Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kisah demi kisah dihantarkan. Satu kiisah kemudian  melapisi kisah lainnya.
Kadang  menjadi sebuah kisah tersendiri, menjadi penggalan kisah yang tidak
bertautan.   Tersisa nelangsa membelenggu sukma. Sementara disana disisi ruang
batin, terasa  hampa rindukan pagi. Melamunkan nuansa, romansa alam dengan
sinarnya yang menghangatkan. Berharap ada hantaran cahaya pencerah, yang
dapat membuka hijab pemikiran. Ada sebuah kesadaran yang tertutup lapisan,
seperti dimensi yang tak tembus pandang. Itu bagai benalu pemikiran yang terus
menggelayuti otak kanan dan kiri. Penampakannya seperti menggumpali awan.
Mengikat keseluruhan.
Dan kemudian, perlahan selanjutnya awan itu menggelap termanifestasi
realitasnya, nyata  di atas langit sana,  menutupi area pemakaman wali.  Tempat
jalannya prosesi. Sebagaimana berita yang disampaikan Pak Aryo, akan dinaungi
mendung. Awan yang akan terus mencurahkan airnya,  menutupi laju kendaraan
mereka, disepanjang perjalanannya hari itu.  Begitulah keadaan perjalanan
spiritual,  sejak mulai dari kota Garut sampai kembali tiba di ke kota mati
(Fatahilah), tempat awal keberangkatannya tadi. Langit seakan tengah berpesta
menghamburkan isinya. Tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak basah oleh air
hujan. Seluruh jalan yang dilalui rata membasah, oleh air yang tercurah dari
langit. Malam gelap keadaannya, dinginnya merasuki jiwa. Mobil yang
ditumpangi seperti berkabut, membias dari balik pandangan matanya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Kerajaan Padjajaran ?
2.      Siapa Saja Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Padjajaran ?
3.      Bagaimana masa kejayaan dan kehancuran Kerajaan Padjajaran ?
4.      Bagaimana keadaan kehidupan Kerajaan Padjajaran ?
5.      Apa saja peninggalan Kerajaan Padjajaran ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kejaraan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan
beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno
nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan,
atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan
menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti
yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak. Berdasarkan alur Sejarah
Galuh, Kerajaan Pajajaran berdiri setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475.
Kenapa demikian? Karena sepeninggal Rahyang Wastu Kencana kerajaan Galuh
dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat.
Pajajaran atau Pakuan Pajajaran beribukota di Pakuan (Bogor) di bawah
kekuasan Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan) dan Kerajaan Galuh yang
meliputi Parahyangan tetap berpusat di Kawali di bawah kekuasaan Dewa Niskala
(Ningrat Kancana). Oleh sebab itu pula Prabu Susuk Tunggal dan Dewa Niskala
tidak mendapat gelar “Prabu Siliwangi”, karena kekuasan keduanya tidak meliputi
seluruh tanah Pasundan sebagaimana kekuasan Prabu Wangi dan Rahyang Wastu
Kancana (Prabu Siliwangi I).

B.     Sejarah Kejaraan Padjajaran


Sejarah menyebutkan bahwa awal berdirinya Kerajaan Pajajaran ini adalah
pada tahun 923 dan pendirinya adalah Sri Jayabhupati. Bukti-bukti ini didapat dari
Prasasti Sanghyang berumur 1030 Masehi yang ada di Suka Bumi. Lebih lanjut,
rupanya Kerajaan Pajajaran ini didirikan setelah perpecahan Kerajaan Galuh yang
dipimpin oleh Rahyang Wastu. Saat Rahyang Wastu meninggal maka Kerajaan
Galuh terpecah menjadi dua. Satu dipimpin oleh Dewa Niskala dan yang satunya
lagi dipimpin oleh Susuktunggal. Meskipun terpecah menjadi dua namun mereka
memiliki derajat kedudukan yang sama.

