Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas izin-
Nyalah saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi bahasanya. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca saya sangat butuhkan untuk
penulisan makalah selanjutnya agar bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
2
B. Rumusan Masalah
4. Apa saja Pilar dan Bitul Hikmah Harun Ar-Rasyid sejarah peradaban Islam ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi Khalifah pada Tahun 786 M, pada usianya
yang sangat muda yaitu 23 tahun. Jabatan Khalifah itu dipeganggnya setelah
saudaranya yang menjabat Khalifah, Musa Al-Hadi wafat. Dalam menjalankan
program pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didamping Yahya bin Khalid dan empat
putranya.
Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang, bahkan mencapai
kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah ini. Hal tersebut dikarenakan Dinasti
Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada
perluasan wilayah.
Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Harun Ar-Rasyid seorang Khalifah yang taat beragama, salih, dan dermawan. Hampir
bias disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Jabatan
Khalifah tidak membuat beliau terhalang untuk turun kejalan-jalan pada malam hari.
Dengan tujuan melihat keadaan rakyat yang sebenarnya beliau ingin melihat langsung
apa yang sedang terjadi pada masyarakat kemudian memberikan bantuan.
Pada saat itu Bagdad menjadi kota besar dengan julukan kota 1001 malam
yang tidak ada tandingannya. Suasana Negara yang aman dan damai membuat rakyat
menjadi tentram. Bahkan pada masa Harun-Ar-Rasyid sangat sulit mencari yang akan
diberikan zakat, infaq, dan sedekah. Karena tingkat kemakmuran penduduknya
merata. Selain itu juga banyak pedagang dan saudagar menanamkan investasinya di
daerah Bani Abbasiyah pada masa itu.
Harun Ar-Rasyid dikenal dengan sosok yang adil dan sangat peduli kepada
rakyatnya hal ini dibuktikan dari tindakan beliau yang selalu ingin tahu keadaan
rakyatnya terkadang ia menyamar dimalam hari dan berada dipasar atau jalanan
untuk mendengarkan pembicaraan orang-orang yang lewat disekitar dan bertanya
pada penduduk mengenai keadaan kepemimpinannya dengan cara inilah ia dapat
mengetahui apakah rakyatya puas atau tidak atas kepemimpinannya.
5
Meskipun masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid membawa kondisi
yang aman dan tidak ada pemberontakan besar, ada juga pemberontakan lokal. Di
awal pemerintahan Harun Ar-Rasyid timbul masalah di Mesir, Suriah, Mesopotamia,
Yaman dan Daylam (selatan laut Kaspia).
Ada beberapa kejadian pada masa kepemimpinan Harun Ar-Rasyid pada
tahun 795 M Harun meredam pemerontakan Syiah dan memenjarakan Musa Al-
Kazim, pada tahun 796 M Harun memindahkan Istana dan pusat pemerintahan dari
bagdad ke Ar-raqqah, pada tahun 800 M Harun menghadiakan dua gajah albino ke
Carlemagne sebagai hadiah diplomatic, pada tahun 803 M Harun memecat Yahya bin
Khalid sebagai perdana mentri karna korupsi.
Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4
Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi Khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6
bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi ia meninggal saat memimpin perang Thus
sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai
imam sholat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama salih.
6
Ketika Harun Al Rasyid berkuasa, ia menyempurnakan semua kehebatan itu.
Barisan balatentara pemberani yang beribu-ribu banyaknya. Bangunan megah,
benteng, istana, permandian, pasar, masjid, dan bahkan perpustakaan kian mengkilau.
Seni, budaya, kaligarafi, puisi, mencapai puncak kehebatan. Para intelektual diundang
dan datang berduyun-duyun. Ribuan buku ditulis atau diterjemahkan. Singkat kata,
Islam terbaik ada di masa ini.
Kata pamungkas, sejarah memberi kita banyak nasihat. Kekahlifahan Agung
Harun Al Rasyid jalin menjalin dengan begitu rumit tetapi terang dengan peradaban
Barat. Di masa beliaulah Islam memberi kontribusi besar bagi lahirnya modernitas di
dunia saat ini, terutama di bidang ilmu dan budaya.8
Berikut Usaha-usaha Harun Ar-Rasyid selama masa pemerintahannya :
7
Gedung-gedung dan tempat peribadatan serta tempat pendidikan mulai
dibangun di Baghdad. Harun Ar-Rasyid membiayai pengembangan pendidikan
dibidang penerjemhan dan penelitian. Dibangun juga istana megah disana yang
bernama istna al-khuldi.
Kejelasan Sistem Pemerintahan dan Sistem administrasi dibuat dalam bentuk
kementrian dan dewan dengan system yang rapi. Di masa Ar-Rasyid hal tersebut
telah mencapai target. Aktivitas-aktivitas kementrian menjadi jelas dan masa jabatan
seorang mentri dibatasi. Administrasi negarapun dicatat dan dikontrol. Ia memiliki
orang-orang yang ahli dan cabang-cabang yang terkoordinasi.
a. Gerakan penerjemah
b. Kebangkitan Intelektual :
Ilmu Naqli; Ilmu Fiqh, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Bahas.
Ilmu Aqli; Gerakan penerjemahan, penjelasan ilmu Aqli, Filsafat, Ilmu
kedokteran, Matematika, Farmasi, Ilmu Astronomi, Geografi, sejarah,
sastra.
c. Bidang ekonomi
8
d. Bidang keagamaan
2. Bidang Kesusasteraan
4. Bidang Kesehatan
5. Bidang Sosial
Tingkat Kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada Khalifah
ini.pemandian-pemandian umum juga dibangun untuk kesejahteraan social,
kesehatan, pendidikan, Ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada
9
pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Negara Islam menempatkan dirinya
sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi.13
Permulaan lahirnya ilmu pengetahuan sebenarnya telah lahir pada masa-masa
sebelum dinasti Abbasiyah yang lebih tepatnya pada masa Yunanikuno, akan tetapi
keilmuan-keilmuan ini berkembang pesat pada masa Daulah Abbasiyah. Jika disusur
sebenarnya ilmu telah ada pada permulaan manusia atau labih tepatnya pada zaman
manusia purba. Pada masa ini manusia telah mnemukan Besi, tembaga, dan perak
untuk berbagai peralatan. Baru setelah itu muncul keilmuan di Yunani.14
Dalam periode ini banyak tantangan dengan gerakan politik yang menggangu
stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan
itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi
al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syiah, dan konflik
antar bangda dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan
pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak
berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian
diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan,
misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang ketika itu,
lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat :
10
a. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat
anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat
para remaja belajar dasar-dasar ilmu Agama, seperti Tafsir, Hadis, Fikih
dan bahasa.
b. Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalan ilmunya, pergi
keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli
dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut
adalah ilmu-ilmu Agama. Pengajarannya belangsung di masjid-mesjid
atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak Penguasa pendidikan
bias berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan
memanggil ulama ahli ke sana. Lembaga-lembaga ini kemudian
berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya
perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan
sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang
juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Khalifah Harun ar-Rashid wafat pada tahun 193 H, ketika berusia kurang
lebih 44 tahun. Sebelum meninggal beliau pergi ke Khurasan untuk menumpas
pemberontakan yang dilancarkan oleh Rafi‟ bin Laith. Beliau telah melantik al-Amin
sebagai penggantinya di Bagdad, dalam perjalanan tersebut beliau ditemani putranya
al-Ma‟mun. Tetapi di tengah perjalanan beliau ditimpa penyakit dan terpaksa
berhenti bersama rombongannya di suatu tempat bernama Tus.
Ketika merasa keadaannya bertambah berat beliau meminta anaknya al-
Ma‟mun untuk memimpin pasukan tentara meneruskan perjalanan ke Khurasan.
Beliau bersama dengan menterinya al-Fadhl bin ar-Rabi‟ dan pasukan tentara yang
kecil beserta sejumlah harta benda tetap berada di Tus.Tak lama setelah itu khalifah
Harun ar-Rashid pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Menjelang wafat
11
beliau telah meninggalkan wasiat bahwa putranya al-Amin menggantikannya
dan kemudian putranya al-Ma‟mun.
Kemudian Daulah Abbasiyah lambat laun mengalami kemunduran akibat
banyaknya gejolak politik yang muncul. Belum lama dari meninggalnya Harun Ar-
Rasyid, terjadi perang saudara antara Al-Amin dengan Al-Ma‟mun. Al-Amin yang
merupakan saudara tiri Al-Ma‟mun sudah ditunjuk oleh ayahnya, Ar-Rasyid, sebagai
Khalifah yang akan menggantikan. Sedangkan Al-Ma‟mun sudah ditunjuk di
Kurasan sebagai gubernur dan diberi kesempatan untuk mengganti saudaranya
sebagai kholifah dalam kesempatan berikutnya.
Secara umum, ada dua hal yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran
kekhalifahan Harun ar-Rasyid, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor Internal
12
kelak mengganti kedudukan beliau, maka pada tahun 175H / 791 M. Muhammad
resmi dilantik menjadi putra mahkota.
Khalifah menyadari bahwa kebijakannya dalam perkara ini adalah suatu
kebijakan yang gagal dan akan membawa pada perpecahan dan pertumpahan darah.
Oleh karena itu, ia pun mengambil langkah-langkah. Langkah yang paling menonjol
yang ditempuhnya untuk menghindari angkara dari anak-anaknya dan
menyelamatkan kaum muslim dari suatu keadaan kacau balau yang buruk, beliau
melakukan ibadah haji Di Makkah beliau menulis surat masing-masing berisi
pengakuan dari dan kepada kedua anaknya, dan digantungnya di ka`bah, tetapi
ternyata kebijakan yang dijalankanya bukan merintis pada perdamaian antara saudara
bahkan sebaliknya telah menjadikan perselisihan dan sengketa yang amat buruk di
antara Al-Amin dan Al-Ma`mun setelah ayahnya meninggal dunia. Sengketa ini telah
mengorbankan beribu-ribu jiwa kaum muslim termasuk Al-Amin sendiri.18
2) Faktor Eksternal
a) Pengangkatan Ibrahim bin Aqlab sebagai Gubernur turun temurun (800), yang
kemudian menjadi Dinasti Aqlabiah, di Afrika Utara (Magribi).
b) Pemberontakan Rafi‟ul al-Laish yang baru dapat dipadamkan pada masa Al-
Ma‟mun
13
Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan sebuah pilar-pilar dalam membangun
sebuah peradaban Islam yang telah dibangun oleh tokoh-tokoh Islam dizamannya.
Sebenarnya pilar peradaban Islam bertolak pada sebuah hadits Rasulullah tentang
Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga pilar tersebut memunculkan bidang masing-masing,
misalkan pilar “iman” melahirkan ilmu tauhid, ilmu kalam dan sebagainya berikut
para ulama‟nya seperti Imam Maturidy, Imam Hasan al Asy‟ariy, dan sebagainya.
Dari pilar “Islam” muncul ilmu figh atau syariah berikut para ulama‟ fiqh seperti 4
mahdzab (Imam malik, Imam Syafi‟i, Imam Hanafi, Imam Hambali). Dengan pilar
inilah hukum-hukum Islam semakin jelas dalam tata cara pelaksanaannya dalam
kehidupan. Dan dari pilar “Ihsan” berkembang ilmu akhlaq, atau ilmu tasawuf dengan
sejumlah ulama‟nya seperti Hasan al bashri, Junaid al Baghdadi, Imam Al Ghazali.
Oleh karena itu untuk membangun sebuah peradaban Islam yang harus dimiliki dan
dilakukan oleh seorang muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
14
Secara terminologi “aqidah” yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh
dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan
apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya;
yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada
singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah,
karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
Aqidah yang benar tidak mengagungkan akal diatas segalanya, sebagaimana
yang telah banyak dilakukan oleh ilmuwan Barat, seperti Socrates, Aristoteles, Plato,
Dante Alighieri, dan kawan-kawannya. Ketika akal dipuja-puja maka yang terjadi
adalah kebuntuhan ilmu dalam segala bidang dan matinya hati untuk mengenal
Tuhannya. Dan menghilangkan eksistensi dirinya sebagai hamba dan khalifah.
Oleh karenanya aqidah kepada Allah harus diatas segalanya, sehingga Allah
melindungi setiap amaliyah-amaliyah ibadah, sebagaimana Allah berfirman dalam
(Q.S Al-Kahf:13) :
15
yang masih bisa “abadi” hingga sekarang?, tentu Imam Abu hanifah. Meski beliau
pernah dipenjara dalam masa kekhalifahan Abbasiyah, tetapi hasil ijtihadnya dalam
ilmu fiqh tetap terpelihara sampai sekarang. Sementara Harun al Rasyid, ia memang
pernah berjaya dalam satu fase peradaban Islam, tetapi hanya pada masanya. Hal ini
menunjukkan bahwa jika peradaban berlandaskan kekuasaan akan mudah musnah
dan tidak akan pernah bertahan lama, sedangkan jika peradaban yang berlandaskan
pada ilmu akan bertahan lama sampai hari kiamat. Kekuasaan tentu penting, tetapi
kekuasaan hanya bagian kecil dari peradaban Islam.
Karena peradaban juga dibangun berlandaskan ilmu, maka tidak setiap
muslim tidak boleh meninggalkan ilmu, khususnya adalah ilmu agama yang sifatnya
fardhu „ain dan juga ilmu-ilmu yang lain yang sifatnya fardhu kifayah. Sehingga
yang sangat banyak berperan disini adalah lembaga pendidikan yang mampu
mengintegrasikan kedua ilmu tersebut. Rasulullah diutus untuk urusan (ilmu) agama
(umurid-din), sementara antum a‟lamu liumurid-dunyakum. Jika urusan agama beres,
maka urusan-urusan dunia (umurid-dunya) akan mengikutinya.
Konsep adab dalam Islam disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib
al-Attas, pakar filsafat dan sejarah Melayu. Menurut Prof. Naquib al-Attas, adab
adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan
seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan
suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah ilmu;
pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal;
dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya sia-sia karana
yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan
ketiadasedaran dan kejahilan.19
16
Begitu pentingnya masalah adab ini, maka bisa dikatakan, jatuh-bangunnya
umat Islam, tergantung sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan
konsep adab ini dalam kehidupan mereka. Manusia yang beradab terhadap orang lain
akan paham bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan
martabatnya. Martabat ulama yang shalih beda dengan martabat orang fasik yang
durhaka kepada Allah. Jika al-Quran menyebutkan, bahwa manusia yang paling
mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa (QS 49:13), maka seorang yang beradab
tidak akan lebih menghormat kepada penguasa yang zalim ketimbang guru ngaji di
kampung yang shalih.
Dengan demikian, adab harus dimiliki oleh muslim yang akan membangun
peradaban Islam. Adab pertama kali yang harus dimiliki adalah adab kepada Allah
karena ketika kita sholat, mengaji tidak menggunakan adab yang benar kepada sang
Khaliq, maka sia-sialah perbuatan kita, kedua adab kepada Rasulullah sebagai
pembawa risalah dan memberikan uswatun hasanah serta memberikan jalan terang
pada kita untuk menikmati Islam sebagai agama rahmat lil „alamin. Sedangkan yang
ketiga adalah adab kepada orang tua untuk selalu menjaga perasaan dan kasih sayang
terhadapnya. Yang keempat, adab terhadap guru yang telah memberikan ilmu dengan
segala kesabaran dan keikhlasannya. Kelima, adab terhadap sesama makhluk dan
alam semesta yaitu menjaga tali silaturrahim, saling hormat menghormati, toleran,
dan menjaga keberlangsungan hidup alam semesta.
Jadi, secara umum, menurut Kyai Hasyim Asy‟ari, Tauhid mewajibkan
wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid; dan iman
mewajibkan syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak
memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan adanya adab; maka
barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada iman, dan
tiada tauhid padanya).
Ketiga pilar peradaban tersebut tidak dapat terpisahkan, terbukti jika
seseorang memiliki tidak memiliki aqidah walaupun memiliki ilmu dan karakter baik
maka akan terjadi kekufuran dalam dirinya dan tentunya akan menghilangkan
perasaan hamba dalam dirinya yang kemudian muncul kesombongan. Namun jika
seseorang memiliki aqidah kuat dan ilmu yang tajam, namun tidak memiliki adab
17
maka akan terjadi penghancuran alam semesta dan kejahiliyahan yang akan berkuasa,
sebagaimana bangsa Arab sebelum Rasulullah di utus. Sedangkan dengan Ilmu yang
sedikit, walaupun akidah dan memiliki adab maka akan terjadi penyesatan terhadap
umat manusia. Oleh karena itu tiga pilar peradaban tersebut perlu untuk dipegang dan
dijalankan secara totalitas sehingga terwujud peradaban Islam yang baik dalam pan
dangan para ulama` sufi. Sebuah peradapan akan maju kalau semua umat manusia
memiliki akhlak yang baik, baik dari segi moral maupun tingkah laku.
Muhammad Naquib Al Attas menyebut peradaban dengan kata “Tamadun”,
yang berasal dari kata daana (ketaatan)-diinun (agama, hukum)-dainun (hutang).
Sehingga muncul kata tamadun (peradaban) yakni sebuah tempat, religi, atau kota
yang dikelola berdasarkan (aturan-aturan) agama. Ketika din (agama) Allah yang
bernama Islam telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat
itu diberi nama Madinah. Dari akar kata din dan Madinah ini lalu dibentuk akar kata
baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan
dan memartabatkan. Kenapa Prof. Muhammad naquib Al Attas menggunakan kata
“tamaddun”, karena memiliki kaitan dengan diberlakukannya aturan-aturan agama
yang didalamnya.20
Baitul Hikmah di Baghdad didirikan tahun 832 M pada masa Harun al-Rasyid
menjadi khalifah, kemudian diteruskan dan diperbesar oleh khalifah al-Makmun.
18
Pada perpustakaan ini bukan hanya berisi ilmu-ilmu dan buku-buku agama Islam dan
Bahasa Arab saja, bahkan juga bermacam-macam ilmu-ilmu dan buku-buku umum
lainnya dan juga dalam bahasa lainnya yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Abbasiyah institusi ini diperluas
penggunaannya. Baitul Hikmah, sudah dirintis oleh khalifah Harun al-Rasyid,
menjadi pusat segala kegiatan keilmuan. Pada masa Harun al-Rasyid institusi ini
bernama khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai
sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Di lembaga ini baik muslim maupun non
muslim bekerja mengalih bahasakan sebagai naskah kuno dan menyusun berbagai
penjelasan.21
Tujuan utama didirikannya Baitul Hikmah adalah untuk mengumpulkan dan
menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing ke dalam bahasa Arab. Inilah yang menjadi
awal kemajuan yang dicapai Islam, yaitu menggenggam dunia dengan ilmu
pengetahuan dan peradaban. Pada waktu itu pula berkembang beragam disiplin ilmu
pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah sebagai
pusat kajian ilmu pengetahuan dan peradaban terbesar pada masanya. Lembaga
pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang yang
memegang kepemimpinan dalam pemerintahan.
21
membangun sebuah peradaban Islam yang harus dimiliki dan dilakukan oleh
seorang muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
Secara umum, ada dua hal yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran
kekhalifahan Harun ar-Rasyid, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Baitul Hikmah menjadi pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat
(Yunani) dan dari Timur (India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan
oleh para cendekiawan Islam menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti
matematika, filsafat, astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika. Di tempat
ini, buku-buku dari Barat dan Timur dikaji, didiskusikan, dikritisi, diterjemakan dan
dan kemudian ditulis ulang. Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku
Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim.
Berbagai dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari terjemahan yang
berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani,
terutama filsafat etika dan logika. Sedangkan karya-karya satra diambil dari
Persia.Baitul Hikmah terus mengalami perkembangan baik di masa Al- Makmun
maupun Al-Mu‟tashim dan Al-Watsiq. Namun mengalami kemerosotan di masa Al-
Mutawakkil, dan kemudian musnah pada masa Al-Musta‟shim akibat serangan
tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Lafidus. M. Ira, Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet. II,
2000
NC Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009
Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2008
Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, ISTAC, 2011
Surajio, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2010
Syalabi Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan 3. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Cet. III,1993
Ugi Suharto, Peradaban Islam itu di Bangun di Atas Landasan Ilmu, Majalah al
Haromain edisi 86
23
24