Anda di halaman 1dari 14

KLIPING

BUKTI SEJARAH KEMAJUAN PERADAPAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM


MASSA DAULAH ABBASIYAH

KELOMPOK 2 :
1) SHALMA SYAFIRA ( 28 )
2) RAIA AYUDIAH C.P ( 24 )
3) NEYSA ARIANA S. ( 20 )
4) KEYSHA NABILA ( 16 )
A. pengembangan ilmu pengetahuan

Pada masa Dinasti Abbasiyah kehidupan peradaban Islam sangat maju,


sehingga pada masa itu dikatakan sebagai jaman keemasan Islam. Kaum
muslimin telah menggapai puncak kemuliaan dan kekayaan, baik itu di bidang
kekuasaan, politik, ekonomi, dan terlebih lagi dalam bidang kebudayaan dan
ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tentang ilmu agama dan ilmu
pengetahuan umum mengalami kemajuan yang sangat pesat.

BUKTI SEJARAH DARI PENGEMBANGAN ILMU

1. Didirikanya Baitul Hikmah

Baitul Hikmah adalah pusat penelitian intelektual dan menjadi perpustakaan


bagi seluruh penjuru dunia selama zaman keemasan Islam. Baitul Hikmah
didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid. Selain sebagai perpustakaan, Baitul
Hikmah juga berfungsi sebagai akademik atau lembaga pendidikan. Pada masa
Harun Al-Rasyid dan Al-Ma'mun, Baitul Hikmah memiliki peran yang sangat
besar sebagai sebuah lembaga tempat belajar.

2. Majelis Munadzarah

Majelis munadzarah. Yakni, lembaga pendidikan Islam sebagai tempat


pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir, dan pujangga. Khalifah AL-
makmum mendirikan majlis munadzarah untuk mendiskusikan berbagai
persoalan agama yang dianggap sukar untuk dipecahkan.

3.Madrasah Nizhamiyah

Madrasah Nizhamiyah adalah sebuah sekolah tinggi di Baghdad zaman


dahulu, yang didirikan oleh Wazir Nizham al-Mulk pada masa pemerintahan
Khalifah Abu Ja'far Abdullah al-Qa'im bi-Amrillah. Sekolah tinggi ini amatlah
masyhur, letaknya di daerah Al-Rusafa di kota Baghdad, yaitu pada sisi sebelah
timur sungai Tigris

B. Penertiban Administrasi Pemrintahan

Usaha membangun peradaban emas juga terjadi pada bidang


administrasi pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Pengangkatan Wazir (Perdana Menteri) yang bertugas membantu khalifah


dalam menjalankan roda pemerintahan. Wazir dibantu oleh beberapa
departemen ;
a. Diwanul Kharij ; Departemen Luar Negeri
b. Diwanul Ziman ; Departemen Pengawasan Urusan Negara
c. Diwanul Jundi ; Departemen Pertahanan dan Keamanan
d. Diwanul Akarah ; Departemen Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum
e. Diwanul Rasa’il ; Departemen Pos dan Telekomunikasi.

Pengangkatan Ra’isul Kitabah (Sekretaris Negara) yang memimpin Diwanul


Kitabah (Sekretariat Negara). Dalam menjalankan tugasnya Ra’isul Kitabah
dibantu oleh lima orang Katib (Sekretaris), yaitu :
a. Katib Rasa’il ; sekretaris bidang persuratan
b. Katib Kharraj ; sekretaris bidang perpajakan dan kas negara
c. Katib Jundi ; sekretaris bidang kemiliteran, pertahanan dan kemanan
d. Katib Qada ; sekretaris bidang hukum dan perundang-undangan
e. Katib Syurtah ; sekretaris bidang kepolisian dan keamanan sipil

Pengangkatan kepala daerah untuk menjaga daerah wilayah kekuasaan


Daulah Abbasiyah yang dipimpin oleh gubernur (Amir). Untuk memudahkan
kordinasi pemerintah pusat dan daerah, di bawah gubernur dibentuk
pemerintah desa (Qaryah) yang dipimpin oleh Syaikhul Qaryah (Kepala Desa).
Pembentukan Mahkamah Agung, yang menangani beberapa bidang hukum,
seperti ;
a. Al-Qadi ; mengadili perkara agama, hakimnya disebut Qadi
b. Al-Hisbah ; mengadili perkara umum, baik pidana maupun perdata,
hakimnya disebut Al-Mustahsib
c. An-Nazar fil Mazalim ; pengadilan tingkat banding setelah dari pengadilan
AlQadi atau Al-Hisbah, hakimnya disebut Sahibul Mazalim

