Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan nikmat dan
karunia-Nya. Dan tak lupa pula kami haturkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang mengenalkan kepada kami jalan kebenaran yakni
Islam.
Akhirnya kami mampu merampungkan makalah Sejarah Kebudayaan Indonesia yang
membahas tentang “Kerajaan Singasari”. Makalah ini kami buat dalam rangka memperdalam
pengetahuan kami tentang Kerajaan Singasari, dan sekaligus memenuhi tugas dalam mata kuliah
Sejarah Kebudayaan Indonesia yang diampu oleh Ibu Fatiyah, S.Hum, M.A. Disertai ucapan
terima kasih kepada Ibu Fatiyah, yang telah membimbing kami dengan ikhlas.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kami sendiri dan segenap para
pembaca yang budiman. Tentunya dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan baik format
maupun isi dari makalah itu sendiri. Oleh karena itu, kami berharap ada masukan atau kritikan
yang membangun dari segenap pembaca yang budiman, khususnya kepada Ibu Fatiyah selaku
pengampu materi Sejarah Kebudayan Indonesia.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
B.    Rumusan Masalah
C.    Batasan Masalah
D.   Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.   Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari
B.    Raja-raja Kerajaan Singasari
1.     Ken Arok/Angkrok (1222-1227)
2.     Anusapati (1227-1248)
3.     Apanji Tohjaya (1248)
4.     Ranggawuni (1248-1254)
5.     Kertanagara (1254-1292)
C.    Masa Kejayaan Kerajaan Singasari
D.   Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan Singasari
E.    Masa Mundurnya dan Keruntuhan Singasari
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan
B.    Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok (Sri
Rajasa) pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah Singasari, Malang.
[1] Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang bercorak
Hindu-Budha. Awal mulanya Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel yang berada di
bawah payung kekuasaan Kerajaan Kadiri. Tumapel merupakan negara bagian dari Kerajaan
Kadiri. Wilayah Tumapel pada saat itu dikuasai oleh seorang Akuwu (bupati) yang bernama
Tunggul Ametung.
Berkat jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok menghambakan dirinya kepada sang
Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Namun, nantinya Ken Arok tertarik dengan istri Tunggul
Ametung yang bernama Ken Dedes. Maka dibunuhlah Tunggul Ametung. Kemudian Ken Dedes
dipersunting sebagai istrinya.
Ken Arok merebut Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kadiri yang dipimpin Tunggul
Ametung, pada tahun 1222. Pada saat Ken Dedes dikawini oleh Ken Arok ia memiliki seorang
anak bernama Anusapati yang nantinya membunuh Ken Arok sebagai bentuk balas dendam atas
tindak pembuhunan yang pernah ia lakukan terhadap ayahnya (Tunggul Ametung). Anusapati
nantinya menjadi raja kedua dari Kerajaan Singasari pada tahun (1227-1248). Kerajaan Singasari
mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanagara (1268-1292) yang bergelar
Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmottunggadewa.

B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel?
2.        Siapa sajakah raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singasari?
3.        Bagaimana masa kejayaan Kerajaan Singasari?
4.        Bagaimana kondisi sosial masyarakat, ekonomi, budaya dan politik Kerajaan Singasari?
5.        Bagaimana masa kemunduran Kerajaan Singasari?

C.      Batasan Masalah
Membahas Kerajaan Singasari/Tumapel.

D.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel.
2.      Untuk mengetahui raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singsari.
3.      Untuk mengetahui masa kejayaan Kerajaan Singasari.
4.      Untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politik Kerajaan Singasari.
5.      Untuk mengetahui masa kemunduran Kerajaan Singasari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari
Sebelumnya Kerajaan Singasari dikenal dengan Kerajaan Tumapel. Tumapel bisa dianggap
negara bagian/bawahan Kerajaan Kadiri dibawah pemerintahan Akuwu (Bupati) Tunggul
Ametung. Berkat jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok menghambakan dirinya kepada
sang Akuwu Tumapel Tunggul Ametung, Ken Arok pun menjadi pengawal kepercayaannya.
Namun, Ken Arok pun tertarik kepada Ken Dedes istri Tunggul Ametung, ia pun berniat
menyingkirkan Ametung. Akhirnya, Ken Arok membunuhnya dengan keris yang dibuat oleh
Empu Gandring. Setelah berhasil membunuhnya, ia merebut dan menikahi Ken Dedes serta
mengangkatnya sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Ken Dedes sedang mengandung anak
Tunggul Ametung yang berumur tiga bulan.
Selanjutnya Ken Arok ingin membebaskan Tumapel dari jerat Kerajaan Kadiri yang
dipimpin oleh Kertajaya. Pada masa itu Tumapel merupakan sebuah daerah keakuwuan
(kadipaten) yang masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Kadiri. Pada saat itu Kadiri dipimpin oleh
Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok (Angrok) menunggu momentum yang tempat untuk
memberontak dan melepaskan diri dari cengkraman Kertajaya. Keinginannya pun terwujud,
ketika kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungan kepada Ken Arok dari tindakan-tindakan
Kertajaya yang melanggar adat. Para pendeta tidak mau tunduk terhadapnya dan hijrah ke
Tumapel dengan menghambakan diri kepada Ken Arok. Momentum ini, ia gunakan untuk
menggulingkan Kertajaya dari tampuk kekuasaan Dengan restu pendeta, ia melancarkan
serangan pada tahun 1222 M/1144 (Tahun Saka) kepada raja Kertajaya. Akhirnya Kertajaya
gugur di medan perang yang terjadi di desa Ganter.[2]
Kerajaan Kadiri pun runtuh digantikan oleh Kerajaan Singasari yang dipelopori oleh Ken
Arok. Dan seluruh wilayah bekas kekuasan Dandang Gendis ia persatukan dalam otoritas
kekuasaannya. Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara
yang bercorak Hindu-Budha. Pada perkembangannya, daerah kekuasaan Singasari nantinnya
meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Palembang, Jambi, Pahang, Tumasik, Bangka, Tanjung
Pura, Bantayan dan Seram.[3]
Dengan kemenangannya dalam perang atas Kertajaya, ia menyatakan dirinya sebagai raja
Singasari dengan gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni. Ken Arok sebagai pendiri
Singasari ditegaskan dalam Prasasti Mula Malurung yang berangka tahun 1255, tetapi di
dalamnya Ken Arok disebut dengan nama Siwa. Raja Ken Arok memiliki permaisuri Ken Dedes
dan selir Ken Umang. Dalam kitab Nagarakretagama, Ken Arok bergelarkan Ranggah Rajasa
Sang Girinathaputra. Sedangkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok menyandang gelar Sri Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhuni.[4]
Ken Arok sebagai raja yang bergelar Sang Amurwabuni, Ken Arok memiliki sifat bhairawa
anoraga, dalam artian perkasa secara fisik dan lemah lembut secara spiritual, serta selalu
membumi (bhumi sparsa mudra). Dengan pengertian lain, kepemimpinan Ken Arok tetap
berorientasi pada kerakyatan yang setia pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran dan senantiasa
bersifat sosial. Salah satu aktualisasi sifat kesetiaan dan balas budi Ken Arok, dinyatakan pada
pengangkatan Dang Hyang Lohgawe sebagai pendeta istana yang telah berjasa terhadapnya.
Serta memberikan hak-hak prerogatif kepada Bango Samparan, anak-anak pandai besi di
Lulumbang dan anak Mpu Gandring.
Berdasarkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok tewas pada hari Kamis Pon, Minggu
Landhep, tahun Saka 1170/1247 (Pararaton) atau 1227 (Negarakretagama) di tangan seorang
berpangkat pengalasan dari Desa Batil suruhan Anusapati (putra Tunggul Ametung dan Ken
Dedes).[5] Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222-1227) dan ia didharmakan di
Kagenengan dalam bangunan suci agama Siwa dan Budha.[6] Sesudah Ken Arok meninggal
melalui keris buatan Mpu Gandring, Anusapati menjadi raja Singasari bergelar Bhantara
Anusapati.

B.       Raja-raja Kerajaan Singasari


Kerajaan Singasari merupakan kerajaan yang bercorak Budha dengan usianya yang tak lebih
dari 1 abad (100 tahun). Kerajaan Singasari hanya melahirkan lima orang raja, yakni[7]:

1.        Ken Arok/Angkrok (1222-1227)

Ken Arok (Angkrok) ini merupakan pendiri Kerajaan Singasari dan Raja pertama. Ia telah
berhasil menggulingkan Kertajaya raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Ia mengambil alih
kekuasaan dan menyatukan wilayah Kadiri sisa dari kekuasaan Kertajaya. Asal usul Ken Arok
menurut Pararaton menyebutkan ia anak dewa Brahma yang dilahirkan oleh seorang wanita
petani dari desa Pangkur, di daerah sebelah timur Gunung Kawi. Akan tetapi, mengingat fungsi
kedudukan raja dalam masyarakat Indonesia kuno dan juga keadaan serta susunan masyarakat
dengan sistem-sistem kepercayaannya, tentulah Ken Arok anak seorang penguasa atau Sang
Amawabhumi walaupun ibunya seorang wanita desa.
Dalam serat pararaton Ken Arok, sebelum menjadi raja berkedudukan sebagai seorang
akuwu di Tumapel pengganti Tunggul Ametung. Hal itu, berkat bantuan pendeta Lohgawe agar
Tunggul Ametung mengizinkannya sebagai seorang pengabdi terhadapnya. Namun, pada
akhirnya Ken Arok tertarik pada istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes, sehingga ia
membunuhnya dengan menikamkan keris buatan Mpu Gandring. Dan ia pulalah pada nantinya
yang menggulingkan Dandang Gendis (Kertajaya) raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Kemudian,
Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari. Dalam kitab Nagarakretagama Ken Arok selaku raja
bergelar Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Sedangkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok
menyandang gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.
Ken Arok memiliki sifat bhairawa anoraga, dalam artian perkasa secara fisik dan lemah
lembut secara spiritual, serta selalu membumi (bhumi sparsa mudra). Dengan pengertian lain,
kepemimpinan Ken Arok tetap berorientasi pada kerakyatan yang setia pada janji, berwatak
tabah, kokoh, toleran dan senantiasa bersifat sosial. Berdasarkan dalam kitab Pararaton, Ken
Arok tewas pada hari Kamis Pon, Minggu Landhep, tahun Saka 1170/1247 (Pararaton) atau 1227
(Negarakretagama) di tangan seorang berpangkat pengalasan dari Desa Batil suruhan Anusapati
(putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun
(1222-1227) dan ia didharmakan di Kagenengan dalam bangunan suci agama Siwa dan Budha.
Sesudah Ken Arok meninggal melalui keris buatan Mpu Gandring, Anusapati menjadi raja
Singasari bergelar Bhantara Anusapati.

2.        Anusapati (1227-1248)

Dari pararaton dapat diketahui bahwa Anusapati bukanlah keturunan dari Ken Arok dengan
Ken Dedes melainkan keturunan dari Tunggul Ametung dengan Ken Dedes. Pada waktu Ken
Dedes diambil oleh Ken arok, Ken Dedes dalam kondisi hamil, berumur 3 bulan. Selang
beberapa bulan, lahirlah bayi tersebut yang diberi nama Anusapati. Setelah ia dewasa, ia
mendengar bahwa ia bukanlah anak dari Ken Arok dan ia mendengar tentang kematian ayah
kandungnya. Dan akhirnya Anusapati menuntut balas atas kematian ayahnya dengan membunuh
Ken Arok.
Setelah Ken Arok berhasil dibunuhnya, Anusapati menggantikannya sebagai raja dari
Kerajaan Singasari. Lambat laun berita pembunuhan Anusapati atas Ken Arok terdengar oleh
Panji Tohjaya keturunan dari Ken Arok dan Ken Umang. Panji Tohjaya menuntut balas atas
kematian ayahnya, oleh sebab itu ia melakukan balas dendam terhadap Anusapati dengan
membunuhnya saat mereka melakukan sabung ayam. Kemudian, kekuasaan jatuh ke tangan
Panji Tohjaya.[8] Anusapati didharmakan di Kidal, sebuah daerah bertempat di sebelah barat
kota Malang.

3.        Apanji Tohjaya (1248)

Dalam kitab Pararaton tertulis bahwa sepeninggal Anusapati, yang menggantikan menjadi
raja Tumapel/Singasari adalah Panji Tohjaya.[9] Panji Tohjaya melakukan balas dendam
terhadap Anusapati sebagai pembunuh ayahnya Ken Arok. Panji Tohjaya merupakan putra dari
perkawinan antara Ken Arok dengan Ken Umang. Berdasarkan garis keturunan menurut
Pararaton seharusnya yang menduduki tahta maha raja di Singasari/Tumapel adalah Mahisa
Wonga Teleng, anak sulung dari Ken Arok dan Ken Dedes.
Dalam kitab Pararaton dan Negarakretagama menjelaskan bahwa pemerintahan Panji
Tohjaya hanya beberapa bulan saja menduduki tahta kekuasaan di Singasari. keambisiusannya
yang keras untuk menghilangkan keponakannya (Mapanji Sminingrat anak Anusapati dan
Mahisa Campaka anak Mahisa Wonga Teleng) membuat Panji Tohjaya membabi buta. Namun,
semua rakyat di sekitarnya tidak se-mufakat dengan rencana Panji. Pada akhirnya oknum-oknum
yang mendukung kedua pangeran tersebut melakukan suatu siasat untuk menggulingkan Panji.
Pada akhirnya, nanti Panji Tohjaya dapat digulingkan.

4.        Ranggawuni (1248-1254)
Pararaton menyebutkan bahwa sepeninggal Panji Tohjaya, Ranggawuni dinobatkan menjadi
raja dengan gelar Wirnuwarddhana. Mahisa Campaka menjadi Ratu Angabhaya dengan gelar
Batara Narasinga. Nagarakertagama juga mencatat tentang naik tahtanya dua pangeran tersebut,
gelar mereka adalah Batara Wisnuwarddhana dan Batara Narasinghamurtti. Pemerintahan
dipegang oleh dua orang laksana Madhawa (Wisnu) dan Indra, atau bagaikan dua ekor ular
dalam satu lubang.
Masa pemerintahan Wisnuwarddhana memang menarik perhatian. Dari zaman Rajasa
hingga Tohjaya, Kerajaan Tumapel dipegang oleh satu raja. Namun, ketika Wisnuwarddhana
memerintah, ia memerintah bersama-sama dengan Narasinghamurtti. Hal ini jelas dipahami
apabila mengikuti alur seperti yang telah disebut sebelumnya. Wisnuwarddhana (Ranggawuni)
tidak ingin memisah lagi kekuasaan Kadiri dan Tumapel seperti yang pernah dilakukan oleh
kakeknya, yaitu Sri Rajasa (Ken Arok). Oleh karena itu anak tertua pamanya (Batara
Parameswara), yaitu Nararya Waningyun yang kelak sebagai putri mahkota Kerajaan Kadiri, ia
ambil sebagai istri dan dijadikan permaisuri. Sementara pewaris tahkta Kerajaan Kadiri kedua,
yaitu Mahisa Campaka, adik Nararya Waningyun ia jadikan Ratu Angbhaya di Tumapel
bersama-sama memerintah dengannya. Dengan demikian bersatu kembalilah Kadiri dan
Tumapel.

5.        Kertanagara (1254-1292)

Kertanagara adalah raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Sepeninggal Ranggawuni


(Wisnuwarddhana), pada tahun 1268 Kertanagara menggantikan ayahnya dan ia merupakan raja
kelima. Sebenarnya, sebelum ayahnya meninggal ia pernah menjadi yuwaraja yang didampingi
oleh ayahnya. Ia bergelar yang bergelar Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama
Dharmottunggadewa. Ibunya bernama Waning Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun
adalah putri dari Mahisa Wonga Teleng.[10]
Pada masa pemerintahan Kertanagara, Kerajaan Singasari mengalami masa keemasan.
Stabilitas yang dibangun sejak pemerintahan masa Ranggawuni ayah Kertanagara semakin
dimapankannya. Dialah yang mempunyai gagasannya untuk menyatukan semua kerajaan yang
ada di wilayah Nusantara.
Ia adalah raja Singasari yang sangat terkenal dalam bidang politik dan keagamaan. Dalam
bidang keagamaan ia sangat dikenal sebagai seorang penganut agama Siwa dan Budha. Agama
Budha yang dianutnya adalah agama Budha aliran Tantrayana. Dalam bidang perpolitikan ia
melakukan perluasaan wilayah kekuasaan dan pengaruhnya sampai ke luar jawa dengan
mengadakan relasi persahabatan terhadap negara-negara lain. Untuk merealisasikan cita-citanya
ini, ia melancarkan ekspedisi-ekspedisinya ke luar Jawa. Pada tahun 1284 Kerajaan Singasari
menaklukan Bali, rajanya pun ditawan dan dibawa ke Singasari. Demikian pula, ia mengirimkan
ekspedisi ke Melayu pada tahun (1275), seluruh Bakulapura dan tidak luput pula Sunda dan
Madura.[11]
Ekspedisi ke luar Jawa, khususnya ke Melayu dilakukan rangka menghadapi ekspansi
Mongol yang dilancarkan oleh Kubilai Khan ke Asia Tenggara. Kertanagara mengfokuskan
perhatiannya terhadap Ekspansi Mongol ke Asia Tenggara semakin masif. Namun, apa yang
dikhawatirkan oleh Kertanagara ternyata datang dari arah lain. Ia terlalu mengkonsentrasikan
perhatiannya pada serangan Mongol saja. Ia selalu melakukan upacara Tantra guna mengimbangi
kekuatan Mongol. Dalam kondisi seperti ini Jayakatwang menusuk dari belakang.
Paparan di atas menegaskan bahwa sosok Kertanagara merupakan sosok yang ekspansionis
sekaligus raja yang nasionalis. Ia tidak mau berada di bawah kekuasaan Mongol. Untuk
merealisasikan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti penjabat-penjabat yang kolot dengan
yang baru seperti Patih Raganata diganti oleh Patih Aragani. Banyak wide dijadikan sebagai
Bupati di Sumenep (Madura), dengan gelar Aria Wiraraja.[12]
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Kertanagara dalam mewujudkan gagasan penyatuan
nusantara adalah sebagai mana berikut[13]:
1.      Melaksanakan ekspedisi ke Malayu (1275-1286) untuk menguasai Kerajaan Melayu serta
melemahkan posisi Sriwijaya di Selat Malaka.
2.      Politik perkawinan dan persahabatan. Dalam politik perkawinannya, Kertanagara mengawinkan
putrinya sendiri, Dewi Tapasi, dengan Raja Campa. Sebab, raja Campa merupakan benteng
pertama untuk membendung pengaruh Khubilai Khan. Sedangkan, usaha politik persahabatan
diawali dengan pengiriman sebuah Arca Amoghaapaca oleh raja Kertanagara ke Raja Melayu
untuk memperkokoh persahabatan dalam menghadapi kemungkinan serangan tentara Khubilai
Khan.
3.      Menguasai Bali pada tahun 1284 M.
4.      Menguasai Jawa Barat tahun 1289 M.
5.      Menguasai daerah Pahang (Malaya) dan Tanjung Pura (Kalimantan). Tujuan mengusai daerah
tesebut adalah:
a.       Menguasai lalu lintas perdagangan dan pelayaran di Laut Cina Selatan.
b.      Sebagai daerah pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan Cina-Mongol, serta
c.       Mengepung wilayah kekuasaan Sriwijaya.
Menurut kitab Pararaton dan Nagarakretagama menyatakan bahwa Jayakatwang melakukan
serangan pada tahun 1292 menyerang Singasari dari dua arah, yaitu dari arah utara dan selatan.
Setibanya pasukan Jayakatwang di istana Singasari, mereka mendapati raja Kertanagara dengan
patihnya sedang pesta mabuk-mabukkan. Pada saat itulah, pasukan Jayakatwang dengan mudah
membunuh raja Kertanagara.[14]

C.      Masa Kejayaan Kerajaan Singasari


Sudah disindir di atas bahwa Ken Arok memiliki dua istri, yaitu: Ken Dedes dan Ken
Umang. Dari istri yang lain yaitu Ken Umang, ia dianugerahi empat orang anak, masing-masing
bernama: Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola dan Dewi Rambi. Namun Ken Arok
berhasil dibunuh oleh suruhan Anusapati. Anusapati memerintah Kerajaan Singasari selama
kurang lebih dua puluh tahun (1227-1248).[15]
Lambat laun pembunuh Ken Arok diketahui oleh Panji Tohjaya, yaitu Anusapati. Ia pun
akhirnya membalas perbuatan Anusapati sebagai pembunuh ayahnya. Pada tahun 1248,
Anusapati dibunuh olehnya saat keduanya melakukan sabung ayam. Anusapati pun di
dharmakan di Kidal.
Belum genap satu tahun memerintah di Singasari, kekuasaan Apanji Tohjaya dikudeta oleh
Ranggawuni (putra Anusapati) dan Mahisa Campaka (putra Mahisa Wong Ateleng). Akibat
kudeta itu, Apanji Tohjaya yang terkena tombak melarikan diri sampai ke desa Lulumbang dan
meninggal di sana pada tahun 1250.
Terusirnya Apanji Tohjaya, maka Ranggawuni naik takhta sebagai raja Singasari yang
bergelar Sri Jayawisnuwarddhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama
Dhurmadana Kamaleksana. Sementara Mahisa Campaka yang turut berjuang bersama
Ranggawuni menjadi Ratu Angabhaya bergelar Narasinghamurtti.
Semasa pemerintahan Ranggawuni, Singasari mulai menunjukkan masa kejayaan. Selain
menyatukan wilayah Singasari dan Kadiri, Ranggawuni melaksanakan tiga kerja besar guna
membangun kemakmuran dan perdamaian di wilayah kekuasaannya. Ketiga kerja besar tersebut,
yakni: pertama, meresmikan pelabuhan Changgu (majakerta). Kedua, memindahkan ibu kota
kerajaan dari kotaraja ke Singasari. Ketiga, menumpas pemberontakan Linggapati di Mahibit.
[16]
Selain raja Ranggawuni, Raja Kertanagara raja terakhir dari kerajaan ini yang memiliki
kontribusi yang besar dalam bidang politik. Ia adalah raja Singasari yang sangat terkenal dalam
bidang politik dan keagamaan. Dalam bidang keagamaan ia sangat dikenal sebagai seorang
penganut agama Siwa dan Budha. Agama Budha yang dianutnya adalah agama Budha aliran
Tantrayana.
Dalam bidang politik ia melakukan perluasaan wilayah kekuasaan dan pengaruhnya sampai
ke luar Jawa dengan mengadakan hubungan persahabatan terhadap negara-negara lain. Untuk
merealisasikan cita-citanya ini, ia melancarkan ekspedisi-ekspedisinya ke luar Jawa. Pada tahun
1284 Kerajaan Singasari menaklukan Bali, rajanya pun ditawan dan dibawa ke Singasari.
Demikian pula, ia mengirimkan ekspedisi ke Melayu pada tahun (1275), seluruh Bakulapura dan
tidak luput pula Sunda dan Madura.[17] Berikut kebijakan politik Kertanagara dalam
memperluas dan mengokohkan kekuasaanya baik dalam maupun luar wilayah kerajaan (negeri).
[18]
a.         Kebijakan dalam negeri:
1)      Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak. Ia mengganti
para pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata diganti oleh Pati Aragani.
2)      Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya untuk menciptakan
kerukunan dan politik yang stabil. Dalam politik perkawinan Kertanegara mengawinkan putrinya
sendiri, Dewi Tapasi, dengan Raja Campa.[19]
b.        Kebijakan luar negeri:
1)        Yang luar negeri menggalang persatuan nusantara dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu
ke kerajaan Malayu Jambi. Dan mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.
2)      Menggalang kerja sama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan
Campa.
Ekspedisi ke luar Jawa, khususnya ke Melayu dilakukan rangka menghadapi ekspansi
Mongol yang dilancarkan oleh Kubhilai Khan ke Asia Tenggara. Sebagaimana maklumnya
kerajaan Melayu menguasai jalannya perdagangan di selat Malaka dan Melayu saat itu telah
dipengaruhi Mongol.
Ekspansi Mongol ke Asia Tenggara semakin masif. Pada tahun 1280, 1281, 1286 dan yang
terakhir 1289 Kubhilai Khan mengutus utusannya ke Singasari agar Kertanagara tunduk
terhadapnya. Namun, Kertanagara melukai utusan dari Kubhilai Khan dan menyuruhnya kembali
ke negerinya. Utusan terakhir yang dipimpin oleh Meng Ch’i ditolak oleh Kertanagara sehingga
Kubhilai Khan sangat marah. Dan mengutus armada Mongol untuk menghukum Raja Singasari
Kertanagara. Armada tersebut sampai di Jawa 1923, tetapi Kertanagara sudah wafat pada
tahun1292 dibunuh oleh Jayakatwang.[20] Sejak saat itu, Kerajaan Singasari mengalami
keruntuhan.

