Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH KERAJAAN SINGASARI

KELOMPOK
RISA DWI RIANTI

SINDY NOVITASARI

SUZANAYA PUTRI

VERONIKA S A

RIZKI WAHYU

PAHRI SIDIQ

KELAS: X-3

SMA NEGERI 1 CIPARAY


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan nikmat dan karunia-Nya. Dan
tak lupa pula kami haturkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, nabi
akhir zaman, yang mengenalkan kepada kami jalan kebenaran yakni Islam.

Akhirnya kami mampu merampungkan makalah Sejarah Kebudayaan Indonesia yang membahas tentang
“Kerajaan Singasari”. Makalah ini kami buat dalam rangka memperdalam pengetahuan kami tentang
Kerajaan Singasari, dan sekaligus memenuhi tugas dalam mata kuliah Sejarah Kebudayaan Indonesia
yang diampu oleh Ibu Fatiyah, S.Hum, M.A. Disertai ucapan terima kasih kepada Ibu Fatiyah, yang telah
membimbing kami dengan ikhlas.

Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kami sendiri dan segenap para pembaca yang
budiman. Tentunya dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan baik format maupun isi dari makalah
itu sendiri. Oleh karena itu, kami berharap ada masukan atau kritikan yang membangun dari segenap
pembaca yang budiman, khususnya kepada Ibu Fatiyah selaku pengampu materi Sejarah Kebudayan
Indonesia.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Batasan Masala

D. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari

B. Raja-raja Kerajaan Singasari

1. Ken Arok/Angkrok (1222-1227)

2. Anusapati (1227-1248)

3. Apanji Tohjaya (1248)

4. Ranggawuni (1248-1254)

5. Kertanagara (1254-1292)

C. Masa Kejayaan Kerajaan Singasari

D. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan Singasari

E. Masa Mundurnya dan Keruntuhan Singasari

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok (Sri Rajasa) pada tahun 1222. Lokasi
kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah Singasari, Malang.[1] Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan
besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Budha. Awal mulanya Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel yang berada di
bawah payung kekuasaan Kerajaan Kadiri. Tumapel merupakan negara bagian dari Kerajaan Kadiri. Wilayah Tumapel pada saat
itu dikuasai oleh seorang Akuwu (bupati) yang bernama Tunggul Ametung.

Berkat jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok menghambakan dirinya kepada sang Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun, nantinya Ken Arok tertarik dengan istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes. Maka dibunuhlah Tunggul
Ametung. Kemudian Ken Dedes dipersunting sebagai istrinya. Pada waktu itu, Ken Dedes sedang mengandung anak dari Tunggul
Ametung yang masih berumur tiga bulan.

Ken Arok merebut Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kadiri yang dipimpin Tunggul Ametung, pada tahun 1222. Pada saat Ken
Dedes dikawini oleh Ken Arok ia memiliki seorang anak bernama Anusapati yang nantinya membunuh Ken Arok sebagai bentuk
balas dendam atas tindak pembuhunan yang pernah ia lakukan terhadap ayahnya (Tunggul Ametung). Anusapati nantinya
menjadi raja kedua dari Kerajaan Singasari pada tahun (1227-1248). Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaan ketika
dipimpin oleh Raja Kertanagara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmottunggadewa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel?

2. Siapa sajakah raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singasari?

3. Bagaimana masa kejayaan Kerajaan Singasari?

4. Bagaimana kondisi sosial masyarakat, ekonomi, budaya dan politik Kerajaan Singasari?

5. Bagaimana masa kemunduran Kerajaan Singasari?

C. Batasan Masalah

Membahas Kerajaan Singasari/Tumapel.

D. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Singasari/Tumapel.

2. Untuk mengetahui raja-raja yang sempat menduduki tahta Kerajaan Singsari.

3. Untuk mengetahui masa kejayaan Kerajaan Singasari.

4. Untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politik Kerajaan Singasari.

5. Untuk mengetahui masa kemunduran Kerajaan Singasari.


BAB II: PEMBAHASAN

Kerajaan Singasari (Hanacaraka: ) atau sering pula ditulis Singhasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang.

Ibu kota :Kutaraja Singhasari, sebelumnya disebut Tumapel.

Bahasa: Jawa Kuno, Sanskerta

Agama: Siwa-Buddha (Hindu dan Buddha), Kejawen, Animisme

Bentuk pemerintahan: Monarki

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari

Sebelumnya Kerajaan Singasari dikenal dengan Kerajaan Tumapel. Tumapel bisa dianggap negara bagian/bawahan Kerajaan
Kadiri dibawah pemerintahan Akuwu (Bupati) Tunggul Ametung. Berkat jasa dan bantuan pendeta Lohgawe, Ken Arok
menghambakan dirinya kepada sang Akuwu Tumapel Tunggul Ametung, Ken Arok pun menjadi pengawal kepercayaannya.
Namun, Ken Arok pun tertarik kepada Ken Dedes istri Tunggul Ametung, ia pun berniat menyingkirkan Ametung. Akhirnya, Ken
Arok membunuhnya dengan keris yang dibuat oleh Empu Gandring. Setelah berhasil membunuhnya, ia merebut dan menikahi
Ken Dedes serta mengangkatnya sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Ken Dedes sedang mengandung anak Tunggul Ametung
yang berumur tiga bulan.

Selanjutnya Ken Arok ingin membebaskan Tumapel dari jerat Kerajaan Kadiri yang dipimpin oleh Kertajaya. Pada masa itu
Tumapel merupakan sebuah daerah keakuwuan (kadipaten) yang masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Kadiri. Pada saat itu Kadiri
dipimpin oleh Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok (Angrok) menunggu momentum yang tempat untuk memberontak dan
melepaskan diri dari cengkraman Kertajaya. Keinginannya pun terwujud, ketika kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungan
kepada Ken Arok dari tindakan-tindakan Kertajaya yang melanggar adat. Para pendeta tidak mau tunduk terhadapnya dan hijrah
ke Tumapel dengan menghambakan diri kepada Ken Arok. Momentum ini, ia gunakan untuk menggulingkan Kertajaya dari
tampuk kekuasaan Dengan restu pendeta, ia melancarkan serangan pada tahun 1222 M/1144 (Tahun Saka) kepada raja
Kertajaya. Akhirnya Kertajaya gugur di medan perang yang terjadi di desa Ganter.[2]

Kerajaan Kadiri pun runtuh digantikan oleh Kerajaan Singasari yang dipelopori oleh Ken Arok. Dan seluruh wilayah bekas
kekuasan Dandang Gendis ia persatukan dalam otoritas kekuasaannya. Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu
kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Budha. Pada perkembangannya, daerah kekuasaan Singasari nantinnya
meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Palembang, Jambi, Pahang, Tumasik, Bangka, Tanjung Pura, Bantayan dan Seram.[3]

Dengan kemenangannya dalam perang atas Kertajaya, ia menyatakan dirinya sebagai raja Singasari dengan gelar Sri Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhuni. Ken Arok sebagai pendiri Singasari ditegaskan dalam Prasasti Mula Malurung yang berangka tahun
1255, tetapi di dalamnya Ken Arok disebut dengan nama Siwa. Raja Ken Arok memiliki permaisuri Ken Dedes dan selir Ken
Umang. Dalam kitab Nagarakretagama, Ken Arok bergelarkan Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Sedangkan dalam kitab
Pararaton, Ken Arok menyandang gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.[4]

Ken Arok sebagai raja yang bergelar Sang Amurwabuni, Ken Arok memiliki sifat bhairawa anoraga, dalam artian perkasa secara
fisik dan lemah lembut secara spiritual, serta selalu membumi (bhumi sparsa mudra). Dengan pengertian lain, kepemimpinan
Ken Arok tetap berorientasi pada kerakyatan yang setia pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran dan senantiasa bersifat sosial.
Salah satu aktualisasi sifat kesetiaan dan balas budi Ken Arok, dinyatakan pada pengangkatan Dang Hyang Lohgawe sebagai
pendeta istana yang telah berjasa terhadapnya. Serta memberikan hak-hak prerogatif kepada Bango Samparan, anak-anak
pandai besi di Lulumbang dan anak Mpu Gandring.

Berdasarkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok tewas pada hari Kamis Pon, Minggu Landhep, tahun Saka 1170/1247 (Pararaton)
atau 1227 (Negarakretagama) di tangan seorang berpangkat pengalasan dari Desa Batil suruhan Anusapati (putra Tunggul
Ametung dan Ken Dedes).[5] Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222-1227) dan ia didharmakan di Kagenengan
dalam bangunan suci agama Siwa dan Budha.[6] Sesudah Ken Arok meninggal melalui keris buatan Mpu Gandring, Anusapati
menjadi raja Singasari bergelar Bhantara Anusapati.

Sumber-sumber sejarah Kerajaan Singosari berasal dari:

1. Kitab Pararaton, menceritakan tentang raja-raja Singasari.

2. Kitab Negarakertagama, berisi silsilah raja-raja Majapahit yang memiliki hubungan erat dengan raja-raja Singasari.

3. Prasasti-prasasti sesudah tahun 1248 M.

B. Raja-raja Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari merupakan kerajaan yang bercorak Budha dengan usianya yang tak lebih dari 1 abad (100 tahun).
Kerajaan Singasari hanya melahirkan lima orang raja, yakni[7]:

1. Ken Arok/Angkrok (1222-1227)

Ken Arok (Angkrok) ini merupakan pendiri Kerajaan Singasari dan Raja pertama. Ia telah berhasil menggulingkan Kertajaya
raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Ia mengambil alih kekuasaan dan menyatukan wilayah Kadiri sisa dari kekuasaan Kertajaya.
Asal usul Ken Arok menurut Pararaton menyebutkan ia anak dewa Brahma yang dilahirkan oleh seorang wanita petani dari desa
Pangkur, di daerah sebelah timur Gunung Kawi. Akan tetapi, mengingat fungsi kedudukan raja dalam masyarakat Indonesia kuno
dan juga keadaan serta susunan masyarakat dengan sistem-sistem kepercayaannya, tentulah Ken Arok anak seorang penguasa
atau Sang Amawabhumi walaupun ibunya seorang wanita desa.

Dalam serat pararaton Ken Arok, sebelum menjadi raja berkedudukan sebagai seorang akuwu di Tumapel pengganti Tunggul
Ametung. Hal itu, berkat bantuan pendeta Lohgawe agar Tunggul Ametung mengizinkannya sebagai seorang pengabdi
terhadapnya. Namun, pada akhirnya Ken Arok tertarik pada istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes, sehingga ia membunuhnya
dengan menikamkan keris buatan Mpu Gandring. Dan ia pulalah pada nantinya yang menggulingkan Dandang Gendis (Kertajaya)
raja terakhir dari Kerajaan Kadiri. Kemudian, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari. Dalam kitab Nagarakretagama Ken Arok
selaku raja bergelar Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Sedangkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok menyandang gelar Sri
Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.

Ken Arok memiliki sifat bhairawa anoraga, dalam artian perkasa secara fisik dan lemah lembut secara spiritual, serta selalu
membumi (bhumi sparsa mudra). Dengan pengertian lain, kepemimpinan Ken Arok tetap berorientasi pada kerakyatan yang
setia pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran dan senantiasa bersifat sosial. Berdasarkan dalam kitab Pararaton, Ken Arok
tewas pada hari Kamis Pon, Minggu Landhep, tahun Saka 1170/1247 (Pararaton) atau 1227 (Negarakretagama) di tangan
seorang berpangkat pengalasan dari Desa Batil suruhan Anusapati (putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes). Ken Arok hanya
memerintah selama lima tahun (1222-1227) dan ia didharmakan di Kagenengan dalam bangunan suci agama Siwa dan Budha.
Sesudah Ken Arok meninggal melalui keris buatan Mpu Gandring, Anusapati menjadi raja Singasari bergelar Bhantara Anusapati.
2. Anusapati (1227-1248)

Dari pararaton dapat diketahui bahwa Anusapati bukanlah keturunan dari Ken Arok dengan Ken Dedes melainkan keturunan
dari Tunggul Ametung dengan Ken Dedes. Pada waktu Ken Dedes diambil oleh Ken arok, Ken Dedes dalam kondisi hamil,
berumur 3 bulan. Selang beberapa bulan, lahirlah bayi tersebut yang diberi nama Anusapati. Setelah ia dewasa, ia mendengar
bahwa ia bukanlah anak dari Ken Arok dan ia mendengar tentang kematian ayah kandungnya. Dan akhirnya Anusapati menuntut
balas atas kematian ayahnya dengan membunuh Ken Arok.

Setelah Ken Arok berhasil dibunuhnya, Anusapati menggantikannya sebagai raja dari Kerajaan Singasari. Lambat laun berita
pembunuhan Anusapati atas Ken Arok terdengar oleh Panji Tohjaya keturunan dari Ken Arok dan Ken Umang. Panji Tohjaya
menuntut balas atas kematian ayahnya, oleh sebab itu ia melakukan balas dendam terhadap Anusapati dengan membunuhnya
saat mereka melakukan sabung ayam. Kemudian, kekuasaan jatuh ke tangan Panji Tohjaya.[8] Anusapati didharmakan di Kidal,
sebuah daerah bertempat di sebelah barat kota Malang.

3. Apanji Tohjaya (1248)

Dalam kitab Pararaton tertulis bahwa sepeninggal Anusapati, yang menggantikan menjadi raja Tumapel/Singasari adalah
Panji Tohjaya.[9] Panji Tohjaya melakukan balas dendam terhadap Anusapati sebagai pembunuh ayahnya Ken Arok. Panji Tohjaya
merupakan putra dari perkawinan antara Ken Arok dengan Ken Umang. Berdasarkan garis keturunan menurut Pararaton
seharusnya yang menduduki tahta maha raja di Singasari/Tumapel adalah Mahisa Wonga Teleng, anak sulung dari Ken Arok dan
Ken Dedes.

Dalam kitab Pararaton dan Negarakretagama menjelaskan bahwa pemerintahan Panji Tohjaya hanya beberapa bulan saja
menduduki tahta kekuasaan di Singasari. keambisiusannya yang keras untuk menghilangkan keponakannya (Mapanji Sminingrat
anak Anusapati dan Mahisa Campaka anak Mahisa Wonga Teleng) membuat Panji Tohjaya membabi buta. Namun, semua rakyat
di sekitarnya tidak se-mufakat dengan rencana Panji. Pada akhirnya oknum-oknum yang mendukung kedua pangeran tersebut
melakukan suatu siasat untuk menggulingkan Panji. Pada akhirnya, nanti Panji Tohjaya dapat digulingkan.

