DISUSUN OLEH
NAMA : M. IRFAN
KELAS : X D Ipa2
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca sejarah kerajaan Pajajaran.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ahli berpendapat selain kerajaan Tarumanegara, terdapat sebuah kerajaan yang
bernama kerajaan padjajaran,namun tidak dapat diketahui dimana pastinya lokasi kerajaan
tersebut. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan pajajaran di dirikan pada tahun 923
oleh Sri jayabhupati, seperti yang di sebutkan dalam prasasti sanghyang tapak (1030 M)
dikampung Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicati, Cibadak, Sukabumi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini demi memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini
beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang terletak di
Parahyangan (Sunda). Kata Pakuan sendiri berasal dari kata Pakuwuan yang berarti kota.
Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu
kotanya. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri
Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) di kampung
Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka Bumi.
Seperti tertulis dalam sejarah, akhir tahun 1400-an Majapahit kian melemah.
Pemberontakan, saling berebut kekuasaan di antara saudara berkali-kali terjadi. Pada masa
kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V) itulah mengalir pula pengungsi dari kerabat
Kerajaan Majapahit ke ibukota Kerajaan Galuh di Kawali, Kuningan, Jawa Barat.
Raden Baribin, salah seorang saudara Prabu Kertabumi termasuk di antaranya. Selain
diterima dengan damai oleh Raja Dewa Niskala ia bahkan dinikahkan dengan Ratna Ayu
Kirana salah seorang putri Raja Dewa Niskala. Tak sampai di situ saja, sang Raja juga
menikah dengan salah satu keluarga pengungsi yang ada dalam rombongan Raden Barinbin.
Nyaris terjadi peperangan di antara dua raja yang sebenarnya adalah besan. Disebut
besan karena Jayadewata, putra raja Dewa Niskala adalah menantu dari Raja Susuktunggal.
Selanjutnya nama Pakuan Pajajaran menjadi populer sebagai nama kerajaan. Awal
“berdirinya” Pajajaran dihitung pada tahun Sri Baduga Maharaha berkuasa, yakni tahun
1482.
●̲̅̅ Sumber Sejarah
Dari catatan-catatan sejarah yang ada, baik dari prasasti, naskah kuno, maupun catatan
bangsa asing, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai wilayah kerajaan
dan ibukota Pakuan Pajajaran. Mengenai raja-raja Kerajaan Sunda yang memerintah dari
ibukota Pakuan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran,
Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru.
Prasasti Sanghyang Tapak (juga dikenal sebagai Prasasti Jayabupati atau Prasasti
Cicatih ) adalah prasasti kuno perangka tahun 952 saka (1030 M), terdiri dari 40 baris yang
memerlukan 4 buah batu untuk menulisnya. Keempat batu prasasti ini ditemukan di tepi
Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Tiga diantaranya ditemukan di dekat
Kampung Bantar Muncang, sementara sebuah lainnya ditemukan di Kampung Pangcalikan.
Prasasti ini ditulis dalam huruf Kawi Jawa. Kini keempat batu prasasti ini disimpan di
Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta
Prasasti Astana Gede atau Prasasti Kawali merujuk pada beberapa prasasti yang
ditemukan di kawasan Kabuyutan Kawali, kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terutama pada
prasasti "utama" yang bertulisan paling banyak (Prasasti Kawali I). Adapun secara
keseluruhan, terdapat enam prasasti. Kesemua prasasti ini menggunakan bahasa dan aksara
Sunda (Kaganga). Meskipun tidak berisi candrasangkala, prasasti ini diperkirakan berasal
dari paruh kedua abad ke-14 berdasarkan nama raja.
Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami masa
keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan masyarakat Jawa Barat,
seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang tak pernah purna, senantiasa hidup
abadi dihati dan pikiran masyarakat.
Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ; membuat talaga besar yang bernama
Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan Wanagiri. Ia
memperteguh (pertahanan) ibu kota, memberikan desa perdikan kepada semua pendeta dan
pengikutnya untuk menggairahkan kegiatan agama yang menjadi penuntun kehidupan rakyat.
Kemudian membuat Kabinihajian (kaputren), kesatriaan (asrama prajurit), pagelaran
(bermacam-macam formasi tempur), pamingtonan (tempat pertunjukan), memperkuat
angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-
undang kerajaan
Pembangunan yang bersifat material tersebut terlacak pula didalam Prasasti
Kabantenan dan Batutulis, di kisahkan para Juru Pantun dan penulis Babad, saat ini masih
bisa terjejaki, namun tak kurang yang musnah termakan jaman.
Dari kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah-kisah Babad tersebut diketahui
bahwa Sri Baduga telah memerintahkan untuk membuat wilayah perdikan; membuat Talaga
Maharena Wijaya; memperteguh ibu kota; membuat Kabinihajian, kesatriaan, pagelaran,
pamingtonan, memperkuat angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari raja-raja
bawahan dan menyusun undang-undang kerajaan.
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya,
yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya
Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan
di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di
Pakuan Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana Yusuf
adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri
Baduga Maharaja. Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan
bekas Keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti
mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
BAB III
PENUTUP
●̲̅̅ Kesimpulan
Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini
beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang
terletak di Parahyangan (Sunda).
Sumber sejarahnya berupa prasati-prasati, tugu perjanjian, taman perburuan, kitab
cerita, dan berita asing.
Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami masa
keemasan/ kejayaan dan Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan
kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten.