Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Negara Indonesia sesungguhnya memiliki sejarah peradaban yang amat panjang. Mulai
dari zaman kehidupan purba hingga peradaban manusia modern saat ini. Dengan demikian,
Indonesia memiliki banyak kerajaan besar, baik bercorak Hindu-Buddha maupun Islam.
Perkembangan yang terjadi secara perlahan-lahan pada akhirnya mengantarkan kerajaan-kerajaan
itu menuju puncak kejayaannya.
Proses perdagangan antara India dengan Cina turut mempengaruhi perkembangan
kerajaan di Nusantara ini. Terutama untuk kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, dimana
sebagian besar kebudayaan kerajaannya dipengaruhi oleh Kebudayaan India. Hal ini terbukti dari
adanya prasasti-prasasti dari luar Nusantara beserta catatan perjalanan dari beberapa penjelajah
dunia seperti Marco Polo dari Italia. Dari catatan itu terlihat bahwa Indonesia sudah memiliki
hubungan diplomatic yang baik dengan negara-negara lain di dunia, terutama di Eropa dan Asia.
Dari perdagangan, terjadi kontak antara penduduk Nusantara yang saat itu masih
menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Perlahan-lahan namun pasti pengaruh Hindu-
Buddha masuk ke Nusantara karena penduduk pribumi merasakan adanya beberapa kelebihan
yang dimiliki oleh kebudayaan baru ini. Kendati demikian, penduduk pribumi tidak
meninggalkan kepercayaan beserta kebudayaan yang lama telah dianutnya. Pada akhirnya,
pengaruh budaya India tersebut berakulturasi atau mengalami percampuran dengan kepercayaan
animism atau dinamisme. Hal itu dapat ditemui hingga saat ini, contohnya yaitu Agama Hindu di
Indonesia, khususnya di Bali masih mengenal memberikan sesajen di pohon, batu, maupun
benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia tumbuh dan tumbang secara bergiliran. Mulai dari
Kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua di Nusantara, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Mataram
Kuno, Medang Kemulan, Kediri, Singasari, hingga mencapai puncak kejayaannya pada zaman
Kerajaan Majapahit. Kerajaan-kerajaan tersebut runtuh lebih karena disebabkan perang saudara
dalam rangka memperebutkan tahta kerajaan. Perang saudara inilah yang kemudian memicu
pihak lain untuk ikut campur dalam perang saudara tersebut dan kemudian berbalik menduduki
kerajaan tersebut. Salah satu contoh perang saudara tersebut adalah Perang Paregreg yang
meruntuhkan kerajaan Majapahit. Runtuhnya Majapahit inilah merupakan salah satu pertanda
telah dimulainya perkembangan Islam di Nusantara.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai kerajaan Singasari beserta segala aspek yang
terdapat di dalamnya.
2. Rumusan Masalah
 Dimanakah letak Kerajaan Singasari itu?
 Siapakah pendiri dari Kerajaan Singasari?
 Bagaimanakah sejarah berdirinya kerajaan Singasari?

1
 Bagaimanakah aspek politik dalam Kerajaan Singasari ini?
 Bagaimanakah kehidupan perekonomian masyarakat di Kerajaan Singasari ini?
 Bagaimanakah kehidupan sosial-budaya masyarakat beserta kehidupan agama di
Kerajaan Singasari ini?
 Kapankah Kerajaan Singasari ini mencapai puncak kejayaannya?
 Bagaimanakah kondisi Kerajaan Singasari saat mencapai puncak kejayaannya?
 Bagaimanakah terjadinya keruntuhan pada Kerajaan Singasari?
 Apakah hubungan antara Kerajaan Singasari dengan Kerajaan Majapahit?
 Apa saja peninggalan sejarah dari Kerajaan Singasari?

3. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas sejarah SMA
Negeri 1 Kuta pada tahun ajaran 2015/2016 di kelas X IPA 1. Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut.
 Mengetahui lokasi Kerajaan Singasari.
 Mengetahui siapa pendiri Kerajaan Singasari.
 Mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Singasri.
 Mengetahui keadaan aspek politik dalam Kerajaan Singasari.
 Mengetahui keadaan perekonomian masyarakat di Kerajaan Singasari.
 Mengetahui kehidupan sosial-budaya masyarakat serta kehidupan agama di
Kerajaan Singasari.
 Mengetahui kapan Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaannya.
 Mengetahui kondisi Kerajaan Singasari saat mencapai puncak kejayaannya.
 Mengetahui hubungan antara Kerajaan Singasari dengan Kerajaan Majapahit.
 Mengetahui berbagai peninggalan sejarah dari Kerajaan Singasari.
 Menambah wawasan siswa mengenai perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia.
 Menumbuhkan sikap mencintai dan menjaga peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia yang mencerminkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar.
 Mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila yang terselubung dalam kehidupan
masyarakat Singasari.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Singhasari

← 1222–1292 →

Perkembangan Kerajaan Singhasari pada masa pemerintahan Kertanegara

Ibu kota Kutaraja Singhasari, sebelumnya disebut


Tumapel

Bahasa Jawa Kuno, Sanskerta

Agama Siwa-
Buddha (Hindudan Buddha),Kejawen, Animisme

Pemerintahan Monarki

Raja

-1222-1227 Ken Arok

-1268-1292 Kertanegara

Sejarah

3
-Perang Ganter
1222

-SeranganJayakatwang dari
Gelang-gelang 1292

Kerajaan Singosari / Singhasari (1222 M – 1293 M) adalah sebuah kerajaan di Jawa


Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi Kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada di daerah Singosari, Kabupaten Malang. Dan merupakan cikal bakal
berdirinya Kerajaan Majapahit (1293 M – awal abad ke 6 M). Nama resmi Kerajaan Singosari
sendiri sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Kitab Nagarakretagama, ketika pertama
kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja. Seperti yang tertulis
pula pada Prasasti Kudadu. Menurut Kitab Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah
bawahan Kerajaan Kadiri/Kediri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara jabatan Camat zaman
sekarang) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat
oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken
Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes.

Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama


Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama
Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama

4
Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari. Nama
Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan.

A. Sejarah Singkat
Tumapel pada waktu itu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Kediri yang diperintah
oleh Raja Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin memberontak, tetapi menunggu saat
yang tepat. Pada tahun 1222, raja Kediri pada masa itu sedang dalam perselisihan dengan kaum
Brahmana karena ia meminta para Brahmana untuk menyembahnya sebagai dewa. Perselisihan
ini mendorong para Brahmana untuk meminta perlindungan dari Ken Arok yang merupakan
akuwu (kepala daerah) Tumapel. Oleh Ken Arok, permintaan ini juga ia lihat sebagai
kesempatannya untuk mewujudkan cita-citanya memerdekakan Tumapel dari
cengkraman Kerajaan Kediri.
Cerita mengenai Kerajaan Singasari baru dimulai pada tahun 1254 saat pecah perang
di dekat desa Ganter antara kaum Brahmana yang kini telah bergabung dengan pasukan Ken
Arok melawan pasukan dari Kerajaan Kediri. Perang besar tersebut dimenangkan oleh pasukan
Ken Arok dengan terbunuhnya Mahesa Wulungan dan Kertajaya. Keberhasilan perang membuat
Ken Arok mengganti status Tumapel menjadi kerajaan dan menurunkan status Kerajaan Kediri
menjadi Kadipaten. Ketika Ken Arok menjadi raja pertama Tumapel, ia memberi gelar “Sri
Rajasa Sang Amurwabhumi” pada dirinya sendiri. Seluruh wilayah bekas Kerajaan Kediri
disatukan dengan Tumapel yang kemudian disebut Kerajaan Singasari. Pusat kerajaan
dipindahkan ke bagian timur, di sebelah Gunung Arjuna.
Ada beberapa versi penceritaan tentang siapa pendiri Kerajaan Singasari ini sendiri.
Menurut Nagarakertagama, pendiri Singasari bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya dan menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan
Tumapel. Di lain pihak, Prasasti Mula Malurung pada tahun 1255 menyebutkan bahwa pendiri
Singasari adalah Bhatara Siwa. Nama ini diperkirakan merupakan gelar anumerta dari Ranggah
Rajasa karena dalam Negarakertagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai
Siwa. Sementara itu, Pararaton menyebutkan bahwa Bhatara Siwa adalah julukan Ken Arok
sebelum maju melawan Kerajaan Kediri dalam perang.

Penemuan prasasti Mula Malurung memberikan pandangan lain yang berbeda dengan
versi Pararaton yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel. Kerajaan Tumapel
disebutkan didirikan oleh Rajasa yang dijuluki “Bhatara Siwa”, setelah menaklukkan Kadiri.
Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua, Tumapel dipimpin Anusapati sedangkan Kadiri
dipimpin oleh Bhatara Parameswara (alias Mahesa Wonga Teleng). Parameswara digantikan oleh
Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Kerajaan Kadiri dan Tumapel disatukan kembali oleh
Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin putranya, yaitu
Kertanegara.

B. Kehidupan Politik
Kehidupan politik pada masa Kerajaan Singasari dapat kita lihat dari raja-raja yang
pernah memimipinya. Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel

5
ini. Versi pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu.
Pararaton menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh
Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh
Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang
memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja pertama
Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya
adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah
Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.

Dalam versi Pararaton, perpindahan kekuasaan ditandai dengan pertumpahan darah


berlatar dendam. Ken Arok yang mati dibunuh Anusapati, anak tirinya sendiri. Anusapati
kemudian mati di tangan Tohjaya yang merupakan anak Ken Arok dari salah satu selirnya.
Tohjaya sendiri tidak lepas dari takdir ini karena ia mati akibat pemberontakan dari anak
Anusapati, yaitu Ranggawuni. Perpindahan kekuasaan yang damai baru terjadi ketika
Ranggawuni mengangkat Kertanegara sebagai raja. Versi Nagarakertagama menghilangkan
semua pertumpahan yang terjadi antara raja-raja Singasari. Hal ini bisa dimaklumi mengingat
tujuan dibuatnya Nagarakertagama sebagai kitab pujian bagi Hayam Wuruk dan semua peristiwa
berdarah yang dilakukan oleh leluhur Hayam Wuruk dicap sebagai sebuah aib.

Prasasti Mula Malurung

Perkembangan kerajaan Singasari banyak diwarnai dengan pembunuhan. Hal ini dapat dilihat
dari raja yang memerintah :

1. Ken Arok (1222–1227 M)

6
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang
pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja
pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa)
atau Girindra (Girindrawangsa, yang berarti Dinasti Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini
bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil
mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat
menjadi raja besar) tidak ternoda oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan
oleh Ken Arok. Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun
1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok, yang
merupakan hasil pernikahan Ken Dedes dengan Tunggul Ametung). Ken Arok dimakamkan di
Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.

2. Anusapati (1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati.
Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan
pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa
kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan
Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga
diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta
sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo
menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati.
Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.

Candi Kidal

3. Tohjaya (1248 M)

Dengan meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh Tohjaya. Tohjaya memerintah
Kerajaan Singasari hanya beberapa bulan saja (1248 M), karena putra Anusapati yang bernama
Ranggawuni mengetahui perihal kematian Anusapati. Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa

7
Cempaka menuntut hak atas tahta kerajaan kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim
pasukannya untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah
diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya melarikan diri sebelum
pasukan Tohjaya menangkap mereka. Tahun 1248 timbul pemberontakan yang dilancarkan oleh
Ranggawuni (anak Anusapati) dan Mahisa Cempaka (anak Mahisa Wongateleng atau cucu Ken
Arok dan Ken Dedes). Untuk menyelidiki persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka,
Tohjaya mengirim pasukan di bawah pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya
menyadari bahwa yang berhak atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik
memihak Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Dalam pemberontakan itu, ia berhasil melarikan
diri, namun meninggal di daerah Katang Lumbang akibat luka-luka yang dideritanya.
Selanjutnya Ranggawuni menduduki tahta Kerajaan Singasari.

4. Ranggawuni (1248–1268 M)

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya
Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan
sebagai ratu angabhaya, yaitu pejabat tinggi yang bertugas menanggulangi bahaya yang
mengancam kerajaan dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni membawa
ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Beliau memerintahkan untuk membangun
benteng pertahanan di Canggu Lor. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya
yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya
menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan
didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri
sebagai Siwa. Dialah satu-satunya raja Singasari yang meninggal tidak karena dibunuh. Tidak
lama kemudian, Mahesa Cempaka pun meninggal dunia dan didharmakan di Kumeper serta
Wudi Kucir.

8
Candi Jago

5. Kertanegara (1268-1292 M)

Raja Kertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari Kerajaan
Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaannya. Ia naik
takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam
pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i
halu, dan mahamenteri i sirikan. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada masa pemerintahan
Raja Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan berani.
Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap baik, Raja Kertanegara melangkah ke luar Jawa Timur
untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari.

Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam dan luar
negeri. Dalam rangka mewujudkan stabilitas politik Kerajaan Singasari, Raja Kertanegara
menempuh jalan sebagai berikut.

a.Kebijakan dalam negeri

 Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak.

9
 Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya menciptakan
kerukunan dan politik yang stabil.
b.Kebijakan Luar Negeri

 Menggalang persatuan ‘Nusantara’ dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu ke


Kerajaan Melayu (Jambi). Mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.
 Menggalang kerjasama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan
kerajaan Campa.

Arca Amoghapasa

Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura
(Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan
dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari
Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia
mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya
yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan

10
bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian
besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri)
menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari
arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.

Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana
dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta
pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada
ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju
Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan
Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang.
Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk
ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang.
Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya,
Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca
perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang,
Surabaya.

C. Kehidupan Ekonomi
Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi
keterangan secara jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan
analisis bahwa pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dapat diduga
bahwa rakyat Singasari banyak menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Keberadaan
Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas perdagangan dari wilayah
pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi andalan bagi
pengembangan perekonomian Kerajaan Singasari.

Keadaan itu juga didukung oleh hasil bumi yang melimpah sehingga menyebabkan
Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas
perdagangan. Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan oleh Kertanegara merupakan salah satu bukti
bahwa negara berusaha meningkatkan kehidupan ekonominya dengan menguasai jalur
perdagangan strategis. Kegiatan perdagangannya dilakukan selama lima hari di pasaran yang
berbeda. Pada masa itu perdagangan antarpulau, antarwilayah, bahkan dengan negara lain sudah
terselenggarakan dengan baik. Selain bertani dan berdagang, penduduknya juga melakukan
kegiatan ekonomi dengan menjadi seorang pengrajin.

D. Kehidupan Sosial-Budaya
Masyarakat Singasari terbagi atas kelas atas (keluarga raja dan kaum bangsawan) dan
kelas bawah (rakyat jelata). Ada juga kelompok tetua agama, baik pendeta Hindu maupun
Buddha. Para pejabat biasanya memiliki wilayah yang dapat dikenakan pajak yang sebagian

11
hasilnya dijadikan upeti untuk raja. Selain itu, desa-desa dibangun mengikuti hari raya pasaran
jawa.

Kerajaan Singasari juga memajukan bidang kesenian, dapat dilihat dari


diterjemahkannya kisah Mahabharata yang berasal dari India, ke dalam bahasa Jawa. Peristiwa
tersebut terjadi pada tahun 1200-an. Selain menerjemahkan kitab Mahabharata, Kerajaan
Singasari juga menuliskan hukum-hukum yang berlaku dalam kerajaan Singasari ke dalam
sebuah buku.

Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun. Ketika
Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya.
Banyak daerah-daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada pemerintahan Anusapati,
kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian karena ia larut dalam kegemarannya
menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi.
Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Upaya yang
ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.

Politik Dalam Negeri :

 Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata digantikan


oleh Aragani, dll.
 Mengangkat pegawai tinggi dari kalangan rakyat biasa.
 Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra Jayakatwang
(Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya.
 Memperkuat angkatan perang.
 Raja Kertanegara membangun dan memperkuat angkatan perang, baik angkatan darat
maupun laut untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam negeri, serta untuk
mewujudkan persatuan Nusantara.

Politik Luar Negeri :

 Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta melemahkan


posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
 Menguasai Bali.
 Menguasai Jawa Barat.
 Menguasai Malaka dan Kalimantan.
 Membentuk garis Pahang-Tanjung Pura
 Menjalin hubungan dengan Kerajaan Campa
Berdasarkan segi budaya, ditemukan candi-candi dan patung-patung diantaranya candi Kidal,
candi Jago, dan candi Singasari. Sedangkan patung-patung yang ditemukan adalah patung Ken
Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambang kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam
wujud patung Joko Dolog, dan patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan Kertanegara
(kedua patung kertanegara baik patung Joko Dolog maupun Amoghapasa menyatakan bahwa
Kertanegara menganut agama Buddha beraliran Tantrayana).

12
E. Kehidupan Agama
Pada masa pemerintahan Kertanegara, agama Hindu maupun Buddha berkembang
dengan baik. Bahkan terjadi sinkretisme antara agama Hindu dan Buddha, menjadi bentuk
Syiwa-Buddha. Sebagai contoh, berkembangnya aliran Tantrayana. Kertanegara sendiri penganut
aliran Tantrayana.Pemimpinnya diberi jabatan Dharma Dyaksa (kepala agama Buddha). Di
samping itu, ada pendeta Maha Brahmana yang mendampingi raja dengan pangkat
Sangkhadharma.

Dalam bidang agama, Kertanegara memperkenalkan penyatuan agama Hindu aliran


Syiwa dengan agama Buddha aliran Tantrayana. Oleh karena itu dalam Pararaton, Kertanegara
sering juga disebut Bhatara Siwa Buda.

Menurut Negarakertagama, Kertanegara telah menguasai semua ajaran agama Hindu


dan Buddha. Itu sebabnya Kertanegara dikisahkan pada naskah-naskah kidung sebagai seorang
yang bebas dari segala dosa. Bahkan, salah satu ritual agamanya adalah berpesta minuman keras.

Nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat Singasari, yaitu sebagai berikut :

• Nilai Ketuhanan : Memeluk agama Buddha.

• Nilai kemanusiaan : Terbuka dengan kebudayaan asing yang masuk

• Nilai persatuan : Ingin mempersatukan Nusantara

• Nilai Kerakyatan : Rakyat hidup makmur

• Nilai Keadilan : Tidak membeda-bedakan kedudukan.

F. Masa Kejayaan Kerajaan Singasari


Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 –
1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia
mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan
dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan
Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah
ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai
tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui
kedaulatan Mongol. Namun permintaannya itu ditolak secara tegas oleh
Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di
luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali,Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
Kertanegara berhasil melakukan konsolidasi dengan jalan menempatkan pejabat yang
memiliki kemampuan sesuai dengan bidang tugasnya. Raja tidak segan-segan untuk mengganti
pejabat yang dipandang kurang berkualitas. Selain itu, raja juga melakukan persahabatan dengan
kerajaan-kerajaan besar, salah satunya dengan Kerajaan Campa. Berkat politik pemerintahan

13
yang dijalankan Kertanegara, Singasari berkembang menjadi salah satu kerajaan terkuat di
Nusantara, baik di bidang perdagangan maupun militer.

Faktor pendorong kebesaran Singasari :

• Angkatan perang yang kuat

• Mengadakan politik luar negeri

• Mengajak kerja sama lawan politiknya

• Wilayahnya subur

G. Keruntuhan

Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir Singhasari.

Kerajaan Singasari mengalami keruntuhan oleh dua sebab utama, yaitu tekanan luar negeri dan
pemberontakan dalam negeri. Tekanan asing datang dari Khubilai Khan dan Dinasti Yuan di
Cina. Khubilai Khan menghendaki Singasari untuk menjadi taklukan Cina. Sebagai orang yang
mengambil gelar sebagai maharajadiraja, tentu Kertanegara menolaknya. Penolakan itu
disampaikan dengan cara menghina utusan Khubilai Khan yang bernama Meng-chi. Sejak itu
konsentrasi Kertanegara terfokus pada usaha memperkuat pertahanan lautnya. Di tengah usaha
menghadapi serangan dari Kekaisaran Mongol, tiba-tiba penguasa daerah Kediri yang bernama
Jayakatwang melakukan pemberontakan. Kediri sebagai wilayah kekuasaan terakhir Wangsa
Isana, memang berpotensi untuk melakukan pemberontakan. Sebetulnya Kertanegara telah
memperhitungkannya, sehingga mengambil menantu Ardharaja, anak Jayakatwang. Akan tetapi
langkah Kertanegara ternyata tidak efektif. Pada tahun 1292 Jayakatwang menyerbu ibukota dan
berhasil membunuh Kertanegara serta menguasai istana sehingga runtuhlan Kerajaan Singasari.

H. Hubungan dengan Kerajaan Majapahit


Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya cucu
Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria
Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi
hak mendirikan desa Majapahit.

14
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan
Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kerajaan Kadiri.
Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar
dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan
Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan
oleh Ken Arok.

I. Peninggalan Sejarah
Peninggalan kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain berupa prasasti, candi, dan patung, yakni
sebagai berikut :

1. Candi Singosari

Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak pada lembah di
antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan penyebutannya pada Kitab
Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada yang bertanggal 1351 M di halaman komplek candi,
candi ini merupakan tempat “pendharmaan” bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang
mangkat(meninggal) pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-gelang yang
dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.

2. Candi Jago

15
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini cukup unik, karena
bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir.
Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan
bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.

3. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur. Dengan jarak
sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dan
digunakan oleh umat Buddha pada masa itu. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah
karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi
nama Candi Rawan.

4. Arca Dwarapala
16
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut penjaga situs sejarah ini,
arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak
ditemukan secara pasti dimanan letak kotaraja Singhasari.

5. Prasasti Manjusri

Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri,
bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan di Museum
Nasional Jakarta.

6. Prasasti Mula Malurung

17
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa
Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga
yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya
Wisnuwardhana raja Singhasari.

Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda.
Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur.
Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak,
tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di
Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

7. Prasasti Singosari

Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten Malang,
Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan Aksara Jawa.

Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang
dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan
tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua
mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya.

8. Candi Jawi

18
Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan – Kecamatan Prigen dan
Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan
Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja
terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi
Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat
peribadatan Raja Kertanegara.

9. Prasasti Wurare

Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya
di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis
dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut

19
sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang
dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung). Sedangkan tulisan
prasastinya ditulis melingkar pada bagian bawahnya.

10. Candi Kidal

Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai
bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah
selama 20 tahun (1227 – 1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian
dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
Candi Kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita mitologi Hindu yang berisi pesan moral
mengenai pembebasan dari perbudakan.

11. Arca Prajnaparamita

20
Arca perwujudan Bodhisattwadewi (bodhisattwa wanita) Prajnaparamita yang paling terkenal
adalah arca Prajnaparamita dari Jawa kuno. Arca ini diperkirakan berasal dari abad ke-13 Masehi
pada era kerajaan Singhasari. Arca ini ditemukan di reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi
Singhasari, Malang, Jawa Timur. Menurut kepercayaan setempat, arca ini adalah
perwujudan Ken Dedes ratu pertama Singhasari, mungkin sebagai arca perwujudan anumerta dia.
Akan tetapi terdapat pendapat lain yang mengaitkan arca ini sebagai perwujudan Gayatri, istri
Kertarajasa raja pertama Majapahit. Arca ini pertama kali diketahui keberadaannya pada tahun
1818 atau 1819 oleh D. Monnereau, seorang aparat Hindia Belanda. Pada tahun 1820 Monnereau
memberikan arca ini kepada C.G.C. Reinwardt, yang kemudian memboyongnya ke Belanda dan
akhirnya arca ini menjadi koleksi Rijksmuseum voor Volkenkunde di kota Leiden. Pada Januari
1978 Rijksmuseum voor Volkenkunde (Museum Nasional untuk Etnologi) mengembalikan arca
ini kepada Indonesia, dan ditempatkan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta hingga kini. Kini
arca yang luar biasa halus dan indah ini ditempatkan di lantai 2 Gedung Arca, Museum Nasional,
Jakarta.
Arca Prajnaparamita ini adalah salah satu mahakarya terbaik seni klasik Hindu-Buddha
Indonesia, khususnya seni patung Jawa kuno. Arca dewi kebijaksanaan transendental dengan raut
wajah yang tenang memancarkan keteduhan, kedamaian, dan kebijaksanaan; dikontraskan
dengan pakaiannya yang raya mengenakan Jatamakuta gelung rambut dan perhiasan ukiran yang
luar biasa halus. Dewi ini tengah dalam posisi teratai sempurna duduk bersila diatas padmasana
(tempat duduk teratai), dewi ini tengah bermeditasi dengan tangan melakukan dharmachakra-
mudra (mudra pemutaran roda dharma). Lengan kirinya mengempit sebatang utpala (bunga
teratai biru) yang diatasnya terdapat keropak naskah Prajnaparamita-sutra dari daun lontar. Arca
ini bersandar pada stella (sandaran arca) berukir, dan di belakang kepalanya terdapat halo atau
aura lingkar cahaya yang melambangkan dewa-dewi atau orang suci yang telah mencapai tingkat
kebijaksanaan tertinggi.
12. Patung Joko Dolog

21
Patung Joko Dolog, terletak di taman Apsari, Surabaya. Menurut legenda, patung ini dibuat pada
1211 Saka atau 1289 M di makam Wurarare [Lemahtulia], yang merupakan rumah Mpu
Bharadah di desa Kedungwulan, dekat kota Nganjuk, Jawa Timur.

Patung ini dibuat untuk menghormati Putra Kertanegara, yaitu Wisnu Wardhana sebagai raja
Singosari pada saat itu. Dia terkenal karena kebijaksanaannya, pengetahuan luas di bidang
hukum dan ketaatan kepada agama Buddha dan cita-cita yang ingin mempersatukan bangsa
Indonesia.

Menurut Bupati Surabaya, Patung Joko Dolog ditemukan di kandang gajah. Pada 1827 pada era
pemerintah Hindia Belanda, yang berada di bawah Residen De Salls, memindahkan patung itu ke
Surabaya dan ditempatkan di taman Apsari. Patung ini sering dikunjungi oleh beberapa orang
yang ingin menghormati nilai sejarah yang ada.

Selain berupa candi, prasasti, dan patung, peninggalan Kerajaan Singasari terdiri pula
atas beberapa kitab atau karya sastra. Sumber sejarah ini meliputi :

a. Kitab Pararaton
Kitab ini berisi cerita mitos daririwayat Ken Arok yang penuh keajaiban hingga riwayat raja-raja
Singasari.
b. Kitab Negarakertagama

22
Kitab ini merupakan karya Mpu Prapanca (1365) yang berisi perkembangan kehidupan kerajaan
Majapahit dan memuat pula raja yang berkuasa di Singasari.
c. Kidung Harsawijaya
Kidung ini menyebutkan raja Jayakatwang sebagai samantharaja (raja bawahan) yang patuh
kepada Kertanegara. Namun dalam perkembangannya, Jayakatwang pada akhirnya menyerang
kedudukan Kertanegara.
d. Catatan dari Dinasti Yuan di Tiongkok tentang pengiriman utusan ke Singasari pada tahun
1280 M, 1281 M, dan 1289 M agar Raja Singasari mengakui kekuasaan Kubhilai Khan.

23
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
 Kerajaan Singasari terletak di Singasari, Kabupaten Malang.
 Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222.
 Secara singkatnya, Kerajaan Singasari berdiri setelah Ken Arok berhasil
mengalahkan Raja Kertajaya dari Kediri dalam peperangan di dekat Desa Ganter.
 Keadaan politik Singasari dapat dilihat dari raja-raja yang memerintah, yaitu Ken
Arok, Anusapati, Tohjaya, Ranggawuni, dan Kertanegara.
 Perekonomian Singasari yaitu pertanian, perdagangan, dan kerajinan.
 Secara stratifikasi sosial, kehidupan sosial masyarakat terbagi menjadi 2 kelas,
yaitu masyarakat kelas atas (terdiri dari kaum bangsawan) dan masyarakat kelas
bawah. Para pejabat biasanya memiliki wilayah yang dapat dikenakan pajak yang
sebagian hasilnya dijadikan upeti untuk raja dan dibangunnya desa-desa
mengikuti hari raya pasaran jawa. Secara garis besar, kehidupan masyarakat
Singasari mengalami pasang-surut.
 Kehidupan keagamaan di Singasari berjalan dengan cukup baik, bahkan pada
masa pemerintahan Raja Kertanegara terjadi sinkretisme antara agama Hindu dan
Buddha menjadi agama Syiwa-Buddha.
 Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan raja
terakhir Singasari, yaitu Raja Kertanegara.
 Saat mencapai puncak kejayaannya, Raja Kertanegara mengadakan ekspedisi
Pamalayu untuk menguasai perdagangan. Bahkan Singasari sanggup menguasai
Melayu, Bali , Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
 Kerajaan Singasari runtuh disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu karena adanya
tekanan dari Kekaisaran China, yaitu dari Kubilai Khan dan adanya
pemberontakan yang dilakukan oleh Jayakatwang pada tahun 1292 M.
 Hubungan Kerajaan Singasari sangat erat dengan Kerajaan Majapahit karena cucu
dari Narasinghamurti, yaitu Raden Wijaya adalah pendiri dari Kerajaan
Majapahit. Dapat dikatakan bahwa Kerajaan Singasari merupakan “leluhur” dari
Kerajaan Majapahit.
 Peninggalan kerajaan Majapahit terdiri dari candi, arca, dan prasasti, yaitu Candi
Singasari, Candi Jago, Candi Sumberawan, Arca Dwarapala, Prasasti Manjusri,
Prasasti Mula Malurung, Prasasti Singosari, Candi Jawi, Prasasti Wurare, Candi
Kidal, Arca Prajnaparamitha, dan Patung Joko Dolog. Selain itu ada pula Kitab
Pararaton, Kitab Negarakertagama, Kidung Harsawijaya, dan Berita Cina dari
Dinasti Yuan yang digunakan sebagai sumber sejarah untuk mengetahui
kehidupan masyarakat Singasari.

24
2. Saran

Sebagai generasi muda yang baik, hendaknya tidak melupakan sejarah. Karena dari
sejarah inilah, kita dapat membangun masa depan bangsa yang lebih baik lagi nantinya. Selain
itu, dari Kerajaan Singasari kita dapat mengambil pelajaran bahwa wawasan Nusantara (dalam
hal ini mengenai Persatuan Indonesia) sangatlah penting untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Karena jika kita bersatu, Negara Indonesia pasti akan tumbuh menjadi negara yang
makmur. Jikalau kita hanya fokus pada kepentingan pribadi, negara ini akan pincang dan bahkan
dapat diduduki oleh bangsa asing. Oleh karena itu, terapkanlah nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.

25
3. Lampiran
“Sejarah Kerajaan Singasari Menurut Kitab Pararaton”

Singasari adalah nama dari sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Gunung Kawi di hulu
sungai Brantas. Saat ini daerah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Malang di
Propinsi Jawa Timur Indonesia. Pada abad ke-13, Singasari hanya merupakan sebuah desa kecil
yang tidak berarti. Keadaan ini lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang
pemuda bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berhasil merebut daerah tersebut dari
wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri yang saat itu diperintah oleh Raja Kertajaya pada tahun 1222
Masehi. Sejak saat itu ia mendirikan kerajaan yang berpusat di desa Kutaraja serta mengambil
nama gelar kebangsawanan sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Baru kemudian pada tahun
1254 Masehi, wilayah tersebut diganti nama dengan nama Singasari oleh cucunya yang bergelar
Jaya Wisnuwardhana. Singasari menjadi kota kerajaan yang menguasai wilayah Jawa bagian
Timur dari tahun 1222 sampai 1292 Masehi.

Kerajaan Singasari memiliki keterkaitan dengan kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Nararya
Sanggramawijaya pada tahun 1293 Masehi. Sanggramawijaya atau yang lebih dikenal oleh
masyarakat sebagai Raden Wijaya adalah cucu dari Narasingamurti dan menantu dari Raja
Kertanegara. Kertanegara adalah raja Singasari terakhir yang meninggal terbunuh dalam
peperangan melawan tentara pemberontak yang mengatas namakan Kerajaan Kediri di bawah
pimpinan Jayakatwang. Raden Wijaya secara resmi menjadi raja Majapahit setelah berhasil
mengalahkan tentara Jayakatwang yang telah merebut Singasari. Raden Wijaya melakukannya
dengan bantuan tentara Tartar dari China yang awalnya datang ke Jawa untuk tujuan

26
menaklukkan Singasari yang ternyata sudah terlebih dahulu diruntuhkan oleh Jayakatwang.

Kisah tentang kerajaan Singasari, pertama kali disiarkan dalam karya J.L.A. Brandes, Pararaton
of het boek der konigen van Tumapel en van Majapahit uitgegeven en toegelicht, di tahun 1896.
Dalam karya tersebut J.L.A. Brandes membahas tentang kisah pendiri Singasari sebagaimana
tertulis di dalam Serat Pararaton atau yang juga disebut sebagai Katuturanira Ken Arok. Dimulai
dengan cerita tentang Ken Arok yang kemudian menjadi pendiri kerajaan Tumapel dan
mengambil nama abhiseka Rajasa Sang Amurwabhumi setelah mengalahkan Raja Kertajaya dari
Kediri. Sejak saat itu, cerita Ken Arok mulai dikenal di lingkungan kesejarahan Indonesia.

Pararaton adalah manuskrip jawa kuno yang ditulis dalam bentuk dongeng yang berbeda dengan
bentuk tulisan sejarah. Oleh karena itu beberapa ahli sejarah menolak kebenaran naskah tersebut.
Namun, perlu diperhatikan bahwa cerita itu tidak diperuntukkan bagi para ahli sejarah,
melainkan bagi masyarakat Jawa Kuno yang pada saat itu banyak mendapat pengaruh dari
kepercayaan Hindu. Maka dengan sendirinya, manuskrip tersebut dikisahkan sesuai dengan alam
pikiran masyarakat yang membacanya. Ajaran hinduisme, meliputi diantaranya dewa-dewa,
titisan, karma dan yoga. Ajaran itu mempengaruhi alam pikiran masyarakat Jawa dan
kesusasteraannya. Pararaton adalah hasil sastra dari zaman itu, maka dengan sendirinya sastra
Pararaton juga bersudut pandang ajaran Hinduisme.
Berikut ini adalah ringkasan cerita tentang Ken Arok sebagaimana tertulis di dalam naskah
Pararaton.

Bhatara Brahma berjinak-jinak dengan Ken Ndok di lading Lalateng, kemudian berpesan agar
Ken Ndok jangan lagi berkumpul dengan suaminya. Larangan Dewa Brahma itu mengakibatkan
perceraian dengan suaminya Ken Ndok, Gajah Para. Ken Ndok pulang ke Desa Pangkur,

27
diseberang utara sungai; Gajah Para kembali ke Desa Campara, di seberang selatan. Lima hari
kemudian, Gajah Para meninggal, konon karena ia melanggar larangan Dewa Brahma dan karena
anak yang masih di dalam kandungan. Setelah sampai bulannya, Ken Ndok melahirkan bayi laki-
laki, yang segera dibuang di kuburan akibat menanggung malu. Pada malam harinya, seorang
pencuri bernama Lembong tercengang melihat sinar berpancaran di kuburan tersebut. Saat sinar
itu didekatinya nampaklah seorang bayi sedang menangis. Karena kasihan maka bayi tersebut
dibawanya pulang. Segera tersiar kabar bahwa Lembong mempunyai anak pungut berasal dari
kuburan. Mendengar kabar itu, Ken Ndok datang mengunjungi Lembong dan mengaku bayi itu
anaknya, lahir dari kekuasaan Bhatara Brahma. Anak itu diberi nama Ken Arok.

Ken Arok tinggal di desa Pangkur sampai dapat menggembalakan kerbau, namun ia suka berjudi.
Harta kekayaan Ayah pungutnya habis diperjudikan. Ketika ia disuruh menggembalakan kerbau
kepala desa Lebak, kerbau itupun diperjudikannya juga. Akibatnya ayah pungutnya harus
membayar uang ganti rugi. Karena kesal, Ken Arok pun diusir dari rumah. Ditengah jalan ia
bertemu dengan Bango Samparan, penjudi dari Desa Karuman. Ken Arok dibawa ke tempat
perjudian. Pada waktu itu Bango Samparan menang; menurut anggapannya berkat kehadiran Ken
Arok. Oleh karena itu Ken Arok diajaknya pulang dan dijadikan anak pungut istri tua Bango
Samparan yang kebetulan mandul. Di Karuman, Ken Arok merasa kesepian, karena ia tidak
dapat bergaul dengan anak-anak Tirtaja, istri muda Bango Samparan. Kemudian ia pergi dan
bertemu dengan Tita, anak Sahaja, kepala desa Siganggeng dan belajar bersama pada seorang
guru bernama Janggan. Di rumah Janggan, ia menunjukkan kenakalannya. Buah jambu milik
Janggan yang masih mentah diambil dan diruntuhkan. Melihat perbuatan itu, Janggan marah.
Ken Arok tidak berani masuk rumah, lalu tidur di luar di atas timbunan jerami kering. Ketika
Janggan keluar di malam hari, ia terkejut melihat sinar berpancaran dari timbunan jerami. Ketika
didekatinya, ternyata sinar itu berasal dari Ken Arok. Sejak saat itu Janggan sangat menyayangi
Ken Arok.

Ken Arok dan Tita tinggal di sebuah pondok di sebelah timur Siganggeng untuk menghadang
para pedagang yang lewat, namun kenakalannya tidak sampai disitu saja. Ia berani pula
merampok dan merogol gadis penyadap di Desa Kapundungan. Ken Arok menjadi perusuh yang
mengganggu keamanan wilayah Tumapel dan menjadi buruan Akuwu (Penguasa daerah). Ken
Arok lari dari satu tempat ke tempat lain. Tiap tempat yang didatanginya menjadi tidak aman,
namun ia selalu dapat lolos dari bahaya berkat perlindungan Bhatara Brahma.

Ketika Ken Arok berguru kepada Mpu Palot di Turnyatapada, ia diutus untuk mengambil emas
pada kepala desa Kabalon. Orang-orang Kabalon tidak percaya bahwa ia adalah utusan Mpu
Palot. Karena marah, salah seorang diantara mereka ditikamnya, lalu ia lari ke rumah kepala
desa. Segenap penduduk Desa Kabalon mengejarnya, masing-masing bersenjatakan golok atau
palu. Sekonyong-konyong terdengar suara dari langit yang berkata: “Jangan kau bunuh orang itu.
Ia adalah puteraku. Belum selesai tugasnya di dunia!”. Mendengar suara itu para pengejarnya

28
berhenti, lalu bubar.

Sementara itu, diketahui oleh orang-orang Daha (Kediri) bahwa Ken Arok bersembunyi di
Turnyatapada. Dalam kejaran orang-orang Daha, Ken Arok lari ke Desa Tugaran, dari Tugaran
ke Gunung Pustaka dan dari situ mengungsi ke Desa Limbahan; dari Desa Limbahan ke Desa
Rabut, akhirnya sampai Panitikan. Atas nasihat seorang nenek ia bersembunyi di Gunung Lejar.
Dalam persembunyiannya di Gunung Lejar, ia mendengar keputusan para Dewa bahwa ia telah
ditakdirkan menjadi raja yang akan menguasai Pulau Jawa.

Brahmana Lohgawe datang dari India ke Pulau Jawa menumpang di atas tiga helai daun
kakatang, diutus oleh Bhatara Brahma untuk mencari orang yang bernama Ken Arok. Ciri-
cirinya: tanganya panjang melebihi lutut; rajah telapak tangan kanannya ialah cakra, rajah telapak
tangan kirinya bertanda cangkang kerang. Kata Bhatara Brahma, ia adalah titisan Dewa Wisnu di
suatu candi. Dengan jelas diberitahukan kepadanya, Dewa Wisnu tidak ada lagi di candi
pemujaan, karena telah menitis pada orang yang bernama Ken Arok di Pulau Jawa. Ia
diperintahkan mencarinya di perjudian. Oleh karena itu, sesampainya Brahmana Lohgawe di
Pulau Jawa, ia segera menuju Desa Taloka bertemu dengan Ken Arok.

Ken Arok dibawanya menghadap Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah
mendengar uraian pendeta Lohgawe bahwa ia baru saja dating dari Jambudwipa dan maksud
kedatangannya ialah untuk menitipkan anak angkatnya, Ken Arok diterima oleh Tunggul
Ametung sebagai pembantu.

Istri Tunggul Ametung sangat cantik bernama Ken Dedes, anak tunggal seorang pendeta Budha
di Panawijen bernama Mpu Purwa. Konon ketika Tunggul Ametung datang di Panawijen untuk
meminang Ken Dedes, kebetulan Mpu Purwa sedang bertapa di tegal. Karena tidak dapat
menahan nafsunya, Ken Dedes dilarikan ke Tumapel dan dikawininya. Ketika Mpu Purwa
pulang dari pertapaan, mendapatkan rumahnya kosong, lalu menjatuhkan kutuk: “Semoga yang

29
melarikan anak saya tidak akan selamat hidupnya; semoga ia mati kena tikaman keris. Semoga
sumur dan sumber air di Panawijen semuanya kering sebagai hukuman kepada para
penduduknya, karena mereka itu segan memberitahukan penculikan anak saya. Semoga anak
saya yang sudah mendapat wejangan karma amamadangi tetap selamat dan mendapat
bahagia!”.

Ketika Ken Arok datang di Tumapel, Ken Dedes telah hamil. Bersama suaminya, ia naik kereta
berpesiar ke taman Baboji. Pada waktu Ken Dedes turun dari kereta, tersingkap kain dari betis
sampai pahanya. Ken Arok terpesona melihatnya karena rahasia Ken Dedes berpancaran sinar.
Sepulangnya dari taman, peristiwa itu diceritakan oleh Ken Arok kepada pendeta Lohgawe.
Jawab Lohgawe: “Wanita yang rahasianya menyala, adalah wanita nareswari. Betapapun
nestapanya lelaki yang menikahinya, ia akan menjadi raja besar.” Mendengar ujaran itu, Ken
Arok terdiam. Timbul niatnya untuk membunuh Tunggul Ametung, namun Lohgawe tidak
setuju.

Ken Arok meminta izin untuk mengunjungi ayah angkatnya Bango Samparan di Desa Karuman.
Sesampainya disana, ia menceritakan pengalamannya di taman Baboji kepada Bango Samparan
dan menegaskan niatnya untuk membunuh Tunggul Ametung serta kemudian mengawini Ken
Dedes. Bango Samparan memberi nasihat agar Ken Arok sebelum melaksanakan niatnya supaya
pergi dulu ke Lulumbang menemui pandai keris bernama Mpu Gandring, ia adalah kawan karib
Bango Samparan. Konon barang siapa kena tikam keris buatannya pasti mati. Nasihatnya, supaya
Ken Arok memesan keris kepadanya. Hanya setelah keris pesanan itu selesai ia baru boleh
melaksanakan niatnya. Ken Arok berangkat ke Lulumbang dan memesan keris kepada Mpu
Gandring. Dalam waktu lima bulan, keris itu supaya sudah selesai. Namun jawab Mpu Gandring,
supaya ia diberi waktu setahun agar matang pembuatannya. Ken Arok tetap pada permintaannya,
lalu ia pergi. Lima bulan kemudian, Ken Arok kembali ke Lulumbang untuk mengambil keris
pesanannya, namun keris itu sedang digerinda. Karena marahnya, keris itu direbut dan
ditikamkan pada Mpu Gandring, kemudian dilemparkan ke lumpang pembebekan gerinda.
Lumpang pun pecah terbelah. Dilemparkan lagi ke landasan, namun landasan pun pecah
berantakan. Ken Arok yakin bahwa keris itu benar-benar ampuh. Sementara itu, Mpu Gandring
yang sedang berlelaku, mengumpat: “Hei Arok! Kamu dan anak cucumu sampai tujuh keturunan
akan mati karena keris itu juga!” setelah menjatuhkan umpat itu, ia pun mati. Pikir Ken Arok:
“Kalau kelak saya benar jadi orang besar, anak cucu Gandring akan mendapat balas jasa,” lalu,
Ken Arok pun pulang tergesa-gesa ke Tumapel.

Di Tumapel, Ken Arok memiliki seorang sahabat karib bernama Kebo Hijo. Kebo Hijo sangat
dipercaya oleh Tunggul Ametung, tetapi wataknya suka pamer. Ketika ia melihat keris Ken Arok
yang berukiran kayu cangkring, ia meminta Ken Arok untuk meminjamkan kepadanya. Memang
itulah maksud Ken Arok, keris kemudian dipinjamkan lalu dipamer-pamerkan Kebo Hijo kepada
orang banyak, sehingga segenap orang Tumapel tahu bahwa Kebo Hijo mempunyai keris baru.

30
Ken Arok menduga bahwa saat yang dinanti-nantikannya telah tiba. Keris diambil oleh Ken
Arok tanpa sepengetahuan Kebo Hijo. Pada malam hari waktu telah sepi, Ken Arok masuk ke
rumah Tunggul Ametung, ia langsung menuju tempat tidur Tunggu Ametung yang sedang tidur
nyenyak, segera ditikamnya dengan keris Gandring. Baru keesokan harinya diketahui bahwa
Tunggul Ametung telah mati ditusuk dengan keris milik Kebo Hijo yang masih tertancap di
dadanya. Dengan serta merta, Kebo Hijo disergap oleh sanak saudara Tunggul Ametung,
dikeroyok dan ditusuki dengan keris Gandring. Anaknya Kebo Randi menangisi kematian
ayahnya. Melihat peristiwa itu, iba hati Ken Arok dan berjanji akan mengambilnya sebagai
pekatik (abdi).

Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menjadi akuwu di Tumapel dan mengawini Ken
Dedes. Di antara warga Tumapel, tidak ada seorangpun yang berani menentang. Pada waktu itu
Tumapel adalah daerah bawahan Daha (Kediri), yang diperintah oleh Raja Kertajaya. Konon
Raja Kertajaya juga disebut sebagai Dandang Gendis. Ia sedang berselisih dengan para pendeta
Siwa-Budha, karena keinginannya untuk disembah sebagai Dewa. Keinginan itu ditolak, karena
belum pernah terjadi pendeta menyembah raja. Untuk memperlihatkan kemampuannya,
Kertajaya menancapkan tombaknya di tanah dan duduk diatas ujungnya. Namun, para pendeta
tetap pada pendiriannya. Beberapa pendeta meninggalkan Daha dan pergi mencari perlindungan
di Tumapel. Hal ini menambah jumlah pengikut Ken Arok yang sudah agak besar. Keturunan
dan kerabat yang pernah berbuat baik kepada Ken Arok dipanggil ke Tumapel untuk menerima
balas jasa dan diminta untuk menetap disana. Oleh para pengikutnya, Ken Arok diangkat sebagai
raja dan mengambil nama abhiseka sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Sejak saat itu, Ken
Arok tidak lagi menghadap Raja Kertajaya di Daha. Hal itu menimbulkan rasa curiga pada
Kertajaya. Ken Arok diduga akan memberontak. Kertajaya bersumbar bahwa Daha tidak akan
dapat ditundukkan oleh siapa pun, kecuali oleh Bhatara Guru (Dewa Siwa). Mendengar sesumbar
itu, Ken Arok memanggil para pendeta dan rakyatnya untuk menyaksikan bahwa ia mengambil
nama sebagai Bhatara Guru dan memerintahkan tentara Tumapel untuk bergerak menyerbu
Daha. Pertempuran sengit antara tentara Tumapel dan Daha berkobar di sebelah utara Desa
Ganter. Dalam pertempuran itu, Mahisa Walungan dan Gubar Baleman, hulubalang Daha, tewas.
Sehingga bala tentara Daha terpukul mundur dan lari mencari perlindungan. Raja Kertajaya pun
melarikan diri mencari perlindungan di dalam candi. Daha pun jauh dalam kekuasaan Tumapel,
yaitu pada tahun 1222 Masehi.

Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok memperoleh tiga orang putera dan seorang
puteri, yaitu Mahisa Wunga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya dan Dewi Rimbu. Dan perkawinan
keduanya dengan Ken Umang, Ken Arok juga mempunyai tiga putera dan seorang puteri yaitu
Panji Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wregola dan Dewi Rambi. Putera sulung Ken Dedes
keturunan Tunggul Ametung bernama Anusapati.

Bertahun-tahun lamanya kisah pembunuhan Tunggul Ametung dirahasiakan oleh Ken Dedes

31
terhadap Anusapati. Namun, ketika Anusapati telah remaja dan ia merasa diperlakukan lain
daripada saudara-saudaranya oleh Sang Amurwabhumi, muncullah rasa curiga di dalam hati
Anusapati. Atas desakan pengasuhnya, Anusapati bertanya kepada Ken Dedes, mengapa Sang
Amurwabhumi bersikap demikian. Jawab Ken Dedes, “Jika engkau ingin tahu, ayahmu yang
sebenarnya ialah mendiang Tunggul Ametung. Ayahmu telah mati, ketika engkau masih di
dalam kandungan. Pada waktu itu aku dikawini oleh Sang Amurwabhumi.” Anusapati bertanya
lagi, “Apa sebabnya ayah meninggal?” Jawab Ken Dedes, “Dibunuh oleh Sang Amurwabhumi”.
Pada saat itu Ken Dedes terdiam, merasa telah membocorkan rahasia. Anusapati bertanya
lagi:”Ibunda, bolehkan saya melihat keris Gandring pusaka Sang Amurwabhumi?” Keris pun
diperlihatkan Ken Dedes kepada Anusapati.

Anusapati mempunyai seorang pengalasan berasal dari Desa Batil. Pengalasan itu segera
dipanggil dan diberi perintah untuk membunuh Sang Amurwabhumi dengan keris Gandring.
Tanpa membantah, pengalasan itu pun pergi untuk membunuh Ken Arok. Dengan serta merta,
Sang Amurwabhumi yang sedang bersantap ditikam dari belakang, mati seketika itu juga. Ketika
itu hari Kamis Pon, wuku Landep, waktu senja matahari baru saja tenggelam, tahun Saka 1169
(1297 Masehi). Setelah menikam, pengalasan itu pun lari untuk member laporan kepada
Anusapati. Anusapati kemudian memberinya hadiah imbalan. Katanya:”Telah mati terbunuh,
oleh hamba, ayah paduka!” Dengan serta merta pula, pengalasan itu dihabisi hidupnya oleh
Anusapati. Karenanya tersiar kabar: “Sang Prabu mati kena amuk orang dari Desa Batil.
Anusapati telah membalaskan dendam dengan membunuh pengalasan itu:. Rajasa Sang
Amurwabhumi pun dicandikan di Kagenengan.

“Isi singkat Kitab Negarakertagama”


Singkatan isinya

1. Dalam pupuh I Prapanca memuji keagungan raja Sri Rajasanagara, memandang baginda
sebagai titisan Siwa-Budha untuk menenteramkan kerajaan. Sang puyangga mengadakan
indentifikasi antara Siwa dan Budha, peristiwa sinkretisme dalam agama. Baik Budha maupun
Siwa pada dasarnya mewakili angkasa yang juga disebut sunya yakni kosong.

2. Pupuh II sampai VI mengisahkan hubungan kekerabatan baginda. Prapanca memuji


kecakapan nenek perempuan baginda yang berjuluk Rajapatni, yakni puteri Gayatri, puteri
bungsu Sri Kertanagara dari Singasari. Beliau bertindak sebagai penasehat utama dalam
pemerintahan.

3. Pupuh VII mulai dengan pujian muluk terhadap baginda Sri Rajasanagara. Semua orang
tunduk kepada kuasa Sri Nata. Sri Rajasanagara dikiaskan sebagai titisan berbagai dewa. Beliau

32
mengusap duka si murba sebagai dewa Indra yang menurunkan hujan di atas bumi. Sang raja
menyaga negara seperti Pretiwi, meresap ke semua tempat laksana hawa, sedangkan rupa beliau
laksana bulan. Seolah-olah dewa Kama menjelma di dalam pura; para puteri dan permaisuri
terlalu cantik bagaikan sibiran dahi dewi Ratih. Permaisuni Indudewi cantik jelita seindah dewi
Susumna, tidak ada taranya. Puteri Kusumawardhani, lengkung lanpai, sangat jelita, berpasangan
dengan Sri Wikramawardhana bagarkan dewa dan dewi; resap dipandang mata.

4. Pupuh VIII sampai XII menguraikan seluk-beluk istana Majapahit dari keindahannya
sampai para pungawa dan pegawai kerajaan. Secara terperinci sang puyangga menyajikan
uraiannya tentang Istana Majapahit.

5. Pupuh XIII - XIV menyinggung luasnya wiayah kerajaan Majapahit di Jawa dan di
nusantara yakni pulau di luar jawa. Dalam pupuh tersebut tercantum nama-nama daerah dan
pulau yang tunduk kepada Majapahit. Pupuh XV menyebut negara-negara asing yang
mempunyai hubungan persahabatan dengan Majapahit, di antaranya Siam, Darmanagara,
Singanagari, Campa dan Kamboja.

6. Pupuh XVII - LX menguraikan perjalanan keliling rombongan Dyah Hayam Wuruk dari
Majapahit ke Lumyang, pada hakikatnya merupakan inti isi Negarakretagama. Dharmadhyaksa
kasogatan yang mongambil nama samaran Prapanca, ikut serta dalam rombongan tersebut.
Dalam perjaranan itu a mendapat kesempatan cukup untuk mengunjungi desa-desa penting dan
menyaksikan sendiri keadaan wilayah Majaphit di Jawa Timur pada tahur 1359.

7. Pupuh LXI — LXII menguraikan perjalanan Baginda pada tahun 1361 ke desa Simping
untuk memperbaiki candi makam, karena menaranya rusak. Candi tersebut adalah candi makam
pembangun negara Majapahit Kertarajasa Jayawardhana.

8. Pupuh LXIII — LXVII menguraikan selamatan srada untuk memperingati wafatnya nenek
Baginda Rajapatni, yakni puteri Gayatri dari Singasari. Pesta srada diselenggarakan secara besar-
besaran di Istana pada tahun 1362. Upacaranya diuraikan secara singkat dan tepat sehingga
pembaca mendapatkan gambaran jelas tentang jalannya upacara srada yang dilakukan oleh Sri
Hayam Wuruk pada zaman Majapahit.

33
9. Pupuh LXVIII — LXIX secara singkat menguraikan sejarah Pembagian kerajaan Erlangga
menyadi Yanggala dan Panyalu untuk kedua puteranya oleh Mpu Bharada dengan cara
menuangkan air kendi dari udara Sampai di atas pohon asam di desa Palungan sang pendeta
terhenti karena jubahnya terkait pada puncak pohon asam, dan kendinya jatuh di desa Palungan.
Sang pendeta terbang lagi sambil mngutuk pohon asam supaya tetap tinggal pandak. Sejak itu
tempat tersebut menurut dongengan bernama Kamal Pandak artinya asam cebol.

10. Pupuh LXX— LXXIII menguraikan kedatangan kembali baginda dari Simping. Setiba
beliau di istana, terdengar kabar Gajah Mada sakit keras, akhirnya neninggal. Kemudan diadakan
rapat untuk mencari pengganti patih Gajah Mada, tetapi tak berhasil. Rapat yang dipimpin oleh
Baginda sendiri, mengambil keputusan bahwa patih Gajah Mada tidak akan diganti. Baginda
sendiri memimpin pemerintahan secara langsung, dibantu oleh enam menteri.

11. Pupuh LXXIV — LXXXII menyebut nama-nama candi makam, tanah perdikan, asrama,
desa kebudhaan, desa kesiwaaan dan lain-lainnya dalam kerajaan Majapahit terutama di Jawa
dan Bali.

12. Pupuh LXXXII menguraikan keagungan Beginda dan kesejahteraan pulau Jawa. Banyak
tamu asing berkunjung ke Majapahit. Pada 5 dan 6 memuat kisah perjalanan tahunan (kirap)
yang berlangsung dalam bulan Palguna (Februari - Maret).

13. Pupuh LXXXIV adalah lanjutan dri pupuh LXXXIII/5, 6. Pada tanggal 14 bulan petang
(surut) baginda berkirep keliling kota ditatang tandu kuning, diiringkan para pembesar,
pendeta, sarjana dalam pakaian seragam. Penghormatan kepada beliau berupa pembacaan puja-
sloka, gubahan kawiraja dari berbagai kota untuk menyambut Baginda setiba beliau di
manguntur.

14. Pupuh LXXXV menceriterakan pertemuan tiap bulan Caitra (Maret - April) atau bulan
pertama setiap tahun. Maksudnya ialah untuk mengadakan semacam musyawarah antara semua
orang yang mempunyai tanggung jawab dalam pemerintahan.

15. Pupuh LXXXVI - XCII. Dua hari kemudiann mulailah pesta besar di lapangan Bubat, yang
dihadiri oleh Baginda. Segala macam pertunjukan dan perlombaan dihidangkan untuk

34
memeriahkan perayaan. Pada bulan petang bulan Caitra perayaan ditutup oleh baginda dengan
pembagian hadiah kepada para pemenang.

16. Pupuh XCIII - XCIV, Prapanca menguraikan betapa banyak para pendeta yang menciptakan
kakawin puja sastra untuk Baginda. Di antaranya pendeta Budha Sri Aditya menggubah
Shogawali dalam sloka. Beliau berasal dari Jambudwipa (India), dari kota Kancanapuri, dari
asrama Sadwihara.

17. Pupuh XCV — XCVIII menguraikan nasib sang puyangga yang canggung hidup di dusun,
kemudian bertekat bertapa di lereng gunung.

35
DAFTAR PUSTAKA
http://www.zonasiswa.com/2015/04/sejarah-kerajaan-singasari-kehidupan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Singhasari
http://informasiana.com/sejarah-kerajaan-singasari-di-jatim/#
https://blingjamong.wordpress.com/2014/02/09/kerajaan-singosarisinghasari/
http://duniapusaka.com/index.php?route=product/product&product_id=790
http://www.portalsejarah.com/rekam-jejak-dari-sejarah-kerajaan-singasari-masa-ke-masa.html
http://www.slideshare.net/debbyzalina/sejarah-kelas-x-sma-kerajaan-singasari?next_slideshow=1
http://www.slideshare.net/tarapapam/kerajaan-singosari-16174997?next_slideshow=4
http://www.slideshare.net/indira217/kerajaan-singasari-41386168?next_slideshow=5
http://www.slideshare.net/dluvin/kerajaan-singosari?next_slideshow=7

36

Anda mungkin juga menyukai