Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH, DOKTRIN, DAN PERKEMBANGAN WAHABI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu: Supriyanto, S.Ud., M.UD.

Disusun oleh:

Nina Astary (235231175)

Muhammad Yazid Al Husni (235231179)

Sani Nur Aisyah (235231186)

Muhammad Syarifudin (235231198)

PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA 2023/2024


PEMBAHASAN

A. Sejarah Wahabi
Nama aliran paham Wahabi ini bukan berasal dari pengikut Muhammad bin
Abdul Wahab melainkan penamaan ini dimunculkan oleh pengkaji atau sejarawan. 1
(Faqih bin Abdul Djabbar Maskumambang 2015) Mereka menamai kelompoknya
sebagai al-muwahiddun yaitu orang yang berpegang tegung pada tauhid Allah Swt,
sedangkan orang yang berbeda kelompok atau paham dengan mereka disebut al-
mushrikun orang-orang yang berbuat syirik.2(Syu’aibi Ali dan Kibil Gillis 2004)
Pencetus Wahabi yaitu Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang pedagang yang
sering berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain diantara negara yang pernah
disinggahinya adalah Iran, India, Baghdad, dan Syam. 3(Farih 2014) Pendiri
Wahabisme ini, diketahui hidup pada 1115-1206 H (1703-1792) M, umurnya telah
mencapai lebih dari 80-an tahun. Ia lahir di Najed dengan keluarga yang bermazhab
Hambali di lingkungan Sunni bahkan Ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang
Sunni yang baik. Dalam kitab Islamiyyah laa Wahhabiyyah juga disebutkan
bahwasannya: “Imam ini (Muhammad bin Abdul Wahab) dilahirkan didalam
lingkungan keluarga yang berilmu, saleh, dan istiqomah. Ayah serta Kakeknya, dan
banyak orang dilingkungan keluarganya, merupakan ulama dan wujaha’ (diartikan
sebagai pemimpin dari sekelompok kaum tertentu).4(Ridwan Khalid 2020)
Muhammad bin Abdul Wahab yang terlahir dan besar di Najed ini belajar
kepada ayahnya, kemudian meminta izin kepada ayahnya untuk pergi ke Makkah
selama dua bulan berdiam diri dan untuk melaksanakan ibadah haji, sebelum
kemudian dia kembali ke Uyainah dan menikah. Muhammad bin Abdul Wahhab
(sebagai pendiri Wahabi) ini selanjutnya meneruskan kembali belajar kepada ayahnya
dan ulama di Uyainah setelah kedatangannya di Hijaz. Setelah itu, Muhammad bin
Abdul Wahhab untuk kedua kalinya melakukan perjalanan ke Hijaz. 5(Bin
Abdurrahman bin Shalih Alu Basyam n.d.) Sangat disayangkan pada tahun 1125 H/
1713 SM, Muhammad bin Abdul Wahab terjerumus oleh seorang orientalis Inggris
bernama Hempher yang bekerja sebagai mata-mata dari Inggris di Timur Tengah.
Inggris berjaya mendirikan sekte-sekte sesat bahkan agama baru di tengah umat Islam
diantaranya Ahmadiyah dan Baha’i. Dengan keyakinan Wahabinya, Muhammad bin
Abdul Wahab juga menjadi sasaran program kerja kaum kolonial.6 Pengikut dari
1
Muhammad Faqih bin Abdul Djabbar Maskumambang, Menolak Wahabi, terj. Abdul Aziz Masyhuri
(Depok: Sahifa, 2015), 2.
2
Ali Syu’aibi dan Gills Kibil, Meluruskan Radikalisme Islam, (Jakarta: Pustaka Azhari, 2004) hal. 1–2
3
Amin Farih, Analisis Pemikiran Abdullah Bin Baz dan Sayyid Muhammad Al-Maliky (Mencari Titik
Kesepakatan Sunny dan Wahaby Melalui Metodologi Istinbat Hukum Islam, (Semarang, 2014) Hal. 91
4
Nur Khalid Ridwan, Sejarah Lengkap Wahabi
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2020), cetakan pertama, hal. 31-32
5
Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu Basyam, ‘Ulama’ Najd Khilala Tsamaniyata Qurun
(Riyadh: Al-Mamlakah as-Su’udiyyah al-‘Arabiyyah, 1419 H), hal. 130 dirujuk pada buku Nur Khalid
Ridwan, Sejarah Lengkap Wahabi, 2020
6
Amin Farih, Hal. 91-92
Aliran Wahabi yang semakin banyak dan Ia semakin berani menyebarkan ajaran-
ajarannya secara terang-terangan setelah ayahnya (Syaikh Abdul Wahab) meninggal
pada 1153 H.7 Selain dari pengaruh Hempher Muhammad bin Abdul Wahab juga
menghidupkan kembali mazhab Ibn Taimiyah. Penyimpangan yang dilakukan pada
saat itu seperti mencari keberkatan dari orang-orang tertentu serta mendekatkan diri
kepada Tuhan melalui ziarah kubur. Yaitu sebagaimana digambarkan oleh Ibnu
Ghannam, sang pengagum Wahabisme “banyak manusia sudah terjerumus ke dalam
syirik, murtad ke dalam jahiliyah mereka beribadah kepada auliya’ dan shalihin, yang
hidup maupun mati, mereka beristighasah terhadap mereka” maksudnya adalah
banyak manusia berdoa (meminta didoakan) kepada para auliya’ dan shalihin. Dan
inilah yang dipresepsikan oleh pengusung Wahabisme dan salah satu dari ajaran yang
diyakin oleh Muhammad bin Abdul Wahab sebagai pembenaran terhadap pelarangan
tawasul, istighasah, ziarah kubur, selawat, maulid nabi dan sejenisnya. Dan pelakunya
disebut melakukan ahli bid’ah, kafir, praktik jahiliyah mereka dihabisi secara kejam,
meskipun sejatinya muslim yang bersyahadat dan mengakui adanya lima rukun islam
oleh pengusung Wahabi. Dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed,
hingga termasuk pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad Ibn Saud
(meninggal tahun 1178H/ 1765M) pendiri dinasti Saudi.8
Dia memanfaatkan Ibn Saud untuk memperluas kekuasaan dalam penyebaran
paham Wahabi ini. Ibn Saud menuruti perintah dari Muhammad bin Abdul Wahab
dengan cara merampas harta benda dan membunuh kaum muslimin dengan doktrin
bahwasannya kaum muslim telah syirik selama 600 tahun lebih, dan bahwa
membunuh kaum muslim dijamin masuk surga. Muhammad bin Abdul Wahab sangat
gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad
al-Ansi, Thulaihah al-Asdi.9 Diduga Muhammad bin Abdul Wahab berkeinginan
menjadi seorang Nabi dilihat dari dia yang menyebut pengikutnya dengan sebutan
Muhajirin dan yang bukan kaumnya disebut Anshor. Muhammad bin Abdul Wahab
sering merendahkan Nabi dengan berdalih pemurnian akidah, dia membiarkan
pengikutnya melecehkan Nabi dihadapannya tidak heran jika para pengikut
Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam Nabi. Bahkan pada
tahun 1802 pengikutnya menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu
Nabi Muhammad Saw yaitu Husein bin Ali bin Abi Thalib karena makam tersebut
dianggap munkar yang bisa menyebabkan syirik kepada Allah Swt. Selepas dua tahun
mereka menyerang Madinah serta menghancurkan kubah di atas kuburan, mencuri
perhiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad Saw, mereka merusak Makkah pada
1806 merusak kiswah, kain penutup, Ka’bah yang terbuat dari sutra dan merobohkan
kubah di Ma’la termasuk kubah tempat kelahiran Nabi Muhammad Saw. Setelah

7
Nur Khalid Ridwan, Hal. 43
8
Nur Khalid Ridwan, Sejarah Lengkap Wahabi
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2020), cetakan pertama
9
Nur Khalid Ridwan, Hal. 35
mereka menghancurkan masjid dan tempat-tempat orang saleh mereka bernyanyi,
menari diiringi tabuhan kendang.10

B. Ajaran atau doktrin Wahabi

Doktrin wahabi ini merujuk pada Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yaitu orang-orang
yang hanya berpegang teguh pada sunnah nabi Muhammad SAW (hadis), Jamaah
berarti mayoritas sesuai dengan tafsiran yang diberikan Sadr al-Syari’ah al-Mahbubi
yaitu ‘amanah al-Muslimin (umumnya umat islam) dan al-jama’ah al-kasir wa al-
sawad al-a’zam (jumlah besar dan khalayak ramai). 11(Harun 1975b) Istilah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah dinisbahkan kepada aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah yang
berpegang teguh pada sunah nabi Muhammad SAW dan merupakan kelompok
mayoritas dalam masyarakat islam.
Ajaran utama Muhammad bin Abdul Wahab terdiri dari tiga bagian: tawhid al-
rububiyyah (pengakuan bahwa hanya Allah yang memiliki sifat Rabb, penguasa dan
pencipta dunia, Yang menghidupkan dan mematikan); tawhid al-asma wa I-sifat
(hanya membenarkan nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an
tanpa menafsirkannya, dan tidak boleh menerapkan nama-nama itu kepada siapapun
selain Tuhan); dan tawhid al-ibadah (seluruh ibadah ditujukan hanya kepada Tuhan).
Selama berabad-abad, doktrin yang kaku dan penilaiannya yang rendah terhadap
kaum Muslim telah membuat bentuk tawhid yang terakhir ini menjadi yang paling
penting bagi Muhammad bin Abdul Wahab. 12(Algar 2002) Muhammad bin Abul
Wahab memulai menyebarkan ajaran-ajarannya melalui karya-karya yang ditulisnya,
baik berupa kitab maupun risalah. Baginya, berceramah saja tidak cukup untuk
mengembangkan hadistnya maka penerbitan buku, surat-surat terbuka, dan
ideologisasi ajaran akan bisa menguatkan daya tawar gerakannya.
Ketika buku sudah dipadukan dengan politik dan diperkuat dengan kitab-kitab
yang dapat membenarkan segala tindakan dari pengikut Wahabisme termasuk
membunuh sesama kaum muslim. Tokoh Muhammad bin Abdul Wahab terkenal
sangat cerdik salah satu bentuk kecerdikannya terbukti dengan mengarang buku-buku
dan surat-surat untuk mengajak umat islam mengikuti ajarannya, dan secara tidak
langsung ikut mendukung kekuasaan politik Muhammad bin Saud (Dinasti Arab
Saudi).
Ada beberapa tokoh yang menyebutkan banyaknya jumlah karya-karya kitab
karangan Muhammad bin Abdul Wahab, dan berikut ini beberapa karya-karya
tersebut antara lain :

10
Amin Farih, Hal. 96
11
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan
(Jakarta: UI Press, 1975) Cet ke 2, Hal. 64
12
Hamid Algar, Wahabisme: Sebuah Tinjauan Kritis
(Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2002) Hal. 46
1.) Kitab at-Tauhid.
2.) Fadl al-Islam
3.) Ushul al-Imam
4.) Kitab al-Kabair
5.) Al-Qawa’id al-Arba
6.) Kasyfu asy-Syubhat
7.) Kitab Mufid al-Mustafid fi Kufri Tariki at-Tauhid
Karya-karya Muhammad bin Abdul Wahab dalam pembahasannya selalu
membicarakan tentang Tauhid sampai tidak ada karyanya yang berkaitan dengan
persoalan kebudayaan, musthadafin (pembelaan atas kaum tertindas), pembahasan
tentang konsep Negara, dan sejenisnya. Bahkan pembahasan tentang fikih tidak
diterangkan secara dominan, meskipun pendiri wahabisme ini menulis kitab ath-
Thaharah dan Syarthuu ash-Shalah wa Arkanuha wa Wajibatuha.13 Ajaran tauhid
merupakan ajaran yang paling dasar dalam islam. Muhammad ibn Abdul Wahab
memusatkan perhatian pada masalah ini. Ia berpendapat bahwa ;
1) Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan, dan orang-orang
yang menyembah selain Tuhan telah menjadi musyrik, dan boleh dibunuh;
2) Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang
sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada Tuhan, tetapi
kepada para Syeikh atau Wali dan kekuatan gaib, orang islam yang seperti itu juga
telah menjadi musyrik;
3) Menyebut nama nabi, syeikh, atau malaikat sebagai perantara dalam
doa juga merupakan syirik;
4) Bernazar kepada selain Tuhan juga syirik;
5) Meminta syafaat selain kepada Tuhan juga termasuk syirik;
6) Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an, Hadist, dan Kias
(analogi) merupakan kekufuran;
7) Tidak percaya kepada Qada dan Qadar Tuhan juga merupakan
kekufuran;
8) Penafsiran Al-Qur’an dengan takwil (interpretasi bebas) adalah kufur.
(Harun, 1975)
Harun Nasution lebih lanjut menjabarkan bahwa menurut pandangan
Muhammad ibn Abdul Wahab, semua poin yang disebutkan di atas dianggap sebagai
inovasi dalam agama, dan inovasi dianggap sebagai kesesatan. Dengan demikian 8
butir ajaran diatas dapat dijadikan acuan dalam melihat gerakan permunian dalam
bidang akidah. Tarekat – tarekat sufi yang mempunyai pengaruh negatif terhadap
umat islam ditentangnya karena tarekat adalah bidah (sesuatu yang berasal dari bukan
dari agama islam, tetapi datang dari luar). Harun Nasution (1975;26) juga

13
Nur Khalid Ridwan, Hal. 60
menyampaikan tiga prinsip utama dari pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab yang
memiliki dampak pada perkembangan pembaruan pemikiran pada abad ke-19, yaitu:
1. Hanya Al-Qur’an dan Hadis lah yang mempunyai sumber asli ajaran-
ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber.
2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtidah tetap terbuka.
Hasil dari mendefinisikan orang Muslim selain pengikut Wahabi sebagai
musyrik adalah bahwa memerangi mereka bukan hanya boleh melainkan wajib.
Karena itu, menumpahkan darah mereka, mengambil harta mereka, dan menjadikan
anak-anak dan perempuan sebagai budak adalah tindakan yang dibenarkan. Peristiwa
di Karbala dan Thaif pada 1217 H/1803 M menunjukkan bahwa kaum Wahabi tidak
segan melakukan pembantaian untuk memaksakan keyakinan mereka terhadap orang-
orang di kota itu.

C. Perkembangan Aliran Wahabi

Perkembangan wahabi dapat ditelusuri dari gerakan pembaruhan yang dimulai


oleh Muhammad bin Abdul Wahab pada abad ke-18 diseluruh wilayah araab Saudi.
Pemikiran wahabi menekankan pada pengembalian islam keajaran semula, menolak
segala bentuk bid’ah (inovasi agama), dan sangat menekankan kesucian tahuid
(kepercayaan kepada satu tuhan). Gerakan wahabi memiliki pengaruh yang sangat
signifikan di wilayah arab Saudi dan beberapa Negara lainnya, memengaruhi bidang
pendidikan, sosial, budaya, dan politik dibeberapa wilayah tersebut.
Sarana Web-Blog dan Ekspansi Negara Para Wahabi untuk Menyebarkan
Wacana, Idelogi, dan Gerakan Wahabi.
Selain melalui karya buku dan majalah-majalah, dunia internet juga dipengaruhi
oleh blog-blog para wahabisme dalam jumlah yang terlampau banyak hingga tak
terhingga jumlahnya, meskipun ada banyak website yang dianggap asal-asalan
banyak juga kaum awam mempercayai website tersebut. Jejaring internet dijadikan
perantara dengan guru-guru wahabi di dunia islam yang memperlancarkan
komunikasi mereka. Sampai banyak juga para penentang wahabi perlu mengcounter
dalam bentuk web-web blog yang lain. Kondisi ini memang betul-betul sangat
menunjukan bahwa kalangan wahabisme memang sedang melakukan pergerakan
mobilisasi secara besar-besaran juga ekspansi yang sangat luar biasa adanya.14
Bahkan seorang mantan ketua ormas modernis yang dahulu terpengaruhi oleh
sebagian ide aliran wahabisme yang sekarang sudah memberikan pengakuan
“siuman”, sampai menyebutkan, “Kalau Bangsa Indonesia tidak serius membendung
arus kelompok-kelompok ini, kita bisa menjadi “Taliban”, dan ini berbahaya.”
14
Nur Khalid Ridwan, Hal. 27
Peringatan dari beliau ini menjelaskan bahwa tidak hanya kelompok Salafi yang kini
menjadi pelanjut ajaran Wahabisme, tetapi pengaruh-pengaruh aliran itu sendiri
terhadap radikalisasi, dengan cara mengabsahkan kekerasan dalam gerakan-gerakan
Islam, kapasitasnya susah untuk diukur secara teliti baik yang diadopsi oleh sebagian
kecil atau sebagian atau sebagian besar dari mereka. 15 Gencarnya ekspansi ajaran
Wahabi ke berbagai Negara dengan internet serta menerbitkan buku-buku, majalah,
dan pesantren. Belum lagi adanya kebanggaan para pemuda-pemudi yang
mendapatkan beasiswa untuk belajar ke universitas-universitas di Arab Saudi dan
beberapa Negara sejenis yang sealiran untuk melahirkan generasi wahabi di era saat
ini.
KESIMPULAN
Bahwa awal mula gerakan Wahabi dimulai oleh Muhammad bin Abdul Wahab
pada abad ke-18 di wilayah Arab Saudi, dengan fokus pada pengembalian Islam
keajaran semula, menolak bid’ah, dan menekankan kesucian tauhid diperluas dengan
bantuan penguasa Saudi Arab pada masa itu dipimpin oleh Ibn Saud. Ajaran atau
doktrin Wahabi, merujuk pada Tauhid Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang berpegang
teguh pada sunah Nabi Muhammad SAW dan merupakan kelompok mayoritas dalam
masyarakat Islam. Ajaran tauhid terdiri dari tiga bagian: tawhid al-rububiyyah
(pengakuan bahwa hanya Allah yang memiliki sifat Rabb, penguasa dan pencipta
dunia, Yang menghidupkan dan mematikan); tawhid al-asma wa I-sifat (hanya
membenarkan nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an tanpa
menafsirkannya, dan tidak boleh menerapkan nama-nama itu kepada siapapun selain
Tuhan); dan tawhid al-ibadah (seluruh ibadah ditujukan hanya kepada Tuhan).
Bahwa gerakan Wahabi memiliki pengaruh signifikan di wilayah Arab Saudi
dan beberapa negara lainnya, termasuk di Indonesia memengaruhi bidang pendidikan,
sosial, budaya, dan politik. Perkembangan aliran Wahabi yang menggunakan media
web internet, majalah, buku-buku serta adanya bantuan beasiswa untuk para pelajar
dibeberapa universitas di Arab Saudi dan Negara-negara sejenis lainnya untuk
melahirkan generasi wahabi yang baru.

15
Ibid.,
DAFTAR
PUSTAKA

Bin Abdurrahman bin Shalih Alu Basyam, Abdullah. n.d. ‘Ulama’ Najd Khilala
Tsamaniyata Qurun. Riyadh: Al-Mamlakah as-Su’udiyyah al-‘Arabiyyah.
Algar, Hamid. 2002. Sebuah Tinjauan Kritis. Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi.
Faqih bin Abdul Djabbar Maskumambang, Muhammad. 2015. Menolak Wahabi.
Depok: Sahifa.
Farih, Amin. 2014. “Analisis Pemikiran Abdullah Bin Baz Dan Sayyid Muhammad
Al-Maliky: Mencari Titik Kesepakatan Sunny Dan Wahaby Melalui Metodologi
Istinbat Hukum Islam.” Kementrian Agama IAIN Walisongo: Lembaga
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Harun, Nasution. 1975. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Harun, Nasution. 1975. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: UI Press.
Ridwan Khalid, Nur. 2020. Sejarah Lengkap Wahabi. Cetakan Pe. Yogyakarta:
IRCiSoD.
Syu’aibi Ali dan Kibil Gillis. 2004. Meluruskan Radikalisme Islam. Cetakan Pertama.
Jakarta: Pustaka Azhari.

Anda mungkin juga menyukai