Insya Allah sebetulnya banyak kaum Wahabi yang lurus dan berniat benar-benar
membersihkan Islam dari Bid’ah dan kemusyrikan. Namun berbagai fakta di bawah
hendaknya membuka mata kita adanya persekongkolan dengan kaum kafir harbi
seperti Inggris untuk memerangi sesama Muslim seperti Kekhalifahan Islam Turki
Usmani atau pun pembantaian ummat Islam di Mekkah dan Madinah dengan
tuduhan syirik, khurafat, dsb. Mudah-mudahan kita terhindar dari perilaku Khawarij.
Kaum Wahabi yang ada di bawah mungkin tidak paham. Namun Muhammad bin
Abdul Wahab bekerjasama dengan Raja Arab Saudi Ibnu Saud dengan imbalan
sebagai Mufti. Sedang Raja Arab Saudi bekerjasama dengan Inggris memerangi
Khalifah Islam Turki Usmani. Sekarang pun begitu dengan kerjasama dengan AS
sedang yang diperangi adalah Iraq, Libya, dan kelompok Islam lainnya.
“Saya Sultan Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud al-Faisal dan Saya mengalah
dan mengakui seribu kali untuk Sir Percy Cox, utusan Inggris, bahwa saya tidak
keberatan untuk memberikan Palestina kepada Yahudi miskin atau bahkan untuk
non- Yahudi, dan saya tidak akan pernah melanggar perintah Inggris,” tulis isi
dokumen kuno yang konon ditandatangani oleh Raja Abdul Aziz tersebut.
Inggris menggunakan atase penting mereka untuk Arab Saudi pada tahun 1930,
kedua negara pada masa itu saling berhubungan erat.
Kebenaran dokumen ‘kuno’ ini belum ada konfirmasi kebenarannya. Bisa jadi benar
bahkan bisa jadi salah. Namun hubungan keluarga pendiri Saudi dengan Inggris
secara fakta memang sudah terjalin dari dulu.(fq/prtv)
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/dokumen-kuno-ekspos-pendiri-saudi-
yakinkan-inggris-untuk-dirikan-negara-yahudi-di-palestina.htm
http://www.al-khilafah.org/2011/11/dokumen-ekspos-pendiri-saudi-
yakinkan.html
KHILAFAH
Pengantar
Gerakan Wahabi (al-harakah al-wahhabiyyah) dapat
dianggap salah satu gerakan reformasi Islam yang
berpengaruh besar terhadap umat Islam sejak abad
ke-18. (Al-Ja’bari, 1996). Gerakan yang dirintis oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792) memang dinilai banyak pakar memberi
kontribusi positif bagi umat Islam, misalnya membuka pintu ijtihad, memurnikan
tauhid sesuai pahamnya, dan memerangi apa yang dianggapnya bid’ah dan
khurafat. Bahkan Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Mujaddid Ad-Din fi Al-Qarn
Ats-Tsani ‘Asyar, menganggap Muhammad bin Abdul Wahhab adalah mujaddid
abad ke-12 H. Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnyaKaifa Hudimat
Al-Khilafah hal. 14, juga mengakui Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang
mujtahid dalam mazhab Hambali.
Namun sisi gelap dari gerakan ini juga harus diungkap, khususnya dalam aspek
politik. Menurut Abdul Qadim Zallum, gerakan Wahabi telah dimanfaatkan oleh
Muhammad bin Saud (w. 1765) untuk memukul Khilafah Utsmaniyah dari dalam.
Namun tindakan yang sudah dapat disebut pemberontakan ini, menurut Zallum
terjadi tanpa disadari oleh para penganut gerakan Wahabi, meski disadari
sepenuhnya oleh Muhammad bin Saud. (Zallum, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 14).
Tulisan ini hendak mengkaji kitab Kaifa Hudimat Al-Khilafah (hal. 13-20) yang
mengungkapkan upaya Muhammad bin Saud memanfaatkan gerakan Wahabi untuk
mengguncangkan Khilafah Utsmaniyah dari dalam. Kajian akan dilengkapi dengan
berbagai referensi lain yang relevan.
Gerakan Wahabi dan penguasa Saudi muncul pertama kali pada abad ke-18 di
tengah kondisi yang kurang menguntungkan bagi Khilafah Utsmaniyah, baik
internal maupun eksternal.
Secara internal, kelemahan Khilafah mulai menggejala pada abad ke-18 ini,
disebabkan oleh buruknya penerapan hukum Islam, adanya paham-paham asing
–seperti nasionalisme dan demokrasi– yang mengaburkan ajaran Islam dalam
benak umat Islam, dan lemahnya pemahaman Islam yang ditandai dengan
vakumnya ijtihad. (An-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, hal. 177).
Secara eksternal, negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Italia telah dan
sedang berkonspirasi untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyah. Negara-negara
Eropa itu berkali-kali berkumpul dan bersidang membahas apa yang disebutnya
Masalah Timur (al-mas’alah al-syarqiyyah, eastern question) dengan tujuan untuk
membagi-bagi wilayah Khilafah. Meski tidak berhasil mencapai kata sepakat dalam
pembagian ini, namun mereka sepakat bulat dalam satu hal, yaitu Khilafah harus
dihancurkan. (El-Ibrahimy, Inggris dalam Pergolakan Timur Tengah, hal. 27).
Selain upaya langsung dari luar, berbagai cara juga ditempuh oleh Eropa untuk
menghancurkan Khilafah dari dalam. Menurut Zallum ada empat cara yang
digunakan, yaitu : pertama, menghembuskan paham nasionalisme. Kedua,
mendorong gerakan separatisme. Ketiga, memprovokasi umat untuk memberontak
terhadap Khilafah. Keempat, memberi dukungan senjata dan dana untuk melawan
Khilafah. (Zallum, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 13; Abdur Rauf Sinnu, An-Naz’at
Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi ad-Daulah al-Utsmaniyah, hal. 91).
Hubungan konspiratif segitiga antara Inggris, Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud,
dan gerakan Wahabi ini diuraikan secara detail oleh Abul As’ad dalam
kitabnya As-Su’udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun (hal. 15). Menurutnya, Abdul
Aziz membangun ambisi politiknya atas dasar dua basis. Pertama, adanya
dukungan internasional dari Inggris. Kedua, adanya dukungan milisi bersenjata dari
gerakan Wahabi.
Dukungan Inggris terhadap Abdul Aziz ini terbukti misalnya dengan adanya
berbagai perjanjian rahasia antara Inggris dan Abdul Aziz tahun 1904. Abul As’ad
mengatakan,”Hubungan ini [Inggris dan Abdul Aziz] semakin kuat dengan berbagai
perjanjian rahasia antara dua pihak tahun 1904, di mana Abdul Aziz menerima
dukungan materi, politik, dan militer dari Inggris yang membantunya untuk
meluaskan pengaruhnya di Nejed serta menguasai kota Ihsa` dan Qathif tahun
1913.” (Abu Al-As’ad, As-Su’udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun, hal. 16).
Adapun dukungan milisi dari gerakan Wahabi kepada Abdul Aziz, telah terbentuk
sebelumnya sejak tahun 1744 ketika terjadi kontrak politik antara ayahnya
(Muhammad bin Saud) dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Kontrak politik ini
berlangsung di kota Dir’iyyah, sehingga sering disebut “Baiah Dir’iyyah” (Tarikh
Al-Fakhiri, tahqiq Abdullah bin Yusuf Asy-Syibl, hal. 25).
Dengan dukungan dana dan senjata dari Inggris, penguasa Saudi dan kaum Wahabi
bahu membahu memerangi dan menduduki negeri-negeri Islam yang berada dalam
kekuasaan Khilafah. Dengan ungkapan yang lebih tegas, sebenarnya mereka telah
memberontak kepada Khalifah dan memerangi pasukan Amirul Mukminin dengan
provokasi dan dukungan dari Inggris, gembongnya kafir penjajah. (Kaifa Hudimat
Al-Khilafah, hal. 13).
Penguasa Saudi dan Wahabi telah menyerang dan menduduki Kuwait tahun 1788,
lalu menuju utara hingga mengepung Baghdad, menguasai Karbala dan kuburan
Husein di sana untuk menghancurkan kuburan itu dan melarang orang
menziarahinya. Pada tahun 1803 mereka menduduki Makkah dan tahun berikutnya
(1804) berhasil menduduki Madinah dan merobohkan kubah-kubah besar yang
menaungi kuburan Rasulullah SAW. Setelah menguasai Hijaz, mereka menuju ke
utara (Syam) dan mendekati Hims. Mereka berhasil menguasai banyak wilayah di
Siria hingga Halb (Aleppo). (Muwaffaq Bani Al-Marjih, Shahwah ar-Rajul Al-Maridh,
hal. 285).
Menurut Zallum, serangan militer ini sebenarnya adalah aksi imperialis Inggris,
karena sudah diketahui bahwa penguasa Saudi adalah antek-anek Inggris. Jadi,
Inggris telah memanfatkan penguasa Saudi yang selanjutnya juga memanfaatkan
gerakan Wahabi untuk memukul Khilafah dari dalam dan mengobarkan perang
saudara antar mazhab dalam tubuh Khilafah.
Hanya saja, seperti telah disebut di depan, para pengikut gerakan Wahabi tidak
begitu menyadari kenyataan bahwa penguasa Saudi adalah antek Inggris.
Mengapa? Karena menurut Zallum, hubungan yang terjadi bukanlah antara Inggris
dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, melainkan antara Inggris dengan Abdul
Aziz, lalu antara Inggris dengan anak Abdul Aziz, yaitu Saud bin Abdul Aziz. (Kaifa
Hudimat Al-Khilafah, hal. 14).
Mungkin karena sebab itulah, banyak para penganut gerakan Wahabi –mereka lebih
senang menyebut dirinya Salafi– menolak anggapan bahwa Muhammad bin Abdul
Wahhab telah memberontak kepada Khilafah Utsmaniyah. Banyak kitab telah ditulis
untuk membersihkan nama Muhammad bin Abdul Wahhab dari tuduhan yang
menurut mereka tidak benar itu. Contohnya kitab Tashih Khathta` Tarikhi Haula
Al-Wahhabiyyah karya Asy-Syuwai’ir; lalu kitab Bara`ah Da`wah Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab min Tuhmah Al-Khuruj ‘Ala Ad-Daulah Al-Utsmaniyah karya
Al-Gharib, juga kitab Kasyfu Al-Akadzib wa al-Syubuhat ‘an Da’wah Al-Mushlih
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab karya Shalahudin Al Syaikh. Termasuk juga
kitab yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yang berjudul Bangkit
dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah karya Ash-Shalabi. (Pustaka Al-Kautsar,
2004).
Maksudnya, Muhammad Ali dianggap representasi pihak Salib karena dia dianggap
antek Inggris dan Perancis, sementara gerakan Wahabi dianggap representasi
tentara Islam. Subhanallah, hadza buhtanun ‘azhim.
Padahal, Muhammad Ali meski benar dia adalah antek Perancis menurut Zallum
tapi dia memerangi Wahabi karena menjalankan perintah Khalifah, bukan
menjalankan perintah kaum Salib. Jadi, perang yang terjadi sebenarnya adalah
perang antara Khilafah dan kaum pemberontak yang didukung Inggris, bukan
antara kaum Salib melawan pasukan Islam.
Ada satu fakta sejarah yang diabaikan oleh para penulis sejarah apologetik itu, yang
mencoba membela posisi Wahabi atau penguasa Saudi yang memberontak kepada
Khilafah. Mereka nampaknya lupa bahwa wilayah Hijaz telah lama masuk ke dalam
wilayah Khilafah Utsmaniyah. Sejak tahun 1517 M, Hijaz telah secara resmi menjadi
bagian Khilafah pada masa Khalifah Salim I yang berkuasa 1512-1520. Peristiwa ini
ditandai dengan pernyerahan kunci Makkah dan Madinah kepada penguasa
Khilafah Utsmaniyah. (Abdur Rauf Sinnu, An-Naz’at Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi
ad-Daulah al-Utsmaniyah, hal. 89; Tarikh Ibnu Yusuf, hal. 16; Abdul Halim
Uwais,Dirasah li Suquth Tsalatsina Daulah Islamiyyah, hal. 88).
Jadi, kalau Hijaz adalah bagian Khilafah, maka upaya mendirikan kekuasaan dalam
tubuh Khilafah, seperti yang dilakukan penguasa Saudi dan Wahabi, tak lain adalah
upaya ilegal untuk membangun negara di dalam negara. Lalu kalau mereka
berperang melawan Khalifah, apa namanya kalau bukan pemberontakan?
Para penulis sejarah apologetik itu semestinya bersikap objektif dan adil, tidak
secara apriori berpihak kepada penguasa Saudi atau gerakan Wahabi. Atau secara
apriori membenci Khilafah atau aktivis pejuang Khilafah saat ini. Allah SWT
berfirman (artinya) : “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa.” (QS Al-Maaidah : 8).
