Anda di halaman 1dari 7

1

Biografi Penulis Kitab Tsalatsatul Ushul

‫الَّس َالُم َع َلْيُك ْم َو َر ْح َم ُة ِهللا َو َبَر َكاُتُه‬

‫ أَّم ا بعد‬.‫الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا وعلى آله وأصحابه َوَم ْن َو اَالُه‬

Para pendengar di grup whatsapp Belajar Islam yang semoga dimuliakan oleh Allah rabbul 'alamin, kita
lanjutkan kajian kitab Tsalatsatul Ushul kali ini saya akan menyampaikan biografi penulis Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab.1

Mengenal biografi setiap penulis kitab yang kita baca, ini sangat penting sehingga jelas dari siapa kita
mengambil agama, Al-Imam ibnu Sirin pernah berkata:

‫ فانظروا عمن تأخذون دينكم‬،‫إن هذا العلم دين‬

"Seseungguhnya Ilmu ini adalah bagian dari pada dari agama, maka perhatikan, dari mana kalian
mengambil agama." (Siyar A’lam an-Nubala’, 4/606)

Beliau adalah Imam Muhammad bin Abdil Wahhab bin Sulaiman bin Ali. Kun yah beliau adalah Abu Ali,
berasal dari al-Masyarifah dan berasal dari suku Tamim.

Beliau lahir pada tahun 1115 H di daerah Uyainah, pertama kali belajar di sana dan hafal al-Qur’an
sebelum usia sepuluh tahun, orangnya cerdas dan cepat menghafal, hidup di tengah keluarga pencinta
ilmu dan shalih, kakeknya seorang ulama dan bapaknya seorang qadhi (hakim).

Beliau belajar dari para ulama di negerinya Uyainah, kemudian melakukan perjalanan ilmiyah ke Hijaz
(Mekah-Madinah) Yaman, dan Bashrah. Beliau banyak mendapatkan ilmu dan hafal matan-matan
ilmiyah, beliau pun banyak membaca kitab tafsir, hadits, dan ushul, terutama kitab-kitab karya Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzy, bahkan kedua ulama itu sangat
mempengaruhi pemikirannya, hal itu sangat nampak dalam dakwah beliau.

Setelah perjalanan ilmiyahnya beliau kembali ke tempat orang tuanya Huraimala, orang tuanya pindah
dari Uyainah ke Huraimala dikarenakan ada masalah antara orang tuanya itu dengan penguasa Uyainah,
beliau belajar kepada orang tuanya di Huraimala dan mendakwahkan Tauhid, juga menjelaskan
kebatilan para penyembah kuburan.

Setelah bapaknya wafat pada tahun 1153 H, beliau mengumumkan dakwahnya sampai meyakini bahwa,
Huraimala ternyata tidak cocok baginya untuk menjadi awal perjalanan dakwah, akhirnya beliau pindah
kembali ke Uyainah, dakwah beliau dibela oleh penguasa di sana, yakni Utsman bin Ma’mar walaupun
pada akhirnya beliau dikhianati.

Kemudian beliau berpindah ke Dar’iyyah, di sana Allah memberikan kemudahan dengan adanya
penguasa yang bernama Muhammad bin Saud, akhirnya dakwahnya pun semakin kuat, beliau
menyebarkan Tauhid, menghidupkan Sunnah dan mematikan bid’ah, di sana beliau pun mengajarkan
beragam bidang ilmu dan menulis kitab dengan metode salafus shalih2, banyak orang yang mengambil
ilmu dari beliau di sana sehingga beliau meninggalkan para murid, yang memberikan manfaat kepada
Islam dan kaum muslimin.

Allah memberikan umur panjang di Dar’iyyah, beliau berada di sana sekitar 50 tahun, yang dihabiskan
untuk berdakwah dan mengamalkan dasar-dasar agama, beliau hancurkan segala fasilitas yang
dikeramatkan, demikian pula pohon-pohon yang dialap berkah, beliau tegakan syariat hudud, juga
berjihad dalam rangka menyebarkan dakwah, yang akhirnya dakwah tersebar di seantero jazirah arab.

Dakwah beliau sangat ditakuti oleh penjajah, diantaranya Inggris dan Belanda:

“Sebagaimana dimaklumi oleh para peneliti yang obyektif bahwa, sikap pemerintah Inggris terhadap
dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah memusuhi dan memerangi bukannya
mendukung."

Inggris sudah sangat merasakan pengaruh dakwah Syaikh Muhammad bin abdil Wahhab di India, ia
adalah tempat jajahan inggris paling besar dengan beragam penghasilannya yang mereka banggakan,
hal itu terjadi ketika dakwah Syaikh diterima oleh sebagian orang India dari perjuangan Syaikh Ahmad
Irfan, kemudian dari perjuangan dakwah setelahnya, seperti al-Faraidhiyyin dan perjuangan Nizar Ali,"

"keduanya adalah dakwah yang menentang Ahmadiyah Qadiyaniyah, sementara Ahmadiyah adalah
gerakan bentukan Inggris guna mewujudkan keinginan mereka, dimana orang yang bergabung bersama
Ahmadiyah adalah orang-orang yang mengenal Islam hanya sebatas nama.”3

Diantara isi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah; tidak boleh memberikan loyalitas
kepada orang-orang kafir termasuk dalam masalah ini adalah penjajah. Hal ini ini disebarkan kepada
kaum muslimin dan tentunya bersebrangan dengan penjajah yang nyatanya orang-orang kafir.

Beliau berkata:

‫ ولو كان أقرب قريب‬،‫أن من أطاع الرسول ووحد هللا ال يجوز له مواالة من حاد هللا ورسوله‬

“Bahwa orang yang taat kepada Rasul dan mentauhidkan Allah, tidak boleh baginya berloyal kepada
orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walaupun dia adalah kerabat dekat,"

Tentunya hal itu bertentangan dengan kepentingan para penjajah.

Saya bawakan di antara perkataan Syaikh Muhammad bin abdil Wahhab tentang dakwah yang beliau
bawa:

“Aku menjadikan Allah subhanahu wa ta'ala sebagai saksi, demikian pula setiap malaikat yang hadir, aku
pun menjadikan kalian sebagai saksi bahwa, aku berkeyakinan dengan keyakinan al-Firqatun Najiyah,
yakni Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam iman kepada Allah, iman kepada para malaikat, kepada kitab-
kitab Allah, para Rasul-Nya, iman kepada hari kebangkitan setelah kematian, juga dalam iman kepada
takdir yang baik maupun yang buruk.”4

Beliau pun rahimahullah berkata:


،‫ ومالك بن أنس‬،‫ أبي حنيفة النعمان بن ثابت‬:‫ من أقوال األئمة األربعة‬،‫ وما عليه االعتماد‬،‫ وصالح سلف األمة‬،‫فنحن مقلدون الكتاب والسنة‬
‫ رحمهم هللا تعالى‬،‫ وأحمد بن حنبل‬،‫ومحمد بن إدريس‬

“Kami bertaklid kepada al-Kitab dan as-Sunnah juga Salaful Ummah yang shalih, demikian pula pada apa
yang menjadi sandaran dari perkataan Imam yang empat, Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit,
Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris, dan Imam Ahmad bin Hanbal semog Allah merahmati
mereka semuanya.”5

Sikap beliau terhadap Pemerintah:

،‫ ورضوا به‬،‫ واجتمع عليه الناس‬،‫ ومن ولي الخالفة‬.‫ ما لم يأمروا بمعصية هللا‬،‫وأرى وجوب السمع والطاعة ألئمة المسلمين برهم وفاجرهم‬
‫ وحرم الخروج عليه‬،‫وغلبهم بسيفه حتى صار خليفة وجبت طاعته‬

“Dan saya berpandangan bahwa, wajib mendengar dan taat kepada para penguasa kaum muslimin, yang
baik maupun yang buruk selama bukan dalam perintahnya yang maksiat.” (Ad-durar as-sunniyyah no.1/
33)

Beliau wafat pada bulan syawwal pada tahun 1206 di usia sekitar 92 tahun, beliau orang yang tidak
mewariskan harta baik dinar maupun dirham.

Perkataan para ulama tentang Syaikh Muhammad bin abdil Wahhab:

Syaikh Rasyid Ridha rahimahullah berkata:

“Tidak pernah luput satu masa pun yang banyak bid’ah padanya dari Ulama Rabbany lagi adil yang
menyegarkan kembali urusan agama umat ini...,"
"Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah salah satu dari mujaddid umat ini, beliau berdakwah
mengajak manusia kepada Tauhid dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya, demikian pula
mengajak manusia untuk meninggalkan bid’ah dan kemaksiatan.”5

Syaikh Muhammad Hamid al-Faqi rahimahullah berkata:

“Darinya jelaslah haqiqat dakwah ini (dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab), dan bahwa
dakwah ini lebih pantas untuk disebut sebagai dakwah as-Salafiyyah al-Muhammadiyyah, karena
dakwah tersebut secara umum maupun secara rinci tidak keluar dari dakwah Islam yang shahih, yang
menjadi inti dakwah para Nabi, khususnya baginda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam”6

Khairuddin az-Zirikli berkata:

“Pemimpin reformasi agama di Jazirah Arab, menempuh manhaj Salafus Shalih, dan berdakwah
mengajak manusia pada Tauhid yang murni lagi meninggalkan bid’ah.”7

Dan saya bawakan juga komentar salah seorang Ulama di Indonesia yaitu Buya Hamka yang pernah
menjadi ketua MUI pusat:

"Sejak munculnya cahaya Islam 1000 tahun sebelumnya boleh dikatakan bahwa di tanah Arab sendiri
sedikit sekali Islam meninggalkan jejak. Kebesaran Islam telah dikecap nikmatnya oleh negeri-negeri dan
umat lain. Damsyik (Damaskus) dan Baghdad telah merasakan nikmat itu. Pahlawan-pahlawan Islam
yang banyak telah berpindah dibawa kewajiban suci mengembangkan Islam ke negeri-negeri yang baru
dibuka, seperti Mesir, Syam, Kufah, Basrah, Wasith."