4. Ranggawuni (1248-1254)

Pararaton menyebutkan bahwa sepeninggal Panji Tohjaya, Ranggawuni dinobatkan menjadi raja dengan gelar
Wirnuwarddhana. Mahisa Campaka menjadi Ratu Angabhaya dengan gelar Batara Narasinga. Nagarakertagama juga mencatat
tentang naik tahtanya dua pangeran tersebut, gelar mereka adalah Batara Wisnuwarddhana dan Batara Narasinghamurtti.
Pemerintahan dipegang oleh dua orang laksana Madhawa (Wisnu) dan Indra, atau bagaikan dua ekor ular dalam satu lubang.

Masa pemerintahan Wisnuwarddhana memang menarik perhatian. Dari zaman Rajasa hingga Tohjaya, Kerajaan Tumapel
dipegang oleh satu raja. Namun, ketika Wisnuwarddhana memerintah, ia memerintah bersama-sama dengan Narasinghamurtti.
Hal ini jelas dipahami apabila mengikuti alur seperti yang telah disebut sebelumnya. Wisnuwarddhana (Ranggawuni) tidak ingin
memisah lagi kekuasaan Kadiri dan Tumapel seperti yang pernah dilakukan oleh kakeknya, yaitu Sri Rajasa (Ken Arok). Oleh
karena itu anak tertua pamanya (Batara Parameswara), yaitu Nararya Waningyun yang kelak sebagai putri mahkota Kerajaan
Kadiri, ia ambil sebagai istri dan dijadikan permaisuri. Sementara pewaris tahkta Kerajaan Kadiri kedua, yaitu Mahisa Campaka,
adik Nararya Waningyun ia jadikan Ratu Angbhaya di Tumapel bersama-sama memerintah dengannya. Dengan demikian bersatu
kembalilah Kadiri dan Tumapel.

5. Kertanagara (1254-1292)

Kertanagara adalah raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Sepeninggal Ranggawuni (Wisnuwarddhana), pada tahun 1268
Kertanagara menggantikan ayahnya dan ia merupakan raja kelima. Sebenarnya, sebelum ayahnya meninggal ia pernah menjadi
yuwaraja yang didampingi oleh ayahnya. Ia bergelar yang bergelar Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmottunggadewa.
Ibunya bernama Waning Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun adalah putri dari Mahisa Wonga Teleng.[10]
Pada masa pemerintahan Kertanagara, Kerajaan Singasari mengalami masa keemasan. Stabilitas yang dibangun sejak
pemerintahan masa Ranggawuni ayah Kertanagara semakin dimapankannya. Dialah yang mempunyai gagasannya untuk
menyatukan semua kerajaan yang ada di wilayah Nusantara.

Ia adalah raja Singasari yang sangat terkenal dalam bidang politik dan keagamaan. Dalam bidang keagamaan ia sangat dikenal
sebagai seorang penganut agama Siwa dan Budha. Agama Budha yang dianutnya adalah agama Budha aliran Tantrayana. Dalam
bidang perpolitikan ia melakukan perluasaan wilayah kekuasaan dan pengaruhnya sampai ke luar jawa dengan mengadakan
relasi persahabatan terhadap negara-negara lain. Untuk merealisasikan cita-citanya ini, ia melancarkan ekspedisi-ekspedisinya
ke luar Jawa. Pada tahun 1284 Kerajaan Singasari menaklukan Bali, rajanya pun ditawan dan dibawa ke Singasari. Demikian pula,
ia mengirimkan ekspedisi ke Melayu pada tahun (1275), seluruh Bakulapura dan tidak luput pula Sunda dan Madura.[11]

Ekspedisi ke luar Jawa, khususnya ke Melayu dilakukan rangka menghadapi ekspansi Mongol yang dilancarkan oleh Kubilai
Khan ke Asia Tenggara. Kertanagara mengfokuskan perhatiannya terhadap Ekspansi Mongol ke Asia Tenggara semakin masif.
Namun, apa yang dikhawatirkan oleh Kertanagara ternyata datang dari arah lain. Ia terlalu mengkonsentrasikan perhatiannya
pada serangan Mongol saja. Ia selalu melakukan upacara Tantra guna mengimbangi kekuatan Mongol. Dalam kondisi seperti ini
Jayakatwang menusuk dari belakang.

Paparan di atas menegaskan bahwa sosok Kertanagara merupakan sosok yang ekspansionis sekaligus raja yang nasionalis. Ia
tidak mau berada di bawah kekuasaan Mongol. Untuk merealisasikan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti penjabat-
penjabat yang kolot dengan yang baru seperti Patih Raganata diganti oleh Patih Aragani. Banyak wide dijadikan sebagai Bupati di
Sumenep (Madura), dengan gelar Aria Wiraraja.[12]

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Kertanagara dalam mewujudkan gagasan penyatuan nusantara adalah sebagai mana
berikut[13]:

1. Melaksanakan ekspedisi ke Malayu (1275-1286) untuk menguasai Kerajaan Melayu serta melemahkan posisi Sriwijaya di
Selat Malaka.

2. Politik perkawinan dan persahabatan. Dalam politik perkawinannya, Kertanagara mengawinkan putrinya sendiri, Dewi
Tapasi, dengan Raja Campa. Sebab, raja Campa merupakan benteng pertama untuk membendung pengaruh Khubilai Khan.
Sedangkan, usaha politik persahabatan diawali dengan pengiriman sebuah Arca Amoghaapaca oleh raja Kertanagara ke Raja
Melayu untuk memperkokoh persahabatan dalam menghadapi kemungkinan serangan tentara Khubilai Khan.

3. Menguasai Bali pada tahun 1284 M.

4. Menguasai Jawa Barat tahun 1289 M.

5. Menguasai daerah Pahang (Malaya) dan Tanjung Pura (Kalimantan). Tujuan mengusai daerah tesebut adalah:

a. Menguasai lalu lintas perdagangan dan pelayaran di Laut Cina Selatan.

b. Sebagai daerah pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan Cina-Mongol, serta

c. Mengepung wilayah kekuasaan Sriwijaya.

Menurut kitab Pararaton dan Nagarakretagama menyatakan bahwa Jayakatwang melakukan serangan pada tahun 1292
menyerang Singasari dari dua arah, yaitu dari arah utara dan selatan. Setibanya pasukan Jayakatwang di istana Singasari, mereka
mendapati raja Kertanagara dengan patihnya sedang pesta mabuk-mabukkan. Pada saat itulah, pasukan Jayakatwang dengan
mudah membunuh raja Kertanagara.[14]

C. Masa Kejayaan Kerajaan Singasari

Sudah disindir di atas bahwa Ken Arok memiliki dua istri, yaitu: Ken Dedes dan Ken Umang. Dari istri yang lain yaitu Ken
Umang, ia dianugerahi empat orang anak, masing-masing bernama: Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola dan Dewi
Rambi. Namun Ken Arok berhasil dibunuh oleh suruhan Anusapati. Anusapati memerintah Kerajaan Singasari selama kurang
lebih dua puluh tahun (1227-1248).[15]

Lambat laun pembunuh Ken Arok diketahui oleh Panji Tohjaya, yaitu Anusapati. Ia pun akhirnya membalas perbuatan Anusapati
sebagai pembunuh ayahnya. Pada tahun 1248, Anusapati dibunuh olehnya saat keduanya melakukan sabung ayam. Anusapati
pun di dharmakan di Kidal.

Belum genap satu tahun memerintah di Singasari, kekuasaan Apanji Tohjaya dikudeta oleh Ranggawuni (putra Anusapati) dan
Mahisa Campaka (putra Mahisa Wong Ateleng). Akibat kudeta itu, Apanji Tohjaya yang terkena tombak melarikan diri sampai ke
desa Lulumbang dan meninggal di sana pada tahun 1250.

Terusirnya Apanji Tohjaya, maka Ranggawuni naik takhta sebagai raja Singasari yang bergelar Sri Jayawisnuwarddhana Sang
Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhurmadana Kamaleksana. Sementara Mahisa Campaka yang turut berjuang
bersama Ranggawuni menjadi Ratu Angabhaya bergelar Narasinghamurtti.

Semasa pemerintahan Ranggawuni, Singasari mulai menunjukkan masa kejayaan. Selain menyatukan wilayah Singasari dan
Kadiri, Ranggawuni melaksanakan tiga kerja besar guna membangun kemakmuran dan perdamaian di wilayah kekuasaannya.
Ketiga kerja besar tersebut, yakni: pertama, meresmikan pelabuhan Changgu (majakerta). Kedua, memindahkan ibu kota
kerajaan dari kotaraja ke Singasari. Ketiga, menumpas pemberontakan Linggapati di Mahibit.[16]

Selain raja Ranggawuni, Raja Kertanagara raja terakhir dari kerajaan ini yang memiliki kontribusi yang besar dalam bidang politik.
Ia adalah raja Singasari yang sangat terkenal dalam bidang politik dan keagamaan. Dalam bidang keagamaan ia sangat dikenal
sebagai seorang penganut agama Siwa dan Budha. Agama Budha yang dianutnya adalah agama Budha aliran Tantrayana.

Dalam bidang politik ia melakukan perluasaan wilayah kekuasaan dan pengaruhnya sampai ke luar Jawa dengan mengadakan
hubungan persahabatan terhadap negara-negara lain. Untuk merealisasikan cita-citanya ini, ia melancarkan ekspedisi-
ekspedisinya ke luar Jawa. Pada tahun 1284 Kerajaan Singasari menaklukan Bali, rajanya pun ditawan dan dibawa ke Singasari.
Demikian pula, ia mengirimkan ekspedisi ke Melayu pada tahun (1275), seluruh Bakulapura dan tidak luput pula Sunda dan
Madura.[17] Berikut kebijakan politik Kertanagara dalam memperluas dan mengokohkan kekuasaanya baik dalam maupun luar
wilayah kerajaan (negeri).[18]

a. Kebijakan dalam negeri:

1) Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak. Ia mengganti para pejabat yang kolot
dengan yang baru, seperti Patih Raganata diganti oleh Pati Aragani.

2) Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya untuk menciptakan kerukunan dan politik yang
stabil. Dalam politik perkawinan Kertanegara mengawinkan putrinya sendiri, Dewi Tapasi, dengan Raja Campa.[19]

b. Kebijakan luar negeri:

1) Yang luar negeri menggalang persatuan nusantara dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu ke kerajaan Malayu
Jambi. Dan mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.

2) Menggalang kerja sama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan Campa.

Ekspedisi ke luar Jawa, khususnya ke Melayu dilakukan rangka menghadapi ekspansi Mongol yang dilancarkan oleh Kubhilai
Khan ke Asia Tenggara. Sebagaimana maklumnya kerajaan Melayu menguasai jalannya perdagangan di selat Malaka dan Melayu
saat itu telah dipengaruhi Mongol.

Ekspansi Mongol ke Asia Tenggara semakin masif. Pada tahun 1280, 1281, 1286 dan yang terakhir 1289 Kubhilai Khan mengutus
utusannya ke Singasari agar Kertanagara tunduk terhadapnya. Namun, Kertanagara melukai utusan dari Kubhilai Khan dan
menyuruhnya kembali ke negerinya. Utusan terakhir yang dipimpin oleh Meng Ch’i ditolak oleh Kertanagara sehingga Kubhilai
Khan sangat marah. Dan mengutus armada Mongol untuk menghukum Raja Singasari Kertanagara. Armada tersebut sampai di
Jawa 1923, tetapi Kertanagara sudah wafat pada tahun1292 dibunuh oleh Jayakatwang.[20] Sejak saat itu, Kerajaan Singasari
mengalami keruntuhan.

D. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan Singasari

1. Kehidupan Kebudayaan

Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-patung yang berhasil
dibangunnya. Candi hasil peninggalan Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. Adapun arca
atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita
lambang kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog di temuakan di dekat Surabaya, dan
patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan Raja Kertanegara yang dikirim ke Dharmacraya ibukota kerajaan
melayu.Kudua perwujudan patung Raja Kertanegara baik patung Joko Dolog maupun patung Amoghapasa menyatakan bahwa
Raja Kertanegara menganut agama Budha beraliran Tantrayana ( Tantriisme ).

2. Pemerintahan Bersama

Pararaton dan Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti.
Dalam Pararaton disebutkan nama asli Narasingamurti adalah Mahisa Campaka.

Apabila kisah kudeta berdarah dalam Pararaton benar-benar terjadi, maka dapat dipahami maksud dari pemerintahan
bersama ini adalah suatu upaya rekonsiliasi antara kedua kelompok yang bersaing. Wisnuwardhana merupakan cucu Tunggul
Ametung sedangkan Narasingamurti adalah cucu Ken Arok.

3. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi semenjak berdirinya Kerajaan Singasari tidak jelas diketahui. Akan tetapi, mengingat Kerajaan Singasari
berpusat di Jawa timur yaitu di tepi sungai Brantas, kemungkunan masalah perekonomian tidak jauh berbeda dengan kerajaan-
kerajaan terdahulu, yaitu secara langsung maupun tidak langsung rakyatnya ikut mengambil bagian dalam dunia pelayaran.
Keadaan ini juga di dukung oleh hasil-hasil bumi yang sangat besar hasilnya bagi rakyat Jawa Timur.

Raja Kertanegara berusaha untuk menguasai jalur perdagangan di selat Malaka. Penguasaan jalur pelayaran perdagangan
atas selat Malaka itu, bertujuan untuk membangun dan mengembangkan aktivitas perekonomian kerajaannya. Dengan kata lain,
Raja Kertanegara berusaha menarik perhatian para pedagang untuk melakukan kegiatannya di wilayah kerajaan singasari.

4. Kejayaan

Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang
mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra
sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan
Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti
arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.

Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim
utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu,
Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

5. Kepercayaan

Bahkan didalam keagamaan terjadi sekatisme antara Agama Hindu dan Budha, dan melahirkan Agama Syiwa Budha
pemimpinya diberi jabatan Dharma Dyaksa sedangkan Kartanegara menganut Agama Budha Mahayana dengan menjalankan
Upacara keagamaan secara Pestapora sampai mabuk untuk mencapai kesempurnaan dalam hal ini Kartanegara menyebut
dirinya CANGKANDARA (pimpinan dari semua agama).

E. Masa Mundurnya dan Keruntuhan Singasari

Kertanagara dan kerajaan Melayu menjalin hubungan yang sangat dekat. Sebenarnya ekspedisi ke luar Jawa khususnya ke
Melayu adalah bagian dari politik raja Kertanagara untuk menghadapi ekspansi Mongol yang sedang dilancarkan oleh Kubhilai
Khan ke Asia Tenggara. Seperti yang kita ketahui kerajaan Melayu pada masa itu telah menguasai jalan perdagangan di selat
Malaka. Namun, pada waktu itu juga kerajaan Melayu telah dipengaruhi oleh kerajaan Mongol. Oleh karena itu, ekspedisi
Singasari ke Melayu merupakan perjanjian persahabatan guna membentuk benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
Mongol.

Pengaruh Mongol tidak bisa dibendung lagi ke wilayah Asia Tenggara. Oleh karena itu, pada tahun 1281 menyerbu Campa,
dan pada tahun 1287 Pagan jatuh ke tangan Mongol. Bahkan Kubhilai Khan mengutus perutusannya ke Singasari 1280, 1281,
dan 1289 untuk meminta pengakuan tunduk dari raja Kertanagara. Namun, Kertanagara menolak utusan Kubhilai Khan yang
dipimpin oleh Meng Ch’i dengan melukainya. Setelah mengetahui apa yang diperbuat Kertanagara terhadap utusannya, Kubhilai
Khan sangat marah terhadap Kertanagara, sehingga ia mengutus pasukan Mongol pada 1293 guna menghukum Kertanagara.
Namun, setibanya di Jawa Raja Kertanagara telah mati pada tahun 1292 di tangan Jayakatwang.

Pada tahun 1292 dalam Kerajaan Singasari terjadi perubahan politik. Raja jayakatwang melakukan pemberontakan terhadap
Kertanagara. Ia adala raja Kadiri yang merupakan wilayah bagian dari Kerajaan Singasari. Ditegaskan dalam kidung Harsa-Wijaya
disebutkan bahwa raja Jayakatwang sebagai abdi yang taat kepada atasannya (Kertanagara). Akan tetapi ia dihasut oleh
patihnya. Patihnya mengatakan bahwa dahulu buyutnya Kertajaya dibunuh oleh buyut raja Kertanagara (Ken Arok). Oleh sang
patih ditunjukkan dharma seorang kesatria yang harus menghapuskan aib yang diderita oleh moyangnya. Itulah yang membuat
Jayakatwang memberontak terhadap Kertanagara.[22]

Dalam makalah sejarah Sumenep, dijelaskan bahwa Jayakatwang membunuh Kertanagara dikarenakan Aria Wiraraja
menghasut dan mempengaruhi Jayakatwang agar membuat perhitungan terhadap Kertanagara. Aria Wiraraja melakukan hal
tersebut dikarenakan ia tidak puas dengan kebijakan Kertanagara yang memindahkan Wiraraja ke Sumenep sebagai adipadi. Dan
Aria Wiraraja pernah mempunyai pendapat yang berbeda dengan Kertanagara sehingga menyebabkan dirinya tidak disukai
olehnya.

Aria Wiraraja mengetahui bahwa Jayakatwang menaruh dendam kepada Kertanagara, sebab Kertajaya (Dandang Gendis)
nenek moyangnya dikalahkan oleh Ken Arok yang notabenenya nenek moyang Kertanagara. Hal ini merupakan momentum
tepat bagi Aria Wiraraja mempengaruhinya, ia pun mengirimkan surat provokasi lewat perantara anaknya Wiranjaya kepada
Jayakatwang. Dengan surat itu, Jayakatwang menghimpun kekuatan untuk menyerang Kertanagara (Singasari).[23] Jayakatwang
mengirimkan bala tentaranya ke Singasari saat pasukan Kertanagara melakukan ekspansi ke luar Jawa. Akhirnya Kertanagara dan
Kerajaan Singasari dapat dikalahkan olehnya.

Seperti yang disebutkan dalam kitab Pararaton dan Nagarakretagama bahwa Jayakatwang melakukan serangan pada tahun
1292 menyerang Singasari dari dua arah, yaitu dari arah utara dan selatan. Setibanya pasukan Jayakatwang di Istana Singasari,
mereka mendapati raja Kertanagara dengan patihnya sedang pesta mabuk-mabukkan. Pada saat itulah, pasukan Jayakatwang
dengan mudah membunuh raja Kertanagara. Sejak saat itulah kekuasaan Kertanagara jatuh ke tangan Jayakatwang, dan menjadi
tanda berakhirnya Kerajaan Singasari.

F. Peninggalan-Peninggalan

1. Candi Singosari

Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan
Gunung Arjuna. Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada yang bertanggal 1351 M di
halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang
mangkat(meninggal) pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat
dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.

2. Candi Jago

Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa
sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi
ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.

3. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi
Singosari, Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu. Pemandangan
di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi
nama Candi Rawan.

4. Arca Dwarapala

Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan
pertanda masuk ke wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan secara pasti dimanan letak kotaraja Singhasari.

5. Prasasti Manjusri

Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri, bertarikh 1343, pada awalnya
ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta

6. Prasasti Mula Malurung

Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama
Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda
di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singhasari.

Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng
ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga lempeng
di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di
Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

7. Prasastri Singosari

Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang
disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan Aksara Jawa.

Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih
Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan letak
benda-benda angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya.

8. Candi Jawi

Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi
banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan
atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi
Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.
9. Prasasti Wurare

Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama
Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau
21 November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang
dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada
bagian bawahnya.

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerajaan Singasari disebut pula dengan Kerajaan Tumapel yang merupakan negara bagian/bawahan Kerajaan Kadiri
Tunggul Ametung. Tunggul Ametung memiliki pengawal kepercayaan bernama Ken Arok. Ken Arok pun tertarik kepada Ken
Dedes istri Tunggul Ametung, ia membunuhnya dengan keris yang dibuat Mpu Gandring. Ia merebut dan menikahi Ken Dedes.
Ken Arok melakukan pemberontakan pada Kerajaan Kadiri yang dipimpin oleh Kertajaya (Dangdang Gendis). Ia melancarkan
serangan pada tahun 1222 M/1144 (Tahun Saka) kepada raja Kertajaya. Akhirnya Kertajaya gugur di medan perang yang terjadi
di desa Ganter. Kerajaan Kadiri pun runtuh digantikan oleh Kerajaan Singasari yang didirikan oleh Ken Arok. Ia menyatakan
dirinya sebagai raja Singasari dengan gelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhuni.

2. Raja-raja Kerajaan Singasari ada lima orang raja, yakni:

a. Ken Arok/Angkrok (1222-1227)

b. Anusapati (1227-1248)

c. Apanji Tohjaya (1248)

d. Ranggawuni (1248-1254)

e. Kertanagara (1254-1292)

3. Masa kejayaan kerajaan Singsari pada masa raja:

a. Raja Ranggawuni, melaksanakan tiga kerja besar.

1) Pertama, meresmikan pelabuhan Changgu (majakerta).

2) Kedua, memindahkan ibu kota kerajaan dari kotaraja ke Singasari.

3) Ketiga, menumpas pemberontakan Linggapati di Mahibit.

b. Raja Kertanagara memiliki kontribusi yang besar dalam bidang politik.

4. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik Kerajaan Singasari

· Kondisi sosial masyarakat Singasari cukup baik dikarenakan rakyat terbiasa hidup aman dan tentraman sejak awal
pemerintahan Kerajaan Singasari. Bahkan dari raja sampai rakyatnya terbiasa dengan kehidupan religius.

· Dalam bidang ekonomi masyarakat Singasari ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena Singasari merupakan
daerah yang subur dan dilintasi dua sungai yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan.
· Dalam bidang kebudayaan masyarakat Singasari meninggalkan candi-candi dan patung-patung yang telah dibangunnya,
yakni Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari, Patung Ken Dedes dan Patung Kertanagara.

· Raja Kertanagara memiliki kontribusi yang besar dalam bidang politik. Ia melakukan perluasaan wilayah kekuasaan
sampai ke luar jawa dengan mengadakan hubungan persahabatan terhadap negara-negara lain.

5. Pada tahun 1294 dalam Kerajaan Singasari terjadi perubahan politik

Raja Jayakatwang melakukan pemberontakan terhadap Kertanagara. Ia dihasut oleh patihnya untuk memberontakan
terhadap Kertanagara. Jayakatwang melakukan serangan pada tahun 1292 menyerang Singasari dari dua arah, yaitu dari arah
utara dan selatan. Setibanya pasukan Jayakatwang di istana Singasari, mereka mendapati raja Kertanagara dengan patihnya
sedang pesta mabuk-mabukkan. Pada saat itulah, pasukan Jayakatwang dengan mudah membunuh raja Kertanagara. Sejak saat
itulah kekuasaan Kertanagara jatuh ke tangan Jayakatwang, dan menjadi tanda berakhirnya Kerajaan Singasari.

B. Saran

Dengan membaca makalah ini kami pemakalah berharap semoga pembaca dapat berpikir tepat dan benar sehingga terhindar
dari kesimpulan yang salah dan kabur.Tentu saja dalam makalah ini ada banyak kekurangan sehingga atau bahkan kekeliruan.
Maka dari itu, kami pemakalah sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik sebagai acuan memperbaiki baik
untuk saat ini dan kelak di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Kartodirdjo, Sartono, Djoened Poesponogoro, Marwasti, dan Notosusanto, Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia II, Balai
Pustaka: Jakarta, 1977.

Achmad, Sri Wintala, Sejarah Kerajaan-kerajaan Besar di Nusantara, Araska Publisher: Yogyakarta, 2016.

Suwardono, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Budha, Ombak: Yogyakarta, 2013.

Cholik, Abdul, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, Artha Rivera: Jakarta, 2011.

Abimayu, Soedjipto, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-raja Nusantara, Laksana: Yogyakarta, 2014.

[PDF] Modul Kerajaan Singasari.

Makalah Sejarah Sumenep, disusun oleh Tim Penyusun Sejarah Sumenep, 2003.

Anda mungkin juga menyukai