D.      Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan


Singasari
Dalam kitab Pararaton dan Negarakretagama bahwa kehidupan sosial masyarakat Singasari
cukup baik dikarenakan rakyat terbiasa hidup aman dan tentram sejak awal pemerintahan
Kerajaan Singasari. Bahkan dari raja sampai rakyatnya terbiasa dengan kehidupan religius. Telah
terbukti dengan berkembangnya ajaran baru yaitu Tantrayana (Syiwa Budha) dengan kitabnya
yang bernama Tantra.
Dalam bidang ekonomi tidak ditemukan sumber secara jelas. Namun, kemungkinan
perekonomian masyarakat Singasari ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena
Singasari merupakan daerah yang subur dan dilintasi dua sungai yaitu Sungai Brantas dan
Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan.
Dalam bidang kebudayaan masyarakat Singasari meninggalkan candi-candi dan patung-
patung yang telah dibangunnya, yakni Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari, Patung Ken
Dedes melambangkan kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanagara dalam wujud patung Joko
Dolog.
Dalam bidang perpolitikan, semasa pemerintahan Ranggawuni, ia menyatukan wilayah
Singasari dan Kadiri. Dan Ranggawuni melaksanakan tiga kerja besar guna membangun
kemakmuran dan perdamaian di wilayah kekuasaannya. Ketiga kerja besar tersebut, yakni:
pertama, meresmikan pelabuhan Changgu (Majakerta). Kedua, memindahkan ibu kota kerajaan
dari Kotaraja ke Singasari. Ketiga, menumpas pemberontakan Linggapati di Mahibit.[21]
Tidak hanya Ranggawuni, Kertanagara pun memiliki kontribusi yang besar dalam
perpolitikan Kerajaan Singasari. Dalam bidang politik ia melakukan perluasaan wilayah
kekuasaan dan pengaruhnya sampai ke luar Jawa dengan mengadakan hubungan persahabatan
terhadap negara-negara (kerajaan) lain. Untuk merealisasikan cita-citanya ini, ia melancarkan
ekspedisi-ekspedisinya ke luar Jawa. Berikut kebijakan politik Kertanagara:
a.         Kebijakan dalam negeri:
1)             Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak.
2)             Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya untuk menciptakan
kerukunan dan politik yang stabil.
b.        Kebijakan luar negeri:
1)        Yang luar negeri menggalang persatuan Nusantara dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu
ke kerajaan Malayu Jambi. Dan mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.
2)        Menggalang kerja sama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan
Campa.

