Anda di halaman 1dari 17

Biografi Khalifah

Daulah Abbasiyah
Harun Ar-Rasyid
NURUL FADIYAH
XI IPS 2
ABSEN 19
Kekhalifahan Abasiah
Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: ‫الخالفة العباسية‬, al-khilāfah
al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: ‫العباسيون‬,
al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang
berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak) dan kemudian
berpindah ke Kairo sejak tahun 1261. Kekhalifahan ini
berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah
merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua
wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah merujuk kepada
keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu
Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka
juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun
750 dan memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad.
Berkembang selama tiga abad, tetapi pelan-pelan meredup
setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan
bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan
dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil
kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk
menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat,
yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia
kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb
dan Ifriqiya kepada Aghlabiyyah dan Fatimiyah.
Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan
bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang
menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari
pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.
Kekhalifahan Bani Abbasiyah berlanjut di Kairo mulai tahun 1261
dibawah naungan Kesultanan Mamluk Mesir. Kekhalifahan di
Kairo ini berakhir ketika Mesir di taklukan Kesultanan
Utsmaniyah tahun 1517 dan gelar khalifah di klaim oleh dinasti
Utsmaniyah Turki.
Harun Ar-Rasyid
Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 dan wafat pada
tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan.
Harun Ar-Rasyid adalah khalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah
dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama
Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-
Hadi adalah kalifah yang keempat. Ibunya Jurasyiyah dijuluki
Khayzuran berasal dari Yaman.
Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat
dengan keluarga Barmak dari Persia (Iran). Pada masa mudanya,
Harun banyak belajar dari Yahya ibn Khalid Al-Barmak.
Era pemerintahan Harun, yang dilanjutkan oleh Ma'mun Ar-Rasyid,
dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di
mana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan
dunia.
Pada masa pemerintahannya dia:
Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
Membangun kota Baghdad yang terletak di antara sungai eufrat
dan tigris dengan bangunan-bangunan megah.
Membangun tempat-tempat peribadatan.
Membangun sarana pendidikan, kesenian, kesehatan, dan
perdagangan.
Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian
masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-
rumah, masjid-masjid, dan istana. Pada masanya Ia memiliki
seorang kadi (penasihat kerajaan) yang sangat cerdas yang
dikenal dengan nama Abu Nawas menurut cerita rakyat irak ia
suka menantang abu nawas dengan hal yang aneh kepada Abu
Nawas bahkan di salah satu cerita rakyat ia pernah disuruh
memindahkan istananya
Khalifah Abasiyah Harun Ar-Rasyid
Setelah al Hadi meninggal pada tahun 786, naiklah
saudaranya, Harun Al Rasyid. Pada zaman khalifah Harun
Al Rasyid inilah, Kekhalifahan Abbasiyah mencapai puncak
kejayaannya, baik kekayaan negeri, luas jajahan, hingga
perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan hidup makmur
karena mereka mendapat pendanaan dari khalifah.
Penduduk kota Baghdad menjadi ramai, karena
perdagangan yang makmur.
Beliau tidak memerangi keturunan Ali bin Abi Thalib
sebagaimana yang dilakukan para pendahulunya.
Keturunan Ali yang hidup di Baghdad tidak lagi diintip dan
dicurigai. Hanya seorang saja yang diperangi oleh beliau,
yaitu Yahya ibnu Abdullah yang melarikan diri pada zaman
al-Hadi dan mendirikan kekuasaan di negeri Dailam.
Setelah jelas bahwa pasukan Yahya akan menjadi
besar, beliau mengirimkan tentara di bawah
panglima Fadhal ibnu Yahya ibnu Khalid al-Barmaky
untuk berangkat ke sana. Karena Yahya merasa
dirinya akan terdesak, dia memohon perdamaian.
Permohonan itu dikabulkan. Dailam akhirnya
bergabung dalam kekuasaan Baghdad. Sementara
itu, saudara Yahya yang bernama Idris terus
melanjutkan pelarian ke Mesir. Dari Mesir,
diteruskannya perjalanan ke Magrib (Afrika Utara).
Di sana, dia mendirikan Daulah Alawiyin (Adarisah).
Harun al-Rasyid berulang kali mengerahkan pasukannya
menyerang negeri Romawi. Mereka banyak mendapat
kemenangan. Banyak negeri Romawi yang membayar jizyah
dan mengakui kekuasaan Abbasiyah. Karel Agung pun
mengirimkan utusannya ke Baghdad untuk mendekati
Harun al-Rasyid. Karel Agung mengetahui bahwa Harun Al
Rasyid memiliki musuh besar, yaitu Raja Kordova, Bani
Umayah di Andalusia. Karel hendak membangga diri di
hadapan musuhnya, yakni Raja Naqfur (Raja
Konstantinopel, Roma Timur), bahwa ia telah sanggup
menarik hati Raja Baghdad.
Harun al-Rasyid meninggal dalam perjalanan memimpin
angkatan di negeri Thus, pada tahun 809.[1] Harun al-Rasyid
memiliki dua orang putra, yaitu Al Amin dan Al Ma'mun.
Kekuasaan Abbasiyah diberikan kepada dua orang itu secara
berganti-gantian. Hingga akhirnya, Al Amin tidak mau
memberikan giliran memerintah kepada Al Ma'mun. Ia hanya
mau memberikan giliran memerintah ke anaknya sendiri. Oleh
sebab itu, Al Ma'mun menyatakan perang terhadap Al Amin. Al
Amin kalah dalam peperangan dan dibunuh tentara Al Ma'mun
yang datang menyerang Kota Baghdad di bawah pimpinan
Panglima Thaher ibnu Husin pada tahun 813. Al Amin hanya
memerintah selama 4 tahun.
Berkuasa 14 September 786 - 24 Maret 809
15 Rabiul awal 170 H - 3 Jumadal akhir 193 H
Pendahulu Abu Abdullah Musa bin Mahdi al-Hadi
Penerus Muhammad bin Harun al-Amin
Ayah Muhammad bin Mansur al-Mahdi
Ibu Al-Khayzuran
Faktor-Faktor
Penyabab
Kemunduran
Abbasiyah
Faktor-Faktor Penyebab Kenunduran
Abbasiyah
1. Luasnya wilayah yang harus dikendalikan.
- Lambatnya komunikasi [tentu saja, antisipasi
dan solusi menyertai], meskipun dapat diatasi,
oleh karena itu yang paling mendesak adalah
- suatu tingkat tertentu saling percaya antara:
penguasa-penguasa utama dan para pelaksana
pemerintahan. Mis.
- Syari’ah tidak pernah diterapkan dalam
hubungan antara para menteri dan pejabat
tinggi satu sama lain dan kepada khalifah.
2. Meningkatnya ketergantungan pada
tentara bayaran dan, bisa jadi, berkaitan
dengan perkembangan teknologi militer.
- Meskipun masalah ini disadari, tetapi para
khalifah tampaknya menganggap tidak
mungkin kembali ke model tentara milisi
yang terdiri dari warga kota.
- Maka, menjadi penting bagi khalifah dan
gubernur untuk memiliki tentara yang setia
pada dirinya pribadi dengan membayar
mereka secara tetap.
3. Yang terpenting adalah faktor keuangan.
- Sampai dengan 919 uang dalam jumlah besar masih
dikirim ke Baghdad.
- Namun, menjadi kebiasaan untuk mengumpulkan uang ini
melalui “sistem pemborongan” pajak; kadang-kadang hak
untuk mengumpulkan pajak dalam satu daerah
diborongkan pada para pemimpin tentara yang dianggap
efisien.
- Ketika kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup
mengirim militer untuk memungut pajak, maka pemasukan
menurun; dan ini bisa berarti ada pemberontakan oleh
tentara atau kekuatan militernya berkurang sehingga
berkurang pula kemampuannya mengumpulkan pajak.
WAFATNYA AL-RASYID
Harun al-Rasyid pernah bermimpi tentang kematiannya.
Dalam mimpinya ia melihat dirinya menggenggam tanah
berwarna merah. Di tempat itulah ia wafat.
Mimpi itu pun jadi kenyataan. Saat al-Rasyid menempuh
perjalanan menuju Khurasan, setibanya di Kota Thous, ia
jatuh sakit. Al-Rasyid memerintahkan pembantunya,
“Datangkan padaku sewadah tanah dari tempat ini.”
Kemudian diberikan padanya tanah merah di
gengagamannya. Melihat itu, al-Rasyid mengatakan,
“Demi Allah, inilah telapak tangan yang aku lihat. Dan
tanah yang ada di genggamannya.”
Ia memerintahkan penggalian
makamnya saat ia masih hidup.
Kemudian ia minta dibacakan Alquran
seutuhnya. Setelah itu, ia minta dibawa ke
makamnya. “Menuju tempat inilah
perjalanan (hidup ini) wahai anak Adam,”
kata al-Rasyid. Ia pun menangis. Tiga hari
kemudian, beliau rahimahullah wafat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai