Anda di halaman 1dari 12

MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB DAN

PEMIKIRANNYA
Oleh: Mohammad Firdaus

Salah satu tokoh da'wah di Timur Tengah, Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab, hingga detik ini tak habis-habisnya diperbincangkan. Sebagai tokoh
yang terkenal melakukan purifikasi terhadap sikap beragama, nilai-nilai,
serta pemahaman terhadap Islam yang mengagungkan taqlid serta
penyimpangan terhadap syari'at, ia patut mendapatkan sambutan ilmiah di
meja-meja diskusi. Hingga detik ini, anggapan positif dan negatif terhadap
kepribadian dan ajarannya terus mengalir di media-media cetak dan
elektronik, terlebih-lebih internet. Sebagai pengagum dan penerus
pemikiran Hujjatul Islam Ibnu Taimiyah, pengikut-pengikutnya sering kali
mendapat label negatif; mulai dari anti bid'ah hingga teroris. Semuanya itu
tak terlepas dari sosoknya yang gigih dalam memegang pendirian, serta
tajam dalam pemahaman keagamaan.

Kata kunci: syari’at, da’wah, tauhid, manhaj, jihad, mujaddid

Pendahuluan
Allah telah menyempurnakan agama Islam dengan menjaga kitab-Nya
sampai hari kiamat. Sebagai bukti penjagaan kitab dan agama ini adalah
Allah akan menciptakan ulama pada setiap masa sesuai kehendak-Nya. Hal
ini dalam dalam rangka menjaga agama, menghidupkan sunnah dan
membimbing manusia kepada jalan yang lurus. Rasulullah SAW bersabda,
"sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini dalam setiap abadnya ada
kalangan yang memperbaharuai agama-Nya.1
Dalam hadits lain ia juga bersabda, "Akan senantiasa ada dari
ummatku sekelompok orang yang tampil dalam membela kebenaran.
Mereka tidak membahayakan orang-orang yang menghinakan mereka
sampai datang urusan Allah sementara mereka tetap dalam pendirian
mereka".2
Sejarah mencatat, di setiap masa yang dilalui ummat Islam, banyak
tokoh-tokoh Islam yang muncul dan hadir memberikan kontribusinya pada
perkembangan Islam di masanya, dengan tetap berpegang teguh pada al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Salah satunya adalah Muhammad bin

1
HR. Abu Dawud, no 4294. Al-Hakim menilainya Shahih
2
HR. Bukhari, no 71
Abdul Wahab, seorang ulama abad ke-18 yang berda’wah mengembalikan
Islam kepada citranya yang asli, yaitu al-Qur'an dan Sunnah. Meskipun
Muhammad bin Abdul Wahab telah wafat sekitar tiga abad yang lalu, namun
kisah dan ajarannya masih menjadi kontroversi hingga kini. Tapi satu hal
yang pasti, kontroversi yang menyelimuti seseorang bukanlah tolak ukur
yang ilmiah untuk menyimpulkan keburukan atau kebaikan seseorang
tokoh. Untuk itu, melihat sosok Muhamad bin Abdul Wahab harus dengan
paradigma ilmiah, bukan dengan paradigma kontroversi yang berujung
kepada relativisme.

Biografi Muhammad bin Abdul Wahab


Muhammad bin Abdul Wahab hidup di tengah-tengah keluarga yang
dikenal dengan nama keluarga ‘Musyarraf’ (alu Musyarraf). Alu Musyarraf
merupakan cabang dari kabilah Tamin. Sedangkan Musyarraf adalah
kakeknya yang ke-9 menurut riwayat yang rajah. Dengan demikian
nasabnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali Ahmad
bin Rasyid bin Buraid bin Muhamad bin Buraid bin Musyaraf.3
Dia dilahirkan di daerah Uyainah pada tahun 1115 H, terletak di
wilayah Yamamah yang masih bagian dari Nejd. Uyainah berada di arah
barat laut dari kota Riyadh yang berjarak sekitar 70 KM. Ia wafat pada 29
Syawal 1206 H (1793) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri
dalam da'wah dan jihad, termasuk memangku jabatan sebagai menteri
penerangan kerajaan Arab Saudi.4
Dia tumbuh di lingkungan keluarga yang cinta ilmu. Ayahnya adalah
seorang ulama besar negara yang memegang jabatan peradilan di beberapa
daerah. Kakeknya, Syaikh Sulaiman bin Ali adalah seorang ulama
terkemuka dan juga imam dalam ilmu fiqh. Jabatan lain yang juga diemban
Syaikh Sulaiman adalah sebagai mufti Negara. Di bawah bimbingannya,
lahir sejumlah ulama dan para murid yang tersebut di seluruh semenanjung
Arab.5 Maka, wajar jika kemudian lahir seorang keturunan yang faqih dan
alim pula.
Muhammad bin Abdul Wahab hafal al-Qur'an sebelum usianya
mencapai sepuluh tahun, ia belajar fiqh dan hadits dengan ayahnya sendiri,

3
Mas'ud al-Nadawi, Muhammâd bin Abdul Wahhab Muslih Madzlûm Muftara 'Alayh,
Kementrian Wakaf Arab Saudi, 1420, hal. 38
4
Ibid., hal. 38
5
Syekh Kamil Muhammad Uwaidah, Muhammad bin Abdul Wahhab dan Gerakan
Wahabi, (terj. Ahmad Fatoni dan Tatik Chusniati), Malang: Penerbit Madinah, 2004, Cet. I,
hal. 40
dan belajar tafsir dari guru-guru dari berbagai negeri, terutama di Madinah
al-Munawwarah serta memahami Tauhid dari al-Qur'an dan Sunnah.6
Ibnu Khadamah, seorang ulama Timur Tengah mengatakan,
"Muhammad bin Abdul Wahab telah menerapkan semangat menuntut ilmu
sejak usia dini. Dia memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan dengan
anak-anak sebayanya. Dia tidak suka bermain-main dan perbuatan yang sia-
sia.7
Karena kecintaannya pada ilmu sangat tinggi, dan melihat kondisi
masyarakatnya yang kacau balau itulah yang membuat Muhammad bin
Abdul Wahab melanglang buana untuk bisa menimba ilmu dari para ulama.
Ia pernah mengatakan di dalam kitab al-Rasâil al-Syakhsiyyah, yang
kemudian dinukil oleh Ibrahim bin Usman bin Muhammad Al-Farisi di
dalam kitab Asyhar Aimmah Da'wah Khilal al-Qarnayn,
“Diketahui bahwasannya penduduk negriku dan negeri Hijaj yang
mengingkari hari kebangkitan itu lebih banyak jumlahnya dari pada
yang meyakininya, yang mengenal agama lebih sedikit jumlahnya
dari pada yang tidak mengenalnya, yang menyia-nyiakan shalat itu
lebih banyak jumlahnya dari pada yang menjaganya dan yang enggan
mengeluarkan zakat itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang
mengeluarkannya”.8
Dikatakan juga bahwa dalam diri Muhammad bin Abdul Wahab
terlihat adanya perpaduan antara karakter ayah dan pamannya. Ia
mempunyai ingatan yang cukup baik dan kecintaan yang luar biasa dalam
mencari ilmu, sehingga tidak jarang ia mendebat ayah dan pamannya dalam
berbagai masalah. Ia juga sering mendiskusikan kitab al-Syarh al-Kabîr dan
kitab al-Mugni wa al-Inshaf. 9
Ketika berada di Madinah, ia melihat banyak ummat Islam di sana
yang tidak menjalankan syari'at dan berbuat syirik, seperti perbuatan
mengunjungi makam seorang tokoh agama kemudian memohon sesuatu
kepada kuburan dan penghuninya. Hal ini menurut dia sangat bertentangan
dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain
kepada Allah. Hal inilah yang mendorong Syekh Muhammad bin Abdul
Wahab untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (‘aqîdah sahîhah).
Ia pun berjanji pada dirinya sendiri akan berjuang untuk mengembalikan
6
Muhammad Jamil Zainu, Da'wah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bayna al-
Mu'aridhîn Wa al-Munshifîn Wa al-Muayyidîn, Dâr Ibnu Khuzaimah, Cet. I, Hal. 7
7
Dikutip dari situs www.islam@isnet.org.
8
Ibrahim bin Usman bin Muhamad al-Farisi, Asyhâr Aimmah Da'wah Khilâl al-Qarnayn,
Riyad: Darul Wathan lî al-Nasyr, 1412 H, Cet. I, hal. 4
9
Ibid., hal. 47
akidah umat Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah Islam
yang murni (Tauhid), jauh dari sifat khurâfat, takhayûl, atau bid'ah. Untuk
itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para ulama
terdahulu. Lama setelah menetap di Madinah ia pindah ke Basrah. Di sana
ia bermukim lebih lama sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehnya,
terutama di bidang hadits dan Musthalah-nya, fiqh dan ushl fiqh-nya, serta
ilmu gramatika (ilmu qawâ’id).10

Kondisi Nejd di Jaman Pemerintahan Dinasti Turki


Nejd adalah suatu daerah yang sangat terpencil di pedalaman Arab
Saudi, daerah yang tandus dan tidak banyak diperhatikan orang sebelum
timbulnya gerakan pembaharuan yang dilancarkan oleh Muhammad bin
Abdul Wahab. Walaupun daerah ini secara resmi merupakan wilayah
kekuasaan Turki pada saat itu, namun pemerintah Turki kurang
memperhatikan daerah itu, dan tidak mempunyai wakil pemerintahan yang
efektif di daerah yang dianggap tidak penting ini. Sehingga kabilah-kabilah
Arab yang mendiami daerah ini tetap sebagai kelompok-kelompok yang
bebas di bawah bimbingan kepala-kepala suku (‘amir-‘amir).11
Beberapa sejarawan seperti Ibnu Ghudamah, Ibnu Basyar dan lainnya
menggambarkan keadaan penduduk negeri Nejd ketika itu banyak dikuasai
oleh praktik-praktik bid'ah, khurâfat, kesyirikan dan keterbelakangan dalam
memahami agama-agama yang benar.12
Pandangan masyarakat Nejd terhadap seseorang bergantung pada
nasab yang ia miliki. Pada masa itu masyarakat Nejd terbagi menjadi dua
kelompok atau dua golongan, Hadhari dan Badawi (Badui). Orang Badui
konsisten dengan kehidupan padang pasirnya. Mereka merasa bahwa orang-
orang Hadhari lebih rendah di hadapan mereka.13
Di awal abad ke-12 H, kawasan Nejd dikuasai oleh kabilah-kabilah.
Setiap daerah memiliki ‘amir. Masing-masing daerah/kabilah memiliki
kemerdekaan penuh mengatur rumah tangganya sendiri sehingga lebih
menyerupai kerajaan-kerajaan kecil. Daerah Uyainah dipimpin oleh Alu
Ma'mar, Riyayyah dipimpin oleh Alu Sa'ud, Riyadh oleh Alu Duwas, Hail
oleh Alu Ali, Qushaim oleh Alu Hujailan, dan bagian utara Nejd oleh Alu
Syubaib. 14

10
Dikutib dari http//id. Wikipedia.org/wiki/Muhammad bin Abdul Wahhab
11
Imron Ahmad Manan, Pelbagai Masalah Tauhid Populer, Surabaya: PT Bina Ilmu
1982, Cet. I, Jilid .I. hal. 299
12
Syaikh Kamil Muhamad Uwaid., Muhammad, hal. 128
13
Abu Aufa, Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab: Sosok Penegak Panji-Panji Tauhid,
dalam Majalah As-sunnah, Edisi 10/1/1415/1994
Lahirnya Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Dalam kondisi yang sangat sulit, situasi yang buruk, serta keadaan
yang gelap gulita, terbitlah cahaya kebenaran yang menyinari segenap ufuk
cakrawala, yaitu ketika Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit
dengan membawa da'wah tauhid dan sunnah Nabi. Peristiwa monumental
tersebut terjadi pada pertengahan abad ke-20 Hijriyah, ketika ayah ia masih
hidup. Demi memikirkan masa depan agama dan ummat, sang ayah ikut
merasa prihatin. Namun, ia menyuruh putranya agar tetap tegar. Ketika sang
ayah meninggal dunia pada tahun 1153 H, Muhammad Bin Abdul Wahab
mulai berani terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan tauhid,
mengibarkan sunnah Nabi saw, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Ia mengingkari berbagai macam bid'ah atau
sesuatu yang diada-adakan dalam urusan akidah, ibadah dan istiada. Ia juga
menyebarluaskan ilmu, menegakkan hukum, menyingkap kejelekan
keadaan orang-orang yang jahil, serta menentang orang-orang yang suka
berbuat bid'ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa nafsu.15
Pada waktu itulah ia menjadi terkenal dan ikut bergabung bersamanya
orang-orang yang ikhlas, shalih, dan bersemangat dalam memperbaiki
agama ini. Ada beberapa orang yang kemudian ikut bergabung bersamanya,
terlebih ketika ia melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang
dikeramatkan oleh banyak orang Uyainah. Selanjutnya, ia merobohkan
bangunan-bangunan yang berdiri di atas kuburan dan menghukum rajam
terhadap wanita yang mengaku kepadanya telah berzina setelah syarat-
syaratnya terpenuhi. Keberanian itu membuatnya semakin terkenal sehingga
membuat banyak orang yang kemudian bergabung membelanya secara
terang-terangan. Sedangkan orang-orang yang ragu menjadi takut dan juga
segan kepadanya.16

Dasar-Dasar Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab


Seruan da'wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada
manhâj Islam yang benar sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama.
Yang paling menonjol ialah upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada
Allah semata dan kesetiaan untuk selalu mentaati Allah serta Rasulullah
SAW. Ia sangat antusias dalam melakukan hal-hal sebagai berikut17:

14
Abdul Muhsin bin Baz, Rasâ'il Imam Muhammâd bin Abdul Wahhab al-Syakhsyiyyah,
Dar Syibilia, t.thn., hal. 52
15
Nashir bin Abdul Karim, al-Aql, Islamiyyah Lâ Wahabiyyah, (terj. Abdur Rosyad
Siddiq), Jakarta: PT Darul Falah, 2006, Cet. I, hal. XLV
16
Ibid.
17
Ibid., hal. XLVIII
1. Menanamkan Tauhid secara mendalam dan membasmi syirik
serta berbagai macam bid'ah.
2. Menegakkan kewajiban-kewajiban agama dan syi'ar-syi'arnya,
seperti shalat, jihad dan amar ma'ruf nahi mungkar.
3. Mewujudkan keadilan di bidang hukum dan lainnya.
4. Mendirikan masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid, sunah,
persatuan, kemuliaan, perdamaian dan keadilan.
Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau
yang telah terpengaruh oleh da'wah dan seruannya. Gambaran tersebut
nampak jelas di wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan
pemerintah Arab Saudi sebagai pengibar bendera gerakan reformasi pada
tiga abad periode. Setiap negara yang terjangkau oleh gerakan ini akan
kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi, perdamaian dan
kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah dijanjikan oleh
Allah di dalam firmanNya yang artinya,
"Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang
menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat
lagi maha perkasa, yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala
urusan" (QS. Al-Hajj:40-41).

Keistimewaan Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab


Da’wah yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab mempunyai
banyak kesitimewaan, diantaranya adalah18:
1. Perilaku yang Jernih
Sesungguhnya perilaku Muhammad bin Abdul Wahab telah tercermin
di dalam pribadi, ilmu, sikap agama, akhlak, dan pergaulannya terhadap
orang-orang yang mendukung maupun yang menentangnya.
2. Sumber Yang Bersih
Sumber ilmu, adab, dan akhlak yang diterima oleh Muhammad bin
Abdul Wahab adalah sumber-sumber yang syar'i, fitrâh, kuat, dan murni.
Hal ini merupakan cerminan dari al-Qur'an, sunnah Nabi, dan jejak
peninggalan para salaf al-shâlih yang lepas dari falsafah dan tasawuf,
kesenangan nafsu, dan kerancuan-kerancuan dalam lingkungan keluarga.
3. Manhâj Yang Baik

18
Ibid.
Dalam menjabarkan ketetapan agama kepada para pengikut dan
orang-orang menentangnya adalah manhaj Syar'i yang salaf, murni, bersih
dari kotoran-kotoran, asli, kokoh, terang, realistis, yang berpedoman pada
al-Qur'an dan sunnah, serta patut untuk mendirikan sebuah masyarakat
Islami.
4. Berorientasi pada Manhâj Salaf al-Shâlih
Da'wah Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam segala sesuatu
menggunakan manhâj salaf al-shâlih. Itulah yang membuat manhâj-nya
memiliki ciri khas tersendiri, yakni murni, realiatis, mantap dan
meyakinkan.
Hasilnya ia sanggup menegakkan syi'ar dan dasar-dasar agama sangat
sempurna, yang meliputi masalah tauhid, shalat, jihad, amar ma'ruf nahi
mungkar, penegak hukum, keadilan, keamanan, tampilnya keutamaan-
keutamaan dan tersembunyinya kerendahan-kerendahan. Agama dan ilmu
menjadi sangat marak di setiap negara yang terjangkau oleh seruan
da'wahnya yang ada di Kerajaan Arab Saudi.
5. Penuh Semangat dan Berwawasan Luas
Hal lain yang membuat manhâj Muhammad bin Abdul Wahab
menjadi istimewa ialah semangat dan keyakinannya yang sangat tinggi
dalam menegakkan kalimat Allah, membela agama, menyebarkan Sunnah
Nabi dan mengobati penyakit-penyakit yang diderita oleh ummat berupa
berbagai macam bid'ah, kemungkaran, kebodohan, perpecahan, kedzaliman
dan keterbelakangan.
Semangat yang tinggi dan wawasan luas dalam hal teori dan praktek
yang dimilikinya nampak jelas dari banyak hal. Diantaranya adalah:
a. Perhatiannya yang fokus terhadap masalah-masalah yang utama,
seperti masalah tauhid dan kewajiban-kewajiban agama, dengan tidak
mengenyampingkan masalah-masalah yang lainnya.
b. Kesiapannya sejak dini untuk menghadapi berbagai rintangan,
ditambah wawasan yang luas dan kemampuan memiliki antipasi yang
peka untuk menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi.
6. Kemampuan dan Kesuksesan
Berkat Muhammad bin Abdul Wahab, Allah berkenan menolong
agama dan memuliakan sunnah Nabi. Ia baru meningal dunia setelah sempat
menyaksikan buah da'wahnya yang ia rintis dengan susah payah, yakni
dengan berkibarnya bendera sunnah dan berdirinya negeri tauhid pada
zaman pemerintahan Imam Abdul Aziz bin Muhamad dan Putranya, Sa'ud.
Bendera tersebut terus berkibar melambangkan kejayaan, kemenangan,
kewibawaan, kekuasaan, dan kedamaian. Hal itu dilihat sebagai dominasi
agama dan tenggelamnya berbagai macam bid'ah. Dan, kebanyakan
gerakan-gerakan Islam sekarang ini merupakan kelanjutan yang alami dari
gerakan Salafiyah di jazirah Arab.19

Gagasan dan Pemikiran Da’wah


Diantara gagasan dan pemikiran da'wah Muhammad bin Abdul Wahab
adalah20:
1. Mengembalikan Islam kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah
saw.
2. Berpegang teguh kepada manhâj ahl al-Sunnah dalam
mengambil dalil dan membangun kerangka berfikir.
3. Membersihkan faham tauhid untuk kembali kepada pemahaman
yang benar.
4. Berorientasi pada pemahaman tauhid ‘ubudiyah
5. Menghidupkan kewajiban jihad.
6. Menghentikan perbuatan bid'ah dan khurafat yang disebabkan
oleh kebodohan.

Metode Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab


1. Da'wah bî al-Lisân
Salah satu metode da'wah Muhammad Bin Abdul Wahab adalah
dengan menyampaikan da'wahnya secara lemah lembut, walaupun pada
hakikatnya tidak ada kompromi terhadap kemusyrikan.
Contohnya ketika Muhammad bin Abdul Wahab diancam akan
dibunuh atau diusir penguasa, yakni Utsman ibn Ma'mar yang mendapat
tekanan dari ‘amir Badawi yang mengirim surat ancaman kepadanya dan
memerintahkannya agar menghabisi nyawa Muhamamab bin Abdul Wahab.
‘Amir Utsman khawatir seandainya ia tidak menuruti kemauannya, ‘amir
Badawi itu akan mogok membayar upeti dan bahkan memeranginya. Maka
ia berkata kepada Muhammad bin Abdul Wahab, "’Amir Badawi telah
menyurati kami dan menghendaki begini dan begitu, sedangkan kami
tidaklah mungkin untuk membunuh anda, namun kami pun takut kepada
‘amir Badawi dan kami tidak mampu untuk menghadapi serangannya.
Karenanya, jika Anda memandang baik untuk keluar dari lingkungan kami,
lakukanlah!". Maka Muhammad bin Abdul Wahab menjelaskan dengan
lidahnya yang fasih21,
19
Hafidzh Muhamad Al-Ja'bary, Al-Harakâh Al-Ba'tsi Al-Islamî, (edisi terjemahan), Solo:
Duta Rahman, 1996. Cet.I hal. 136-137
20
Ma'ani bin Hammad al-Juhani, al-Mawsû'ah al-Muyassarah fî al-Adyan wa al-
Madzâhib wa al-Ahzâb al-Mu'asysyirah, Riyadh: WAMI, 1412 H, vol. 1, hal: 167-169
21
Syaikh Abdul Aziz bin Abduillah bin Baz, al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
Da'watuhu Wa Siratuhu, Riyadh: al-Risalah al-'Ammah li Idarati al-Buhus al-‘Ilmiyyah wa
“Bahwasannya yang aku da'wahkan ini adalah agama Alah SWT dan
penerapan secara sebenarnya dalil kalimat lâ ilâha illallâh. Dari
kesaksian Muhammad adalah utusan Allah maka barang siapa
berpegang teguh kepada agama Islam ini dan membelanya dengan
segala kesungguhan, niscaya akan ditolong dan dikukuhkan Allah
SWT sehingga dapat menaklukkan negeri-negeri musuhnya. Jika Tuan
sabar, tegak pada yang haq dan menerima karunia da'wah tauhid ini,
maka nantikanlah berita gembira. Allah SWT akan menolong dan
membela tuan serta akan melindungi tuan dari ‘amir Badawi itu dan
yang lain, dan Allah SWT pun akan memberikan kekuatan tuan untuk
dapat menundukkan negeri dan kabilahnya."
2. Da'wah bî al-Kitâb
Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatian untuk menekuni
kitab-kitab yang bermafaat dan dikajinya. Sebelumnya Muhammad bin
Abdul Wahab memusatkan perhatiannya untuk menekuni Kitabullah. Ia
memiliki buah kajian yang sangat berharga dalam menafsirkan al-Qur'an
dan menggali hukum atau nilai darinya. Ia juga memusatkan perhatiannya
untuk menekuni sirah rasul dan para sahabat. Ia menekuni itu semua dengan
seksama hingga mendapatkan semacam dorongan kekuatan yang dengannya
dia merasa diberi Allah SWT kekukuhan batin pada kebenaran.22
Muhammad bin Abdul Wahab aktif dalam menulis, ia menjadikannya
sebagai sarana da'wah dalam hidupnya. Diantara karyanya yang sangat
praktis adalah kitab al-Tawhid al-ladzî huwa Haqqullâh 'ala al-‘Abid dan
Kasyfu al-Syubahât. Kitab ini bila dibanding dengan kitab-kitab ilmu kalam
pada umumnya, baik yang disusun oleh golongan Mu'tazilah maupun yang
dari golongan Asy'ariyyah Maturidiyah, maka jelas sekali perbedaaanya.
Kitab-kitab lain yang merupakan hasil karyanya antara lain Ushl al-
Tsalâtsah wâ Dillâtuh (penjelasan tentang Allah, agama, Islam, dan
Rasulullah), Syurût Sholâh wa arkânuh (syarat dan rukun shalat), al-
Qowâ'id al-‘Arba’ (empat kaidah dalam Islam), Ushl al-Iman, Kitâb al-
Kabâir, Kitâb Fadhâil al-Islam, Nashîhah al-Muslimîn, Sittah mawadhi in
al-shirâh, Tafsîr al-Fâtihah, Masâil al-Jahîliyyah, Tafsîr al-Shahâdah,Tafsîr
li Ba'dhi Suwar al-Qur'ân, Kitâb al-shirah, al-Hadyu al-nabawî23.
3. Da'wah bî al-Murâsalah
Da'wah bi al-Murâsalah atau yang lazim disebut dengan surat
menyurat merupakan salah satu metode yang dipraktekkan oleh Muhamad

