkewajiban untuk senantiasa bertindak jujur saksama

mandiri, dan tidak berpihak agar kepentingan para pihak terlindungi. Kewajiban ini

mencerminkan notaris sebagai jabatan kepercayaan antara lain seperti adanya kewajiban

untuk merahasiakan informasi yang diperoleh dari klien, dimana hal demikian ini juga

merupakan tugas dan kewajiban notaris sebagai suatu profesi.

9
Loc. Cit.
10
Ghansham Anand, Op. Cit., hlm. 92.
Dari uraian diatas, maka dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa notaris

sebagai suatu profesi memiliki karakteristik sebagai berikut:11

1. Meliputi bidang tertentu;

2. Mempunyai keahlian dan keterampilan khusus;

3. Bersifat tetap atau terus menerus;

4. Mengutamakan pelayanan daripada imbalan;

5. Memperoleh penghasilan berupa honorarium sebagai bentuk penghargaan;

6. Adanya kewajiban untuk merahasiakan informasi dari klien;

7. Terkelompok dalam suatu organisasi;

8. Adanya kode etik dan peradilan kode etik.

DAFTAR PUSTAKA

Anand, Ghansham, 2018, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia, Jakarta:

Prenadamedia Group.

11
Loc. Cit.
Anshori, Abdul Ghofur, 2009, lembaga kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan

Etika, Yogyakarta, UII Press.

Inkiriwang, Virany, 2010, Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Bertindak sebagai

Makelar Tanah dan Pengurusannya Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Depok, Fakultas Hukum, Magister

Kenotariatan, Universitas Indonesia.

Sidharta, 2006, Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Bandung:

PT. Refika Aditama.

Suseno, Franz Magnis dkk, 1991, Etika Sosial: Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Kode Etik Notaris

Anda mungkin juga menyukai