Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SEJARAH KERAJAAN PAJAJARAN

Disusun Oleh:
Kelompok 1

- Andra Julian
- Eko Mbayu
- Acep Sopian
- M. Rizal Fikri
- M. Rizky Elliyas
- M. Daffa Adzikra
- Rian Suhendra
- Ray Fadillah Amri

Kelas X TKR 3

SMK GEMA NUSANTARA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai “Kerajaan Pajajaran ”.

Makalah ini telah dibuat dengan berbagai pengumpulan data dan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bekasi, 18 Oktober2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di wilayah Jawa Barat Muncul kerajaan Sunda yang diduga merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara yang runtuh pada abad ke-7. Menurut kitab
Carita Parahiyangan, sebenarnya lahirnya Tarumanegara telah didahului oleh sebuah
kerajaan yang bernama Salakanagara yang beribukota di Rajataputra. Kerajaan
salakanagara sebelum diperintah oleh raja Dewawarman (Dharmalokapala)
merupakan sekumpulan pedukuhan kecil-kecil yang dikuasai oleh Aki Tirem.
Namun,sayang sekali sumber sejarah lain tidak ada yang menguatkannya sehingga
keberadaan keraaj tersebut masih diragukan.
Berita pertama kemunculan Kerajaan sunda diperoleh dari prasasti Canggal
(732). Prasasti canggal menerangkan , Sanjaya (Raja Mataram) telah mendirikan
tempat pemujaan di Kunjarakunja (daerah Wukir). Dia adalah anak Sannaha, saudara
perempuan Raja sanna.
Berkenaan dengan hal tersebut, kitab carita parahiyangan mengatakan bahwa
raja Sena berkuasa di kerajaan Galuh. Suatu ketika terjadi perebutan kekuasaan yang
dilakukan oleh Rahyang Purbasora. Raja sena berhasil dikalahkan dan melarikan diri
ke Gunung merapi bersama keluarganya. Selanjutnya, sanjaya putra Sannaha berhasil
mengalahkan Rahyang Purbasora dan menduduki takhta Galuh. Beberapa waktu
kemudian, Raja sanjaya pindah ke Jawa Tengah menjadi raja di Kerajaan Mataram,
sedangkan Sunda dan Galuh diserahkan kepada puteranya, Rahyang Tamperan.
Sampai saat ini para ahli masih berbeda pendapat mengenai keterkaitan antara tokoh
Sanna dan sanjaya di dalam prasasti Canggal dengan raja sena dan Sanjaya di dalam
kitab carita parahiyangan.

B. Tujuan

1. Mengetahui tentang Kerajaan Pajajaran?


2. Mengetahui aspek kehidupan Kerajaan Pajajaran?
3. Mengetahui letak geografis Kerajaan Pajajaran
4. Mengetahui silsilah Kerajaan Pajajaran
5. Mengetahui masa pemerintahan dari tahun ketahun Kerajaan Pajajaran?
6. Mengetahui keruntuhan Kerajaan Pajajaran?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan pajajaran

Kerajaan pajajaran merupakan salah satu negara Hindu Budha yang banyak
terdapat di Indonesia pada tahun 600 hingga 1500 M. Kerajaan ini sendiri berpusat di
wilayah Jawa Barat, tepatnya di daerah Pakuan, Bogor. Oleh karenanya kerajaan ini
juga sering disebut sebagai kerajaan Pakuan Pajajaran, karena beribukota di Pakuan.

Dalam sejarah, kerajaan Pajajaran didirikan pada tahun 923 M oleh Sri
Jayabhupati. Proses pendirian kerajaan dan sejarah Pajajaran ini, diketahui dalam
tulisan yang terdapat dalam sebuah prasasti Sanghyang Tapak.

Salah satu peninggalan kerajaan Pajajaran yang masih bisa kita lihat hingga
saat ini adalah kebun raya Bogor. Dalam sejarah, lokasi ini pada jaman dulu adalah
bagian dari wilayah kekuasaan Pajajaran. Wilayah tersebut, pada jaman kerajaan
digunakan sebagai hutan perburuan oleh keluarga kerajaan.

Selain itu, peninggalan kerajaan Pajajaran lain yang masih bisa ditemui adalah
adanya Tugu Portugis. Tugu ini terletak di Kampung Tugu Jakarta. Adanya
peninggalan ini, merupakan salah satu penunjuk wilayah kekuasaan kerajaan
Pajajaran tersebut. Sedangkan untuk prasasti, ada tiga prasasti yang diyakini
merupakan peninggalan kerajaan Pajajaran. Ketiganya yaitu Prasasti Batu Tulis,
Prasasti Batu Tapak dan Prasasti Kawali

Selama pemerintahan Kerajaan Pajajaran pernah dipimpin oleh enam raja.


Mereka adalah Sri Baduga Maharaja (1482-1521), Surawisesa (1521-1535), ratu
Dewata (1535-1543), Ratu Sakti (1543-1551) dan Ratu Nilakendra (1551-1567).
Mereka semua memerintah Kerajaan Pajajaran di daerah Pakuan, dan Ratu
Nilakendra adalah raja terakhir yang meninggalkan wilayah Pakuan. Sebab, pada saat
itu Kerajaan Pajajaran diserang oleh Sultan Hasanuddin.

Setelah jatuhnya pemerintahan di Pakuan, kerajaan Pajajaran mengalihkan


pusat kekuasaannya di wilayah Pandeglang. Di Pandeglang, Pajajaran dipimpin oleh
seorang raja bernama Raga Mulya. Dan Raga Mulya ini merupakan raja terakhir di
kerajaan Pajajaran yang memerintah pada tahun 1567-1579) dan dikenal juga sebagai
Prabu Surya Kencana.

B. Aspek Kehidupan Kerajaan Pajajaran

a. Kondisi Kehidupan Ekonomi

Pada umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian, terutama


perladangan. Di samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan
Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta), dan Cimanuk
(Pamanukan). Pada masa kekuasaan raja-raja Sunda, kehidupan sosial ekonomi
masyarakat cukup mendapatkan perhatian. Meskipun pusat kekuasan Kerajaan Sunda
berada di pedalaman, namun hubungan dagang dengan daerah atau bangsa lain
berjalan baik. Kerajaan Sunda memiliki pelabuhanpelabuhan penting, seperti Banten,
Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda kelapa, dan Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan
tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-sayuran, buah-buahan, dan hewan piaraan.

Di samping kegiatan perdagangan, pertanian merupakan kegiatan mayoritas


rakyat Sunda. Berdasarkan kitab Carita Parahyangan dapat diketahui bahwa
kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Sunda umumnya bertani, khususnya
berladang (berhuma). Misalnya, pahuma (paladang), panggerek (pemburu), dan
penyadap. Ketiganya merupakan jenis pekerjaan di ladang. Aktivitas berladang
memiliki ciri kehidupan selalu berpindahpindah. Hal ini menjadi salah satu bagian
dari tradisi sosial Kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan sering pindahnya pusat
Kerajaan Sunda.

b. Kehidupan Sosial-Budaya

Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial


masyarakat Kerajaan Sunda dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain
sebagai berikut.

a. Kelompok Rohani dan Cendekiawan


Kelompok rohani dan cendekiawan adalah kelompok masyarakat yang
mempunyai kemampuan di bidang tertentu. Misalnya, brahmana yang
mengetahui berbagai macam mantra, pratanda yang mengetahui berbagai
macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan janggan yang mengetahui
berbagai macam pemujaan, memen yang mengetahui berbagai macam cerita,
paraguna mengetahui berbagai macam lagu atau nyanyian, dan prepatun
yang memiliki berbagai macam cerita pantun.
b. Kelompok Aparat Pemerintah
Kelompok masyarakat sebagai alat pemerintah (negara), misalnya
bhayangkara (bertugas menjaga keamanan), prajurit (tentara), hulu jurit
(kepala prajurit).

c. Kelompok Ekonomi
Kelompok ekonomi adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi.
Misalnya, juru lukis (pelukis), pande mas (perajin emas), pande dang
(pembuat perabot rumah tangga), pesawah (petani), dan palika (nelayan).

Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda adalah peladang, sehingga sering


berpindah-pindah. Oleh karena itu, Kerajaan Sunda tidak banyak meninggalkan
bangunan yang permanen, seperti keraton, candi atau prasasti. Candi yang paling
dikenal dari Kerajaan Sunda adalah Candi Cangkuang yang berada di Leles, Garut,
Jawa Barat.

Hasil budaya masyarakat Kerajaan Sunda yang lain berupa karya sastra, baik
tulis maupun lisan. Bentuk sastra tulis, misalnya Carita Parahyangan; sedangkan
bentuk satra lisan berupa pantun, seperti Haturwangi dan Siliwangi

c. kehidupan agama

Agama resmi yang dianut di Kerajaan Padjadjaran adalah agama Hindu, tetapi
sebenarnya saat itu agama leluhur sudah mulai kembali mendesak keberadaan agama
Hindu. Keadaan tersebut membuat pemuka Hindu saat itu harus “kompromi” dengan
ajaran leluhur. Salah satu bentuk kompromi tersebut adalah dengan
diposisikannya Batara Seda Niskala di atas dewa-dewa Hindu. Batara Seda Niskala
adalah sebutan lain untuk Hiyang, yaitu dewa tertinggi pada ajaran leluhur yang
menciptakan, menguasai, dan menentukan kehidupan manusia dan kehidupan alam
pada umumnya.

Dia berada di luar alam kehidupan manusia, yaitu bersemayam di


Kahiyangan. Sifat-sifat Hiyang tercermin dalam julukan-Nya, antara lain Batara Seda
Niskala (Yang Gaib), Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Sanghiyang Keresa (Yang
Kuasa), Batara Jagat (Yang Menguasai Alam Semesta). Mereka pun membuat ajaran
keyakinan, tata cara peribadatan kepada Hiyang, dan etika hidup keagamaan mereka
sendiri. Ajaran keyakinan, tata cara peribadatan, dan etika hidup keagamaan mereka
dinamai agamaJatisunda. Para penduduk yang tidak puas terhadap ajaran agama
Hindu dan Budha, maka muncullah agama Jatisunda sebagai jalan keluarnya.

C. Letak geografis Kerajaan Padjadjaran

Kerajaan Padjadjaran adalah sebuah kerajaan hindu yang diperkirakan


beribukotanya di Pakuan (bogor) di jawa barat. Dalam naskah-naskah kuno
nusantara, kerajaan ini sering pula di sebut juga negeri sunda,pasundan,atau
berdasarkan nama ibu kotanya yaitu pakuan pajajaran.Beberapa catatan menyebutkan
bahwa kerajaan ini di dirikan tahun 923 oleh sri jayahupati seperti yang di sebutkan
dalam prasasti sanghyang tapak.

D. Silsi;ah Kerajaan Padjadjaran

Berdasarkan alur sejarah galuh,kerajaan padjadjaran berdiri setelah wastu


kencana wafat tahun 1475 karena sepeninggal rahyang wastu kencana kerajaan galuh
dipecah dua di antara susuktunggal dan dewa niskala dalam kedudukan sederajat.

Padjadjaran atau pakuan pajajaran beribukota di pakuan (Bogor) dibawah kekuasaan


Prabu susuktunggal (sang haliwungan) dan kerajaan galuh yang meliputi parahyangan
tetap berpusat dikawali dibawah kekuasaan Dewa Niskala (Ningrat kancana). Oleh
sebab itu pula prabu susuktunggal dan Dewa Niskala tidak mendapat gelar ”Prabu
Siliwangi”, karena kekuasaan keduanya tidak meliputi seluruh tanah pasundan
sebagaimana kekuasaan Prabu wangi dan rahyang wastu kencana (Prabu Siliwangi 1).
Cikal bakal kerajaan padjadjaran sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari
kerajaan–kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu kerajaan Tarumanegara,
kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan
kerajaan Padjadjaran merupakan kelanjutan dari kerajaan–kerajaan tersebut. Dari
catatan-catatan sejaran yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini, antara lain
mengenai ibukota padjadjaran yaitu pakuan.

E. Raja - Raja Yang Pernah Berkuasa

1. Sri Baduga Maharaja


Jaman Pajajaran diawali oleh pemerintahan Sri Baduga Maharaja (RatuJayadewata)
yang memerintah selama 39 thaun (1482 - 1521). Pada masa inilah Pakuan
mencapai puncak perkembangannya.
2. Surawisesa (1521 - 1535)
Pengganti Sri Baduga Maharaja adalah Surawisesa (puteranya dari Mayang Sunda
dan juga cucu Prabu Susuktunggal). Ia dipuji oleh Carita Parahiyangan dengan
sebutan "kasuran" (perwira), "kadiran" (perkasa) dan "kuwanen" (pemberani).
Selama 14 tahun memerintah ia melakukan 15 kali pertempuran.
3. Ratu Dewata (1535 - 1543)
Surawisesa digantikan oleh puteranya (RATU DEWATA). Berbeda dengan
Surawisesa yang dikenal sebagai panglima perang yang perwira, perkasa dan
pemberani, Ratu Dewata sangat alim dan taat kepada agama. Ia melakukan upacara
SUNATAN (adat khitan pra-Islam) dan melakukan tapa PWAH-SUSU (hanya
makan buah-buahan dan minum susu). Menurut istilah kiwari VEGETARIAN.
4. Ratu Sakti (1543 - 1551)
Raja Pajajaran keempat adalah Ratu Sakti. Untuk mengatasi keadaan yang
ditinggalkan Ratu Dewata yang bertindak serba alim, ia bersikap keras bahkan
akhirnya kejam dan lalim. Dengan pendek Carita Parahiyangan melukiskan raja ini.
Banyak rakyat dihukum mati tanpa diteliti lebih dahulu salah tidaknya. Harta benda
rakyat dirampas untuk kepentingan keraton tanpa rasa malu sama sekali. Kemudian
raja ini melakukan pelanggaran yang sama dengan Dewa Niskala yaitu mengawini
"estri larangan ti kaluaran" (wanita pengungsi yang sudah bertunangan). Masih
ditambah lagi dengan berbuat skandal terhadap ibu tirinya yaitu bekas para selir
ayahnya. Karena itu ia diturunkan dari tahta kerajaan. Ia hanya beruntung karena
waktu itu sebagian besar pasukan Hasanuddin dan Fadillah sedang membantu
Sultan Trenggana menyerbu Pasurua dan Panarukan. Setelah meninggal, Ratu Sakti
dipusarakan di Pengpelengan.
5. Ratu Nilakendra (1551 - 1567)
Nilakendra atau Tohaan di Majaya naik tahta sebagai penguasa Pajajaran yang
kelima. Pada saat itu situasi kenegaraan telah tidak menentu dan frustasi telah
melanda segala lapisan masyarakat. Carita Parahiyangan memberitakan sikap petani
"Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan" (Petani menjadi serakah
akan makanan, tidak merasa senang bila tidak bertanam sesuatu) Ini merupakan
berita tidak langsung, bahwa kelaparan telah berjangkit.
6. Raga Mulya (1567 - 1579)
Raja Pajajaran yang terakhir adalah Nusya Mulya (menurut Carita Parahiyangan).
Dalam naskah-naskah Wangsakerta ia disebut RAGA MULYA alias PRABU
SURYAKANCANA. Raja ini tidak berkedudukan di Pakuan, tetapi di Pulasari,
Pandeglang. Oleh karena itu, ia disebut Pucuk Umun (=Panembahan) Pulasari.
[Mungkin raja ini berkedudukan di Kadu-hejo, Kecamatan Menes pada lereng
Gunung Palasari].
F. Keruntuhan Kerajaan Pajajaran

Pakuan Pajajaran hancur, rata dengan tanah, pada tahun 1579 akibat serangan
pecahan kerajaan Sunda, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Kerajaan
Sunda ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja),
dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik


agar di Pakuan Pajajaran tidak dimungkinkan lagi penobatan raja baru, dan
menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah karena buyut
perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja, raja Kerajaan Sunda. Palangka
Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton
Surosowan di Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti
mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.

Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan


istana lalu menetap di daerah Lebak. Mereka menerapkan tata cara kehidupan
mandala yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Pajajaran didirikan pada tahun 923 M oleh Sri Jayabhupati. Proses
pendirian kerajaan dan sejarah Pajajaran ini, diketahui dalam tulisan yang terdapat
dalam sebuah prasasti Sanghyang Tapak. Pada umumnya masyarakat Kerajaan
Pajajaran hidup dari pertanian, terutama perladangan. Berdasarkan kitab Sanghyang
Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sunda dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok. Pakuan Pajajaran hancur, rata dengan tanah, pada tahun
1579 akibat serangan pecahan kerajaan Sunda, yaitu Kesultanan Banteng.

B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, seperti dalam hal
penulisan atau menemui kalimat yang sukar dimengerti apa maknanya. Dalam hal ini
penulis mengharapkan saran dan kriktik yang membangun dari pembaca.

Anda mungkin juga menyukai