Anda di halaman 1dari 11

PERADABAN

BANI
ABBASIYAH
Nur Auliya Rahmah F. / 25
XI MIPA 5
PUSAT PERADABAN DAN FAKTOR RUNTUHNYA
BANI ABBASIYAH

01 KOTA BAGHDAD KOTA BUKHARA


DAN SAMARKAND
04

02 KOTA ANHAR
(HASYIMIYAH)
KOTA SAMARRA 05

03 KOTA KARKH FAKTOR INTERNAL


DAN EKSTERNAL
06
KOTA BAGHDAD

Pembangunannya diprakarsai oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur (754-755 M), yang
memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Pada 762 M, Al Mansur
menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru yang megah.

Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan didasarkan pada berbagai


pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial, serta geografis. Damaskus, Kufah, dan Basrah
yang lebih dulu berkembang tidak dijadikan pilihan karena kota-kota itu masih banyak lawan
politik Dinasti Abbasiyah, yakni Dinasti Umayyah yang baru dikalahkan.

Sebelum membangun Kota Baghdad, Al-Mansur mengutus banyak ahli untuk tinggal di
kota itu untuk meneliti keadaan tanah, cuaca, dan kondisi geografisnya. Hasilnya, mereka
menyimpulkan bahwa Baghdad yang terletak di tepian Sungai Tigris sangat strategis dijadikan
pusat pemerintahan Islam.
KOTA ANHAR (HASYIMIYAH)

Kota Anhar dulunya dibangun oleh raja Persia yang bergelar Heraklius. Pada
saat Abasiyah berdiri, khalifah pertama Abu Abbas Assafah memperbaiki kota ini
dan mengganti namanya menjadi kota Hasyimiyah. Namun, orang-orang
Rawandiyah melakukan pemberontakan pada saat Al-Mansur menjadi khalifah
sehingga membuat Al Mansur merasa tidak aman, karena pernah mendapat ancaman
dari lawan politik.

Selanjutnya khalifah Al Mansur merancang untuk mendirikan kota baru yang


bernama Baghdad. Meskipun ibukota Abbasiyah dipindahkan ke Baghdad, tetapi
Hasyimiyah tetap menjadi salah satu pusat peradaban Islam Abasiyah sampai
sekarang. Selama 4 tahun Abu Abas menjadi khalifah kota ini menjadi pusat ibu
kota Abasiyah. Pada saat perkembangan peradaban Abasiyah mengalami masa
puncak kejayaan, Hasyimiyah termasuk salah satu pusatnya pegembangan ilmu
pengetahuan.
KOTA KARKH
Kota Karkh dibangun oleh khalifah al-Mansur dengan tujuan sebagai kota
bayangan, kota yang menyokong pemerintahan pusat yakni Baghdad dalam
menjalankan pemerintahannya. Kota Baghdad yang sudah penuh sesak dengan
berbagai bagunan, masjid, istana, madrasah, maktab dan bangunan fasilitas
pemerintahan lainnya, maka khalifah al- Mansur memindahkan pusat-pusat
perniagaan dari kota Baghdad ke kota Karkh. Perniagaan yang dominan adalah
perniagaan minyak wangi, tukang- tukang besi, tukang-tukang kayu, perniagaan-
perniagaan pakaian dan senjata, serta perniagaan bunga, dan perniagaan alat
musikv
KOTA BUKHARA DAN
SAMARKAND
Samarkand dikenal sebagai kota yang strategis. Di era kejayaan Islam, Samarkand menjadi pusat studi para
ilmuwan. Bersama dengan Bukhara, Samarkand menjadi pusat Islamisasi penting di Asia Tengah.
Sejarah  berdiri  dua  kota  ini adalah ketika Iskandar Zulkarnain diperintahkan  agar membatasi
hegomoni  Mongol  mengadakan  serangan ke  wilayah lain. Iskandar diutus ke wilayah yang
sekarang  dikenal  dengan  wilayah Tranxoania dan  membangun Bukhara dan Samarkand menjadi pusat  kota bagi
komunitas di wilayah ini. Dua kota ini dikembangakan menjadi dua  pusat  peradaban besar. Di di kota ini lahir
ulama-ulama  seperti Imam  Bukhari dan Imam  Samarkandi. Khalifah Al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah
memberikan jabatan gubernur kepada putra-putra Asad bin Saman untuk memerintah Transoksania dari
Samarkand.
KOTA SAMARRA
Diriwayatkan  bahwa, asal kata  samarra dari  bahasa arab yang artinya,
siapa  yang  melihat pasti senang.  Kota  ini  di bangun  di timur  sungai Dajlah,  sejauh 100km
dari  kota  Bagdad. Asalnya  di bangun oleh  Harun  dari  sebuah  kota  tua, khalifah Harun
menggali  sebuah  sungai yang  dekat  dengan istanah namanya Taqul. Selanjutnya Khalifah
alMuktasim jug  telah  membangun sebuah  istanah  yang  dihadiakan kepada Permaisurinya.
Kota  itu  di  bangun karena  kota Bagdad semakin  sesak dengan penduduk dan  peradaban. Di
antara bangunan -  bagunan besar yang  indah di  kota  samarra ialah mahligai khaliah al
Mutwakkil khalifah ke 10 yang diberi nama maligai al Arus selanjutnya  di bangun mahligai-
mahligai halifah berikutnya, al  Mukhtar  dan al Walid
FAKTOR INTERNAL

1) Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan


Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan
dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan yang tertindas pada masa Bani Umayyah. Setelah Khalifah
Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Meskipun demikian, orang-orang Persia
tidak merasa puas. Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, budak-
budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi
peluang besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting
di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka
diami. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki.

2) Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri


Wilayah kekuasaan Abbasiyah sangat luas, meliputi Maroko, Mesir, Syiria, Irak, Persia, Turki, dan India.
Walaupun dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah, daerah-daerah itu berada dibawah
kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.
Kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pembayaran upeti karena Khalifah tidak cukup kuat
untuk membuat mereka tunduk. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri ialah
terjadinya perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
3) Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Perekonomian
masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki
masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis. Pendapatan negara
menurun disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan
diri dan tidak lagi membayar upeti. Sementara pengeluaran meningkat lebih besar antara lain disebabkan oleh
kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat
melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit dan
kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah.

4) Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan


Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu
mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya
gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Khalifah Al-Manshur
yang berusaha keras memberantasnya, setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya, Al-Mahdi yang lebih
keras memerangi orang-orang Zindiq.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan
Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun
FAKTOR
EKSTERNAL
1) Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap
Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa
peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu, pada
tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada umat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian
dikenal dengan nama Perang Salib. Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah
banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-
1124 M, mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Serangan Mongolia
ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah

2) Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China.
Sebagai awal penghancuran Baghdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri
Asia Tengah Khurasan dan Persia, juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan
ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah
tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan menghancurkan tembok ibukota.
Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para
pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya
menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban
sekitar dua juta orang. Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim telah menandai babak akhir dari Dinasti
Abbasiyah.
THANKS
!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai