PROFESI HUKUM
Dosen Pengampu: Hery Zarkasih, M.A
Kelas : 5 D
Disusun Oleh:
1. wahyuni : 210202148
2. Hikmatul Awaliyah : 210202145
3. Azrantika Insan Setiawan : 210202147
4. Lusiana : 210202139
5. Renaldi Karnaen : 210202130
6. M, Fizyan Mukhtimul Hazani : 210202155
FAKULTAS SYARIAH
MATARAM 2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam
tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat, kerabat, tabi’in tabi’it hingga akhir kelak. Semoga kita dapat mengikuti
sunnah dan meneladani beliau dalam segala aktivitas kehidupan, Aamiin.
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah."Etika dan Ptofesi
Hukum."maka harapan kami makalah ini sesuai dengan harapan Bapak Dosen Muhammad
Fikri, Dr., M.A
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul ”Profesi Hukum”,
yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari
hukum adat dan kebudayaan.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan mohon permakluman
bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau
menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
manusia sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada
norma hukum (ubi societas ibi ius). Hal tersebut dimaksudkan oleh Cicero bahwa tata
hukum harus mengacu pada penghormatan dan perlindungan bagi keluhuran martabat
manusia. Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara kepentingan atau
hastat individu yang egoistis dan kepentingan bersama agar tidak terjadi konflik.
perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki hukum haruslah pasti dan
adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menunjukkan pada
hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa. Notaris, Advokat, dan polisi) adalah
pembela kebenaran dan keadilan sehingga para penegak hukum harus menjalankan
dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum merupakan profesi terhormat dan
luhur (officium nobile). Oleh karena itu mulia dan terhormat, profesional hukum sudah
semestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan hidupnya untuk
tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok
tertentu. Penegak hukum mempunyai batas kewenangan profesi hukum seperti batas
C. Tujuan
yang pengembangannya dihayati sebagai suatu pangilan hidup dan terikat pada etika
kaitannya dengan masalah hukum. Pengemban profesi hukum bekerja secara professional
dan fungsional. Mereka memiliki tingkat ketelitian, kehati- hatian, ketekunan, kritis dan
pengabdian yang tinggi karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada
sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka bekerja
sesuai dengan kode etik Profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode
etik, mereka harus mempertanggung jawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode
etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada Dewan Kehormatan yang akan mengoreksi
1
Kurniawan Tri Wibowo” Etika Profesi dan Bantuan Hukum di Indonesia” ( Surabaya : Pustaka
Aksara, 2021), hlm. 21.
2
Ibid.,hlm.22.
Dalam seminar Pembinaan Profesi Hukum Tahun 1977 memberikan batasan
akademi dan memerlukan sesuatu dasar pendidikan yang baik dan diakhiri dengan
klien yang bersifat pribadi pula (person by person basis) diiringi dengan sistem
pembayaran honorarium.
4. Adanya pandangan hidup yang bersifat objektif tidak mementingkan diri sendiri
2. Polisi
3. Profesi Jaksa
4. Profesi Hakim
5. Profesi Advokat
3
Daryl Koehn, “ The Ground of Profesional Ethics , Terjemahan Oleh Agus M. Hardjana,
Landasan Etika Profesi,( Jakakarta : Kanisius 2004), hlm.34-35.
6. Profesi Notaris
Profesi Hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai
moral dan pengembangannya. nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan
dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesi dituntut supaya memiliki nilai moral yang
kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat mendasari
a. Kejujuran.
mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu. Dua
sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu (1) sikap terbuka. Ini berkenaan dengan
pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara CumaCuma; (2) sikap
wajar. Ini berkenaandengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok
b. Autentik.
kepribaian yang sebenarnya. Autentik pribadi profesional hukum antara lain: (1) tidak
berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah
c. Bertanggung Jawab.
4
Kurniawan Tri Wibowo” Etika Profesi dan Bantuan Hukum di Indonesia” ( Surabaya : Pustaka
Aksara, 2021), hlm.26.
Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab,
artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk
d. Kemandirian Moral.
Kemandirian moral artinya tidak mudah. terpengaruh atau tidak mudah mengikuti
Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak
terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai
kesusilaan agama.
e. Keberanian Moral.