E.       Masa Mundurnya dan Keruntuhan Singasari


Kertanagara dan kerajaan Melayu menjalin hubungan yang sangat dekat. Sebenarnya
ekspedisi ke luar Jawa khususnya ke Melayu adalah bagian dari politik raja Kertanagara untuk
menghadapi ekspansi Mongol yang sedang dilancarkan oleh Kubhilai Khan ke Asia Tenggara.
Seperti yang kita ketahui kerajaan Melayu pada masa itu telah menguasai jalan perdagangan di
selat Malaka. Namun, pada waktu itu juga kerajaan Melayu telah dipengaruhi oleh kerajaan
Mongol. Oleh karena itu, ekspedisi Singasari ke Melayu merupakan perjanjian persahabatan
guna membentuk benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi Mongol.
Pengaruh Mongol tidak bisa dibendung lagi ke wilayah Asia Tenggara. Oleh karena itu,
pada tahun 1281 menyerbu Campa, dan pada tahun 1287 Pagan jatuh ke tangan Mongol. Bahkan
Kubhilai Khan mengutus perutusannya ke Singasari 1280, 1281, dan 1289 untuk meminta
pengakuan tunduk dari raja Kertanagara. Namun, Kertanagara menolak utusan Kubhilai Khan
yang dipimpin oleh Meng Ch’i dengan melukainya. Setelah mengetahui apa yang diperbuat
Kertanagara terhadap utusannya, Kubhilai Khan sangat marah terhadap Kertanagara, sehingga ia
mengutus pasukan Mongol pada 1293 guna menghukum Kertanagara. Namun, setibanya di Jawa
Raja Kertanagara telah mati pada tahun 1292 di tangan Jayakatwang.
Pada tahun 1292 dalam Kerajaan Singasari terjadi perubahan politik. Raja jayakatwang
melakukan pemberontakan terhadap Kertanagara. Ia adala raja Kadiri yang merupakan wilayah
bagian dari Kerajaan Singasari. Ditegaskan dalam kidung Harsa-Wijaya disebutkan bahwa raja
Jayakatwang sebagai abdi yang taat kepada atasannya (Kertanagara). Akan tetapi ia dihasut oleh
patihnya. Patihnya mengatakan bahwa dahulu buyutnya Kertajaya dibunuh oleh buyut raja
Kertanagara (Ken Arok). Oleh sang patih ditunjukkan dharma seorang kesatria yang harus
menghapuskan aib yang diderita oleh moyangnya. Itulah yang membuat Jayakatwang
memberontak terhadap Kertanagara.[22]
Dalam makalah sejarah Sumenep, dijelaskan bahwa Jayakatwang membunuh Kertanagara
dikarenakan Aria Wiraraja menghasut dan mempengaruhi Jayakatwang agar membuat
perhitungan terhadap Kertanagara. Aria Wiraraja melakukan hal tersebut dikarenakan ia tidak
puas dengan kebijakan Kertanagara yang memindahkan Wiraraja ke Sumenep sebagai adipadi.
Dan Aria Wiraraja pernah mempunyai pendapat yang berbeda dengan Kertanagara sehingga
menyebabkan dirinya tidak disukai olehnya.
Aria Wiraraja mengetahui bahwa Jayakatwang menaruh dendam kepada Kertanagara, sebab
Kertajaya (Dandang Gendis) nenek moyangnya dikalahkan oleh Ken Arok yang notabenenya
nenek moyang Kertanagara. Hal ini merupakan momentum tepat bagi Aria Wiraraja
mempengaruhinya, ia pun mengirimkan surat provokasi lewat perantara anaknya Wiranjaya
kepada Jayakatwang. Dengan surat itu, Jayakatwang menghimpun kekuatan untuk menyerang
Kertanagara (Singasari).[23] Jayakatwang mengirimkan bala tentaranya ke Singasari saat
pasukan Kertanagara melakukan ekspansi ke luar Jawa. Akhirnya Kertanagara dan Kerajaan
Singasari dapat dikalahkan olehnya.
Seperti yang disebutkan dalam kitab Pararaton dan Nagarakretagama bahwa Jayakatwang
melakukan serangan pada tahun 1292 menyerang Singasari dari dua arah, yaitu dari arah utara
dan selatan. Setibanya pasukan Jayakatwang di Istana Singasari, mereka mendapati raja
Kertanagara dengan patihnya sedang pesta mabuk-mabukkan. Pada saat itulah, pasukan
Jayakatwang dengan mudah membunuh raja Kertanagara. Sejak saat itulah kekuasaan
Kertanagara jatuh ke tangan Jayakatwang, dan menjadi tanda berakhirnya Kerajaan Singasari.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kerajaan Singasari disebut pula dengan Kerajaan Tumapel yang merupakan negara
      

bagian/bawahan Kerajaan Kadiri Tunggul Ametung. Tunggul Ametung memiliki pengawal


kepercayaan bernama Ken Arok. Ken Arok pun tertarik kepada Ken Dedes istri Tunggul
Ametung, ia membunuhnya dengan keris yang dibuat Mpu Gandring. Ia merebut dan menikahi
Ken Dedes. Ken Arok melakukan pemberontakan pada Kerajaan Kadiri yang dipimpin oleh
Kertajaya (Dangdang Gendis). Ia melancarkan serangan pada tahun 1222 M/1144 (Tahun Saka)
kepada raja Kertajaya. Akhirnya Kertajaya gugur di medan perang yang terjadi di desa Ganter.
Kerajaan Kadiri pun runtuh digantikan oleh Kerajaan Singasari yang didirikan oleh Ken Arok. Ia
menyatakan dirinya sebagai raja Singasari dengan gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.

B.       Saran
Dengan membaca makalah ini kami pemakalah berharap semoga pembaca dapat berpikir
tepat dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur.Tentu saja dalam
makalah ini ada banyak kekurangan sehingga atau bahkan kekeliruan. Maka dari itu, kami
pemakalah sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik sebagai acuan memperbaiki
baik untuk saat ini dan kelak di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono, Djoened Poesponogoro, Marwasti, dan Notosusanto, Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia II, Balai Pustaka: Jakarta, 1977.
Achmad, Sri Wintala, Sejarah Kerajaan-kerajaan Besar di Nusantara, Araska Publisher: Yogyakarta,
2016.
Suwardono, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Budha, Ombak: Yogyakarta, 2013.
Cholik, Abdul, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, Artha Rivera: Jakarta, 2011.
Abimayu, Soedjipto, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-raja Nusantara, Laksana: Yogyakarta,
2014.
[PDF] Modul Kerajaan Singasari.
Makalah Sejarah Sumenep, disusun oleh Tim Penyusun Sejarah Sumenep, 2003.

Anda mungkin juga menyukai