1. Ahmad Hakim
Muhammad bin Mansur al-Mahdi
Beliau (berkuasa 775–785) adalah khalifah ketiga Bani Abbasiyah. Ia menggantikan ayahnya
al-Mansur.
Al-Mahdi, yang namanya berarti "Pemimpin yang Baik" atau "Penebus", diangkat sebagai
kholifah saat ayahnya di akhir hidupnya. Masa pemerintahannya yang damai melanjutkan
kebijakan para pendahulunya.
Pendekatan dengan Muslim Syi’ah di dalam kekhilafahan terjadi di bawah pemerintahan al-
Mahdi. Keluarga Barmakid yang amat kuat, yang telah menasihati Kholifah sejak masa
al-'Abbas sebagai wazir, memperoleh kekuatan besar yang sama pada masa al-Mahdi, dan
bekerja dekat dengan kholifah untuk menjamin kemakmuran Daulah Bani Abbasiyah.
Kota kosmopolitan Bagdad berkembang selama masa al-Mahdi. Kota itu menarik pendatang
dari seluruh Arab, Irak, Suriah, Persia, dan daerah sejauh India dan Spanyol. Bagdad
merupakan tempat tinggal orang Kristen, Yahudi, Hindu, dan Zoroastrianisme, di samping
bertambahnya penduduk Muslim. Menjadi kota terbesar dunia di luar Tiongkok.
Orang-orang Barmakid memperkenalkan kertas dari India, yang belum digunakan di Barat –
orang-orang Arab dan Persia menggunakan papirus, dan orang-orang Eropa menggunakan
kulit hewan. Industri kertas bertambah di Bagdad di mana seluruh jalan di pusat kota
menjadi tercurah pada penjual kertas dan buku. Kemurahan dan daya tahan kertas amat
berarti pada perkembangan tepat guna birokrasi Abbasiyah yang sedang berkembang.
Al-Mahdi memiliki dua kebijakan keagamaan yang penting: penghukuman terhadap
zanadiqa, atau dualis, dan pernyataan ketaatan pada Islam. Al-Mahdi mengkhususkan
penghukuman terhadap zanadiqa untuk pendiriannya pendiriannya di antara orang-orang
Syi’ah yang murni, yang menginginkan perlakuan yang lebih kuat pada kebid’ahan, dan
menemukan penyebaran kelompok politeis muslim sinkretis terutama yang jahat. Al-Mahdi
menyatakan bahwa kholifah memiliki kemampuan – dan sungguh-sungguh, tanggung jawab
– mendefinisikan ketaatan seorang Muslim, agar melindungi umat terhadap bid’ah. Walau
al-Mahdi tak membuat penggunaan besarnya, kekuatan baru, akan menjadi penting selama
krisis mihna dari masa al-Ma'mun.
HARUN Ar-Rasyid
Biografi Harun Ar-Rasyid. Dia terkenal sebagai salah satu pemimpin terbesar yang pernah
hidup di masa kejayaan islam. Khalifah Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 dan
wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan. Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima
dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama
Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang
ketiga.Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman. Meski berasal dari dinasti
Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia (Iran). Di
masa mudanya, Harun banyak belajar dari Yahya ibn Khalid Al-Barmak.
Era pemerintahan Harun, yang dilanjutkan oleh Ma’mun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa
keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di mana saat itu Baghdad menjadi salah satu
pusat ilmu pengetahuan dunia.
Harun Al-Rasyid Bukanlah Khalifah Yang Suka Foya-Foya!!
Banyak orang meyakini bahwa khalifah Bani ‘Abbas, Harun al-Rasyid adalah seorang yang
suka hura-hura dan foya-foya, hidup dalam gelamour kehidupan. Namun sebenarnya,
tidaklah demikian. Harun al-Rasyid amat berbeda dari kondisi seperti itu sama sekali. Beliau
adalah Abu Ja’far, Harun bin al-Mahdi, Muhammad bin al-Manshur, salah seorang khalifah
Daulah Bani ‘Abbasiah di Iraq, yang lahir tahun 148 H.
Beliau menjadi khalifah menggantikan kakaknya, al-Hadi pada tahun 170 H. Beliau
merupakan khalifah paling baik, dan raja dunia paling agung pada waktu itu. Beliau biasa
menunaikan haji setahun dan berperang setahun. Sekalipun sebagai seorang khalifah, beliau
masih sempat shalat yang bila dihitung setiap harinya mencapai seratus rakaat hingga beliau
wafat. Beliau tidak meninggalkan hal itu kecuali bila ada uzur. Demikian pula, beliau biasa
bersedekah dari harta pribadinya setiap harinya sebesar 1000 dirham.
Beliau orang yang mencintai ilmu dan para penuntut ilmu, mengagungkan kehormatan Islam
dan membenci debat kusir dalam agama dan perkataan yang bertentangan dengan
Kitabullah dan as-Sunnah an-Nabawiyyah. Beliau berumrah tahun 179 H di bulan Ramadhan,
dan terus dalam kondisi ihram hingga melaksanakan kewajiban haji. Beliau berjalan kaki dari
Mekkah ke padang Arafah.
6. EMA AULIDA
Muhammad Al amin
Muhammad bin Harun al-Amin (Arab ( ) محمد األمين بن هارون الرشيد813 – 787) adalah se orang
khalifah dari Bani Abbasiyah. Ia berkuasa selama 4 tahun 8 bulan (809-813)[1].Dia lahir 14
April 787 dibagdad ,irak
Gaya Kepemimpinan
Al amin tak kunjung mengubah tabiat buruknya .Menurut imam al suyuthi,pengaruh dan
kekuasaan al amin kian hari kian melemah karena dia selalu berfoya foya dan terlena dalam
tindakan tindakatan tiada guna.Kerusakan terjadi didalam tubuh pemerintahan al amin
ketika itu sudah amat parah.Kekuasaan militer porak poranda ,kas negara
bangkrut,kejahatan merajalela,dan kerusakan menggerogoti segala sektor akibat perang
berkepanjangan .Keindahan baghdad tak berbekas
Nama lengkap Al Mutawakkil adalah Abu Al Fadl Jafar bin Mutashim bin Ar Rasyid.
Beliaumerupakan putra dari Al Mutashim billah dan ibunya seorang wanita persia bernama
Syuja. Al Mutawakkil lahir pada maret 822 M. atau pada tahun 205 H. Beliau dilantik sebagai
Khalifah pada 24 Dzulhijjah 232 H. atau 847 M. Menggantikan saudaranya Al watsiq.
Berbeda dengn para pendahulunya yang cenderung kepada paham Muktazilah, Khalifah Al-
Mutawakkil lebih cenderung kepada Ahlus Sunnah. Hal ini dilakukannya dengan cara banyak
membantu mereka yang memiliki akidah dan pandangan Ahlus Sunnah. Mencabut aturan
yang mengharuskan setiap orang untuk mengatakan bahwa Al-Qur'an itu makhluk. Perintah
ini disebarkan ke seluruh wilayah kekuasaannya pada 234 H.
Khalifah Al-Mutawakkil hidup sezaman dengan Abu Tsaur, Imam Ahmad bin Hanbal, Ibrahim
bin Al-Munzhir Al-Hizami, Ishaq Al-Muhsil An-Nadim, Abdul Malik bin Habib (salah seorang
imam dari kalangan mazhab Maliki), Abdul Azis bin Yahya Al-Ghul (salah seorang murid
terbesar Imam Syafi'i), Abu Utsman bin Manzini (pakar ilmu nahwu), dan Ibnu Kullab,
seorang tokoh ilmu kalam.
Pada 235 H, Al-Mutawakkil mewajibkan kepada setiap orang Kristen untuk memakai gelang
sebagai pengenal bahwa mereka orang Kristen. Pada 237 H, dia memerintahkan
bawahannya di Mesir untuk mengganti Abu Bakar bin Al-Laits, seorang Hakim Agung Mesir
karena keaktifannya sebagai salah seorang pemimpin gerakan Jahmiyah yang sesat,
kemudian diganti dengan Al-Harits bin Miskin, salah seorang murid kenamaan Imam Malik.