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain: (1)
menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap, pungli; (2) menolak tawaran damai di
tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya; (3) menolak segala bentuk
Untuk menjadi penyelenggara profesi hukum yang baik dibutuhkan kehadiran sarjana-
sarjana hukum dan praktisi hukum yang memiliki kualifikasi sikap berikut:
sebagai manusia yang memiliki keluhuran pribadi. Dihadapan hukum, manusia harus
harus dihormati sebagai pribadi dan sekaligus sebagai mahluk sosial. Martabat
5
Ibid.,hlm. 27
manusia yang terkandung didalam hak-hak manusia menjadi prinsip dasar hukum,
yaitu dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 6 Agar tidak menaggapi (menyikapi)
hukum secara formal belaka, Artinya, sebagai sarjana hukun dituntut sejak dini untuk
gemar melakukan analisis dan interpretasi yuridis yang sesuai dengan aspirasi dan
kemanusiaan (human attitude) itu tidaklah muncul seketika, tetapi melalui proses
yang menuntut konsentrasi dalam hal sinergi dan intelektual. Kalau sikap ini bisa
dimiliki, maka seorang sarjana hukum akan mampu menjadi penyelenggara profesi
laloi), tetapi sebagai penyelenggara profesi hukum yang humanis yang memiliki
undangan yang berhasil dipelajari dan mengantarkannya sebagi pihak yang jadi pusat
yang baik atau tidak. Sikap yang ditujukan dalam menangani suatu perkara hukum
seperti harta dan kemapanan posisi, tetapi adalah memenuhi panggilan keadilan.
6
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, (Bandung, 1997),
hlm,116
Ahmad Asfi Burhanudin,” Peran Etika Hukum sebagai Upaya Penegakan Hukum yang Baik”,
7
Hal-hal yang menuju pada kebaikan kerapkali dihadapkan dengan beragam tantangan
yang bertujuan hendak mematikan cahaya kebaikan itu. Kalau ada pihak yang
bersemangat dan kukuh dalam memegang kode etik, maka di sisi lain biasanya
nuraniah yang cukup berani dan mulia, mengingat dengan sikap itu, penyelenggara
profesi hukum berarti tidak sampai kehilangan jati diri dan tetap menjadi pemenang
adilnya.
c. Mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai objektif dalam suatu perkara yang
ditangani. Penyelenggara hukum yang dihadapkan dengan kasus seorang klien, yang
perlu dan harus dikedepankan lebih dulu adalah mencermati dan menelaah secara
teliti kronologis kasus tersebut. Ketika klien menyampaikan latar belakang kejadian
apa yang diinginkan setelah kasus itu terjadi, termasuk menjelaskan kemungkinan-
kemungkinan akhir kasus itu dengan berpijak pada inti persoalan objektif dan pijakan
yuridis yang sudah diketahuinya. Wacana objektifitas itu sangat penting bagi
penyelenggara hukum, mengingat hal ini selain dapat dijadikan bahan untuk
referensi keilmuannya.
d. Sikap kejujuran.
Penegak hukum harus jujur dalam menegakan hukum atau melayani pencari
keadilan dan menjauhkan diri dari perbuatan curang. Kejujuran berkaitan dengan
kebenaran, keadilan, kepatutan yang semuanya itu menyatakan sikap bersih dan
ketulusan pribadi seseorang yang sadar akan pengendalian diri terhadap apa yang
bertindak benar, adil, dan patut. Kejujuran adalah kendali untuk berbuat menurut apa
adanya sesuai dengan kebenaran akal dan kebenaran hati nurani. Benar menurut
akal, baik menurut hati nurani. Benar menurut akal diterima oleh hati nurani.
Penegak hukum yang jujur melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, dan itu
(beradab), Bicaranya lemah lembut dan ramah (sopan), Wanita diperlakukan secara
(patut).Sikap ini boleh dikata menjadi panduan moral tertinggi bagi penyelenggara
profesi hukum. sebagai suatu panduan tertinggi, tentulah akan terjadi resiko dan
impact yang cukup komplikatif bagi kehidupan masyarakat dan kenegaraan kalau
sampai sikap itu tidak dimiliki oleh penyelenggara hukum. Sebagai suatu sikap yang
harus ditegakkan dalam penyelenggaraan profesi, maka tanggung jawab yang terkait
dengannya akan ditentukan karenannya. Kasus-kasus hukum akan bisa diatasi dan
yuridis yang baru bilamana komitmen kejujuran masih diberlakukan oleh kalangan
yang diketegorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum maupun moral tidak sedikit
kelompok sosial. Sikap jujur ini menjadi pangkal atas terlaksana dan tegaknya
kehidupan sejahtera dan harmonis bilamana sikap jujur tak sampai terkikis dalam
adalah kumpulan dari nilai-nilai moral yang ditulis dalam suatu aturan tentang etik.
Namun, moral itu tidak hanya moral secara universal, namun terdapat nilai nilai moral
khusus yang dimiliki tiap-tiap profesi, moralitas memiliki duaunsur yaitu alasan yang
baik dan pertimbangan yang tidak impartial. Pelanggaran kode etik, dapat juga
dinyatakan sebagai tindakan yang tidak didasari oleh alasan yang baik dan pertimbangan
yang tidak impartial yang berakibat pada tidak berjalannya tindakan sebagaimana
pengetahuan yang cukup atas profesi yang diemban pun segala akibat yang
8
Sertika Aprita, “Etika Profesi Hukum”, ( Bandung : Refika Editama 2020 ), hlm. 80.
mungkin muncul dari tindakan profesinya. Jika unsur moralitas yang pertama
adalah alasan yang baik, bagaimana bisa kita bisa bermoral Ketika kita tidak
2. Pelanggarakan kode etik disebabkan juga oleh sifat yang terlalu sentralistik.
Ketika kita menjadi sentralistik, kita cenderung akan mengabaikan segala variable
eksternal yang mungkin akan membuat kita menjadi pribadi yang baik (misalnya
kode etik). Sifat yang terlalu sentralistik juga bisa membuat kita menjadi pribadi yang
kurang rasional dan semua hanya bertumpu kepada bagaimana perasaan kita pribadi
ketika kita melakukan Tindakan tersebut. Padahal Perasaan kita bisa jadi tidak lebih
dari sebuah hal yang terbentuk dari prejudis, stigma, keegoisan, atapun budaya kita.
yang selalu tidak puas akan keinginannya, namun toh keinginan itu tidakboleh
terlalu berlebihan. Ketika kita menjadi bagian dari konsumerisme, kita akan
kita telah menghabiskan materi kita, padahal kita masih memilikinya. Hal ini
membuat kita buta arah dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat
itu, bahkan jika kita harus melanggar etika, lebih jauh melanggar hukum.9
9
Ibid.,hlm.81
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makalah ini dapat disimpulkan bahwah profesi hukum adalah suatu pekerjaan
yang kaitannya dengan masalah hukum. Pengemban profesi hukum bekerja secara
ketekunan, kritis dan pengabdian yang tinggi karena mereka bertanggung jawab kepada
diri sendiri dan kepada sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Sesuatu perkerjaan atau profesi hukum yaitu: profesi kejaksaan, kehakiman,
Setiap profesi dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat. Ada lima kriteria
nilai moral yang kuat mendasari keperibadian professional hukum. Kejujuran, Autentik,
penyelenggara profesi hukum yang baik dibutuhkan kehadiran sarjana-sarjana hukum dan
praktisi hukum yang memiliki kualifikasi sikap kemanusiaan, sikap keadilan, Mampu
melihat dan menempatkan nilai-nilai objektif dalam suatu perkara yang ditangani,
terdapat nilai nilai moral khusus yang dimiliki tiap-tiap profesi, moralitas memiliki dua
unsur yaitu alasan yang baik dan pertimbangan yang tidak impartial. Untuk Pelanggaran
kode etik disebabkan karena seseorang tidak memiliki pengetahuan yang cukup atas
profesi yang diemban pun segala akibat yang mungkin muncul dari tindakan profesinya.
B. Saran
Kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini. Dan menjadi makalah ini sebagai sarana yang dapat
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1997
Ahmad Asfi Burhanudin,” Peran Etika Hukum sebagai Upaya Penegakan Hukum
Kurniawan Tri Wibowo” Etika Profesi dan Bantuan Hukum di Indonesia” Surabaya :