Anda di halaman 1dari 4

SKI 8 MTsN

PERTEMUAN 3

D. KHALIFAH-KHALIFAH BESAR DINASTI ABBASIYAH


Dari 37 khalifah Dinasti bani Abbasiyah, terdapat beberapa orang khalifah yang terkenal,
di antaranya Abu Ja’far Al-Mansur, Harun Ar-Rasyid dan Al-Makmun. Pada masa pemerintahan
ketiganya merupakan masa-masa keemasan peradaban Islam. Para khalifah agung tersebut dikenal
sebagai penguasa adil dan bijaksana serta memiliki perhatian dan kecintaan yang kuat terhadap ilmu
pengetahuan. Dukungan dan kegigihan mereka dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
pengembangan perdaban Islam tercermin dalam berbagai kebijakan pemerintahannya. Untuk
mengetahui lebih jelas, bacalah uraian berikut.
1. Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (136-158 H/754-775 M), Pendiri Kota Baghdad
a. Biografi Singkat Al-Mansur.
Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al-Mansur
adalah Khalifah kedua Bani Abbasiyah, putera
Muhammad bin Ali bin Abdullah ibn Abbas bin Abdul
Muthalib, dilahirkan di Hamimah pada tahun 101 H.
Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, adalah wanita
dari suku Barbar. Al-Mansur adalah saudara Ibrahim Al-
Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Al-Mansur memiliki
kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas, dan otak
cemerlang.
Ia dinobatkan sebagai putera mahkota oleh kakaknya,
Patung Abu Ja’far al-Mansur di
Abul Abbas As-Saffah. Selanjutnya, ketika As-Saffah Baghdad
meninggal, Al-Mansur dilantik menjadi khalifah, saat itu Sumber: www.republika.co.id

usianya 36 tahun.
Al-Mansur seorang khalifah yang tegas, bijaksana,
alim, berpikiran maju, baik budi, dan pemberani. Ia tampil
dengan gagah berani dan cerdik menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda
pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Al-Mansur juga sangat mencintai ilmu pengetahuan.
Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan menjadi pilar bagi pengembangan peradaban Islam di
masanya.
Setelah menjalankan pemerintahan selama 22 tahun lebih, pada tanggal 7 Zulhijjah tahun
158 H/775 M, al-Mansur wafat dalam perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, di
suatu tempat bernama “Bikru Maunah” dalam usia 57 tahun. Jenazahnya dimakamkan di
Makkah.

a. Kebijakan Khalifah Al-Mansur dalam Pemerintahan


Setelah dilantik menjadi khalifah pada 136 H/754 M, Al-Manshur membenahi
administrasi pemerintahan dan kebijakan politik. Dia menjadikan Wazir sebagai koordinator
departemen. Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balk, Persia.
Al-Mansur juga membentuk lembaga protokoler negara, sekretaris negara, dan kepolisian
negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd Al-
Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak
masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya untuk menghimpun seluruh informasi dari
daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan berjalan dengan lancar sekaligus menjadi
pusat informasi khalifah untuk mengontrol para gubernurnya
Untuk memperluas jaringan politik, Al-Mansur menaklukkan kembali daerah-daerah yang
melepaskan diri, dan menertibkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha
tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Cappadocia, dan Cicilia
pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati
selat Bosporus.
Selain itu, Al-Mansur membangun hubungan diplomatik dengan wilayah-wilayah di luar
jazirah Arabia. Dia membuat perjanjian damai dengan kaisar Constantine V dan mengadakan
genjatan senjata antara tahun 758-765 M. Khalifah Al-Manshur juga mengadakan penyebaran
dakwah Islam ke Byzantium dan berhasil menjadikan kerajaan Bizantium membayar upeti
tahunan kepada Dinasti Abbasiyah. Juga mengadakan kerjasama dengan Raja Pepin dari
Prancis. Saat itu, kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia dipimpin oleh Abdurrahman Ad-
Dakhil. Al-Mansur juga berhasil menaklukan daerah Afrika Utara itu pada tahun 144 H, meski
kadang kota Kairawan silih berganti bertukar wali. Kadang di kuasai oleh bangsa Arab, di lain
waktu jatuh ke tangan Barbar lagi. Baru pada tahun 155 H barulah kota itu dikuasai penuh oleh
Daulat Abbasiyah.

b. Mendirikan Kota Baghdad


Pada masa awal pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah, yakni di masa Abul Abbas As-
Saffah, pusat pemerintahan Dinasti bani Abbasiyah di kota Anbar, sebuah kota kuno di Persia
sebelah Timur Sungai Eufrat. Istananya diberi nama Hasyimiyah, dinisbahkan kepada sang
kakek, Hasyim bin Abdi Manaf.

Pada masa Al-Mansur, pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Kufah, dan mendirikan
istana baru dengan nama Hasyimiyah II. Selanjutnya, untuk lebih memantapkan dan menjaga
stabilitas negara Al-Mansur mencari daerah strategis untuk menjadi ibu kota negara. Pilihan
jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan Baghdad, terletak di tepian sungai Tigris dan
Eufrat. Sejak zaman Persia Kuno, kota ini sudah menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi
para saudagar dari berbagai penjuru dunia, termasuk para pedagang dari Cina dan India. Ada
juga cerita rakyat bahwa daerah ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan,
Raja Persia yang termasyhur. Baghdad berarti “taman keadilan”. Taman itu lenyap bersama
hancurnya kerajaan Persia dani namanya tetap menjadi kenangan rakyat.
Dalam membangun kota ini, khalifah mempekerjakan ahli bangunan yang terdiri dari
arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat, dan lain-lain yang
didatangkan dari Syria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota
ini berbentuk bundar. Di sekelilingnya dibangun dinding tembok yang besar dan tinggi. Di
sebelah luar dinding tembok, digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air sekaligus
benteng.
Ada empat buah pintu gerbang di seputar kota ini, disediakan untuk setiap orang yang
ingin memasuki kota. Keempat pintu gerbang itu adalah Bab al-Kufah, terletak di sebelah Barat
Daya, Bab al -Syam, terletak di Barat Laut, Bab al-Bashrah, di Tenggara, dan Bab al-Khurasan,
di Timur Laut. Diantara masing-masing pintu gerbang ini, dibangun 28 menara sebagai tempat
pengawal negara bertugas mengawasi keadaan di luar. Di atas setiap pintu gerbang dibangun
tempat peristirahatan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah dan menyenangkan. Di
tengah-tengah kota terletak istana khalifah dengan seni arsitektur Persia. Istana ini dikenal
dengan Al-Qashr al -Zahabi, berarti ‘istana emas’. Istana ini dilengkapi dengan bangunan
masjid, tempat pengawal istana, polisi, dan tempat tinggal putra-putri dan keluarga khalifah.
Di sekitar istana dibangun pasar tempat perbelanjaan. Jalan raya menghubungkan empat
pintu gerbang. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip K. Hitti, seorang peneliti Sejarah Arab,
menyebut Baghdad sebagai kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota di dunia, Baghdad
merupakan profesor masyarakat Islam. Bahkan dalan cerita 1001 malam, Baghdad menjadi
kota impian.
Al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad, tahun
762 M. Baghdad, selanjutnya bukan hanya menjadi pusat pemerintahan yang strategis, sekaligus
juga menjadi pusat kebudayaan dan peradaban.

c. Pengembangan Ilmu Pengetahuan


Al-Mansur menunjukkan minat dan perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan. Penyalinan literatur Iran dan Irak, Grik serta Siryani dilakukan secara besar-
besaran. Dia mendorong usaha-usaha menterjemahkan buku-buku pengetahuan dari kebudayaan
asing ke bahasa Arab, agar dikaji orang-orang Islam.
Perguruan tinggi ketabiban di Jundishapur yang dibangun oleh Khosru Anushirwan (351-
579 M, Kaisar Persia) dihidupkan kembali dengan tenaga-tenaga pengajar dari tabib-tabib Grik
dan Roma yang menjadi tawanan perang.
Al-Mansur juga mendirikan sebuah perguruan tinggi sebagai gudang pengetahuan diberi
nama “Baitul Hikmah”. Usahanya itu telah menjadikan kota Baghdad sebagai kiblat ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam. Ia mengajak banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah
untuk datang dan tinggal di Baghdad. Ia merandorong pembukuan ilmu agama, seperti fiqh,
tafsir, tauhid, Hadits dan ilmu lain seperti bahasa dan ilmu sastra. Pada masanya lahir juga para
pujangga, pengarang dan penterjemah yang hebat, termasuk Ibnu Muqaffak yang
menterjemahkan buku Khalilah dan Dimnah dari bahasa Parsi.
UJI KOMPETENSI

A. SOAL OBJEKTIF ( soal tidak usah ditulis)

1. Selama berdiri Dinasti Abbasiyah mengukir sejarah sangat gemilang di bidang pemerintahan dan ilmu
pengetahuan hingga namanya termasyhur sampai ke Eropa dan Asia. Abbasiyah mencapai masa-masa
keemasan peradaban Islam. Ini semua berkat 3 orang khalifah termasyhur yaitu …
a. Abul Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-Mansur dan Al-Mahdi
b. Abu Ja’far Al-Mansur, Harun Ar-Rasyid dan Al-Makmun
c. Musa Al-Hadi, Harun Ar-Rasyid dan Al-Amin
d. Al-Mutawakkil, Al-Muntashir Billah dan Al-Musta’in Billah
2. Saudara kandung Abdul Abas As-Saffah yang menjadi kalifah ke 2 Abbasiyah adalah …
a. Ibrahim bin Muhammad c. Al-Mansur
b. Musa bin Muhammad d. Abu Ja‘far al-Mansur
3. Abu Ja‘far al-Mansur lahir tahun 101 H/719 M di kota …
a. Saifah c. Hamimah
b. Kuffah d. Khurasan
4. Nama ibu kandung Abu Ja‘far al-Mansur adalah …
a. Khaizurran c. Salamah al-Barbariyah
b. Murajilah binti Abdullah d. Rabtah binti Abaidullah
5. Abu Ja‘far al-Mansur dilantik menjadi kalifah dalam usia …
a. 30 tahun c. 33 tahun
b. 36 tahun d. 39 tahun
6. Kebijakan pertama kali yang dilakukan Abu Ja‘far al-Mansur setelah dilantik menjadi kalifah di
bidang pemerintahan adalah …
a. Membenahi administrasi pemerintahan dan kebijakan politik
b. Membentuk lembaga protokoler negara, sekretaris negara, dan kepolisian
c. Membentuk lembaga kehakiman negara
d. Membangun hubungan diplomatik dengan wilayah-wilayah di luar jazirah Arabia.
7. Usaha yang dilakukan Abu Ja‘far al-Mansur dalam membenahi lembaga hakim negara dan usahanya
menegakkan keadilan bagi umat Islam, maka ia menunjuk seseorang menjadi hakim pada lembaga
kehakiman negara yaitu ….
a. Al Haakim Biamrillah ibn al-Muttaqi c. Al Mutawakkil ‘Alallah ibn al-Radli
b. Al-Muhtadi Billah ibn Abd Rahman d. Muhammad ibn Abd Al-Rahman
8. Untuk memperluas jaringan politik, Al-Mansur menaklukkan kembali daerah-daerah yang
melepaskan diri, dan menertibkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut
adalah …
a. Merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Cappadocia, dan Cicilia
b. Memperkuat pasukan tentara dan membangun pusat persenjataan
c. Membuat benteng pertahanan di pusat kota Bagdad dan mempersenjatai pemuda-pemuda pilihan
d. Daerah yang ditaklukan wajib tunduk dan patuh dibawah kepemimpinan Abbasiyah
9. Abu Ja‘far al-Mansur menjadi kalifah Abbasiyah selama …
a. 20 tahun c. 22 tahun
b. 24 tahun d. 26 tahun
10. Salahsatu keberhasilan Abu Jakfar al-Mansur memimpin Abbasiyah adalah ia menaklukan kerajaan
besar di Eropa sekaligus menyebarkan Islam disana. Kerajaan besar itu adalah …
a. Coernelius Roma c. Constantinopel Italia
b. Bizantium Italia d. Cordova Spanyol
11. Keberhasilan Abu Ja‘far al-Mansur dalam memimpin Abbasiyah dapat dibuktikan dengan kebijakan
beliau dalam pemerintahan, diantaranya adalah …
a. Membentuk lembaga protokoler negara, sekretaris negara dll
b. Membangun pelabuhan Persia untuk meningkatkan perdagangan
c. Membangun pabrik untuk komuniti pertanian seperti pabrik anggur
d. Menyebarkan Islam sampai ke Asia tengah dan China
12. Salah satu puncak keberhasilan Abu Ja‘far al-Mansur menjadi kalifah Abbasiyah yang sampai hari ini
masih utuh dan bertahan adalah …
a. Membangun bendungan raksasa di sungai Eufrat
b. membangun kota Bagdad
c. membangun terusan suez di Mesir
d. Membangun pabrik kain dan produksi anggur
13. Abu Ja‘far al-Mansur membangun perguruan tinggi tempat penterjemah buku pengetahuan Yunani,
Ramowi, dan Persia ke bahasa Arab untuk dipelajari rakyat Abbasiyah yang disebut …
a. Sadrul Ilmiyah c. Kutubussitah
b. Baitul Hikmah d. Raudatul Hikmah
14. Setelah Abu Ja‘far al-Mansur memindahkan pusat pemerintahan Abbasiyah ke kota Bagdad (Irak), ia
membangun sebuah istana kalifah dengan seni arsitektur Persia. Istana itu berdiri di pusat kota Bagdad.
Istana itu bernama …
a. Al-Qashr al -Zahabi c. Al-Busthan al-Zahabi
b. Al-Azharr al-Zahabi d. Al-Hikmah al-Zahabi
15. Abu Ja‘far al-Mansur wafat dalam usia 57 tahun ketika ia mengadakan perjalanan menunaikan ibadah
haji. Dalam perjalanan ia sakit dan meninggal di suatu wilayah yang bernama …
a. Rabiqah c. Ashayrah
b. Al-Amlah d. Bikru Maunah

Anda mungkin juga menyukai