Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu
bukti sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah
merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang memperoleh masa
kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh
Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan.
Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi
generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat Islam itu pernah memperoleh
masa keemasan yang melampaui kesuksesan negara-negara Eropa. Dengan
kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui oleh
seluruh dunia, maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan
kita mengenai sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba
untuk mengulangi masa keemasan itu kembali nantinya oleh generasi ummat
Islam saat ini.
Keadaan yang demikiab itu tidak terlepas dari ibukota negara atau
pemerintahan yang baik. Baghdad sebagai ibukota pemerintahan saat itu
mampu mendukung perkembangan kerajaan menjadi sebuah kerajaan yang
besar dan sejahtera. Letaknya yang strategis membuatnya berkembang
dengan pesat. Dengan pemilihan yang cermat oleh pendirinya, Baghdad
mampu menjadi kota yang termasyhur pada saat itu. Peradaban yang ada
disana juga cepat berkembang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendirian kota Baghdad?
2. Bagaimana peradaban Baghdad?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pendirian kota Baghdad.
2. Untuk mengetahui peradaban Baghdad.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pendirian Kota Baghdad
Kejayaan daulah Abbasiyah dalam periode ini disebabkan kekuasaan
masih sepenuhnya dipegang oleh khalifah serta kebudayaan dan ilmu
pengetahuan berkembang dengan pesatnya. Tulang punggung kekuatan pada
masa ini adalah as-Saffah. Beliau digelari as-Saffah kerena beliau seorang
khalifah yang banyak menumpahkan darah, tetapi beliau juga khalifah yang
pemurah dan dermawan. Kemudian Abu Jafar al Manshur yang diberi gelar
al-Manshur

karena

beliau

memperoleh

banyak

kemenangan

dalam

pertempuran yang beliau ikuti. Beliau juga menjadikan kota Baghdad sebagai
ibukota pemerintahan. Kota Baghdad dibangun dengan mengambil lokasi di
daerah pinggir belahan timur sungi Tigris.1
Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Berdasarkan pola pemerinthan itu, para sejarawan biasanya membagi
kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat periode2 :
1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun
132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
2. Masa Abbasiayah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun
232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun
334 H/946 M.
3. Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun
334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447
H/1055 M
4. Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun
447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol
dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M.
1 Machfud Syaefudin, dkk., Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis,
(Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013), 68-69.
2 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), 141.

Khalifah al-Manshur dan para pegawainya telah mempunyai gambaran


tentang suatu tempat yang istimewa untuk mendirikan ibukota yang baru.
Tempatnya berangin, udaranya nyaman, dibentengi oleh alam dari seranganserangan musuh, mudah mengadakan hubungan dengan kebanyakan wilayahwilayah kerajaan Islam. Tempat itu adalah Baghdad. Kota Baghdad
mempunyai cukup syarat sebagai sebuah ibukota yang diperlukan oleh
Khalifah al-Manshur. Letaknya di tebing sungai Dajlah dan melalui sungai
itulah datang barang-barang dari berbagai negara. Disamping itu Baghdad
juga merupakan tempat yang paling dekat diantara kedua sungai, Dajlah dan
Eufrat, mudah dibuat perhubungan antar kawasan-kawasan yang terletak di
tebing sungai Eufrat dan yang berdekatan dengannya. Musuh tidak dapat
mencapainya, kecuali melalui jembatan. Selain itu Baghdad terletak diantara
negeri-negeri Arab dan bukan Arab.3
B. Peradaban Baghdad4
Kota Baghdad didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua, Al-Manshur
(754-775 M) pada tahun 762 M. setelah mencari-cari daerah yang strategis
untuk ibu kotanya, pilihan jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan
Baghdad, terletak di pinggir sungai Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan
teliti dalam masalah lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Ia menugaskan
beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi. Bahkan, ada
beberapa orang di antara mereka yang diperintahkan tinggal beberapa hari di
tempat itu pada setiap musim yang berbeda, kemudian para ahli tersebut
melaporkan kepadanya tentang keadaan udara, tanah dan lingkungan. Setelah
penelitian saksama itulah daerah ini ditetapkan sebagai ibu kota dan
pembangunan pun di mulai. Menurut cerita rakyat, daerah ini sebelumnya
adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan, raja Persia yang masyhur,
dimusim panas. Baghdad berarti taman keadilan. Taman itu lenyap bersama
3 A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1997), 176-177.
4 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1993), 277-281.

hancurnya kerajaan Persia. Akan tetapi nama itu tetap menjadi kenangan
rakyat. Kota ini juga di sebut Madinat as-Salam (Kota Perdamaian).5
Dalam pembangunan kota ini, Khalifah memperkenalkan ahli bangunan
yang terdiri dari arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis,
ahli pahat dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah dan
Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota ini berbentuk bundar. Di
sekelilingnya dibangun dinding tembok yang besar dan tinggi. Di sebelah luar
dinding tembok, digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air dan
sekaligus sebagai benteng. Ada empat buah pintu gerbang di seputar kota ini,
disediakan untuk setiap orang yang ingin memasuki kota. Keempat pintu
gerbang itu adalah Bab al-Kufah, terletak di sebelah barat daya, Bab al-Syam
di barat laut, Bab al-Bashrah di tenggara, dan Bab al-Khurasan di timur laut.
Di antara masing-masing pintu gerbang ini, di bangun 28 menara sebagai
tempat pengawal Negara yang bertugas mengawasi keadaan di luar. Di atas
setiap pintu gerbang dibangun suatu tempat peristirahatan yang dihiasi
dengan ukiran-ukiran yang indah dan menyenangkan. Di tengah-tengah kota
terletak istana Khalifah menurut seni arsitektur Persia. Istana ini dikenal
dengan nama al-Qashr al-Zahabi, berarti istana emas. Istana ini dilengkapi
dengan bangunan masjid, tempat pengawal istana, polisi, dan tempat tinggal
putra-putri dan keluarga Khalifah. Disekitar istana dibangun pasar tempat
perbelanjaan. Jalan raya menghubungkan empat pintu gerbang.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan
kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip K. Hitti
menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota dunia,
Baghdad merupakan professor masyarakat Islam. Al-Manshur memerintahkan
penerjemahan buku-buku ilmiah dan kesusastraan dari bahasa asing: India,
Yunani lama, Bizantium, Persia, dan Syiria. Para peminat ilmu dan
kesusastraan segera berbondong-bondong datang ke kota ini.

5 Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: CV Indo Pramaha, 2012), 142.

Setelah masa al-Manshur, kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi


karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban da kebudayaan
Islam. Banyak para ilmuwan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk
mendalami ilmu pengetahuan yang ingin dituntutnya. Masa keemasan kota
Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyd (786809 M) dan anaknya Al-Mamun (813-833 M). Dari kota inilah memancar
sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Prestise politik,
supremasi ekonomi, dan aktivitas intelektual merupakan tiga keistimewaan
kota ini. Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi
seluruh negeri Islam. Adapun perkembangan peradaban di Kota Baghdad
sebagai berikut:
1. Bidang Ilmu Pengetahuan
Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaan dan kebudayaan yang
tertinggi di dunia. Ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat.
Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah mati
dihidupkan kembali dengan di terjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Khalifah Al-Mamun memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan bukubuku ilmu pengetahuan. Perpustakaan itu benama Bait al-Hikmah.
Gerakan penerjemahan ini berlangsung dalam tiga fase. Fase
pertama pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Pada
fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang
astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung pada masa khalifah alMamun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan
adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung
setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidangbidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.6

6 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), 5556.

Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman


yang gemilang bagi Islam. Zaman ini kota Baghdad mencapai puncak
kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat
cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang datang dari segala penjuru ke
Baghdad. Salah satu pendukung utama tumbuh pesatnya ilmu
pengetahuan tersebut adalah didirikannya pabrik kertas di Baghdad.
Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha
pembuatan kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas
Islam.
Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh gubernur di
Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku yang sekaligus
juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran non-formal.7
Disamping itu, banyak berdiri akademi, sekolah tinggi dan sekolah
biasa yang memenuhi kota itu. Dua diantaranya yang terpenting adalah
perguruan Nizhamiyyah, didirikan oleh Nizham Al-Mulk, wazir Sultan
Seljuk, pada abad ke-5 H dan perguruan Mustansiriyah, didirikan dua
abad kemudian oleh Khalifah Mustanshir Billah.
2. Bidang Sastra
Kota Baghdad terkenal dengan hasil karya yang indah dan
digemari orang. Di antara karya sastra yang terkenal ialah Alf Lailah wa
Lailah, atau kisah seribu satu malam. Di kota Baghdad ini, lahir dan
muncul para saintis, ulama, filofof, dan sastrawan Islam yang terkenal,
seperti al-Khwarizm (ahli astronomi dan matematika, penemu ilmu
aljabar, al-Kindi (filosof Arab pertama), al-Razi (filosof, ahli fisika dan
kedokteran), al-Farabi (filosof besar yang dijuluki dengan al-Muallim alTsani, guru kedua setelah Aristoteles), tiga pendiri madzhab hukum Islam
(Abu Hanifah, SyafiI, dan Ahmd ibn Hambal), Al-Ghazali (filosof,
teolog, dan sufi besar dalam Islam yang dijuluki dengan Hujjah al-Islam),
7 Chadijah Ismail, Sejarah Pendidikan Islam, ( Padang : IAIN-IB Press, 1999), 41.

Abd Al-Qadir Al-Jilani (pendiri tarekat qadariyah), Ibn Muqaffa


(sastrawan besar) dan lain-lain.
3. Bidang Ekonomi
Perkembangannya berjalan seiring dengan perkembangan politik.
Pada masa Harun Al-Rasyd dan Al-Mamun, perdagangan dan industri
berkembang pesat. Kehidupan ekonomi kota ini didukung oleh tiga buah
pelabuhan yang ramai dikunjungi para kafilah dagang internasional.
Selain itu juga ada sektor penting yang lain yang dikembangkan di kota
ini, yaitu pertanian.
4. Bidang Pertanian
Dimulai dengan revolusi hijau di daerah-daerah subur di lembah
sungai Dajlah dan Eufrat. Gerakan ini di mulai dengan pembangunan
bendungan-bendungan dan kanal di berbagai tempat, sehingga air
melimpah menelusuri lembah dan daratan rendah yang sangat luas,
menurut catatan al-Baghdadi mencapai luas sekitar 36.000.000 jarib
(sekitar 9.000.000 hektar). Kemudian untuk mempermudah angkutan
pertanian, dibangun pula sarana perhubungan ke segala penjuru, baik
melalui darat maupun sungai.8
5. Bidang Industri9
Kebijakan Bani Abbas disektor pembangunan industri pada
prinsipnya mengacu pada penggalian sumber daya alam dengan
memanfaatkan tenaga-tenaga manusia yang mulai terdidik dibidang
penguasaan teknologi padat karya. Oleh karenanya, sifat industri yang
dikembangkan masih bersifat pembuatan bahan baku, yakni dalam
bidang pertambangan. Sedangkan dalam industri barang jadi masih
terbatas pada kegiatan yang dilakukan secara manual.
8 Ah. Zakki, Sejarah Peradaban, 159-160.
9 Ibid., 160-161.

Sekalipun taraf perkembangan industri bani Abbas tergolong


konvensional, namun dalam kondisi zaman ini sudah dinilai cukup maju.
Dalam sektor pertambangan misalnya, pemerintah telah mencapai sukses
dan sangat strategis bagi upaya pemenuhan kebutuhan pembangunan dan
konsumsi masyarakat pada waktu itu. Kemudian pada sektor barang jadi,
dikenal beberapa kegiatan seperti pabrik sabun dan kaca di Bashrah,
pabrik kaca hias dan tembikar di Baghdad.
6. Bidang Perdagangan10
Walaupun perpindahan ibukota dinasti dan al-Anbar ke Baghdad
dapat dilihat sebagai tujuan politik Arabisasi Abbasiyah, ternyata
pengaruhnya cukup besar bagi kemajuan perdagangan. Posisi kota
Baghdad yang berdekatan dengan titik temu sungai Dajlah dan Eufrat
mempermudah hubungan antarwilayah bahkan antarnegara melalui jalur
pelayaran. Karena itu, Baghdad merupakan pusat perdagangan yang
strategis untuk melakukan kegiatan ekspor impor di zaman itu.
Karena ramainya pedagang yang keluar masuk Baghdad, sejak
khalifah

al-Manshur,

pemerintah

mengalokasikan

pusat-pusat

perbelanjaan di penjuru kota berdasarkan jenis-jenis komoditi yang


dipasarkan.
Banyaknya orang suci yang dikebumikan di dalam batas dan sekitar
tembok kota dan makamnya menjadi pusat tempat ziarah bagi orang Muslim,
menyebabkan kota Baghdad mendapat julukan Benteng Kesucian. Di sinilah
istirahat Imam Musa Al-Kazhim (Imam ketuju Syiah). Di sini pula
dimakamkan Imam Abu Hanifah. Sebagai ibu kota kerajaan, tentu banyak
pula yang dikebumikan di sini para khalifah dan permaisurinya.
Kota yang terletak di tepi Barat sungai Tigris itu muncul sebagai kota
yang terindah dan termegah di dunia waktu itu. Pada masa kegemilangannya,
sebelum dihancurkan oleh tentara Mongol, kota itu memperlihatkan
pemandangan yang elok dan mempesona.
10 Ibid., 161-162.

Semua kemegahan, keindahan dan kehebatan kota Baghdad itu


sekarang hanya tinggal kenangan. Semuanya seolah-olah hanyut di bawa arus
sungai Tigris, seolah kota ini dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah
pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M. Semua bangunan kota, termasuk
istana emas tersebut dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga menghancurkan
perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan membakar buku-buku yang
terdapat di dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh
pasukan Timur Lenk, dan tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Safawi. Kota
Baghdad, ibu kota Irak sekarang, memang mengambil lokasi yang sama,
tetapi ia sama sekali tidak mencerminkan kemajuan Baghdad lama.

10

BAB III
KESIMPULAN
Khalifah al-Manshur dan para pegawainya telah mempunyai gambaran
tentang suatu tempat yang istimewa untuk mendirikan ibukota yang baru. Tempat
itu adalah Baghdad. Kota Baghdad mempunyai cukup syarat sebagai sebuah
ibukota yang diperlukan oleh Khalifah al-Manshur. Letaknya di tebing sungai
Dajlah dan melalui sungai itulah datang barang-barang dari berbagai negara.
Disamping itu Baghdad juga merupakan tempat yang paling dekat diantara kedua
sungai, Dajlah dan Eufrat, mudah dibuat perhubungan antar kawasan-kawasan
yang terletak di tebing sungai Eufrat dan yang berdekatan dengannya. Musuh
tidak dapat mencapainya, kecuali melalui jembatan. Selain itu Baghdad terletak
diantara negeri-negeri Arab dan bukan Arab.
Baghdad menjadi kota yang maju, hal ini ditandai dengan kemajuan dalam
berbagai bidang. Diantaranya adalah bidang ilmu pengetahuan, bidang sastra,
bidang ekonomi, bidang pertanian, bidang industri, dan bidang perdagangan.
Kota yang terletak di tepi Barat sungai Tigris itu muncul sebagai kota yang
terindah dan termegah di dunia waktu itu. Pada masa kegemilangannya, sebelum
dihancurkan oleh tentara Mongol, kota itu memperlihatkan pemandangan yang
elok dan mempesona.

11

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah. 2009.
Fuad, Ah. Zakki. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: CV Indo Pramaha. 2012.
Ismail, Chadijah. Sejarah Pendidikan Islam. Padang : IAIN-IB Press. 1999.
Syaefudin, Machfud, dkk. Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis.
Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta. 2013.
Syalabi, A. Sejarah Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Al Husna Zikra. 1997.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 1993.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2000.

Anda mungkin juga menyukai