Anda di halaman 1dari 21

ETIKA PROFESI HUKUM

“Profesi Hukum”

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD DHIKA ATH THARIQ : 1809112137

DOSEN PENGAMPU : Nurrahim, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

2021
Kata Pengantar

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “ Profesi Hukum”.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Nurrahim, S.H., M.H. selaku Dosen Mata
Kuliah Etika Profesi Hukum Kelas A yang telah membimbing kami dalam membuat dan
menyusun makalah ini. Dan juga menyadari bahwa masih banyak kesalahan – kesalahan yang
ada didalam penulisan materi ini. Akhir kata, mohon maaf juga kami sampaikan, karena materi
kami masih banyak kekurangan, dengan lapang dada kami mengharap saran, kritik, dan masukan
yang membangun agar kami bisa terus berkarya.

Pekanbaru, Oktober 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii

BAB I (Pendahuluan)...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan Makalah............................................................................................................1

BAB II (Pembahasan)..............................................................................................................3
A. Pengertian Profesi dan Profesi Hukum........................................................................3
B. Profesionalisme dalam Profesi Hukum........................................................................6
C. Hubungan Etika dan Profesi Hukum............................................................................8
D. Batas-batas Kewenangan Profesi Hukum....................................................................9

BAB III (Penutup)....................................................................................................................17


Kesimpulan...............................................................................................................................17
Daftar Pustaka..........................................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat manusia
sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada norma hukum (ubi
societas ibi ius). Hal tersebut dimaksudkan oleh Cicero bahwa tata hukum harus mengacu pada
penghormatan dan perlindungan bagi keluhuran martabat manusia. Hukum berupaya menjaga
dan mengatur keseimbangan antara kepentingan atau hasrat individu yang egoistis dan
kepentingan bersama agar tidak terjadi konflik.
Kehadiran hukum justru mau menegakkan keseimbangan perlakuan antara hak perorangan
dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki hukum haruslah pasti dan adil sehingga dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menunjukkan pada hakikatnya para penegak
hukum (hakim, jaksa, Notaris, Advokat, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan keadilan
sehingga para penegak hukum harus menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi
hukum merupakan profesi terhormat dan luhur (officium nobile). Oleh karena itu mulia dan
terhormat, profesional hukum sudah semestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan
sekaligus panggilan hidupnya untuk melayani sesama di bidang hukum.
Kewenangan hukum adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan
batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu. Penegak
hukum mempunyai batas kewenangan profesi hukum seperti batas kewenangan notaris, jaksa,
advokat dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian profesi dan profesi hukum?
2. Bagaimana Profesionalisme dalam Profesi Hukum?
3. Bagaimana Hubungan Etika dan Profesi Hukum?
4. Apa saja batas-batas kewenangan profesi hukum?

C. Tujuan Makalah
Berdasarkan dari rumusan masalah, maka tujuan makalah sebagai berikut :

1
1. Mengetahui pengertian dari profesi dan profesi hukum
2. Mengetahui bagaimana profesionalisme dalam rofesi hukum
3. Mengetahui bagaimana hubungan etika dan profesi hukum
4. Mengetahui batas-batas kewenangan profesi hukum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesi dan Profesi Hukum

1. Profesi

Profesi merupakan suatu pekerjaan tetap dalam kurun waktu yang lama dengan
didasarkan pada keahlihan khusus yang didapatkan dari hasil pendidikan tertentu sesuai dengan
profesi yang ditekuni, dalam menekuni pekerjaan tersebut dilakukan dengan penuh tanggung
jawab yang tujuannya adalah untuk mendapatkan penghasilan. Orang yang melakukan profesi
disebut sebagai seorang professional.

Dalam menjalankan profesi maka seseorang harus memiliki sikap profesionalisme di


mana kepentingan pribadi harus dikesampingkan dan mendahulukan kepentingan masyarakat
yang membutuhkan. Dalam hal ini maka selain tidak terlepas dari tujuan seseorang melakukan
suatu profesi yakni untuk mendapatkan penghasilan namun tidak boleh mengesampingkan tujuan
pengabdian diri terhadap masyarakat.

Seseorang dikatakan sudah professional apabila dalam mendapatkan keilmuan mengenai


keprofesionalannya tersebut didapatkan pada suatu pendidikan khusus, melalui ujian-ujian dan
telah mendapatkan izin berprofesi sesuai dengan bidang tertentu sehingga dianggap layak untuk
menjalankan profesi tersebut.

Menurut Frans Magnis Suseno, profesi itu harus dibedakan dalam dua jenis, yaitu profesi
pada umumnya dan profesi luhur. Profesi pada umumnya, paling tidak ada dua prinsip yang
wajib ditegakkan yaitu:
1. Prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab; dan
2. Hormat terhadap hak-hak orang lain.
Dalam profesi yang luhur motifasi utamanya untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan
yang dilakukannya, disamping itu juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu:
1. Mendahulukan kepentingan orang yang di bantu dan;
2. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi

3
Menurut Ignatius Ridwan Widyadharma, profesi pada umumnya memiliki ciri-ciri yakni
adanya pengetahuan yang khusus, adanya standar dan kaidah moral, bekerja dengan orientasi
pada pengabdian dan kepentingan masyarakat, adanya izin khusus untuk menjalankan profesi,
adanya pula organisasi profesi tersebut. Maka seseorang dapat dikatakan menjadi seorang
profesionalisme pada profesi tertentu apabila memegang teguh dan menjalankan kode etik
sebagaimana yang telah disepakati dalam organisasinya. Suatu profesionalisme yang dilakukan
tanpa adanya etika akan mengakibatkan profesionalisme tersebut menjadi pengendali dan hanya
pengarahan saja atau diibaratkan “bebas sayap” (vleugel vrij).
Beranjak dari definisi profesi sebelumnya maka secara umum ada beberapa ciri atau sifat
yang selalu melekat pada profesi, yaitu:
1) Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki
berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2) Adanya kaidah dan standar moralyang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3) Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harusmeletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4) Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan,
kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih
dahulu ada izin khusus.
5) Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

E. Sumaryono memberikan tiga ciri khusus dalam pandangan umum tentang suatu
profesi, yaitu:
1. Persiapan atau Traning Khusus Sebuah persiapan adalah tindakan yang di dalamnya
termuat pengetahuan yang tepat mengenai fakta fundamental di mana langkah-langkah
professional mendasarkan diri, demikian juga kemampuan untuk menerapkan pengetahuan
tersebut dengan cara praktis.

4
2. Menunjuk pada keanggotaan yang permanen, tegas dan berbeda dari keanggotaan yang
lain Dalam hal ini suatu profesi yang professional dapat dijalankan dengan syarat setiap
pengemban profesi tersebut dituntut untuk memiliki sertifikat, ijin usaha ataupun ijin praktik.
3. Aseptabilitas sebagai Motif Pelayanan
Aseptabilitas atau kesediaan menerima merupakan suatu kebalikan dari motif menciptakan uang,
adalah ciri khas dari semua profesi pada umumnya. Oleh karenanya tujuan utama dari suatu
profesi bukan sematamata hanya untuk mencari uang namun memprioritaskan kepentingan
masyarakat pada umumnya. Namun di lain sisi suatu profesi merupakan sarana bagi hidupnya
seseorang dan penyandang profesi tersebut membutuhkan dan dipandang perlu untuk
memperoleh kompensitnya, yang menjadi imbalan atas jasa pelayanannya.

2. Profesi Hukum

Terdapat berbagai macam jenis profesi yang ada di dunia, seperti yang biasa ditemui
adalah profesi dokter, profesi akuntan, profesi hukum dan lain sebagainya. Dapat diketahui
bahwa hukum merupakan salah satu jenis dari profesi-profesi yang tersedia. Namun hal yang
membedakannya terletak secara jelas adalah terkait dengan bidang yang ditekuni, yakni tentu
saja dalam bidang hukum. Oleh karena itu profesi hukum sangat erat kaitannya dengan
penegakan hukum. Pihak yang dilayani oleh pengemban profesi hukum sering disebut sebagai
klien.
Dari uraian-uraian sebelumnya maka suatu profesi hukum merupakan suatu pekerjaan
yang dilakukan secara professional dan berkaitan dengan hukum. Di mana dalam mendapatkan
izin untuk menjalankan profesi hukum haruslah menempuh pendidikan khusus sesuai dengan
jurusan atau konsentrasi profesi hukum yang diminati, karena dalam profesi hukum sendiri
terdapat beberapa macam pekerjaan. Misalnya pengacara, seseorang dapat menjalankan profesi
hukum sebagai seorang pengacara apabila telah menempuh Pendidikan Khusus Profesi Advokat
(PKPA) diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,
telah lulus Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diselenggarakan oleh organisasi advokat dalam
hal ini adalah Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia), tahap berikutnya yakni melaksanakan
kegiatan magang di kantor advokat minimal dua tahun secara berturut-turut terdapat dalam Pasal
3 ayat (1) huruf g UU Advokat, dan dalam Pasal 4 ayat (1),(2), dan (3) UU advokat syarat

5
terakhir adalah melakukan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Negeri di wilayah domisili
hukumnya dengan usia minimal 25 tahun (Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat). Persayaratan di
sini harus terpenuhi semua apabila hendak menjalankan profesi di bidang hukum sebagai seorang
pengacara atau advokat. Contoh lain profesi hukum adalah dalam bidang Kehakiman, Kejaksaan
dan lain sebagainya.
Profesi hukum  adalah  profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang
memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung
pada kekuatan fisik maupun finansial).  Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah
kebutuhan dasar manusia, dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta
merupakan unsur esensial dan martabat manusia.
Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain, misalnya profesi dokter,
profesi teknik, dan lain-lain. Profesi hukum mempunyai ciri tersendiri, karena profesi ini sangat
bersentuhan langsung dengan kepentingan manusia yang lazim disebut dengan klien. Profesi
hukum mempunyai keterkaitan dengan bidang-bidang hukum yang terdapat dalam negara
kesatuan Repoblik Indonesia, misalnya kehakiman, kejaksaan, kepolisian, mahkamah agung,
serta mahkamah konstitusi.

B. Profesionalisme dalam Rofesi Hukum


Dalam suatu kelompok masyarakat terjadi hubungan-hubungan satu sama lain. Yang mana
dalam hubungan tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya benturan kepentingan antara
individu yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut merupakan salah satu contoh sederhana
permasalahan yang ada dalam masyarakat. Contoh lain yang lebih kompleks misalnya adalah
hubungan antara suatu Negara dengan warga negaranya,
Negara harus diberi batasan-batasan kewenangan agar tidak menjadi otoriter dan
melupakan amanat dari warga negaranya. Profesi hukum memiliki peran untuk mendampingi
hubungan-hubungan antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan Negara. Agar
kepentingan maupun hak yang satu dengan yang lainnya tetap berjalan sesuai dengan porsinya
masing-masing. Yang kemudian untuk menjalankan suatu profesi hukum demi tercapainya cita-
cita, semangat, dan tujuan murni keberadaan suatu profesi hukum maka seseorang diwajibkan
melakukan profesinya secara professional. Keberadaan profesi hukum sendiri memiliki tujuan
yakni membantu terciptanya tujuan hukum (keadilan, kepastian dan kemanfaatan) untuk

6
masyarakat. Meskipun pada praktiknya sering kali salah satu dari tujuan hukum tersebut dirasa
kurang bisa didapatkan. Yang sering terjadi adalah keterkaitan antara keadilan hukum dan
kepastian hukum yang cenderung saling bertolak belakang satu sama lain. Namun setidaknya
sebagai seorang professional dalam profesi hukum pasti akan berusaha semaksimal mungkin
untuk mencapai ketiga tujuan hukum tersebut. Oleh karenanya seseorang dengan profesi hukum
berperan sebagai pion yang harus menggiring agar tujuan hukum tersebut dapat tercapai
sebagaimana mestinya. Mengingat sangat banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
dewasa ini.
Dalam keberadaannya, setiap code of conduct atau professional ethics dari setiap profesi
yang di dalamnya juga meliputi profesi hukum, memiliki kewajibankewajiban untuk dirinya
sendiri, yakni:
1. Kewajiban bagi diri sendiri
2. Kewajiban bagi umum
3. Kewajiban bagi yang dilayani
4. Kewajiban bagi profesinya
Sebagaimana pendapat Ignatius Ridwan Widyadharma, dalam menjalankan profesinya
seorang professional harus memiliki kemampuan akan kesadaran etis (ethical sensibility),
kemampuan berfikir etis (ethical reasoning), bertindak etis (ethical conduct), dan memimpin
secara etis (ethical leadership). Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan suatu landasan
dasar agar seorang professional dapat menjalankan profesinya secara profesional.
Penjelasan dari landasan kemampuan yang harus dimiliki seorang professional dalam
menjalankan profesinya. Yang pertama seseorang dikatakan mampu memiliki kesadaran etis
apabila orang tersebut bisa menentukan perbuatan yang etis atau bukan perbuatan etis. Misalnya
dapat mengatakan pada lawan persidangan apabila dalam hal pemeriksaan keterangan saksi,
lawannya tersebut mengutarakan ucapan yang mengarahkan saksi pada opini tertentu. Kedua,
mampu berfikir secara etis maksudnya adalah sebagai seorang yang professional maka sudah
sepatutnya juga didukung dengan pemikiran-pemikiran cerdas yang akan membawanya agar
dapat bertindak secara professional. Ketiga, bertindak etis memiliki keterkaitan yang erat dengan
pemikiran yang etis hal ini dikarenakan suatu tindakan seorang yang professional sudah pasti
akan dipikirkan terlebih dahulu tentang baik dan buruknya, harus dilakukan atau tidak. Hal ini
bisa dicontohkan dengan kejujuran, antara seorang pengemban profesi dengan orang yang

7
dilayaninya harus menjunjung tinggi kejujuran agar kepercayaan antara keduanya dapat tercipta.
Dan yang terakhir adalah memiliki kemampuan memimpin secara etis, seorang professional
memiliki pribadi dan jiwa kepemimpinan yang sangat baik, sangat dihormati dan disegani oleh
anggotanya. Namun tidak berdasarkan atas rasa takut terhadap kepemimpinannya melainkan
penghormatan atas wibawa seseorang. Seorang pemimpin yang baik dapat mengarahkan suatu
kelompok untuk mencapai tujuan yang disepakati secara efektif dan efisien. Keempat landasan
kemampuan tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan, karena
antara landasan kemampuan yang satu dengan yang lainnya saling mendukung satu sama lain.
Kemampuankemampuan tersebut tidak dapat dimiliki seseorang secara instan, yang artinya
memerlukan suatu proses yang panjang dalam pembentukannya.
Dalam pelaksanaannya profesi hukum sering kali menghadapi tantangantantangan yang
menjadi hambatan terciptanya profesionalitas di bidang hukum, yaitu :
1. Kualitas yang dimiliki oleh pengemban profesi hukum;
2. Penyalahgunaan dan penyimpangan fungsi dari profesi hukum;
3. Semakin menurunnya moralitas yang dimiliki oleh pengembang profesi hukum;
4. Tingkat kesadaran dan kepedulian terhadap sosial yang menurun.
Maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa seorang professional harus memiliki
pengetahuan yang handal dan mumpuni dalam bidang hukum. Sehingga pada saat masyarakat
hendak meminta pertolongan untuk menggunakan jasanya dapat dijalanankan dengan sangat
kompeten dan berkualitas. Dengan kepuasaan yang didapatkan oleh masyarakat selaku klien
dalam bidang profesi hukum maka juga akan sangat berpengaruh terhadap keberadaan hukum itu
sendiri.

C. Hubungan Etika dan Profesi Hukum


Etika dan profesi hukum memiliki hubungan satu sama lain, bahwa etika profesi adalah
sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan professional di
bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan
dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang
membutuhkan pelayanan hukum disertai refleksi seksama, dan oleh karena itulah di dalam
melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi.