2
Asal muasal Kerajaan Pajajaran dimulai dari runtuhnya Kerajaan Majapahit
sekitar tahun 1400 masehi. Saat itu Majapahit semakin lemah apalagi ditandai
dengan keruntuhan masa pemerintahan Prabu Kertabumi atau Brawijaya ke lima,
sehingga ada beberapa anggota kerajaan serta rakyat mereka yang mengungsi ke
ibu kota Galuh di Kawali, wilayah Kuningan, di mana masuk provinsi Jawa Barat.
Wilayah ini merupakan daerah kekusaaan dari Raja Dewa Niskala.
Raja Dewa Niskala pun menyambut para pengungsi dengan baik, bahkan
kerabat dari Prabu Kertabumi yaitu Raden Baribin dijodohkan dengan salah
seorang putrinya. Tidak sampai di situ, Raja Dewa Niskala juga mengambil istri
dari salah seorang pengungsi anggota kerajaan. Sayangnya, pernikahan antara
Raja Dewa Niskala dengan anggota Kerajaan Majapahit tidak disetujui oleh Raja
Susuktunggal karena ada peraturan bahwa pernikahan antara keturunan Sunda-
Galuh dengan keturunan Kerajaan Majapahit tidak diperbolehkan. Peraturan ini
ada sejak peristiwa Bubat.
Karena ketidaksetujuan dari pihak Raja Susuktunggal terjadilah peperangan
antara Susuktunggal dengan Raja Dewa Niskala. Agar perang tidak terus menerus
berlanjut maka Dewan Penasehat ke dua kerajaan menyarankan jalan perdamaian.
Jalan perdamaian tersebut ditempuh dengan menunjuk penguasa baru sedangkan
Raja Dewa Niskala dan Raja Susuktunggal harus turun tahta. Kemudian
ditunjuklah Jayadewata atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Siliwangi yang
merupakan putra dari Dewa Niskala sekaligus menantu dari Raja Susuktunggal.
Jayadewata yang telah menjadi penguasa bergelar Sri Baduga Maharaja
memutuskan untuk menyatukan kembali ke dua kerajaan. Dari persatuan ke dua
kerajaan tersebut maka lahirlah Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482. Oleh sebab
itu, lahirnya Kerajaan Pajajaran ini dihitung saat Sri Baduga Maharaha berkuasa.

3
C.    Raja-raja yang memerintah di Pajajaran
Berikut adalah raja-raja yang memerintah di Pakuan Pajajaran:
1. Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang)
2. Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan
3. Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan
4. Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan
5. Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan
Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf
6. Raga Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana,
memerintah dari Pandeglang

D.    Masa Kejayaan Kerajaan Padjajaran


Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami
masa keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan masyarakat
Jawa Barat, seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang tak pernah
purna, senantiasa hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat.
Pembangunan Pajajaran di masa Sri Baduga menyangkut seluruh aspek
kehidupan. Tentang pembangunan spiritual dikisahkan dalam Carita Parahyangan.
Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ; membuat talaga besar yang bernama
Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan Wanagiri.
Ia memperteguh (pertahanan) ibu kota, memberikan desa perdikan kepada semua
pendeta dan pengikutnya untuk menggairahkan kegiatan agama yang menjadi
penuntun kehidupan rakyat. Kemudian membuat Kabinihajian (kaputren),
kesatriaan (asrama prajurit), pagelaran (bermacam-macam formasi tempur),
pamingtonan (tempat pertunjukan), memperkuat angkatan perang, mengatur
pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang kerajaan.
Pembangunan yang bersifat material tersebut terlacak pula didalam Prasasti
Kabantenan dan Batutulis, di kisahkan para Juru Pantun dan penulis Babad, saat
ini masih bisa terjejaki, namun tak kurang yang musnah termakan jaman. Dari
kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah-kisah Babad tersebut diketahui
bahwa Sri Baduga telah memerintahkan untuk membuat wilayah perdikan;

4
membuat Talaga Maharena Wijaya; memperteguh ibu kota; membuat
Kabinihajian, kesatriaan, pagelaran, pamingtonan, memperkuat angkatan perang,
mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang
kerajaan.

E.     Masa Kehancuran Kerajaan Pajajaran


Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda
lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai dengan
diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan
Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik
agar di Pakuan Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan
menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah karena
buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman
Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di
Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau
berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan
kraton lalu menetap di wilayah yang mereka namakan Cibeo Lebak Banten.
Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan sekarang mereka
dikenal sebagai orang Baduy.

F.     Kehidupan Kerajaan Pajajaran


1. Kondisi Kehidupan Ekonomi
Pada umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian,
terutama perladangan. Di samping itu, Pajajaran juga mengembangkan
pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan
penting, yaitu Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda
Kelapa (Jakarta), dan Cimanuk (Pamanukan)

5
2. Kondisi Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan
seniman (pemain gamelan, penari, dan badut), golongan petani, golongan
perdagangan, golongan yang di anggap jahat (tukang copet, tukang
rampas, begal, maling, prampok, dll)

3. Kehidupan Budaya
Kehidupan budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama
Hindu. Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan
kitab Sangyang Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik.

G.    Peninggalan Kerajaan Padjajaran


1. Prasasti Cikapundung
Prasasti ini ditemukan warga di sekitar sungai Cikapundung, Bandung
pada 8 Oktober 2010. Batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno tersebut
diperkirakan berasal dari abad ke-14. Selain huruf Sunda kuno, pada prasasti itu
juga terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Hingga kini para
peneliti dari Balai Arkeologi masih meneliti batu prasasti tersebut.
Batu prasasti yang ditemukan tersebut berukuran panjang 178 cm, lebar 80
cm, dan tinggi 55 cm. Pada prasasti itu terdapat gambar telapak tangan, telapak
kaki, wajah, dan dua baris huruf Sunda kuno bertuliskan “unggal jagat jalmah
hendap”, yang artinya semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu. Peneliti
utama Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri mengungkapkan, prasasti yang
ditemukan tersebut dinamakan Prasasti Cikapundung. 

2. Prasasti Pasir Datar


Prasasti Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar,
Cisande, Sukabumi pada tahun 1872 . Prasasti ini sekarang disimpan di Museum
Nasional Jakarta. Prasasti yang terbuat dari batu alah ini hingga kini belum
ditranskripsi sehingga belum diketahui isinya.

6
3. Prasasti Huludayeuh

Prasasti Huludayeuh berada di tengah persawahan di kampung


Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber dan setelah pemekaran
wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang – Cirebon.
Prasasti Huludayeuh telah lama diketahui oleh penduduk setempat namun
di kalangan para ahli sejarah dan arkeologi baru diketahui pada bulan September
1991. Prasasti ini diumumkan dalam media cetak Harian Pikiran Rakyat pada 11
September 1991 dan Harian Kompas pada 12 September 1991.

4. Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis adalah sebuah prasasti berbentuk tugu


batu yang ditemukan pada tahun 1918 di Jakarta.. Prasasti ini menandai perjanjian
Kerajaan Sunda–Kerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari
Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk "Raja
Samian" (maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang
menjadi pemimpin utusan raja Sunda). Prasasti ini didirikan di atas tanah yang
ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang
Portugis.
Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk
membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat(sekarang Jalan Cengkeh)
dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I), sekarang termasuk wilayah Jakarta
Barat. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik
Indonesia, sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta

5. Prasasti Ulubelu
Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan
merupakan peninggalan Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M, yang ditemukan di
Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung,Lampung pada tahun 1936.

7
Meskipun ditemukan di daerah lampung (Sumatera bagian selatan), ada
sejarawan yang menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah
aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan
Kerajaan Sunda. Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa
wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan
Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan
Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Isi prasasti berupa mantra
permintaan tolong kepada kepada dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru (Siwa),
Brahma, dan Wisnu, serta selain itu juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan
pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh.

6. Prasasti Kebon Kopi II

Prasasti Kebonkopi II atau Prasasti Pasir Muara peninggalan kerajaan


Sunda-Galuh ini ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebonkopi I yang merupakan
peninggalan kerajaan tarumanegara dan dinamakan demikian untuk dibedakan
dari prasasti pertama. Namun sayang sekali prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar
tahun 1940-an. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis
bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, menyatakan seorang "Raja
Sunda menduduki kembali tahtanya" dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini
bertarikh 932 Masehi. Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara,
desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada
abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi.
Prasasti ini terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I (Prasasti
Tapak Gajah).

7. Situs Karangkamulyan

Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs yang terletak di Desa


Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat. Situs ini merupakan peninggalan dari
zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha. Legenda situs

8
Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang berhubungan dengan
Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah kepahlawanan yang
luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa
namun dimiliki oleh Ciung Wanara. Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha
ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang
Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya
tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-
batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan
batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu
sehingga menyerupai sebuah kamar.
Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan
menyimpan kisahnya sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di
luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari
masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh
seperti pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan,
tempat sabung ayam dan Cikahuripan.

9
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan
beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno
nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan,
atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan
menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti
yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak.
Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya
di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan
Kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan Kerajaan Pajajaran
merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejarah
yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai ibukota
Pajajaran yaitu Pakuan. Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran, terdapat
perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan
Carita Waruga Guru.
Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami
masa keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan masyarakat
Jawa Barat, seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang tak pernah
purna, senantiasa hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat. Kerajaan Pajajaran
runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan
Banten. Berakhirnya jaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka
Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh
pasukan Maulana Yusuf.

B.     Saran
Demikian makalah yang dapat penulis uraikan, semoga dapat menambah
wawasan pengetahuan tantang sejarah Kerajaan Padjajaran.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. https://id.wikipedia.org/wiki/Pakuan_Pajajaran
2. http://historysander.blogspot.co.id/2013/01/sejarah-kerajaan-pajajaran.html
3. http://awanjingga43.blogspot.co.id/2013/06/kerajaan-pajajaran_6697.html
4. http://irinbahtiar.blogspot.co.id/2015/06/kerajaan-padjajaran-dan-
peninggalanya.html

11

Anda mungkin juga menyukai