C. Politik dan Militer


Pengertian Bidang Politik

Dalam bidang politik Daulah Abbasiyah menjalih persahabatan yang baik


dengan negara negara lain, seperti:

1. Menjalin kerjasama politik dengan Raja Frank di wilayah Andalusia (Spanyol)


Yang bertujuan Sebagai bentuk antisipasi meluasnya pengaruh Daulah
Umayyah.

2. Menjalin hubungan dengan Afrika Barat


Yang bertujuan untuk menambah kekuatan dan kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad.

Bidang militer

1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M)


Periode ini disebut periode pengaruh Persia pertama. Pada periode ini,
pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam

2. Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M)


Periode ini disebut masa pengaruh Turki pertama. Untuk mengontrol
kekhalifahannya Al-Ma’mun bergantung kepada dukungan Tahir, seorang
bangsawan Khurasan yang sebagai imbalan diangkat sebagai gubernur di
Khurasan (820-822) dan jenderal bagi seluruh pasukan Abbasiyah dengan janji
bahwa jabatan ini akan diwarisi oleh keturunannya.
Al-Ma’mun dan Al-Mu’tashim mendirikan dea kekuatan bersenjata yaitu;
pasukan syakiriyah yang dipimpin oleh pemimpin lokal dan pasukan Gilman
yang terdiri dari budak-budak belian Turki.

3. Periode Ketiga (334 H/ 945 M – 447 H/ 1055 M)


Periode ini adalah periode masa kekuasaaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Persia kedua. Abu Syuja’ Buwaih dan ketiga anaknya : Ali (‘Imad al-Daulah),
hasan (Rukn al-Daulah), dan Ahmad (Mu’izz al-Daulah) merupakan pendiri
dinasti Bani Buwaih. Ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan
barat daya Persia, dan pada tahun 945, setelah kematian jenderal Tuzun
(penguasa sebenarnya atas Baghdad)

4. Periode ini adalah masa kekuasaan dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan
khilafah Abbasiyah atau disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.

5. Periode Kelima (590 H/ 1194 M – 656 H/ 1258 M)


Periode ini adalah masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi
kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.

D. Ekonomi (Perdagangan, Perindustrian dan Pertanian)

Sektor perdagangan

Dinasti Abbasiyah melakukan kontak perdagangan dengan wilayah Asia


lainnya, dengan mengimpor rempah-rempah dan kapur barus. Wilayah Laut
Kaspia kemudian menjadi salah satu tempat pertemuan perdagangan
internasional antara Abbasiyah dengan negara atau kota lain. Adapun barang
yang biasa diperdagangkan adalah hasil pertanian dan perkebunan seperti
kurma, gula, kapas, dan kain wol. Upaya khalifah dan luasnya wilayah
kekhalifahan pun membuat perdagangan di masa Dinasti Abbasiyah semakin
maju.

Sektor Perindustrian

Dinasti Abbasiyah memiliki teknologi tercanggih pada masa itu, yang


digunakan untuk memprodukti berbagai jenis kain. Industri tekstil Dinasti
Abbasiyah pun menjadi salah satu yang paling maju di dunia dan menjadi
rujukan berbagai negara di Eropa, seperti Spanyol, Perancis, dan Italia. Hal itu
didukung juga dengan kondisi ekonomi bidang perpajakan pada masa akhir
Bani Abbasiyah. Pasalnya, dinasti ini menerapkan sistem sentralisasi kekuasaan
dalam masalah administrasi keuangan dan perpajakan. Dengan sistem
sentralisasi, pemerintah menyediakan anggaran khusus yang diperoleh dari
hasil pajak untuk menjalankan roda pemerintahan. Oleh khalifah, anggaran ini
digunakan untuk mengembangkan dan memperluas tanah negara sebagai
salah satu sumber penting bagi keuangan negara.

Sektor Pertanian

Perpindahan ibu kota Abbasiyah dari Damaskus ke Bagdad yang dilakukan


pada masa Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur ternyata memiliki maksud sendiri.
Pindahnya ibu kota ke Bagdad mempermudah pengawasan di jalur
perdagangan yang melalui Sungai Eufrat dan Tigris. Selain itu, lahan yang subur
di Bagdad dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Dinasti Abbasiyah dengan
meningkatkan produksi pertanian. Salah satu kawasan potensial di bidang
pertanian Abbasiyah adalah Sawad, yang berada di antara Sungai Eufrat dan
Tigris. Kawasan ini dikelola dengan serius hingga mendatangkan para ahli dan
pakar pertanian guna memaksimalkan pemanfaatan lahan yang subur. Dinasti
Abbasiyah juga membangun kanal Nahr Isa dan kanal Sharah sebagai
penunjang pengairan pertanian di Sawad. Dengan berbagai pembangunan
penunjang pertanian, pada masanya, Dinasti Abbasiyah menjadi kawasan
pemasok gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami.

E. Pengertian Seni Budaya

Pada masa Daulah Abbasiyah, perkembangan seni dan budaya terasa sangat
signifikan, sesuai perubahan kehidupan umat Islam dari kehidupan badawah
(desa) yang sederhana ke kehidupan kota yang makmur. Seni dan budaya
tumbuh bersama dengan kehidupan agama Islam yang dipeluk oleh
masyarakat Abbasiyah. Dengan ditaklukkannya wilayah-wilayah yang dulu
menjadi pusat budaya, maka bertemulah bentuk budaya dari beraneka ragam
etnis yang kemudian melebur dan berkembang dalam suasana Islami.

Seni Arsitektur

Di bidang arsitektur, Bani Abbasiyah mengembangkan ciri khas tersendiri,


terutama dalam hal dekorasi bangunan. Bangunan-bangunan pada masa
Abbasiyah umumnya didirikan menggunakan batu bata. Bukti kemajuan
peradaban masa Daulah Abbasiyah di bidang seni arsitektur dapat dilihat pada
bangunan istana dan masjid. Beberapa istana yang dibangun pada masa
Daulah Abbasiyah di antaranya, Istana Ukhaidir, Istana Qashru al-Dzahab,
Istana Jawsaq al-Khaqani, dan Istana Qasr al-'Ashiq Sedangkan keunikan
arsitektur masjid dari masa Dinasti Abbasiyah dapat disaksikan pada Masjid
Agung Samarra, Masjid Al-Mansur, Masjid Ibnu Tulun, dan Masjid Al-Khulafa.

Bukti Sejarah Seni Arsitektur

1. Didirikannya Istana Ukhaidir

Istana Ukhaidir merupakan salah satu bangunan tertua yang dibangun oleh
Dinasti Abbasiyah, yaitu pada tahun 775. Letak istana ini berada di gurun,
sekitar 180 kilometer ke arah selatan dari Bagdad. Istana Ukhaidir, berbentuk
persegi panjang dengan ukuran 175x169 meter, dan dilengkapi empat gerbang.
Dulunya, bangunan ini diperkirakan berfungsi sebagai tempat tinggal pasukan
dan warga sipil, serta benteng atau pos penjagaan sebelum memasuki Bagdad
Di kompleks Istana Ukhaidir terdapat aula, masjid, pengadilan, dan kompleks
perumahan.

2. Didirikannya Istana Qashru al-Dzahab

Qashru al-Dzahab adalah nama istana yang didirikan oleh Khalifah Abu Jafar
al-Mansur yang berada di tengah Kota Bagdad. Abu Jafar Al-Mansur
merupakan khalifah kedua Bani Abbasiyah yang berkuasa antara tahun 754-
775. Fungsi istana Qashru al-Dzahab sebagai tempat tinggal khalifah
Abbasiyah. Di sekeliling istana terdapat masjid, alun-alun, asrama pengawal,
kediaman putra khalifah serta kerabat dan pegawai istana.

3. Didirikanya Istana Jawsaq al-Khaqani


Istana Jawsaq al-Khaqani atau Istana Emas dibangun oleh Khalifah Al-
Mu'tashim Billah pada 836. Al-Mu'tashim Billah adalah penguasa Abbasiyah
periode 833-842, yang dikenal sebagai pendiri Kota Samarra. Istana yang juga
memiliki nama lain Dar al Khilafa atau Istana Khalifah ini berbentuk persegi,
yang dilengkapi dengan air mancur dan taman. Jawsaq al-Khaqani menjadi
istana utama bagi khalifah, yang menyuguhkan pemandangan sangat indah.
Selain istana ini, khalifah juga membangun istana yang tidak kalah mewah bagi
putra-putranya, salah satunya Istana Balkuwara untuk putranya Al-Mu'tazz

4. Didirikannya Istana Qasr al-'Ashiq

Istana Qasr al-'Ashiq, yang terletak di dekat Kota Samarra, dibangun pada
sekitar tahun 870-an. Istana ini menampilkan gaya arsitektur khas Daulah
Abbasiyah, yang terbuat dari batu bata dan berbentuk persegi panjang. Qasr
al-'Ashiq memiliki halaman luas yang dikelilingi tembok tinggi seperti benteng,
di mana bagian luarnya terdapat parit.
5. Didirikannya Masjid Agung Samarra
Masjid Agung Samarra dibangun pada abad ke-9, tepatnya ketika Khalifah
Al-Mutawakkil (821-861) memimpin Dinasti Abbasiyah. Khalifah Al-Mutawakkil
membangun masjid ini di Kota Samarra, yang berada di tepi Sungai Tigris, Irak.
Daya tarik Masjid Samarra adalah bangunan menaranya yang berbentuk spiral.
Menara ini memiliki kemiripan dengan Menara Babel yang ada pada masa
Kerajaan Babilonia. Di bagian atas menara ini terdapat paviliun, yang fungsinya
adalah tempat muadzin mengumandangkan azan.

6. Didirikannya Masjid Al-Mansur

Masjid Al-Mansur dibangun oleh Abu Ja'far Al-Mansur (754-775), khalifah


kedua Dinasti Abbasiyah di Kota Bagdad, Irak. Masjid ini dibangun pada 762,
bebarengan dengan pembangunan Kota Bagdad beserta kompleks istana
kerajaan, yang selesai dibangun pada 763. Baca juga: Sejarah Singkat Masjid di
Dunia Menurut para sejarawan, Masjid Al-Mansur merupakan masjid pertama
yang dibangun di Bagdad. Bentuk asli dari masjid ini adalah segi empat dengan
ukuran 91 meter pada setiap sisinya. Dalam pembangunannya, Masjid Al-
Mansur tidak sesuai dengan arah kiblat, yang menjadi arah beribadah umat
Islam di seluruh dunia. Oleh karena itu, pada 807, saat Dinasti Abbasiyah
berada di bawah kekuasaan Khalifah Harun al-Rashid (786-809), Masjid Al-
Mansur direnovasi total dan selesai pada 809.

7. Didirikanya Masjid Ibnu Tulun


Masjid Ibnu Tulun atau Masjid al-Madyan dibangun di Kota Kairo dan
menjadi masjid tertua kedua di Mesir setelah Masjid Amr bin Ash. Masjid ini
dibangun antara tahun 876-879 oleh Ahmad Ibnu Tulun, yang saat itu menjadi
gubernur Mesir di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Meski dibangun pada
abad ke-9, Masjid Ibnu Tulun sampai sekarang masih terawat baik dan menjadi
salah satu bukti kejayaan Islam di Mesir, yang arsitekturnya dipengaruhi oleh
Masjid Samarra.

8. Didirikannya Masjid Al-Khulafa

Masjid Al-Khulafa adalah masjid bersejarah di Bagdad yang dibangun oleh


Khalifah Al-Muktafi, yang memerintah Dinasti Abbasiyah antara tahun 902
hingga 908. Ibnu Batutah, seorang penjelajah Muslim, pernah mengunjungi ini
pada sekitar 1372, setelah runtuhnya Dinasti Abbasiyah.
Masjid Al-Khulafa memiliki sebuah menara setinggi 34 meter yang pernah
direnovasi pada 1960 dan masih bertahan hingga saat ini.

Seni Tata Kota

Seni tata kota dan arsitektur pada masa Daulah Abbasiyah bernilai sangat
tinggi, banyak bangunan dan kota dibangun dengan teknik tata kota yang
berseni tinggi. Diantara kota-kota itu adalah :

1. Kota Baghdad

Baghdad merupakan kota yang diperkenalkan oleh Khalifah Al-Manshur,


yaitu khalifah Abbasiyah kedua setelah khalifah As-Saffah yang merupakan
pendiri pertama Daulah Abbasiyah. Baghdad semasa dalam pemerintahan
Abbasiyah telah memenuhi cahaya Ilmu dan telah membangkitkan seni dan
Budaya Islam. Adanya perkembangan Intelektual Islam, dimana Abbasiyah
mendatangkan para tokoh-tokoh ilmuan tertinggi baik dalam bidang ilmu
umum maupunagama. Serta perkembangan peradaban di bidang fisik, seperti
pembangunan sekolah, madrasah, masjid, istana dan pembangunan yang
sangat bersejarah adalah perpustakaan yang didirikan oleh khalifah Harun ar-
Rasyid, yang dinamakan Baitul Hikmah. Khalifah-khalifah setelah al-Mansur
membangun Kota Baghdad dengan mendirikan sarana-sarana ibadah,
pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Sehingga, pada tahun 800 M, Kota
Baghdad telah menjelma menjadi kota besar yang menjadi pusat pendidikan,
ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik.

2. Kota Samarra
Lima tahun setelah kota Baghdad mengalami kemajuan Khalifah
AlMu’tashim Billah (833-842M) membangun kota Samarra. Di dalam kota ini
terdapat istana yang indah dan megah, masjid raya, taman kota dengan bunga-
bunga yang indah, dan alun-alun. Untuk memudahkan masyarakat memenuhi
kebutuhan hidupnya, dibangun pula pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat
pelayanan publik. Selain pembangunan di kota-kota tersebut, dua kota suci
umat Islam kkah dan Madinah juga tidak terlepas dari sentuhan seni arsitektur
para nguasaa Daulah Abbasiyah. Terlebih Masjid Al-Haram di Makkah dan sjid
Nabawi di Madinah. Menurut tradisi, setiap penguasa muslim pada sanya
masing-masing turut ambil bagian dalm renovasi dan mbangunan dua Masjid
suci kebanggaan umat Islam tersebut.

F. Seni Sastra

Dunia sastra mencapai puncak kejayaannya pada masa Daulah Abbasiyah.


Kota Baghdad merupakan pusatnya para penyair dan sastrawan. Bahkan
hampir seluruh khalifah Abbasiyah menyukai sastra. Berikut beberapa penyair
dan sastrawan yang terkenal saat itu:
Abu Nawas (741 – 794 M) Abu Tamam (w 847 M),
Abu Athiyah (760 – 841 M) Al-Muntanabbi (961 – 967 M)
Al-Buhtury (821 – 900 M),

Kota Baghdad terkenal dengan kisah yang melegenda di kalangan umat Islam
yaitu cerita tentang 1001 malam (Alfu Lailah Wa Lailah) yang ditulis oleh
Mubasyir ibnu Fathik.
Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
1) Kisah (Qisshah)
Cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif,
disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik.

2) Amsal(peribahasa) dan Kata mutiara (al-hikam)


Adalah ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan
bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak.

3) Sejarah (tarikh), atau riwayat (sirah)


Sejarah atau riwayat mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah
perjalanan yang dilakukan para tokoh terkenal. Misalnya: Mu’jam al
Buldan (ensiklopedi kota dan negara) oleh Yaqut Al-Rumi (1179-1229). Tarikh
Al-Hindi (sejarah India) oleh Al-Biruni (w.448 H/ 1048 M).

Para pengarang kitab musik:

1) Yunus bin Sulaiman (w.765 M), pengarang teori musik pertama dalam Islam.
2) Khalid bin Ahmad (w. 791 M), mengarang buku-buku teori musik mengenai
not dan irama.
3) Ishak bin Ibrahim Al-Mousuly (w. 850 M), telah berhasil memperbaiki musik
jahiliyah dengan sistim baru. Dia mendapat gelar ‘Raja Musik’.
4) Hunain bin Ishak (w.873 M), berhasil menerjemahkan buku teori musik
karangan Plato dan Aristoteles.
Al-Farabi selain sebagai seorang filosof, ia juga dikenal sebagai seniman dan
ahli musik.

Anda mungkin juga menyukai