"Bahkan, ada sahabat yang wafat di Qairuan, Afrika, dan ada yang berkubur di Konstantinopel. Oleh
sebab itu, Tanah Arab menjadi sepi lahir dan batin. Pemikiran-pemikiran besar tidak tumbuh lagi di sana.
Hanya Kota Mekah dan Madinah yang masih dapat memelihara kebesarannya karena di sana tempat
beribadah. Adapun negeri-negeri yang lain kian lama kian muram. Kehidupan tidak ada perubahan
(statis). Kemajuan ilmu pengetahuan tidak ada sama sekali."
"Orang-orang telah amat jauh dari hakikat ajaran Islam. Mereka menjadi penyembah kuburan,
penyembah keramat dan budak azimat serta tangkal. Dari empat Imam madzhab besar, hanya seorang
yang muncul di Madinah, yaitu Imam Malik ibnu Anas. Demikianlah halnya yang terjadi selama 1000
Tahun, barulah muncul cahaya baru di tengah-tengah padang pasir itu pada Tahun 1116 H (1704 M),
yaitu 12 Abad setelah tiadanya Nabi saw. Dengan lahirnya Syekh Muhammad ibnu abdul Wahab.”

"Kembali pada ajaran Rasul saw. yang asli, adalah dasar pengajarannya. Tauhid yang khalis, yang tidak
bercampur dengan syirik sedikit juga ke sanalah semua umat harus pulang agar selamat dunia dan
akhirat. Perbaharui kembali keimanan dan bangkitkan semangat baru adalah sari ajaran Muhammad
ibnu Abdul Wahab. Ajaran ini muncul setelah ia mengembara terlebih dahulu keluar dari negerinya,
belajar agama di Kota Damsyik, dan sangat dipegangnya ajaran Ibnu Taimiyyah, demikian pula Ibnu
Qayim, Ibnu Rajab dan yang lain-lainnya. Semua adalah ulama-ulama Madzhab Hanbali."8

Saudara sekalian yang dimuliakan oleh Allah rabbul 'alamin, demikianlah biografi singkat Syaikh
Muhammad ibnu Abdil Wahhab, demikian pula komentar para Ulama tentang dakwah beliau yang
sangat mulia ini, berusaha mengembalikan umat kepada ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
kepada Al Kitab dan kepada Sunnah, demikian juga mengajak umat untuk mentauhidkan Allah, meng
esakan Allah subhanahu wa ta'ala, meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan kebidahan.

Semoga apa yang saya sampaikan ini bermanfaat.

Akhukum fillah

Abu Sumayyah

‫والَّس َالُم َع َلْيُك ْم َو َر ْح َم ُة ِهللا َو َبَر َكاُتُه‬

[1] Diterjemahkan dari Syarah kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdullah bin Fauzan.

[2] Menitik beratkan kepada dalil dan pemahaman yang benar

[3] Sulaiman bin Shalih al-Khurasyi (Ukdzubah Mudzakkirat al-Jasus al-Brithani Hemper, Maktabah Malik
Fahd, cetakan I/ 2010)
[4] Ad-Durar at-Tsaniyyah fil Ajwibah an-Najdiyyah, dikumpulkan oleh Abdurrahman bin Muhammad bin
Qasim an-Najdi, cetakan ke-6, 1996, jilid. 1, hal. 29-31

[5] Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (ar-Rasail asy-Syakhsiyyah dalam Muallafatus Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamiatul Imam Muhammad bin Saud al-Islamiyyah, 1976), jilid. 5, hal.
96[ Lihat kitab Shiyanatul Insan ‘an Was wasati Syaikh Dahlan karya Muhammad Basyir al-Hindi, cetakan
kelima, 1975, hal. 11

[6] Syaikh Muhammad Hamid al-Faqi (Atsarud Da’wah al-Wahhabiyyah, cetakan tahun 1354), hal. 18

[7] Khairuddin az-Zirikli (Al-A’lam, Darul Ilmi Lil Malayin, cetakan XV/2002), jilid. 6, hal. 257.

[8] Sejarah umat Islam, hal. 288-292

Anda mungkin juga menyukai