Al-Mutawakkil juga dikenal sebagai seorang yang sangat pemurah dan banyak dipuji karena
kemurahan hatinya dalam memberikan bantuan berupa uang dan harta benda. Tentang hal
ini, Marwan bin Abu Al-Janub pernah berkata dalam syairnya, "Tahanlah uluran tanganmu
dariku dan jangan tambah lagi, karena aku khawatir engkau bersikap sombong dan
melakukan kezaliman."
Al-Mutawakkil berkata, "Aku tidak akan menahan tanganku untuk memberi hingga kamu
tenggelam dalam kedermawananku."
Khalifah Al-Mutawakkil sangat mencintai istrinya yang bernama Qabihah yang tak lain
adalah ibu dari anaknya, Al-Mu'taz. Sebagaimana biasa, sudah menjadi tradisi dalam Bani
Abbasiyah untuk mempersiapkan pengganti mereka sebagai khalifah, Al-Mutawakkil
melantik anaknya, Al-Muntashir kemudian Al-Mu'taz lalu Al-Muayyad menjadi khalifah
setelah ia wafat kelak. Namun kemudian Al-Mutawakkil berubah pikiran dan lebih
mengutamakan Al-Mu'taz karena kecintaannya kepada ibunya.
Ia meminta Al-Muntashir untuk menarik dirinya dan menunggu giliran setelah Al-Mu'taz.
Namun Al-Muntashir tidak bisa menerima keinginan ayahnya. Keputusan itu pun ditentang
majelis yang dibentuk Al-Mutawakkil sendiri. Al-Mutawakkil langsung menurunkan posisi Al-
Muntashir dengan paksa.
Suatu malam masuklah lima orang Turki ke tengah-tengah tempat Al-Mutawakkil bersenang-
senang, lalu mereka membunuhnya. Turut menjadi korban juga seorang menterinya yang
bernama Al-Fath bin Khaqan. Peristiwa tragis ini terjadi pada 5 Syawwal 247 H dan
merupakan episode terakhir dari hidup salah seorang khalifah Bani Abbasiyah yang
membebaskan negerinya dari pengaruh kaum Muktazilah, Jahmiyah, dan beberapa aliran
sesat lainnya, serta menghidupkan kemurnian Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad Saw.
Ketika akan memecat keduanya dari bursa calon khalifah, dengan terang-
terangan Al-Muntashir mengatakan kepada kedua saudaranya itu bahwa dia
dipaksa oleh Wazir Washif dan Panglima Begha.
Kematian Al-Muntashir tak jauh beda dengan kematian Kaisar Persia yang
bernama Syairawaih. Dia membunuh ayahnya lalu berkuasa hanya sekitar
enam bulan. Al-Muntashir membunuh ayahnya dan memerintah hanya sekitar
enam bulan pula, kemudian dibunuh.
Ada kisah menarik terkait hal ini. Suatu ketika, Khalifah Al-Muntashir meminta
pembantunya mengeluarkan permadani dari dalam gudang ayahnya untuk
dibentangkan. Ketika salah satu permadani itu dibentangkan, ternyata ada
bungkusan di dalamnya dengan gambar seorang laki-laki Persia dengan
kepala bermahkota. Di sekitarnya terdapat tulisan bahasa Persia.
Khalifah Al-Muntashir meminta tulisan itu dibaca dan diterjemahkan. Ketika
melihat tulisan itu, seorang penerjemah mengernyitkan dahinya. Semula ia
tak mau membacakan, tetapi karena dipaksa khalifah, akhirnya ia
membacanya. Tulisan itu berbunyi, "Saya adalah Syairawaih anak Kisra
Hurmuz. Saya telah membunuh ayah saya dan saya tidak menikmati
kekuasaan kecuali enam bulan saja."
Al - Mu'taz
Abu al-'Abbas Abdullah bin Al-Mu'tazz Billah (bahasa Arab: ( )أبو العباس عبد هللا بن المعتز باهللlahir
di Samarra, 247 H/861, wafat di Bagdad, 296 H/909). Ibunya seorang mantan budak yang
berasal dari Romawi bernama Qabihah. Dia dilantik menjadi khalifah ketika Al - Mutasta'in
Billah menyatakan mundur dari kursi Khalifah pada 4 Muharram 252 H.Saat itu umurnya
baru menginjak 19 atau 20 tahun. Dan dia merupakan Khalifah Bani Abbasiyah ke 13. Namun
kekuasannya hanya berlangsung selama satu hari satu malam.