Ifta wa Da'wah wal Irsyad, t.thn., hal. 22


22
ibid., hal. 19-20
23
Mas'ud an-Nadawi, Muhammâd, hal. 161-171
bin Abdul Wahab dalam menebarkan da'wahnya. Ia menyisihkan waktunya
untuk menulis surat-surat da'wah yang disampaikan kepada para penguasa
dan ulama.24 Da'wah bi al-Murâsalah merupakan metode da'wah yang
pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Beliau pernah mengirim surat
kepada raja Najasyi, raja mesir, raja persi, Rum, Amman dan lainnya.25
4. Da'wah dengan Tangan
Besar kemungkinan istilah da'wah melalui tangan ini diambil dari
istilah tangan sebagaiman disebutkan dalam hadits Nabi,
"Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka
hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika dia tidak sangup
demikian, maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup demikian
maka dengan hatinya, dan yang ini adalah selemah-lemah iman".
(H.R. Muslim)
Hadits di atas kiranya menjadi petunjuk dan pendorong bagi
Muhammad bin Abdul Wahab untuk menghancurkan tempat-tempat yang
dianggapnya berbau syirik. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika Muhammad
Bin Abdul Wahab melakukan da'wah dengan tindakan nyata untuk
menghilangkan ke-jahiliyah-an dengan tangannya sendiri. Dia pernah
berkata kepada Utsman bin Ma'mar agar menghancurkan kubah yang di
bangun di atas kuburan Zaid. Selain makam Zaid, di sana ada juga makam-
makam lain. Salah satunya adalah yang disebut makam Dhihar al-Azûr.
Makam ini pun berkubah dan dihancurkan juga. Ada juga tempat-tempat
yang dikeramatkan seperti kuburan-kuburan, gua-gua dan pohon-pohon
yang disembah, juga disirnakan dan dimusnahkan. Dan masyararakat pun
telah diberi peringatan agar menjauhi dari semua itu.26
5. Koalisi Dengan Penguasa
Pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi dengan ‘amir
'Usamah bin Ma'mar di Uyainah. Ia berencana untuk membangun Islam
dengan sistem ibadahnya yang betul dan kehidupan sosial yang sehat, jauh
dari segala angkara murka dan maksiat. Dengan dukungan ‘amir 'Utsman
bin Ma'mar, ia memerangi segala bentuk takhâyul, khurafat dan maksiat
yang terdapat di sekitarnya.27

Penutup
24
Syaikh Kamil Muhammad Uwaid, Muhammâd, hal 80-81
25
Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, al-Rahîq al-Maktûm, Beirut: Jami' al-Huquq, 1420H,
Cet. I, hal. 37-38
26
Ibid.
27
Ibid.
Adalah suatu hal yang tak dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya
pergerakan kaum Wahabiyah, atau lebih tepat dikenal dengan kaum
Muwahhidun yang digerakan di ‘padang pasir Nejd’ pada abad ke-
12H/18M, merupakan suatu pergerakan reformis Islam, dimana bobotnya
tidak kalah dari pergerakan yang dicetuskan oleh para reformer besar
sebelumnya, seperti Umar bin Abdul Aziz, Imam Syafi’i, Imam Hambali,
Imam Malik, Imam Tirmidzi, Imam Al-Asy'ari, Imam Al-Ghazali, dan
Syaikh Ibnu Taimiyyah.
Semenjak layar Islam berkembang, para mujaddid ini telah mampu
mengembalikan Islam kepada citranya yang asli (al-Qur'an dan Sunnah),
dan telah menempati posisi yang cukup tenar baik dilihat dari sisi
perjuangan dan keberhasilan, maupun dari sisi pengaruh serta dampak yang
ditimbulkan oleh pergerakan mereka masing-masing.
Pengaruh da'wah Muhammad bin Abdul Wahab tidak hanya terbatas
di Nejd dan sekitarnya saja. Tetapi cahayanya menjangkau ke seluruh
pelosok dunia Islam pada sa'at itu. Diantaranya adalah India, Mesir,
Maroko, Iraq, Syam, Sudan dan lain-lain, yang merupakan pelopor gerakan-
gerakan Islam di negeri-negeri tersebut dan merupakan sumber yang
sebenarnya bagi kebangkitan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'ân al-Karim
Abdul Muhsin bin Baz, Rasâ'il Imam Muhammad bin Abdul Wahab al-
Syakhsyiyyah, Dar Syibilia, t.thn.
Hafizh Muhamad Al-Ja'bary, Al-Harakâh al-Ba'tsi al-Islamî, (edisi
terjemahan), Solo: Duta Rohman, 1996. Cet.I.
Ibrahim bin Usman bin Muhamad al-Farisi, Asyhar Aimmat Da'wah Khilâl
al-Qarnayn, Riyad: Darul Wathan Linnasyr, 1412 H, Cet. I.
Imron Ahmad Manan, Pelbagai Masalah Tauhid Popeler, Surabaya: PT
Bina Ilmu 1982, Cet. I, Jilid. I.
Ma'ani bin Hammad al-Juhani, al-Mawsû'ah al-Muyassarâh fî al-Adyan wa
al-Mazâhib wa al-Ahzâb al-Mu'asyirâh, Riyadh, WAMI, 1412 H, vol. 1.
Majalah As-sunnah, Edisi 10/1/1415/1994.
Mas'ud An-Nadawi, Muhammad bin Abdul Wahab Muslîh Madzlûm
Muftara 'Alayh, Kementrian wakaf Arab Saudi, 1420.
Muhammad Jamil Zainu, Da'wah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab
bayna al-Mu'aridhîn Wa al-Munshifîn Wa al-Muayyidîn, Dâr Ibnu
Khuzaimah, t.thn., Cet. I.
Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Islâmiyyah Lâ Wahâbiyyah, (terj. Abdur
Rosyad Siddiq), Jakarta: PT Darul Falah, 2006, Cet. I.
Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Al-Rahîq al-Maktûm, Beirut: Jami'ul
Huquq Mahfudzah Linnasyr, 1420 H. Cet. I.
Shahih Bukhari
Syaikh Abdul Aziz bin Abduillah bin Baz, al-Imam Muhammad bin Abdul
Wahab Da'watuh wa Shirâtuh, Riyadh: Risalah al-'Ammah li Idaratil
Buhus al-‘Ilmiyah wa Ifta wa Da'wah wal Irsyad, t.thn.
Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah, Muhammad bin Abdul Wahab dan
Gerakan Wahabi, (terj. Ahmad Fatoni dan Tatik Chusniati), Malang:
Penerbit Madinah, 2004. Cet. I.
Situs http//id. Wikipedia.org/wiki/Muhammad bin Abdul Wahab
Situs www.islam@ isnet.org.
Sunan Abu Daud
Zainal Abidin Syihab, Wahabi dan Reformasi Islam Internasional, Jakarta:
Pustaka Dian, 1986, Cet. I.

Anda mungkin juga menyukai