Anda di halaman 1dari 14

Gerakan Pembaharuan Islam

di Dunia Islam

Bab.1 Gerakan Salafi Sejarah dan Perkembangannya


Muqoddimah

Aliran Salafi (Wahhabiyah) ini muncul di Arabia. Diantara sebab-sebabnya adalah


banyaknya orang yang melampaui batas dalam rangka mengagungkan dan
memohon berkah kepada orang-orang saleh dan mendekatkan diri kepada Allah
dengan cara ziarah ke kubur mereka. Banyaknya bid’ah yang bukan dari agama
bid’ah-bid’ah ini sudah meluas dalam praktek-praktek keagamaan dan aktivitas
sehari-hari. Maka muncul aliran ini untuk menumpas semua ini dengan
menghidupkan faham Ibnu Taimiyah dan dakwah Muhammad bin Abdul Wahab.

Aliran ini maju pesat setelah bekerjasama dengan kerajaan keluarga Saud di
Dir’iyyah-Saudi Arabia.

Pengertian Salafi

Salafy (Arab: ‫ سلفي‬Salafi) salah satu aliran dalam agama Islam yang mengajarkan
syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan, berdasarkan
syariat yang ada pada generasi Muhammad dan para sahabat, setelah mereka dan
orang-orang setelahnya.

Etimologi

Kata "Salaf" adalah kependekan dari "Salaf al-Ṣāliḥ" (Arab: ‫الح‬%%‫)السلف الص‬, yang
berarti "terdahulu". Dalam terminologi Islam, secara umum digunakan untuk
menunjuk kepada tiga generasi terbaik umat muslim: Sahabat, Tabi'in, Tabi'ut
tabi'in. Ketiga generasi ini dianggap sebagai contoh bagaimana Islam dipraktikkan.

Awal penggunaan istilah Salafy yang muncul di dalam kitab Al-Ansab karangan
Abu Sa'd Abd al-Kareem al-Sama'ni, yang meninggal pada tahun 1166 (562 dari
kalender Islam). Di bawah untuk masuk dalam pemikiran al-Salafi ujarnya, "Ini
merupakan pemikiran ke salaf, atau pendahulu, dan mereka mengadopsi pengajaran
pemikiran berdasarkan apa yang saya telah mendengar.“

Salafy melihat tiga generasi pertama dari umat Islam, yaitu Muhammad dan
sahabat-sahabatnya, dan dua generasi berikut setelah mereka, Tabi'in dan Taba 'at-
Tabi'in, sebagai contoh bagaimana Islam harus dilakukan. Prinsip ini berasal dari
aliran Sunni, hadits (tradisi) diberikan kepada Nabi Muhammad:

1
Salafy umumnya menisbatkan kepada Mahdzab Imam Ahmad Bin Hambali dan
kemudian rujukan pemikiran Ibnu Taimiyah. maka Salafy masih dikategorikan
Ahlusunnah Wal Jama'ah .

Salafy juga terkadang digunakan untuk merujuk dengan paham Wahhabi meskipun
yang kedua lebih dapat dijelaskan sebagai sub-aliran, Penganut Salafy biasanya
menolak istilah ini karena dianggap bersifat merugikan karena mereka percaya
bahwa Muhammad ibn Abd al-Wahhab tidak mendirikan pengajaran agama baru
dalam pemikiran atau penggambaran diri.

Para pengikut Salafy memperlakukan Muhammad ibn Abd-al-Wahhab hanya


sebagai seorang pemikir besar dalam agama Islam, sebuah fakta yang
dikonfirmasikan oleh mereka menutup ketaatan kepada ajaran doktrinal. Biasanya,
penganutnya dari gerakan Salafy menjelaskan dirinya sebagai "Muwahidin," "Ahl
Hadis," atau "Ahl at-Tauhid."

Biografi Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab


(1115-1206H/1701-1793M)

Muhammad bin 'Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad
bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-
Najdi dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung 'Uyainah (Najd), lebih
kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh.

Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M) dalam usia 92 tahun,
setelah mengabdikan diri selama lebih 46 tahun dalam memangku jabatan sebagai
menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi .

Pendidikan dan Pengalamannya

Muhammad bin 'Abdul Wahab berkembang dan dibesarkan dalam kalangan


keluarga terpelajar. Ayahnya adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan
kakeknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd
menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.

Sejak kecil dididik dan ditempa jiwanya dengan pendidikan agama, oleh ayahnya,
Syeikh 'Abdul Wahab. Berkat bimbingan kedua ibu bapaknya, ditambah dengan
kecerdasan otak dan kerajinannya, Muhammad bin 'Abdul Wahab telah berhasil
menghafal al-Qur'an 30 juz sebelum berusia sepuluh tahu.

Belajar di Makkah, Madinah dan Basrah

Setelah mencapai usia dewasa, Muhammad bin 'Abdul Wahab diajak oleh ayahnya
pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima -
mengerjakan haji di Baitullah. Setelah itu ayahnya kembali ke kampungnya.

2
Adapun Muhammad, ia tidak pulang, tetapi tinggal di Mekah selama beberapa
waktu, kemudian berpindah pula ke Madinah untuk melanjutkan pengajiannya di
sana.

Di Madinah, beliau berguru pada dua orang ulama besar dan termasyhur di waktu
itu. Kedua-dua ulama terse-but sangat berjasa dlm membentuk pemikiran-nya,
yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad
Hayah al-Sindi .Selama berada di Madinah, beliau sangat prihatin menyaksikan
banyak umat Islam setempat maupun penziarah dari luar kota Madinah yang telah
melakukan perbuatan-perbuatan tidak senonoh dan tidak sepatutnya dilakukan oleh
orang yang mengaku dirinya Muslim.

Beliau melihat banyak umat yang berziarah ke maqam Nabi maupun ke maqam-
maqam lainnya untuk memohon syafaat, bahkan meminta sesuatu hajat pada
kuburan maupun penghuninya, yang mana hal ini sama sekali tidak dibenarkan
oleh agama Islam.

Kesemua inilah yang semakin mendorong Muhammad untuk lebih mendalami


pengkajiannya tentang ilmu ketauhidan yang murni, yakni, aqidah salafiyah.
Bersamaan dengan itu beliau berjanji pada dirinya sendiri, bahwa pada suatu ketika
nanti, beliau akan mengadakan perbaikan (islah) dan pembaharuan (tajdid) dalam
masalah yang berkaitan dengan ketauhidan, iaitu mengembalikan aqidah umat
kepada sebersih-bersihnya tauhid yang jauh dari khurafat, tahyul dan bid'ah.

Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan dalam jiwanya adalah
karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah. Beliau adalah mujaddid besar abad ke
7 Hijriyah yang sangat terkenal. Gerakan ini memang terpengaruh dengannya

Belajar dan berdakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke


Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang
diperolehinya, terutaman di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul
fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga
berdakwah di kota ini.

Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di


mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di
sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari
kalangan para ulama setempat.

Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat


tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang dituduhnya sesat. Akhirnya beliau
meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk
menyebarkan ilmu dan pengalamannya.

3
Pada tahun 1139H/1726M, bapanya berpindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan
dia ikut serta dengan bapanya dan belajar kepada bapanya. Tetapi beliau masih
meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd. Hal
ini yang menyebabkan adanya pertentangan dan perselisihan yang hebat antara
beliau dengan bapanya yang Ahlussunnah wal jama'ah (serta penduduk-penduduk
Najd). Keadaan tersebut terus berlanjut hingga ke tahun 1153H/1740M, saat
bapanya meninggal dunia.

Latar belakang lahirnya Salafi - Wahabi

Kemerosotan dari sektor agama, terutama yang menyangkut aqidah sudah begitu
memuncak. Kebudayaan jahiliyah dahulu seperti taqarrub (mendekatkan diri) pada
kuburan (maqam) keramat, memohon syafaat dan meminta berkat serta meminta
diampuni dosa dan disampaikan hajat, sudah menjadi ibadah mereka yang paling
utama sekali, sedangkan ibadah-ibadah menurut syariat yang sebenarnya pula
dijadikan perkara kedua. Di mana ada maqam wali, orang-orang soleh, penuh
dibanjiri oleh penziarah-penziarah untuk meminta sesuatu hajat keperluannya.
Seperti misalnya pada maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani, dan maqam-maqam wali
lainnya.

Perjuangan memurnikan Islam

Melihat keadaan umat islam yang sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan
untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai
gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya,
gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah. Muhammad bin
Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah.

Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin
Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad,
bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut.

Menghancurkan makam Zaid bin al-Khattab

Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir
Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid
bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab,
Khalifah Rasulullah yang kedua. Membuat bangunan di atas kubur menurut
pendapatnya dapat menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab "Silakan... tidak
ada seorang pun yang dapat menghalang rancangan yang mulia ini

Tetapi beliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh penduduk yang
tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara
untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang
dikeramatkan itu.

4
Muhammad bin Abdul Wahab mengungsi

Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-


Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya,
maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah.
Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil
Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh
Amir al-Ahsa'. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi
dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi
tekanan Amir al-Ihsa.

Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di


capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah
dan mengungsi ke daerah lain. Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin
Baz, beliau berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada
lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah
Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh
perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia
meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah
pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, hlm: 22)

Kehidupannya di Dir'iyyah

Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah yang tidak


berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah wilayah
Dir’iyyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut
bernama Muhammad bin Suwailim al-`Uraini.

Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia


meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Syeikh memperkenalkan dirinya serta
menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dir’iyyah, yaitu hendak
menyebarkan dakwah Islamiyah dan membrantas kemusyrikan, barulah
Muhammad bin Suwailim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya.

Muhammad bin Saud membela dakwahnya

Muhammad bin Suwailim menemui Amir Muhammad bin Saud untuk melaporkan
kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru tiba dari Uyainah serta menjelaskan
maksud dan tujuannya kepada beliau.

Beliau berkata :"Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima
dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami
berjanji untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam
menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dir'iyyah. Demi kejayaan dakwah
Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan
mempertaruhkan nyawa dan harta untuk berjuang bersama-sama anda demi
5
meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya, sehingga Allah
memenangkan perjuangan ini, Insya Allah

1. Pangeran memberikan dua syarat kepada syeikh yaitu :

2. Hendaknya syeikh tidak meninggalkan mereka, dan merekapun tidak diganti


dengan orang lain.
3. Hendaknya syeikh tidak melarang penguasa untuk memungut yang biasa
dipungutnya dari penduduk Dir’iyyahpada musim panen.

Mengenai syarat pertama, syeikh berkata pada pangeran:” Rentangkan tanganmu


aku berbaiat kepadamu, darah harus dibayar dengan darah, dan perang dengan
perang.” Mengenai syarat yang kedua syeikh berkata pada pangeran, semoga Allah
memberikan kemenangan-kemenangan yang banyak kepada tuan . Sehingga tuan
mendapatkan ganti yang lebih baiklagi daripada hasil rampasan perang. Sheikh
yakin bahwa kebenaran itu harus mempunyai kekuatan yang mendukungnya.
Karena Allah akan melenyapkan dengan kekuasaan, apa-apa yang tidak
dilenyapkan al-Qur’an.

Pangeran dan syeikh terus menyebarkan dakwahnya di tengah-tengah masyarakat


nejed. Setelah Pangeran mangkat kemudian digantikan oleh putranya yaitu Pangean
Abdul Aziz bin Muhammad (1111-1218 H) untuk terus memberikan dukungan
dakwah syeikh.

Pemikiran dan doktren-doktrennya

Pendiri dakwah salafiyyah dalam studis-tudinya bermazhab Hambali. Tapi dalam


fatwa-fatwanya tidak selalu terikat dengan mazhab tersebut, apabila ditemukan
dalil berbeda yang lebih rajih. Oleh karena itu Salafiyyah disebut juga dengan “ La
Mazhabiyyah” (tidak bermazhab dalam usul dan bermazhab Hambali dalam furu’

Menyerukan dibukanya pintu ijtihad setelah lama tertutup sejak jatuhnya baghdad
pada tahun 656 H (1253M)

Kembali kepada al-Qr’an dan al-Sunnah serta tidak menerima persoalan apapun
tentang akidah yang tidak bersandar kepada dalil yang langsung dan jelas dari al-
Qur’an dan al-Sunnah.

Berpegang tegus pada mazhab ahlus Sunnah wal Jamaah dalam memahami dalil
dan berdasarkan kepadanya.

5. Menyeru kepada pemurnian arti tauhid dengan menuntut kepada umat Islam agar
mengembalikan tauhid kepada apa yang dipahami umat Islam pada masa awal
Islam.

6
6. Tauhid Asma’ wa Sifat ialah menetapkan asma’ was sifat-sifat Allah
sebagaimana telah ditetapkan-Nya untuk diri-Nya sendiri dan telah ditetapkan
pula oleh Rasul-Nya tanpa tamsil (Perumpamaan) takyif (pencocokan, dan ta’wil
(interpretasi).

7. Ditekankan pemahaman tauhid ubudiyah berdasarkan ayat :

‫دَى هللاُ َو ِم ْنهُ ْم‬Wَ‫وا الطَّا ُغوْ تَ فَ ِم ْنهُ ْم َم ْن ه‬WWُ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِ ْي ُكلِّ أُ َّم ٍة َرسُوْ الً أَ ِن ا ْعبُ ُدوا هللاَ َواجْ تَنِب‬
W‫ورة‬WW‫(س‬. َ‫ ِّذبِ ْين‬W‫ةُ ْال ُم َك‬Wَ‫انَ عَاقِب‬WW‫فَ َك‬WW‫ا ْنظُرُوْ ا َك ْي‬WWَ‫ض ف‬ِ ْ‫ضالَلَةُ فَ ِس ْيرُوْ ا فِي األَر‬ ْ َّ‫َم ْن َحق‬
َّ ‫ت َعلَ ْي ِه ال‬
.)36 ‫النحل أية‬
Artinya : “dan sesungguhnya Kami telah mengutus dalam kalangan tiap-tiap umat
seorang rasul dengan memerintahkannya menyeru mereka, hendaklah kamu
menyembah Allah dan jauhilah taghut, maka di antara mereka yang menerima
seruan rasul itu, ada yang diberi hidayah petunjuk oIeh Allah dan ada pula yang
berhak ditimpa kesesatan, oleh itu mengembaralah kamu di bumi, kemudian
lihatlah bagaimana buruknya kesudahan umat-umat yang mendustakan rasul-
rasulNya”. Q.S al-Nakhl : 36

8. Menghidupkan kewajiban jihad. Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sendiri


merupakan potret seorang mujahid yang aktif menaklukkan berbagai negeri,
menyebarkan dakwah menghancurkan erbagai kemusyrikan dengan segala
manifestasinya.

9. Menghancurkan berbagai bentuk bid’ah dan khurafat yang pada waktu itu
merajalela karena kebodohan dan kemunduran umat Islam, seperti :

A. Berziarah ke makam yang diyakini sahabat nabi Dhirar bin Azwar yang
dijadikan tempat meminta sesuatu.
B. Berziarah ke kuburan yang berkubah (bercungkup) yang diyakini itu
adalah makam Zaid bin al-Khattab.

Tawasul menurut Muhammad bin Abdul Wahhab

Beliau Membagi tawasul menjadi 2 : 1. Tawasul yang dianjurkan, ialah tawasul


dengan menyebut nama Allah, 2. Tawasul bid’ah yang dilarang yaitu tawasul yang
dilakukan dengan menyebut orang-orang salih, sepert; Bijahi Rasu, keramatnya
syeikh fulan dll.

Dilarang membangun kuburan, menyelimutinya, memberi lampudan segala bentuk-


bentuk bid’ah lainnya

Melarang amalan-amalan sufi yang dimasukkan dalam agama yang tidak ada
sebelumnya.

7
Menjelaskan bentuk-bentuk syirik dan membagi kepada 3
1. Syirik Akbar (besar); syirik dalam ibadah, niat, ketaatan dan kecintaan
2. Syirik Asghar (kecil) : Riya’
3. Syirik khafie (Tersembunyi) ; ialah syirik yang menyebabkan orang
mukmin bisa terperosok kedalamnya, tanpa diketahuinya .

Diperhatikannya pengajaran dan pendidikan umum, dibukanya otak kalangan


intelektual dan dirangsangnya untuk mencari dalil, meneliti buku-buku maroji’
sebelum menerima sebuah pemikiran apalagi mengamalkannya.

Akar pemikiran dan sifat ideologi salafi

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab mengikuti tiga ulama tokoh besar : Imam
Ahmad bin hanbal (164-241H), Ibn Taimiyah (661-728H) dan Ibn Qoyyim al-
Jauziyah (691-751H).

Buku-buku karangannya :

1. Kitab al-Tauhid, 2. Kitab al-Imas dan 3. Kasyfu al-Subhat


Akidah salafiyyah telah tersebar dikawasan Nejed bersamaan dengan perluasan
wilayah pemerintahan Saudi Arabia. Menguasai Riyadh tahun 1187, Kemudian
tersebar keseluruh jazirah Arabia, menguasai mekah tahun 1219, Madinah tahun
1220.
Dakwah salafiyah ini sampai keluar jazirah arabia dibawa oleh para jamaah haji.

Dir’iyyah menjadi pusat gerakan dakwahnya

Masyarakat luar Dir'iyyah pun berduyun-duyun datang ke Dir'iyyah untuk menetap


dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dir'iyyah penuh sesak dengan kaum
muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai membuka madrasah
dengan menggunakan kurikulum yang menjadi modal utama bagi perjuangan
beliau yang meliputi disiplin ilmu Aqidah al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith,
musthalah hadith, gramatikanya (nahwu-shorof) dan lain-lain.

Dalam waktu yang singkat , Dir'iyyah telah menjadi kiblat ilmu dan tujuan mereka
yang hendak mempelajari Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-
duyun datang ke negeri ini.

Bentuk dakwahnya

Pendidikan formal (madrasah)

Dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat.


Menegakkan jihad,
Menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung
dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Di dalam surat-

8
surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri
Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan tahyul.

Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik,
bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal
pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan surat-
suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.

'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai
ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab, seperti
berikut:
1. Bahwa mazhab kami dalam usuluddin (tauhid) adalah mazhab ahlus sunnah
wal jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara
Ulama salaf.

2. Sedangkan dalam hal masalah furu' (fiqh) kami cenderung mengikuti


mazhab Ahmad bin Hanbal rahimaullah.

3. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan


salah satu daripada mazhab yang empat.

4. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang


luar dari mazhab empat, seperti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan
lain-lain lagi.
5. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil.
Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari
mazhab empat tersebut.

6. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke
tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut
kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian.

7. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nas yang
jelas, baik dari Qur'an maupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan
teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau
yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah
seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan
mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut
dengan datuk dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian
mendahulukan datuk, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)."

9
Tantangan terhadap dakwahnya

Terdapat perlawanan dari luar maupun dari dalam.

Perlawanan dari dalam terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut
akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya.

Perlawanan dari Penguasa Turki Utsmani yang khawatir terhadap pengaruh dakwah
Ibnu Abdil Wahhab yang telah memasuki dua kota suci umat Islam, Mekkah dan
Madinah. Karenanya, demi mempertahankan kekuasaan mereka, mereka mengirim
pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir) untuk
menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H.

1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama.

2. Atas nama politik yang berselubung agama.

Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi


mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.
Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi
menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’
ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya

Tiga golongan musuh dakwah beliau

Golongan ulama khurafat yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan
yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas
kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana
dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan
meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-
orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat
tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya’
dan orang-orang soleh yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.

Golongan ulama taashub yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid
belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang
disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam
perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa
mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu
menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti
Auliya’ dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka.
Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.

Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan.
Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan

10
oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan
oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.

Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya
telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah saw sendiri. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh
Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun
1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.

Wafatnya

Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun


lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar,
berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan
Saudi di Tanah Arab.

Muhammad bin Abdul Wahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada
tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun.
Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).

Periode Daulah Saudi Arabia

1. Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H).


2. Daulah Su'udiyyah II (1240-1309 H),
3. Daulah Su'udiyyah III yang kemudian berganti nama menjadi Al Mamlakah Al
'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab Saudi) yang didirikan oleh Abdul Aziz
bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja Saudi sekarang) pada tahun 1319 H
hingga kini.
Selain mendapat perlawanan sengit dari Pihak Turki Utsmani, mereka juga sangat
dimusuhi oleh kaum Syi'ah Bathiniyyah, baik dari Najran maupun yang lainnya.
Salah satu pertempuran besar pernah terjadi antara kaum muwahhidin dengan
pasukan Hasan bin Hibatullah Al Makrami dari Najran yang berakidah Syi'ah
Bathiniyyah, dan peperangan ini memakan korban jiwa cukup besar di pihak
muwahhidin

Sejak 1205 Hijriah hingga 1217 Hijriah Kaum Wahabi mencoba menguasai
Semenanjung Arabia namun gagal. Akhirnya 1217 Hijriah mereka berhasil
menguasai Thaif dengan menumpahkan darah muslim yang tak berdosa. Mereka
memasuki Mekah tahun 1218 Hijriah dan menghancurkan semua bangunan dan
kubah suci, termasuk kubah yang menaungi sumur Zamzam.

Tahun 1221, Kaum Wahabi masuk kota Madinah dan menajiskan al-Baqi dan
semua mesjid yang mereka lewati. Kaum Wahabi bahkan mencoba menghancurkan
pusara Rasulullah , namun entah dengan alasan apa usaha gila itu dihentikan. Al-
Baqi pun diratakan dengan tanah tanpa menyisakan apapun, termasuk nisan atau
pusara

11
Umat Islam diseluruh dunia mengutuk kekasaran kaum wahabi

Muslim seluruh dunia mengutuk tindakan Saudi dan mendesak khalifah kerajaan
Otoman menyelamatkan situs-situs bersejarah dari kehancuran. Dibawah pimpinan
Muhammad Ali Basha mereka menyerang Hijaz , dengan bantuan suku-suku
setempat, akhirnya mereka menang, lalu ia mengatur hukum dan pemerintahan di
Hijaz, khususnya Mekah dan Madinah. Sekaligus mengusir keluarga al-Saud.
Muslim di seluruh dunia bergembira.
Tahun 1818 Masehi Khalifah Usmaniyyah Abdul Majid dan penggantinya Abdul
Hamid dan Mohammad, merekonstruksi semua tempat suci, memperbaiki semua
warisan Islam yang penting. Dari 1848 hingga 1860, biaya perbaikan telah
mencapai 700 ribu Poundsterling.

Tahun 1924 Wahabi masuk ke Hijaz untuk kedua kalinya Untuk kedua kalinya pula
pembantaian dan perampasan dilakukan. Orang-orang di jalan dibantai. Tak
terkecuali perempuan dan anak-anak jadi korban. Rumah-rumah diratakan dengan
tanah.

Praktek dan ajaran yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab

Mereka tidak cukup dengan praktek ibadah yang terkandung di Al-Qur’an dan al-
Hadis atau oleh Ibn Taimiyah. Lebih dari itu mereka menginginkan agar adat-
istiadat juga tidak boleh keluar dari Islam, seperti : mengharamkan rokok,
menggunakan beduk, pentongan di masjid, menghias kuburan dll.

Pada mulanya mereka mengharamkan kopi dan sejenisnya kemudian mereka


memperingankan hal itu.

Menghunus pedang untuk memerangi para penentangnya dengan alasan memerangi


bid’ah. Bid’ah adalah satu kemungkaran yang harus di perangi, harus diluruskan
dengan mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Melaksanakan Q.S al- Imran :110.

Gerakan ini menghancurkan setiap bangunan-bangunan kuburan yang mereka


dapatkan, maka semua kuburan yang ada bangunannya dihancurkan, termasuk
makam-makam sahabat di baqi’, makam sayyidah Khadijah istri Nabi Muhammad
saw di Mekah.

Ketika Hijaz berhasil dikuasai mereka menghancurkan kuburan para sahabat dan
meratakannya dengan tanah, sehingga tidak nampak hingga kini kecuali batu-batu
saja. Mereka hanya memperbolehkan ziarah dengan mengucapkan salam,
sebagaimana terdapat dalam hadis.

12
Mereka terikat dengan hal-hal kecil yang tidak mengandung keberhala, tetapi
mereka mengharamkannya, seperti photografi. Seperti kita jumpai dalam fatwa-
fatwa para ulamaknya, meskipun pemerintah tidak mengikutinya

Rabu 8 Syawal 1345 Hijriah bertepatan dengan 21 April 1925 mausoleum (kuburan
besar yang amat indah) di Jannatul al-Baqi di Madinah diratakan dengan tanah atas
perintah Raja Ibnu Saud.. Di tahun yang sama pula Raja Ibnu Saud yang Wahabi
itu menghancurkan makam orang-orang yang disayangi Rasulullah Saw (ibunda,
istri, kakek dan keluarganya) di Jannat al-Mualla (Mekah).

Kriteria Manhaj Salafi yang Benar

Yaitu suatu manhaj yang secara global berpijak pada prinsip berikut :

1. Berpegang pada nash-nash al-Qur’an dan alHadis, bukan kepada pendapat


para ahli atau tokoh.

2. Mengembalikan masalah-masalah “mutasyabihat” (yang kurang jelas)


kepada masalah “muhkamat” (yang pasti dan tegas). Dan mengembalikan
masalah yang zhanni kepada yang qath’i.

3. Memahami kasus-kasus furu’ (kecil) dan juz’i (tidak prinsipil), dalam


kerangka prinsip dan masalah fundamental.

4. Menyerukan “Ijtihad” dan pembaruan. Memerangi “Taqlid” dan kebekuan.

5. Mengajak untuk ber-iltizam (memegang teguh) akhlak Islamiah, bukan


meniru trend.

6. Dalam masalah fiqh, berorientasi pada “kemudahan” bukan “mempersulit”.

7. Dalam hal bimbingan dan penyuluhan, lebih memberikan motivasi, bukan


menakut-nakuti.

8. Dalam bidang aqidah, lebih menekankan penanaman keyakinan, bukan


dengan perdebatan.

9. Dalam masalah Ibadah, lebih mementingkan jiwa ibadah, bukan


formalitasnya.

10. Menekankan sikap “ittiba’” (mengikuti) dalam masalah agama. Dan


menanamkan semangat “ikhtira’” (kreasi dan daya cipta) dalam masalah
kehidupan duniawi.

13
Daftar Pustaka

Abualrub, Jalal. Biography and Mission of Muhammad Ibn Abdul Wahhab. Madina
Publishers and Distributors, Orlando, FL. 2003.

Algar, Hamid, ' Wahhabism: a Critical Essay'. Islamic Publications International,


Oneonta, New York, 2002.

Al-Hanbali, Usman bin Abdullah bin Basyar, Unwanul Majdi fi tarikh al-Najdi,
tab'ah wazaratu al-Ma'arif, Al-mamlakah al-Arabiyyah al-Suudiyyah.

Husein bin Ghanam, Raudhatul Afkar, Misr, Matba'ah al-Madani

Ahmad Muhammad al-Dhaib (1397H), Atsaru al-Syeikh Muhammad bin Abdul


Wahhab, Tab'ah al-Ahliyah lil Offset, Riyadh

Al-Jundi Abdul Halim, al-mam Muhammad bin Abdul Wahhab intisharul al-
mazhab al-salafi, Misr, daral-Ma'arif

Ahmad Abdul Ghafur, Muhammad bin Abdul Wahhab, Tab'ah 1397H

Muhammad kamal jum'ah (1401), Intisyar Da'watu al-Syeikh Muhammad bin


Abdul Wahhab khariji al-Jazirah, Riyadh: Matbuah; dar alMalik Abdul Aziz.

Abdurrahman bin abdul latif Ala Syeikh, Lam'u alSubhat fi sirati Muhammad bin
Abdul Wahhab.

http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_Abd_al-Wahhab

Rentz, George S. The Birth of the Islamic Reform Movement in Saudi Arabia.
London: King Abdulaziz Public Library, 2004.

14

Anda mungkin juga menyukai