Al-Mu'taz sangat lemah dalam menghadapi orang-orang Turki. Apalagi ketika para pemimpin
mereka menemuinya dan berkata, "Wahai Amirul Mukminin, kami minta dana untuk
memindahkan Shalih bin Washif."
Al-Mu'taz yang sangat takut dengan Shalih bin Washif segera meminta dana kepada ibunya,
namun ibunya menolak sedangkan harta di Baitul Mal saat itu telah habis terkuras.
Pada bulan Sya'ban tahun 255 H. Al - Mu'taz meninggal dunia karena dipaksa mandi hingga
waktu yang sangat lama, dan beliau merasa kehausan,namun para pemberontak tidak
memberinya minum.
14. MAYADA AZZAHRA
Al-Muhtadi
Nama lengkap Al-Muhtadi (869-870 M) adalah Abu Ishaq Muhammad bin Al-Watsiq bin Al-
Mu'tashim bin Harun Ar-Rasyid. Ia dilahirkan pada 219 H. Ada yang mengatakan 215 H. Dia
dikenal dengan sebutan Abu Abdillah. Ia adalah putra Khalifah Al-Watsiq.
Khalifah Al-Muhtadi termasuk khalifah yang sangat teguh memegang prinsip. Perilakunya
baik, murah hati, dermawan, wara', gemar beribadah, dan zuhud terhadap kesenangan
dunia. Joesoef Sou'yb dalam Sejarah Daulah Abbasiyah memaparkan ciri khalifah ini dengan
kata-kata, "Ia bukan seorang militer akan tetapi seorang ulama yang menyerahkan hidupnya
untuk kepentingan agama. Dan sikap hidupnya taat dan wara'."
Khalifah Al-Muhtadi biasa melakukan puasa berturut-turut sejak dilantik menjadi khalifah
hingga terbunuh. Ia sangat suka mengikuti perilaku Khalifah Umar bin Abdul Azis dalam
menjalankan pemerintahan, kewara'an, hidup serba kekurangan, banyak ibadah, dan sangat
berhati-hati mengambil keputusan. Ada banyak kesamaan antara Umar bin Abdul Azis
dengan Al-Muhtadi.
Khalifah Al-Muhtadi wafat pada Senin, 14 Rajab 257 H. Ia hanya memerintah setahun kurang
lima hari. Ja'far bin Abdul Malik ikut menshalatkan dan menguburkannya dekat makam Al-
Muntashir bin Al-Mutawakkil.
Al-Muktafi Billah lahir pada Rajab 264 H. Ia dilantik menjadi khalifah Daulah Abbasiyah ke-18
ketika ayahnya sakit, pada hari Jumat usai shalat Ashar 19 Rabiul Awwal 289 H, pada usianya
yang ke-25. Al-Muktafi hanya memerintah selama 6 tahun 6 bulan 19 hari
Ibunya orang Turki bernama Jinjaq.
Secara jasmani, ia termasuk laki-laki yang paling tampan di masanya, bermuka menawan,
berambut hitam, berjenggot lebat dan sangat rupawan.
Al-Muktafi terkenal menyukai membangun gedung mentereng seperti kebiasaan bapaknya.
Namun, berbeda dengan bapaknya yang memerintah dengan tangan besi ala diktator militer
yang bengis dan kejam, al-Muktafi lebih kalem dalam memerintah.
Khalifah Al-Muktafi meninggal dunia pada usia yang relatif muda. Ia wafat pada usia 31
tahun pada 7 Dzulqa'dah 296 H, dan ada yang mengatakan tanggal 13 tahun 296 H karena
terserang virus babi.
Ia merupakan khalifah Daulah Abbasiyah ke-23 dengan panggilan Al-Muthi' Lillah. Ia diangkat
menjadi khalifah pada usia 34 tahun dan sempat menduduki jabatannya selama 29 tahun 5
bulan.
Menurut Joesoef Sou'yb, sang Khalifah bisa memegang kekuasaan demikian lama karena ia
rela menerima kedudukannya sebagai lambang kekuasaan semata.
Namun demikian, menurut Ibn Katsir, posisi al-Muthi’ sebagai Khalifah ini sangat lemah
hingga tidak tersisa satu pun kekuasaan baginya.
Pada 338 H, Muiz Ad-Daulah meminta Al-Muthi' untuk melibatkan saudara Ali bin Buwaih,
Imad Ad-Daulah, dalam masalah pemerintahan. Imad Ad-Daulah ingin menjadi pengganti Al-
Muthi'. Al-Muthi' memenuhi apa yang ia minta, namun Imad Ad-Daulah keburu meninggal
pada tahun itu juga. Akhirnya, Al-Muthi' mengangkat saudaranya, Rukn Ad-Daulah, yang tak
lain adalah ayah dari Adhat Ad-Daulah.
Pada 363 H, Al-Muthi' diserang penyakit lumpuh sehingga ia tak mampu bicara. Maka
pengawal Izz Ad-Daulah meminta Al-Muthi' untuk mengundurkan diri dari kekhalifahan dan
segera menyerahkannya kepada anaknya yang bernama Ath-Tha'i Lillah.
Al-Muthi' menuruti saran tersebut. Pengunduran resminya dia nyatakan pada Rabu 13
Dzulqa'dah. Dengan demikian masa pemerintahan Al-Muthi' adalah 29 tahun lebih lima
bulan. Pengunduran dirinya dikokohkan oleh Qadhi Ibni Syaiban. Setelah pengunduran
dirinya, Al-Muthi' disebut sebagai Syekh Al-Fadhl (sesepuh yang mulia).
Pada Muharram 364 H dia meninggal pada usia 63 tahun. Selama pemerintahannya terjadi
perubahan dalam ketatanegaraan. Kekuasaan pusat tidak lagi berfungsi sebagai penguasa
meski masing-masing wilayah masih mengakui kedaulatan khalifah.
Pada masa pemerintahan Al-Tha'i, pengaruh syiah rafidah semakin kuat di mesir, syam dan
wilayah wilayah timur dan magrib.
Pada tahun 381 H, Khalifah Al-Tha'i ditangkap karena memenjarakan orang dekat Baha Ad-
daulah. Al- Tha'i tetap diperlukan sebagai orang yang terhormat dan diperlakukan dengan
baik sampai beliau meninggal dunia pada tahun 393 H, di malam idul fitri pada usia 76
tahun.
Al-Qoim
Al-Qa'im Biamrillah (Arab: )القائمbergelar Abu Ja'far dengan nama aslinya Abdullah bin al-
Qadir adalah Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad dari tahun 1031 sampai 1075. Dia
dilahirkan pada bulan Zulkaidah tahun 391 H atau September 1001 dari seorang ibu yang
mantan budak dari Armenia bernama Badr ad-Duja.
Selama periode ini dan periode khalifah sebelumnya, sastra, terutama sastra Persia ,
berkembang di bawah perlindungan Buwayhids.Pada 1058 di Bahrain , perselisihan
mengenai pembacaan khutbah atas nama Al-Qa'im antara anggota suku Abd al-Qays dan
negara milenium Ismaili Qarmatian memicu pemberontakan yang dipimpin oleh Abu al-
Bahlul al-Awwam yang menyebabkan Pemerintahan Qarmatian dan menyebabkan
terungkapnya negara Qarmatian yang akhirnya runtuh di al-Hasa pada 1067
Al-Qa'im meninggal pada 1075 pada usia 73-74 tahun. Dia digantikan oleh cucunya Al-
Muqtadi sebagai Khalifah Abbasiyah kedua puluh tujuh.
Al-Muqtadir
Khalifah Al Muqtadir
Dia adalah Al Muqtadir Billah, Abu Fadhl (908-932M). Nama aslinya Ja’far bin Al Mu’tadhid.
Ia lahir pada ramadhan 282H. Ia diangkat menjadi khalifah sejak usia 13th karena
menggantikan kakaknya yang sakit parah.
Seorang menterinya bernama Abbas bin Hasan berniat menurunkannya dari kursi kerajaan,
dan beberapa orang lainnya setuju. Abdullah bin Al Mu’taz disiapkan untuk
menggantikannya. Rencana tersebut terdengar sampai ke telinga Al Muqtadir dan
membujuknya lalu memberinya uang supaya tidak meneruskan rencana itu. Tetapi yang lain
tetap menyerang Al Muqtadir pada 20 Rabiul Awwal 296H.
Al Muqtadir menangkap para fuqaha dan pemimpin yang menyatakan pencopotan dirinya.
Pada tahun 311H, panglima muknis yang bergelar Al Muzhaffar melakukan pemberontakan
saat ia mendengar Al Muqtadir akan mengangkat Harun bin Gharib menggantikan
kedudukannya. Pada tahun 320H, Muknis membawa pasukan orang-orang barbar. Ia
berhasil membunuh Al Muqtadir dengan memenggal kepalanya pas tanggal 27 Syawal pada
hari Rabu.
Dia dikenal sebagai sosok yang mempunyai kepribadian kuat,di siplin,memiliki pemikiran
yang cemerlang dan sangat berwibawa
Al-Mustarsyid terbunuh di Muraghah pada hari Kamis tanggal 16 Zulkaidah tahun 529 H / 28
Agustus 1135.
Ar - Rasydi
Ar-Rasyid Billah (Arab: ) الرشيدbergelar Abu Ja'far dengan nama asli Manshur bin al-
Mustarsyid adalah khalifah Bani ! Abbasiyah di Baghdad dari 1135 hingga 1136.
Seperti ayahandanya, al-Mustarsyid, ar-Rashid membuat percobaan lain yang gagal pada
kemerdekaan dari Turki Seljuk. Untuk membalaskan kematian ayahandanya, ia mengganggu
perjalanan Sultan yang meminta hadiah besar, menghasut rakyat banyak untuk menjarah
istananya, lalu, didukung oleh Zengi, yang sama-sama bermusuhan dengan Sultan karena
pembunuhan Dubeis, menjadi saingan Sultan.
Al - Muktafi
Al-Muqtafi (1096 - 12 Maret 1160) ( Bahasa Arab : ) المقتفي ألمر هللاadalah khalifah Abbasiyah di
Baghdad dari tahun 1136 hingga 1160, menggantikan keponakannya ar-Rashid .
Berlangsungnya perpecahan dan pertikaian antara Turki Seljuk memberi peluang al-Muqtafi
untuk tidak hanya mempertahankan kekuasaannya di Baghdad, tetapi juga memperluasnya
ke seluruh Irak.
Khalifah abbasiyah ke 31
Khalifah abbasiyah di baghdad
Memerintah : 17 Agustus 1136 - 12 Maret 1160
Pendahulu: Al-Rashid
Penerus :Al-Mustanjid
Lahir : 9 Maret 1096
Baghdad , Khilafah Abbasiyah sekarang Irak
Meninggal : 12 Maret 1160 (berusia 64)
Baghdad, Khilafah Abbasiyah sekarang Irak
Istri : Fatimah Khatun,
Thawus
Isu : Al-Mustanjid
Dinasti : Abbasiyah
Ayah : Al-Mustazhir
Ibu : Nasim
Agama : Islam Sunni
Al-mustanji 555-556 H
Al-Mustanjid dilantik sebagai khalifah Bani Abbasiyah ke-32 (1160-1170 M) pada hari
meninggalnya sang ayah, Al-Muqtafi. Nama aslinya Yusuf bin Al-Muqtafi. Al-Mustanjid
dilahirkan pada 518 H. Ibunya seorang mantan budak dari Karji bernama Thawus.
Di kalangan sejarawan, dia dikenal sebagai sosok khalifah yang adil dan penuh kasih sayang.
Dia membebaskan rakyat dari wajib pajak di beberapa wilayah. Bahkan di Irak, bea cukai
tidak berlaku sama sekali. Dia adalah sosok yang keras terhadap mereka yang merusak.
Salah satu syairnya yang terkenal adalah, "Dia hinakan aku dengan uban, padahal dia tenang
selalu. Andaikata dia hinakan aku dengan sesuatu yang menghinaku. Jika rambut di kepalaku
mulai memancarkan uban, tidakkah malam yang gelap dihiasi purnama putih."
Sepeninggal Sultan Sulaiman Syah, tentara dan rakyat mengangkat Arsalan Syah sebagai
sultan. Ia seorang ahli militer dan negarawan yang terpandang. Sultan Arsalan Syah mampu
menjalin kerjasama yang baik dengan Khalifah Al-Mustanjid, hingga ia mampu memegang
tampuk kesultanan selama 15 tahun.
Khalifah Al-Mustanjid wafat pada 8 Rabiul Awwal 566 H. Ia memegang jabatan khalifah
selama 10 tahun. Salah satu kisah menarik dari Al-Mustanjid, sebagaimana yang dikatakan
Adz-Dzahabi, bahwa sejak ia sakit ada sinar merah yang terus-menerus memancar di langit
dan sinar tersebut bisa dilihat dari tembok-tembok.
Beberapa tokoh yang meninggal pada masa pemerintahan Al-Mustanjid antara lain Ad-
Dailami, penulis kitab Musnad Al-Firdaus; Al-Imrani, penulis kitab Al-Bayan dari kalangan
Madzhab Syafi'i; Ibnu Al-Bazri seorang tokoh madzhab Syafi'i dari Jazirah Arab; menterinya
yang bernama Ibnu Hubairah; Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani; Imam Abu Sa'ad As-Sam'ani dan
beberapa tokoh serta ulama lainnya.
Al-Mustadhi Liamrillah
Al-Hassan bin Al-Mustanjid bin Billah, demikian nama aslinya. Khalifah ke-33 (1170-1180 M)
ini lahir pada 536 H. Ibunya seorang mantan budak asal Armenia bernama Ghadhdhah. Dia
dilantik sebagai khalifah saat ayahnya meninggal.
Ibnul Jauzi berkata, "Dia menyerukan agar semua bea cukai dihapuskan dan semua harta
yang diambil dengan cara tidak sah dikembalikan kepada para pemiliknya. Dia telah
menampakkan sikapnya yang adil dan kedermawanannya yang belum pernah kami lihat
sebelumnya. Dia mengkhususkan harta bagi orang-orang Bani Hasyim dan orang-orang
keturunan Ali. Demikian juga untuk para ulama, sekolah-sekolah, dan tempat ibadah. Dia
selalu mengeluarkan harta untuk berinfak dan beramal. Di masanya tidak pernah terjadi
peperangan."
Khalifah ini dikenal penyabar, hati-hati dan lemah-lembut. Tatkala diangkat sebagai khalifah,
dia memberi hadiah kepada para pembesar negeri dan yang lain. Dalam khutbah-khutbah di
Baghdad, ia selalu disebut-sebut. Dia memberi uang kepada rakyatnya.
Pada 576 H, Khalifah Al-Mustadhi meninggal dunia, pada akhir bulan Syawwal. Dia
menyerahkan kekuasaaan kepada anaknya yang bernama Ahmad yang bergelar An-Nashir
Lidinillah.
KHALIFAH AZ ZAHIR
Azh-Zhahir Biamrillah (1176 - 1226) (bahasa Arab: )الظاهر بأمر هللاbergelarAbu Nashr dengan
nama aslinya Muhammad bin an-Nashir Lidinillah adalah KhalifahAbbasiyah di Baghdad dari
1225 hingga1226. Ia adalah putera Abul 'Abbas Ahmadun Nashir li Dinillah. Pada masa
pemerintahannya, ia menurunkan pajak, dan membangun pasukan yang kuat. Sedikit yang
bisa diceritakan tentangnya (dan khalifah berikutnya) selain ia hangat dan saleh.Perang Salib
tetap berlarut-larut, sedangkan pewaris Saladin berselisih di antara mereka sendiri. Ia
meninggal pada 10 Juli 1226, 9 bulan setelah pemerintahannya.Untuk sultan ke-7 Fatimiyah,
lihat Ali azh-Zhahir.Didahului oleh: an-NashirKhalifah Bani Abbasiyah (1225 1226) Diteruskan
oleh: Al-Mustanshir.
Azh-Zhahir sangat teliti dalam masalah pengambilan zakat. Misalnya zakat tanaman, hanya
diambil dari tanaman yang tumbuh sehat dan subur. Sedangkan tanaman yang kering dan
tidak banyak berbuah, tidak diambil zakatnya.
Keadilannya dalam memerhatikan timbangan juga sangat ketat. Dia mengetahui bahwa pada
masa pemerintahan sebelumnya, ayahnya menganjurkan rakyat menggunakan timbangan
lebih berat setengah mistqal dari timbangan biasa. Azh-Zhahir memerintahkan kepada
semua bawahannya untuk mengubah semua itu dan menggunakan timbangan yang biasa
sambil mengawali setiap surat yang dikirimnya dengan surat Al-Muthaffifin ayat 1,
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang."
Tindakan khalifah ternyata mendapat penolakan dari para bawahannya. Menurut mereka,
jika timbangan yang dipakai oleh rakyat dikembalikan pada ukuran yang sebenarnya akan
mengurangi pendapatan negara sebesar 350.000 dinar.
Mendengar hal itu, khalifah berkata, "Batalkan semua itu dan kembalikan kepada aslinya
walaupun keuntungan yang akan didapat hanya sebanyak 35.000 dinar."
Khalifah juga sangat memerhatikan kehidupan para ulama dan cendikiawan Muslim dengan
cara banyak membantu kesulitan hidup mereka. Ia juga selalu meminta saran dan nasihat
dari mereka serta berpesan agar apa yang telah diberikan tidak memengaruhi sikap mereka.
Suatu ketika pernah datang kepada khalifah seorang penjaga pos keuangan dari Wasith
dengan membawa uang sebanyak 100.000 dinar yang didapatkan dengan cara merampas
secara paksa dari pemiliknya. Mengetahui hal itu, khalifah mengembalikan uang tersebut
kepada pemiliknya.
Suatu ketika khalifah meninjau kas negara. Salah seorang pegawai di tempat itu berkata,
"Gudang ini di masa pemerintahan orang-orang sebelummu penuh dengan harta benda dan
simpanan uang yang banyak. Saat ini di masa pemerintahanmu, isi gudang ini hampir habis
karena engkau bagi-bagikan kepada rakyat."
Azh-Zhahir meninggal dunia pada 13 Rajab 623 H. Masa pemerintahannya hanya sembilan
bulan 24 hari.
Al-Muntanshir
Daulah Abbasiyah:
Al-Mustanshir, Khalifah Pemberani.
Ia adalah khalifah Bani Abbasiyah ke-36 (1226-1242 M). Buku-buku sejarah
mengabadikannya dengan nama Al-Mustanshir Billah atau Abu Ja'far. Nama aslinya Manshur
bin Azh-Zhahir Biamrillah. Dia dilahirkan pada Shafar 588 H. Ibunya seorang mantan budak
berasal dari Turki.
Dia dilantik menjadi khalifah setelah ayahnya meninggal pada Rajab 623 H. Al-Mustanshir
dikenal sebagai pribadi yang senantiasa menyebarkan keadilan di tengah rakyatnya. Ia
memutuskan suatu perkara dengan adil. Dia dekat dengan orang-orang berilmu. Al-
Mustanshir senang melakukan kebaikan dan rajin menyebarkannya. Kisah tentang sikapnya
yang baik ini terekam dengan tinta emas. Dia membangun perguruan Al-Mustanshiriyah
dengan gaji yang sangat memadai bagi para pengajar.
Ia juga banyak membangun sekolah dan masjid, juga rumah sakit. Dia membangun menara-
menara Islam dan membungkam orang-orang yang membangkang. Dia mencegah
munculnya fitnah dan mengajak manusia untuk melakukan perbuatan yang lurus.
Khalifah Al-Mustanshir meninggal pada Jumat, 10 Jumadil Akhir 640 H.