8
Etika profesi sendiri merupakan suatu ilmu mengenai hak dan kewajiban yang dilandasi
dengan pendidikan keahlian tertentu. Dasar ini merupakan hal yang diperlukan dalam beretika
profesi.Sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan
ketidaksesuain.Profesionalisme sangat penting dalam suatu pekerjaan, bukan hanya loyalitas
tetapi etika profesilah yang sangat penting. Etika sangat penting dalam menyelesaikan suatu
masalah, sehingga bila suatu profesi tanpa etika akan terjadi penyimpangan - penyimpangan
yang mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang dirasakan oleh orang lain akan
mengakibatkan kehilangan kepercayaan yang berdampak sangat buruk, karena kepercayaan
merupakan suatu dasar atau landasan yang dipakai dalam suatu pekerjaan. Kode etik profesi
berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi.Dengan adanya kode etik profesi, masih
banyak kita temui pelanggaranpelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. Apalagi jika kode
etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak
terjadi penyalah gunaan profesi. Oleh karennya terdapat batasan-batasan dalam beretika profesi
di bidang hukum yang dapat dijadikan pedoman agar penyimpanganpenyimpangan dalam profesi
hukum dapat terhidarkan, yakni sebagai berikut :
1. Orientasi yang dimiliki haruslah berupa pelayanan yang mengarah pada pengabdian
seseorang dalam berprofesi hukum. Apabila hal ini diterapkan maka dalam menjalankan
profesinya akan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tanpa pamrih.
2. Tidak membeda-bedakan pelayanan terhadap individu yang satu dengan yang lainnya.
Sehingga para pelaku profesi hukum akan berusaha memperlakukan tiap orang dengan
sama.
3. Bersama-sama dengan teman sejawat untuk selalu bekerja sama dan tolong menolong
dalam hal kebaikan agar dapat saling bertukar pikiran dan meringankan beban. Dari
uraian di atas maka dapat diketahui bahwa keberadaan etika, kode etik untuk para
pengemban tugas dibidang profesi hukum selain untuk menjadi seorang professional
harus dipagari dengan kode etik yang harus ditaatinya. Apabila tidak demikian akan
menimbulkan ketidakselarasan harmoni dalam kehidupan masyarakat.

D. Batas-Batas Kewenangan Profesi Hukum

9
Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan

membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Berbicara

kewenangan memang   menarik, karena secara alamia manusia sebagai mahluk social memiliki

keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya,dan salah satu

factor yang mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan.

Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan

sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok

tertentu.
Adapun batas kewenangan profesi hukum, di antaranya adalah :

1.      Batas kewenangan profesi Notaris

Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN,

yang dapat dibagi menjadi ( Habib Adjie, 2008 : 78) :

a) Kewenangan Umum Notaris.

b) Kewenangan Khusus Notaris.

c) Kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian.

 Kewenangan Umum Notaris

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu membuat

akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris dengan batasan

sepanjang :

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

2. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau

dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3. Mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu

akta itu dibuat.

Namun, ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi

wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu (Habib Adjie, 2008 : 79) :

10
a. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW),

b. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW),

c. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405, 1406

BW),

d. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK),

e. Surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat [1] UU No.4 Tahun 1996),

f. Membuat akta risalah lelang.

Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN
dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang dapat kita pahami, yaitu :

1. Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke

dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

2. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,

sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya. Jika

misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka pihak yang

menyatakan tidak benar inilah yang wajib membuktikan pernyataannya sesuai dengan

hukum yang berlaku.

 Kewenangan Khusus Notaris

Kewenangan notaris ini dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yang mengatur

mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan

dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus.

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu buku

khusus.

3. Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

4. Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya .

11
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau

7. Membuat akta risalah lelang

Khusus mengenai nomor 6 (membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan) banyak

mendapat sorotan dari kalangan ahli hukum Indonesia dan para notaris itu sendiri. Karena itulah

akan sedikit dibahas mengenai masalah ini.

Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJN memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat akta di

bidang pertanahan. Ada tiga penafsiran dari pasal tersebut (Habib Adjie, 2008 : 84) yaitu:

1. Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang notaris atau

telah menambah wewenang notaris.

2. Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris.

3. Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari notaris, karena baik

PPAT maupun notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri.

Jika kita melihat dari sejarah diadakannya notaris dan PPAT itu sendiri maka akan nampak

bahwa memang notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang pertanahan. PPAT telah

dikenal sejak sebelum kedatangan bangsa penjajah di negeri Indonesia ini, dengan berdasar pada

hukum adat murni yang masih belum diintervensi oleh hukum-hukum asing. Pada masa itu

dikenal adanya (sejenis) pejabat yang bertugas untuk mengalihkan hak atas tanah di mana inilah

yang merupakan cikal bakal dari keberadaan PPAT di Indonesia. Dengan demikian, dapat dilihat

bahwa lembaga PPAT  yang kemudian lahir hanya merupakan kristalisasi dari pejabat yang

mengalihkan hak atas tanah dalam hukum adat. Adapun mengenai keberadaan notaris di

Indonesia yang dimulai pada saat zaman penjajahan Belanda ternyata sejak awal memang hanya

memiliki kewenangan yang terbatas dan sama sekali tidak disebutkan mengenai kewenangan

notaris untuk membuat akta di bidang pertanahan.

Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan yang mengatur mengenai

keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini. Keberadaan notaris ditegaskan dalam suatu

12
UU yang di dalamnya menyebutkan bahwa seorang notaris memiliki kewenangan untuk

membuat akta di bidang pertanahan. Sedangkan keberadaan PPAT diatur dalam suatu PP (No.37

Tahun 1998) yang secara hierarki tingkatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan UU

(No.30 Tahun 2004) yang mengatur keberadaan dan wewenang notaris.

Sampai sekarang pun hal ini masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan baik pakar hukum

maupun notaris dan/atau PPAT itu sendiri. Jalan tengah yang dapat diambil adalah bahwa notaris

juga dapat memiliki wewenang di bidang pertanahan  sepanjang bukan wewenang yang telah ada

pada PPAT.
 Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian

Yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan kewenangan yang akan ditentukan

kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian

(ius constituendum) (Habib Adjie, 2008 : 82). Wewenang notaris yang akan ditentukan

kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-

undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan ini

dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU no. 5 Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara

(Habib Adjie, 2008 : 83), bahwa : Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam

undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan

oleh Badan Perwakilan Rakyat Bersama  Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat

daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat

maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian

tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga negara (Pemerintah

bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat) atau Pejabat  Negara yang  berwenang dan mengikat

secara umum. Dengan batasan seperti ini, maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud

harus dalam bentuk undang-undang dan bukan di bawah undang-undang.

2.   Batas kewenangan Profesi Jaksa

Kewenangan jaksa menurut pasal 30 ayat 1-3 UU 16/2004 adalah sebagai berikut:

13
a. Pidana

b. Perdata dan tata usaha negara

c. Ketertiban dan ketentraman rakyat

Adapun kewenangan Jaksa dibidang pidana adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penuntutan.

2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan inkracht.

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, pengawasan, dan

lepas bersyarat.
4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan UU.

5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan

sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

Kewenangan Jaksa dibidang perdata dan tata usaha negara adalah Dengan kuasa khusus

dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau

pemerintah.

Kewenangan Jaksa di bidang ketertiban dan ketentraman rakyat adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat

b. Pengamanan kebijakan penegakkan hukum

c. Pengawasan peredaran barang cetakan

d. Pengawasan kepercayaan yg dapat membahayakan masyarakat & negara

e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama

Penelitian dan pengembangan hukum serta statik criminal.

3.      Batas Kewenangan Profesi Advokat

Problematika secara sosiologis keberadaan advokat di tengah-tengah masyarakat seperti buah

simalakama. Fakta yang tidak terbantahkan adalah keberadaan advokat sangat dibutuhkan oleh

masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum. Tetapi ada juga sebagian

masyarakat menilai bahwa keberadan advokat dalam sistem penegakan hukum tidak diperlukan,

penelitian negatif ini tidak terlepas dari sepak terjang dari advokat sendiri yang kadang kala

14
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum tidak sesuai dengan harapan

dan yang paling disayangkan adalah sebagian kecil advokat menjadi bagian dari mafia peradilan.

Kedudukan advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi

terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi oleh

kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa dan hakim.

Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga

keindependensian advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari adanya

kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum yang lain.


Aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya

diberikan kewenangan tetapi Advokat dalam menjalankan profesinya tidak diberikan

kewenangan. Melihat kenyataan tersebut maka diperlukan pemberian kewenangan kepada

advokat. Kewenangan tersebut diperlukan selain untuk menciptakan kesejajaran diantara aparat

penegak hukum juga untuk menghindari adanya multi tafsir diantara aparat penegak hukum yang

lain dan kalangan advokat itu sendiri terkait dengan kewenangan. Sementara UU No. 18/2003

tentang Advokat tidak mengatur tentang kewenangan Advokat di dalam menjalankan fungsi dan

tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Dengan demikian maka terjadi kekosongan norma

hukum terkait dengan kewenangan Advokat tersebut. Perlu diketahui bahwa profesi advokat

adalah merupakan organ negara yang menjalankan fungsi negara.

Dengan demikian maka profesi Advokat sama dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman

sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara. Bedanya adalah kalau Advokat adalah

lembaga privat yang berfungsi publik sedangkan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman adalah

lembaga publik. Jika Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diberikan kewenangan

dalam statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya sejajar dengan aparat

penegak hukum yang lain. Dengan kesejajaran tersebut akan tercipta keseimbangan dalam

rangka menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik.

Kewenagan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem kekuasaan

yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Sedangkan hakim, jaksa, dan

15
polisi ditempatkan untuk mewakili kepentingan negara. Pada posisi seperti ini kedudukan, fungsi

dan peran advokat sangat penting, terutama di dalam menjaga keseimbangan diantara

kepentingan negara dan masyarakat. Ada dua fungsi Advokat terhadap keadilan yang perlu

mendapat perhatian. Yaitu pertama kepentingan, mewakili klien untuk menegakkan keadilan,

dan peran advokat penting bagi klien yang diwakilinya. Kedua, membantu klien, seseorang

Advokat mempertahankan legitimasi sistem peradilan dan fungsi Advokat. Selain kedua fungsi

Advokat tersebut yang tidak kalah pentingnya, yaitu bagaimana Advokat dapat memberikan

pencerahan di bidang hukum di masyarakat. Pencerahan tersebut bisa dilakukan dengan cara
memberikan penyuluhan hukum, sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan, konsultasi

hukum kepada masyarakat baik melalui media cetak, elektronik maupun secara langsung. Fakta

yang tidak terbantahkan bahwa keberadaan Advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat,

khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum, untuk menunjang eksistensi Advokat

dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan

kewenangan yang harus diberikan kepada Advokat. Kewenangan Advokat tersebut diperlukan

dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum yang lain (Hakim, Jaksa, Polisi) dan juga dapat memberikan batasan kewenangan yang

jelas terhadap advokat dalam menjalankan profesinya. Dalam praktik seringkali keberadaan

Advokat dalam menjalankan profesinya seringkali dinigasikan (diabaikan) oleh aparat penegak

hukum. Hal ini mengakibatkan kedudukan advokat tidak sejajar dengan aparat penegak hukum

yang lain.

Dari kondisi itu tampak urgensi adanya kewenangan advokat didalam menjalankan fungsi

dan tugasnya dalam sistem penegak hukum. Kewenangan advokat tersebut diberikan untuk

mendukung terlaksananya penegakan hukum secara baik.

16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Profesi merupakan suatu pekerjaan tetap dalam kurun waktu yang lama dengan didasarkan
pada keahlihan khusus yang didapatkan dari hasil pendidikan tertentu sesuai dengan profesi yang
ditekuni, dalam menekuni pekerjaan tersebut dilakukan dengan penuh tanggung jawab yang
tujuannya adalah untuk mendapatkan penghasilan. Orang yang melakukan profesi disebut
sebagai seorang professional.
profesi hukum merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara professional dan
berkaitan dengan hukum. Di mana dalam mendapatkan izin untuk menjalankan profesi hukum
haruslah menempuh pendidikan khusus sesuai dengan jurusan atau konsentrasi profesi hukum
yang diminati, karena dalam profesi hukum sendiri terdapat beberapa macam pekerjaan.
seorang professional harus memiliki pengetahuan yang handal dan mumpuni dalam bidang
hukum. Sehingga pada saat masyarakat hendak meminta pertolongan untuk menggunakan
jasanya dapat dijalanankan dengan sangat kompeten dan berkualitas. Dengan kepuasaan yang
didapatkan oleh masyarakat selaku klien dalam bidang profesi hukum maka juga akan sangat
berpengaruh terhadap keberadaan hukum itu sendiri
Dan juga telah dijelaskan apa-apa saja batasan daari kewenangan Notaris, Jaksa, dan
Advokat. Sehinnga dapat dipahami dan dilaksanakan setiap tugasnya berdasarkan tupoksinya
masing-masing.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, Muhammad. 2006. Etika Profesi Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Aprita, Serlika. 2020. Etika Profesi Hukum. Palembang: Refika.
Sufirman, Rahman. 2014. Etika Profesi Hukum. Makassar: Pustaka Refleksi.
Supriadi. 2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.

18

Anda mungkin juga menyukai