Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan nikmat dan
karunia-Nya. Dan tak lupa pula kami haturkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang mengenalkan kepada kami jalan kebenaran yakni
Islam.
Akhirnya kami mampu merampungkan makalah Sejarah Kebudayaan Indonesia yang
membahas tentang “Kerajaan Singasari”. Makalah ini kami buat dalam rangka memperdalam
pengetahuan kami tentang Kerajaan Singasari, dan sekaligus memenuhi tugas dalam mata kuliah
Sejarah Kebudayaan Indonesia yang diampu oleh Ibu Fatiyah, S.Hum, M.A. Disertai ucapan
terima kasih kepada Ibu Fatiyah, yang telah membimbing kami dengan ikhlas.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kami sendiri dan segenap para
pembaca yang budiman. Tentunya dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan baik format
maupun isi dari makalah itu sendiri. Oleh karena itu, kami berharap ada masukan atau kritikan
yang membangun dari segenap pembaca yang budiman, khususnya kepada Ibu Fatiyah selaku
pengampu materi Sejarah Kebudayan Indonesia.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
D. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari
B. Raja-raja Kerajaan Singasari
1. Ken Arok/Angkrok (1222-1227)
2. Anusapati (1227-1248)
3. Apanji Tohjaya (1248)
4. Ranggawuni (1248-1254)
5. Kertanagara (1254-1292)
C. Masa Kejayaan Kerajaan Singasari
D. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan Singasari
E. Masa Mundurnya dan Keruntuhan Singasari
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok (Sri
Rajasa) pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah Singasari, Malang.
[1] Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang bercorak
Hindu-Budha. Awal mulanya Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel yang berada di
bawah payung kekuasaan Kerajaan Kadiri. Tumapel merupakan negara bagian dari Kerajaan
Kadiri. Wilayah Tumapel pada saat itu dikuasai oleh seorang Akuwu (bupati) yang bernama
Tunggul Ametung.
Berkat jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok menghambakan dirinya kepada sang
Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Namun, nantinya Ken Arok tertarik dengan istri Tunggul
Ametung yang bernama Ken Dedes. Maka dibunuhlah Tunggul Ametung. Kemudian Ken Dedes
dipersunting sebagai istrinya.
Ken Arok merebut Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kadiri yang dipimpin Tunggul
Ametung, pada tahun 1222. Pada saat Ken Dedes dikawini oleh Ken Arok ia memiliki seorang
anak bernama Anusapati yang nantinya membunuh Ken Arok sebagai bentuk balas dendam atas
tindak pembuhunan yang pernah ia lakukan terhadap ayahnya (Tunggul Ametung). Anusapati
nantinya menjadi raja kedua dari Kerajaan Singasari pada tahun (1227-1248). Kerajaan Singasari
mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanagara (1268-1292) yang bergelar
Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmottunggadewa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel?
2. Siapa sajakah raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singasari?
3. Bagaimana masa kejayaan Kerajaan Singasari?
4. Bagaimana kondisi sosial masyarakat, ekonomi, budaya dan politik Kerajaan Singasari?
5. Bagaimana masa kemunduran Kerajaan Singasari?
C. Batasan Masalah
Membahas Kerajaan Singasari/Tumapel.
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel.
2. Untuk mengetahui raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singsari.
3. Untuk mengetahui masa kejayaan Kerajaan Singasari.
4. Untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politik Kerajaan Singasari.
5. Untuk mengetahui masa kemunduran Kerajaan Singasari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari
Sebelumnya Kerajaan Singasari dikenal dengan Kerajaan Tumapel. Tumapel bisa dianggap
negara bagian/bawahan Kerajaan Kadiri dibawah pemerintahan Akuwu (Bupati) Tunggul
Ametung. Berkat jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok menghambakan dirinya kepada
sang Akuwu Tumapel Tunggul Ametung, Ken Arok pun menjadi pengawal kepercayaannya.
Namun, Ken Arok pun tertarik kepada Ken Dedes istri Tunggul Ametung, ia pun berniat
menyingkirkan Ametung. Akhirnya, Ken Arok membunuhnya dengan keris yang dibuat oleh
Empu Gandring. Setelah berhasil membunuhnya, ia merebut dan menikahi Ken Dedes serta
mengangkatnya sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Ken Dedes sedang mengandung anak
Tunggul Ametung yang berumur tiga bulan.
Selanjutnya Ken Arok ingin membebaskan Tumapel dari jerat Kerajaan Kadiri yang
dipimpin oleh Kertajaya. Pada masa itu Tumapel merupakan sebuah daerah keakuwuan
(kadipaten) yang masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Kadiri. Pada saat itu Kadiri dipimpin oleh
Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok (Angrok) menunggu momentum yang tempat untuk
memberontak dan melepaskan diri dari cengkraman Kertajaya. Keinginannya pun terwujud,
ketika kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungan kepada Ken Arok dari tindakan-tindakan
Kertajaya yang melanggar adat. Para pendeta tidak mau tunduk terhadapnya dan hijrah ke
Tumapel dengan menghambakan diri kepada Ken Arok. Momentum ini, ia gunakan untuk
menggulingkan Kertajaya dari tampuk kekuasaan Dengan restu pendeta, ia melancarkan
serangan pada tahun 1222 M/1144 (Tahun Saka) kepada raja Kertajaya. Akhirnya Kertajaya
gugur di medan perang yang terjadi di desa Ganter.[2]
Kerajaan Kadiri pun runtuh digantikan oleh Kerajaan Singasari yang dipelopori oleh Ken
Arok. Dan seluruh wilayah bekas kekuasan Dandang Gendis ia persatukan dalam otoritas
kekuasaannya. Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara
yang bercorak Hindu-Budha. Pada perkembangannya, daerah kekuasaan Singasari nantinnya
meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Palembang, Jambi, Pahang, Tumasik, Bangka, Tanjung
Pura, Bantayan dan Seram.[3]
Dengan kemenangannya dalam perang atas Kertajaya, ia menyatakan dirinya sebagai raja
Singasari dengan gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni. Ken Arok sebagai pendiri
Singasari ditegaskan dalam Prasasti Mula Malurung yang berangka tahun 1255, tetapi di
dalamnya Ken Arok disebut dengan nama Siwa. Raja Ken Arok memiliki permaisuri Ken Dedes
dan selir Ken Umang. Dalam kitab Nagarakretagama, Ken Arok bergelarkan Ranggah Rajasa
Sang Girinathaputra. Sedangkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok menyandang gelar Sri Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhuni.[4]
Ken Arok sebagai raja yang bergelar Sang Amurwabuni, Ken Arok memiliki sifat bhairawa
anoraga, dalam artian perkasa secara fisik dan lemah lembut secara spiritual, serta selalu
membumi (bhumi sparsa mudra). Dengan pengertian lain, kepemimpinan Ken Arok tetap
berorientasi pada kerakyatan yang setia pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran dan senantiasa
bersifat sosial. Salah satu aktualisasi sifat kesetiaan dan balas budi Ken Arok, dinyatakan pada
pengangkatan Dang Hyang Lohgawe sebagai pendeta istana yang telah berjasa terhadapnya.
Serta memberikan hak-hak prerogatif kepada Bango Samparan, anak-anak pandai besi di
Lulumbang dan anak Mpu Gandring.
Berdasarkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok tewas pada hari Kamis Pon, Minggu
Landhep, tahun Saka 1170/1247 (Pararaton) atau 1227 (Negarakretagama) di tangan seorang
berpangkat pengalasan dari Desa Batil suruhan Anusapati (putra Tunggul Ametung dan Ken
Dedes).[5] Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222-1227) dan ia didharmakan di
Kagenengan dalam bangunan suci agama Siwa dan Budha.[6] Sesudah Ken Arok meninggal
melalui keris buatan Mpu Gandring, Anusapati menjadi raja Singasari bergelar Bhantara
Anusapati.
Ken Arok (Angkrok) ini merupakan pendiri Kerajaan Singasari dan Raja pertama. Ia telah
berhasil menggulingkan Kertajaya raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Ia mengambil alih
kekuasaan dan menyatukan wilayah Kadiri sisa dari kekuasaan Kertajaya. Asal usul Ken Arok
menurut Pararaton menyebutkan ia anak dewa Brahma yang dilahirkan oleh seorang wanita
petani dari desa Pangkur, di daerah sebelah timur Gunung Kawi. Akan tetapi, mengingat fungsi
kedudukan raja dalam masyarakat Indonesia kuno dan juga keadaan serta susunan masyarakat
dengan sistem-sistem kepercayaannya, tentulah Ken Arok anak seorang penguasa atau Sang
Amawabhumi walaupun ibunya seorang wanita desa.
Dalam serat pararaton Ken Arok, sebelum menjadi raja berkedudukan sebagai seorang
akuwu di Tumapel pengganti Tunggul Ametung. Hal itu, berkat bantuan pendeta Lohgawe agar
Tunggul Ametung mengizinkannya sebagai seorang pengabdi terhadapnya. Namun, pada
akhirnya Ken Arok tertarik pada istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes, sehingga ia
membunuhnya dengan menikamkan keris buatan Mpu Gandring. Dan ia pulalah pada nantinya
yang menggulingkan Dandang Gendis (Kertajaya) raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Kemudian,
Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari. Dalam kitab Nagarakretagama Ken Arok selaku raja
bergelar Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Sedangkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok
menyandang gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.
Ken Arok memiliki sifat bhairawa anoraga, dalam artian perkasa secara fisik dan lemah
lembut secara spiritual, serta selalu membumi (bhumi sparsa mudra). Dengan pengertian lain,
kepemimpinan Ken Arok tetap berorientasi pada kerakyatan yang setia pada janji, berwatak
tabah, kokoh, toleran dan senantiasa bersifat sosial. Berdasarkan dalam kitab Pararaton, Ken
Arok tewas pada hari Kamis Pon, Minggu Landhep, tahun Saka 1170/1247 (Pararaton) atau 1227
(Negarakretagama) di tangan seorang berpangkat pengalasan dari Desa Batil suruhan Anusapati
(putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun
(1222-1227) dan ia didharmakan di Kagenengan dalam bangunan suci agama Siwa dan Budha.
Sesudah Ken Arok meninggal melalui keris buatan Mpu Gandring, Anusapati menjadi raja
Singasari bergelar Bhantara Anusapati.
2. Anusapati (1227-1248)
Dari pararaton dapat diketahui bahwa Anusapati bukanlah keturunan dari Ken Arok dengan
Ken Dedes melainkan keturunan dari Tunggul Ametung dengan Ken Dedes. Pada waktu Ken
Dedes diambil oleh Ken arok, Ken Dedes dalam kondisi hamil, berumur 3 bulan. Selang
beberapa bulan, lahirlah bayi tersebut yang diberi nama Anusapati. Setelah ia dewasa, ia
mendengar bahwa ia bukanlah anak dari Ken Arok dan ia mendengar tentang kematian ayah
kandungnya. Dan akhirnya Anusapati menuntut balas atas kematian ayahnya dengan membunuh
Ken Arok.
Setelah Ken Arok berhasil dibunuhnya, Anusapati menggantikannya sebagai raja dari
Kerajaan Singasari. Lambat laun berita pembunuhan Anusapati atas Ken Arok terdengar oleh
Panji Tohjaya keturunan dari Ken Arok dan Ken Umang. Panji Tohjaya menuntut balas atas
kematian ayahnya, oleh sebab itu ia melakukan balas dendam terhadap Anusapati dengan
membunuhnya saat mereka melakukan sabung ayam. Kemudian, kekuasaan jatuh ke tangan
Panji Tohjaya.[8] Anusapati didharmakan di Kidal, sebuah daerah bertempat di sebelah barat
kota Malang.
Dalam kitab Pararaton tertulis bahwa sepeninggal Anusapati, yang menggantikan menjadi
raja Tumapel/Singasari adalah Panji Tohjaya.[9] Panji Tohjaya melakukan balas dendam
terhadap Anusapati sebagai pembunuh ayahnya Ken Arok. Panji Tohjaya merupakan putra dari
perkawinan antara Ken Arok dengan Ken Umang. Berdasarkan garis keturunan menurut
Pararaton seharusnya yang menduduki tahta maha raja di Singasari/Tumapel adalah Mahisa
Wonga Teleng, anak sulung dari Ken Arok dan Ken Dedes.
Dalam kitab Pararaton dan Negarakretagama menjelaskan bahwa pemerintahan Panji
Tohjaya hanya beberapa bulan saja menduduki tahta kekuasaan di Singasari. keambisiusannya
yang keras untuk menghilangkan keponakannya (Mapanji Sminingrat anak Anusapati dan
Mahisa Campaka anak Mahisa Wonga Teleng) membuat Panji Tohjaya membabi buta. Namun,
semua rakyat di sekitarnya tidak se-mufakat dengan rencana Panji. Pada akhirnya oknum-oknum
yang mendukung kedua pangeran tersebut melakukan suatu siasat untuk menggulingkan Panji.
Pada akhirnya, nanti Panji Tohjaya dapat digulingkan.
4. Ranggawuni (1248-1254)
Pararaton menyebutkan bahwa sepeninggal Panji Tohjaya, Ranggawuni dinobatkan menjadi
raja dengan gelar Wirnuwarddhana. Mahisa Campaka menjadi Ratu Angabhaya dengan gelar
Batara Narasinga. Nagarakertagama juga mencatat tentang naik tahtanya dua pangeran tersebut,
gelar mereka adalah Batara Wisnuwarddhana dan Batara Narasinghamurtti. Pemerintahan
dipegang oleh dua orang laksana Madhawa (Wisnu) dan Indra, atau bagaikan dua ekor ular
dalam satu lubang.
Masa pemerintahan Wisnuwarddhana memang menarik perhatian. Dari zaman Rajasa
hingga Tohjaya, Kerajaan Tumapel dipegang oleh satu raja. Namun, ketika Wisnuwarddhana
memerintah, ia memerintah bersama-sama dengan Narasinghamurtti. Hal ini jelas dipahami
apabila mengikuti alur seperti yang telah disebut sebelumnya. Wisnuwarddhana (Ranggawuni)
tidak ingin memisah lagi kekuasaan Kadiri dan Tumapel seperti yang pernah dilakukan oleh
kakeknya, yaitu Sri Rajasa (Ken Arok). Oleh karena itu anak tertua pamanya (Batara
Parameswara), yaitu Nararya Waningyun yang kelak sebagai putri mahkota Kerajaan Kadiri, ia
ambil sebagai istri dan dijadikan permaisuri. Sementara pewaris tahkta Kerajaan Kadiri kedua,
yaitu Mahisa Campaka, adik Nararya Waningyun ia jadikan Ratu Angbhaya di Tumapel
bersama-sama memerintah dengannya. Dengan demikian bersatu kembalilah Kadiri dan
Tumapel.
5. Kertanagara (1254-1292)
B. Saran
Dengan membaca makalah ini kami pemakalah berharap semoga pembaca dapat berpikir
tepat dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur.Tentu saja dalam
makalah ini ada banyak kekurangan sehingga atau bahkan kekeliruan. Maka dari itu, kami
pemakalah sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik sebagai acuan memperbaiki
baik untuk saat ini dan kelak di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono, Djoened Poesponogoro, Marwasti, dan Notosusanto, Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia II, Balai Pustaka: Jakarta, 1977.
Achmad, Sri Wintala, Sejarah Kerajaan-kerajaan Besar di Nusantara, Araska Publisher: Yogyakarta,
2016.
Suwardono, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Budha, Ombak: Yogyakarta, 2013.
Cholik, Abdul, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, Artha Rivera: Jakarta, 2011.
Abimayu, Soedjipto, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-raja Nusantara, Laksana: Yogyakarta,
2014.
[PDF] Modul Kerajaan Singasari.
Makalah Sejarah Sumenep, disusun oleh Tim Penyusun Sejarah Sumenep, 2003.