Namun nampaknya justru bersikap adil sepertilah yang paling sulit dilakukan oleh
sejarawan, sejarawan manapun, khususnya penulis sejarah sezaman (l’histoire
contemporaine, contemporary history). Dalam ilmu sejarah, menulis sejarah
sezaman ini adalah paling sulit bagi ahli sejarah untuk tidak memihak (non
partisan). Namun meski sulit, sejarawan seharusnya menulis secara obyektif,
sekalipun menulis tentang penguasa yang sedang berkuasa. (Poeradisastra,
2008). Wallahu a’lam.
DAFTAR BACAAN
Al-Gharib, Abdul Basith bin Yusuf, Bara`ah Da`wah Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab, (Amman : tp), tt.
Ibnu Yusuf, Tarikh Ibnu Yusuf, tahqiq Uwaidhah Al-Juhni, (Riyadh : Maktabah
Al-Malik Fahd), 1999.
Poeradisastra, S.I., Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Depok :
Komunitas Bambu), 2008.
Uwais, Abdul Halim, Dirasah li Suquth Tsalatsina Daulah Islamiyyah, (ttp : tp), tt.
Zallum, Abdul Qadim, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, (Beirut : Darul Ummah), 1990.
http://khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=648&
Itemid=47
FYI, ini pandangan Habib Rizieq Syihab (beliau seorang Doktor Ilmu Syari’ah) Ketua
FPI:
Memuat...
« Sebelumnya Berikutnya »
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.
assalamualaikum ustad….
ikut prihatin atas kamuflase wahabi…..
assalamu’alaikum…
Wa’alaikum salam
Insya Allah Habib Mundzir Al Musawwa itu masih merupakan seorang
ulama yang dapat dipercaya.
Beliau berkata begitu karena memang sering diserang oleh kaum Wahabi.
Habib Rizieq Syihab dari FPI juga mengakui adanya Wahabi Takfiri yang
harus dilawan.
Ini ada contoh saat Ustad Jefry Bukhori meninggal, bukannya bilang Inna
lillahi malah Alhamdulillah tertawa girang. Seorang ustadz Bid’ah
meninggal katanya.
Begitu pula dgn Wahabi Firanda yg menghina Syekh Al Buthi saat beliau
baru saja dibunuh:
http://kabarislam.wordpress.com/2013/04/26/apakah-wahabi-punya-
sopan-santun-adab/
INFO ZAMAN
Nabi: Sesungguhnya diantara ummatku ada orang yang membaca Alquran tapi tidak
melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan
penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya.
Sungguh jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya
kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)
Mujaddid/Pembah
aru Islam
Tidak Tahu
Vote
Ummati Press
Salafy Tobat
Kabar Islam
Kabar Islam
Suka
Kabar Islam
berbagi video
Prabowo
Subianto:
Video
Terbuka
untuk Semua
WNI
Pengguna
Facebook.
26 mnt ·
Joe Ipah
Ciut Musripah
Yhulimhuji Benk
Saintly Gorenk
Agustin
Info Zaman
Meta
Mendaftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
Kategori
Akhlaq (21)
Aliran Islam (104)
Hizbut Tahrir (4)
Ikhwanul Muslimin (65)
Khawarij (21)
Syi'ah (19)
Aliran Sesat (163)
Bid'ah (12)
Wahabi (133)
Bulan Ramadhan (1)
Dakwah (26)
Dunia Islam (151)
Arab Saudi (1)
Libya (7)
Mesir (41)
Suriah (76)
Turki (2)
Ekonomi (13)
Riba (1)
FITNAH (12)
Haji (1)
Holocaust (1)
Hukum (4)
Iman (4)
Indonesia (19)
Internasional (4)
Islam (13)
Puasa (2)
israel (6)
Jihad (23)
Kabar Islam (3)
Kebiadaban Israel (3)
Kejahatan (6)
Kemiskinan (2)
Kesehatan (5)
Kesesatan (4)
Khilafiyyah (1)
Kristenisasi (4)
Larangan (1)
Media Massa Islam (2)
Mubazir (7)
Pemimpin Islam (10)
Penjajahan AS (12)
Politik (2)
Pornografi (4)
Siyasah (3)
Syiar Islam (2)
Tawuran (1)
Toleransi Beragama (2)
Uncategorized (9)
Zakat (3)
Blogroll
WordPress.com
WordPress.org
RSS Feed
RSS - tulisan
RSS - komentar