Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa di Madinah beliau bertemu dengan dua ulama
besar pada masanya, yaitu asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan asy-
Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits Muhammad al-Hayat as-Sindi rahimahumallah.
Pada pertemuan lalu telah kita jelaskan tentang peran kedua ulama besar tersebut
terhadap diri Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan
bagaimana beliau mengambil ilmu dari kedua ulama guru beliau tersebut. Telah lewat
pula penjelasan bahwa asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi telah
memberikan kepada beliau ijazah dalam berbagai kitab-kitab hadits dengan sanadnya.
Beliau adalah seorang ulama dalam fiqh madzhab Hanbali sekaligus ulama dalam
bidang hadits. Beliau sangat kagum dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah. Sehingga tidak diragukan lagi beliau pasti memberikan dorongan yang
besar kepada murid-muridnya untuk banyak membaca kitab-kitab ulama yang mulia
tersebut. Kita tahu bahwa beliau juga berasal dari Najd. Hanya saja berbeda dengan
asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab, kalau beliau dari Uyainah, sementara beliau
asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim berasal dari daerah yang bernama Majma’ah.
”Dahulu aku berada di sisinya, beliau berkata, ‘Maukah kamu aku tunjukkan dan
perlihatkan kepadamu senjata yang telah aku siapkan untuk penduduk Majma’ah?’.
Maka asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab berkata : “Iya”.
Lalu beliau memasukkanku ke dalam sebuah ruangan kamar khusus, dan di sana
terdapat banyak kitab. Kata beliau, ‘Inilah persenjataan yang aku persiapkan untuk
penduduk Majma’ah’.” 2
(fanatisme buta terhadap suatu madzhab). Juga paling keras dalam memerangi bid’ah
dalam agama dan paling keras dalam memerangi perbuatan-perbuatan yang bisa
mengantarkan kepada kesyirikan.”
Kemudian kata penulis: “Semua cara/pola berfikir dan sikap-sikapnya gurunya ini
sesuai dengan pola fikir dan sikap-sikap yang kemudian ditegakkan oleh Asy-Syaikh
Muhammad Bin Abdul Wahab dalam dakwahnya.”
Suatu hari, tatkala di Madinah, asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab menyaksikan
perbuatan segelintir orang-orang jahil di sisi kubur Rasulullah , seperti berdoa dan
beristighatsah kepada rasul, meminta syafaat, dan bertabarruk (mencari
barakah/ngalap berkah) darinya. Tentunya kondisi Masjid Nabawi dan kubur Rasul
kala itu sangat jauh berbeda dengan kondisi sekarang. Pada masa lalu, kondisi yang
adan membuat memang sangat memungkinkan terjadinya praktek-praktek dan
perbuatan seperti itu.
Tatkala beliau menyaksikan peristiwa ini, lewatlah sang guru (asy-Syaikh Muhammad
Hayat as-Sindi), maka beliau bertanya kepada muridnya, “Apa pendapatmu tentang
mereka yang berbuat di kuburan rasul?”
Maka asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab menjawab seperti pada ayat:
إِ َّن َه ُؤَال ِء ُمتَََّّبٌ َما ُه ْم فِ ِيه َوََب ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُو َن
Sesungguhnya mereka ini akan dibinasakan atas apa yang mereka lakukan, dan apa
yang mereka perbuat adalah perkara yang bathil.” (QS. Al-A’raf: 139) 5
Jiwa inilah yang kemudian terpatri dalam diri Asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab
rahimahullah. Yaitu mengingkari segala bentuk ucapan atau perbuatan yang
menyelisihi syari’at, kemungkaran, bid’ah, dan kesyirikan.
“Lalu beliau melanjutkan rihlah-nya ke negeri Iraq. Maka beliau menuju kota
Bashrah, beliaupun bertemu dengan para ulama Bashrah dan beliau mengambil
ilmu dari mereka.” 6
Di antara guru beliau yang terkenal di kota Bashrah adalah Asy-Syaikh Muhmmad al-
Majmu’i. Ketika di Bashrah, beliau semakin tidak bisa untuk diam ketika menyaksikan
berbagai kemungkaran yang terjadi. Sehingga ketika tiba di Bashrah, beliau tidak hanya
menimba ilmu dan dari para ‘ulama di negeri tersebut, namun beliau juga menjadikan
kesempatan itu untuk melakukan amal kebaikan, yaitu menegakkan Amar Ma’ruf Nahi
Munkar.
“Pada waktu yang sama, di sana (di Bashrah, pen) beliau mulai menampakkan
dakwah kepada Tauhidullah (mentauhidkan Allah) dan mengajak umat manusia
untuk kembali kepada as-Sunnah. Beliau juga menjelaskan kepada umat bahwa
kewajiban segenap kaum muslimin untuk mengambil agama langsung dari al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah . Beliau pun melakukan pembahasan tentangnya
serta berdiskusi dengan para ulama yang ada di negeri tersebut.” 7
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memang seorang yang
memiliki bekal ilmiah yang kuat dan kokoh, mampu melakukan pembahasan dan
diskusi ilmiah dengan cara yang baik dan penuh kesantunan. Kemampuan ini sudah
beliau miliki sejak berusia muda ketika masih berada di negeri kelahirannya, Uyainah.
Beliau sudah terbiasa melakukan pembahasan (niqasy) dan diskusi (munazharah)
ilmiah dengan paman-pamannya, saudara-saudaranya, kerabatnya. Hal ini sering
beliau lakukan. Dari sinilah karib kerabat dan teman-teman dekat beliau menyaksikan
bagaimana kemampuan ilmiah dan kemapanan ilmu yang ada pada Asy-Syaikh
Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah. Dari sisi ini pulal beliau memiliki
6
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu, hal. 22
7
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu, hal. 22
PERJALANAN DAKWAH SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN
4
ABDUL WAHHAB DAN NEGERI TAUHID
5
kelebihan, dan terjadilah perbincangan antara beliau dengan beberapa ulama di negeri
tersebut.
Kondisi di kota Bashrah lebih beragam dibandingkan daerah-daerah yang beliau lalui
sebelumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan Uyainah, maka sangat jauh. Kota
Bashrah pada masa itu jauh lebih maju dan berkembang dari sisi ekonomi maupun dari
sisi kelimuan dibanding Uyainah. Di samping itu, Bashrah ini juga merupakan ladang
subur tumbuh kembangnya madzhab Syi’ah dan pemikiran pemikiran sesat lainnya.
Sehingga jangan heran, di samping merupakan kota ilmu dan banyak para ulamanya,
dari di kota Bashrah ini pula muncul kelompok-kelompok, orang-orang, tokoh-tokoh
yang menyimpang dari syari’at.
“Beliau seorang yang sangat peka untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar sejak
usia kecil. Bid’ah menjadi suatu yang paling mengganggu pikiran beliau sejak beliau
masih pada tingkat pendidikan dasar bidang ilmu Fiqh dan Hadits di kota Uyainah.
Sehingga setiap kali beliau mendapati sebuah amalan yang menyelisihi prinsip-prinsip
agama pasti beliau akan berupaya untuk menunaikan kewajiban mengingkari
kemungkaran.” 8
Sifat yang ada pada Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah ini
merupakan sifat dan akhlak yang sangat positif dan terpuji. Bahkan itu merupakan
sifat yang dicontohkan oleh para nabi dan rasul. Rasulullah bersabda,
َويُْن ِذ َرُه ْم َشّر َما،ِب قَ ْبلِي إَِّال َكا َن َحقًّا َعلَْي ِه أَ ْن يَ ُد َّل أ َُّمتَهُ َعلَى َما يَ ْعلَ ُمهُ َخ ْ ًْيا ََلُْم
ٌّ َِ«إِنَّهُ ََلْ يَ ُك ْن ن
»ٌآخَرَها بَََلء ِ صيب ِ وسي، وإِ َّن أ َُّمتَ ُكم ه ِذ ِه جعِلَت عافِي تُها ِِف أ ََّوَِلا،ي علَمه ََلم
ُ َُ َ َ ََ َ ْ ُ َ ْ َ ُْ ُ ُ ْ َ
8
Asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Mushlihun Madzlum wa Muftara ‘alaihi, hal.
43.
PERJALANAN DAKWAH SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN
5
ABDUL WAHHAB DAN NEGERI TAUHID
6
“Sesungguhnya tidak seorang nabi pun yang diutus sebelumku kecuali wajib atasnya
menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang dia ketahui dan memperingatkan
mereka dari kejelekan yang dia ketahui. Sesungguhnya umat kalian ini penjagaannya
dijadikan pada generasi awalnya, dan generasi akhir umat ini akan tertimpa bala’.”
(HR. Muslim 1844)
Tentu saja beliau bukan seorang yang melakukakan amar ma’ruf nahi munkar dengan
cara seperti yang dilakukan oleh kelompok khawarij maupun yang lainnya. Yaitu
melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan keras, kaku, dan kasar, atau dengan cara
arogan, anarkhis, dan provokatif, bahkan menentang dan memberontak kepada
pemerintah yang sah dengan mengatasnamakan amar ma’ruf nahi munkar. Tidak
demikian. Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah tidak
melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara-cara tercela tersebut.
Namun amar ma’ruf nahi munkar yang beliau tegakkan adalah dengan meneladani
para nabi dan rasul. Yaitu berjalan di atas prinsip-prinsip dan rambu-rambu syari’at,
antara lain di atas prinsip ilmu dan hikmah. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Inilah jalanku, yaitu aku berdakwah ke jalan Allah
di atas bashirah, aku dan orang-orang yang mengikutiku. Maha Suci Allah dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya.” (QS. Yusuf: 108)
»ُ َوالَ يُْن َزعُ ِم ْن َش ْيء إِالَّ َشانَه،ُ«إِ َّن ال ِرفْ َق الَ يَ ُكو ُن ِِف َش ْيء إِالَّ َزانَه
“Sesungguhnya kelembutan, tidaklah dia berada pada sesuatu kecuali akan
membuatnya indah, dan tidaklah dia dicabut dari sesuatu kecuali yang membuatnya
jelek.” (HR. Muslim 2594)
Sehingga kalau disebutkan sifat atau watak selalu melakukan amar ma’ruf nahi
munkar, bukan berarti beliau seorang yang berwatak kaku, kasar, ekstrim, dan
serampangan. Tidak demikian. Justru sebaliknya, amar ma’ruf nahi munkar
menunjukkan pada watak dan sifat kepedulian, kasih sayang, ketulusan dan semangat
memberikan yang terbaik kepada umat, semangat memberikan pengajaran dan
pencerahan kepada umat, serta sifat kepeloporan dan membangun umat kepada
kemajuan dan kebaikan.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan watak yang terpuji dan dipuji oleh Allah sebagai
sifat-sifat baik kaum mukminin dan sifat-sifat baik masyarakat muslimin. Di antaranya
di surat at-Taubah:
ﮋ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ
ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢﮣ ﮤ ﮥ ﮦﮧ ﮨ ﮩ ﮪ
٧١ :ﮫ ﮬ ﮊ التوبة
“Kaum mukminin dan mukminat, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian
yang lain, mereka selalu melakukan amar ma’ruf dan mencegah dari segala
kemungkaran, menegakkan shalat, membayar zakat dan menataati Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itulah orang-orang yang akan dirahmati oleh Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)
Pada ayat ini, Allah Ta’ala sebutkan amar ma’ruf nahi munkar sebagai sifat pertama
yang Allah puji dari kaum mukmin dan kaum mukminat.
Demikian pula Allah menjelaskan kenapa umat ini menjadi umat yang terbaik? Allah
Subhanahu wa Ta'ala berkata dalam al-Qur’an:
Dengan Amar ma’ruf nahi munkar kebaikan dan kekuatan umat akan terjaga.
Sebaliknya, apabila Amar ma’ruf nahi munkar ini sudah mulai pudar maka itu awal
kemunduran dan kehancuran umat. Allah Ta’ala berkata tentang Bani Israil,
٧٩ :ﮋ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮊ املائدة
“Dulu mereka tidak saling mencegah kemungkaran yang mereka perbuat. Sungguh
benar-benar jelek apa yang dulu mereka perbuat.” (Al-Maidah: 79)
Tidak mau melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah sifat yang Allah cela dan
merupakan sifat orang-orang munafik.
٦٧ :ﮋ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮊ التوبة
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain
adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang
ma'ruf.” (at-Taubah: 67)
Oleh karenya, Allah Ta’ala memerintahkan agar selalu ada pihak yang menegakkan
amar ma’ruf nahi munkar di tengah umat ini,
ﮋ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮊ
١٠٤ :آل عمران
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.” (Ali ‘Imran: 104)
______ * * * ______
“Semangat ini 9 semakin bertambah tatkala beliau berada di Bashrah. Maka beliaupun
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tanpa takut (kepada manusia). Hasilnya adalah
beliau harus menanggung berbagai macam kesulitan.” 10
Ini pasti akan terjadi dan dialami oleh setiap orang yang menegakkan amar ma’ruf nahi
mungkar, bahkan dialami oleh para nabi dan rasul sekalipun. Allah Ta’ala berfirman,
٣٤ :ﮋ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮﯯ ﮊ األنعام
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap
mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka.” (al-An’am: 34)
Oleh karena itu, Allah mengisahkan wasiat Luqman al-Hakim kepada putranya, di
antaranya:
١٧ :ﮋ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﮊ لقمان
“Wahai putraku, tegakkanlah shalat. Tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar, dan
bersabarlah atas apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman: 17)
Kenapa beliau berwasiat kepada putranya agar bersabar setelah wasiat untuk
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar? Tidak lain karena orang yang menegakkannya
pasti akan mengalami gangguan dan kesulitan yang dia harus bersabar
menghadapinya. Hal ini juga dialami oleh para nabi dan rasul. Demikian pula Syaikhul
Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, tatkala beliau menegakkan apa yang ditegakkan
oleh para nabi dan rasul, maka beliau pun harus menanggung resiko seperti yang
dihadapi oleh para nabi dan rasul. Maka ketika di kota Bashrah beliau gencar
9
Yaitu semangat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dengan ilmu, hikmah, dan penuh
kesantunan.
10
Asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Mushlihun Madzlum wa Muftara ‘alaihi, hal.
43.
PERJALANAN DAKWAH SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN
9
ABDUL WAHHAB DAN NEGERI TAUHID
10
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, maka beliau pun mengalami berbagai
hambatan dan gangguan di kota tersebut.
“Yang terkenal di antara para guru beliau di kota Bashrah adalah seorang yang
bernama Asy-Syaikh Muhammad al-Majmu’i. Maka sebagian ulama yang jelek telah
melakukan berbagai kejelakan kepada beliau di Bashrah. Maka terjadilah kepada
beliau dan kepada guru beliau (Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i) beberapa
gangguan.” 11
Sang guru pun terkenai gangguan sebagaimana gangguan yang dialami asy-Syaikh
Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah.
MENINGGALKAN BASHRAH
“Akhirnya asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terpaksa meninggalkan kota
Bashrah. Ketika itu niat beliau adalah akan melanjutkan perjalan menuju Syam.
Namun beliau tidak mampu karena tidak memiliki bekal yang cukup. Maka
beliaupun akhirnya keluar dari Bashrah menuju sebuah daerah yang bernama az-
Zubair.” 12
Peristiwa ini dikisahkan pula oleh al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi, kata beliau:
“Akhirnya beliau (asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) pun terpaksa
meninggalkan Bashrah. Bahkan asy-Syaikh Muhammad al-Majmu’i pun juga disiksa,
11
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu, hal. 22
12
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu, hal. 22
PERJALANAN DAKWAH SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN
10
ABDUL WAHHAB DAN NEGERI TAUHID
11
Akhirnya, orang-orang yang celaka mengusir asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab
di siang bolong. Dalam kondisi yang terdesak ini beliau menuju daerah yang bernama
az-Zubair. 13
Inilah tahap pertama, pukulan pertama yang harus beliau hadapi tatkala beliau dengan
berani, memiliki hazm (tekad yang kokoh) untuk menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar. Terlebih daerah yang bernama Bashrah , yang di sana kondisi manusia sangat
beragam dan termasuk juga Syiah berkembang besar di Bashrah .
TIBA DI AHSA
Lalu beliau dari kota Zubair ini beliau menuju ke daerah Ahsa. Ahsa berarti masuk
kembali ke Jazirah Arabiyah. Kalau Bashrah itu masuk wilayah negeri Iraq,
menyeberang melewati teluk Arab. Ketika beliau kembali ke Ahsa, maka Ahsa ini
merupakan bagian dari Jazirah Arabiyah. Yakni beliau dalam perjalanan pulang dari
Bashrah kembali ke Najd. Dalam perjalanan pulang ini beliau singgah di Ahsa’.
Di kota Ahsa’ ini, beliau berjumpa dengan para ulamanya. Di antara yang beliau
berjumpa di sana adalah seorang ulama yang bernama Abdullah bin Fairuz dan
Muhammad bin Afaliq, yakni beliau berguru kepadanya dan mengambil ilmu darinya.
Kemudian juga Abdullah bin Abdul Latif, yakni Abdullah bin Muhammad bin Abdul
13
Az-Zubair sebuah desa besar yang masih dekat dengan Bashrah. Desa ini menjadi besar
dengan nama seorang sahabat Az-Zubair bin Al-‘Awam. Penduduk desa itu dikenal mengikuti
sunnah sampai sekarang, (yakni sampai masa Ust. Mas’ud An-Nadwi).
14
Asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Mushlihun Madzlum wa Muftara ‘alaihi, hal.
43-44.
PERJALANAN DAKWAH SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN
11
ABDUL WAHHAB DAN NEGERI TAUHID
12
Latif as-Syafi’i al-Ahsa’i. Beliau mengambil ilmu dari para ulama negeri Ahsa dan
terjadi mudzakarah (diskusi ilmiah) dalam berbagai hal terkait dengan prinsip-prinsip
agama (Ushuluddin). Beliau juga berdiskusi dengan sejumlah ulama di sana dalam
urusan tauhid dan akidah. 15
MENUJU HURAIMLAH
“Kemudian beliau menuju ke negeri Huraimla, yang merupakan bagian dari Najd. Ini
terjadi -wallahu ‘alam- pada dekade ke-5 abad ke-12 hijriyah. Karena ayahanda
beliau (yaitu asy-Syaikh Abdul Wahab bin Sulaiman) yang sebelumnya adalah qodhi
(hakim) di ‘Uyainah, terjadi perselisihan antara beliau (Abdul Wahab) dengan Amir
(pimpinan) Uyainah. Maka beliaupun pindah dari Uyainah ke Huraimla pada tahun
1139 H.
Maka datanglah asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kepada ayahnya setelah
sang ayahanda beliau pindah di Huraimla pada tahun 1139 H. Sehingga datangnya
Syaikh ke Huraimla ini adalah pada tahun 1140 H atau setelahnya.
Lalu beliau pun tinggal di sana . Beliau melanjutkan menekuni ilmu, taklim
(memberikan pengajaran), dan dakwah di Huraimla hingga wafatnya sang ayah
pada tahun 1153 H.” 16
Karena di Huraimla ini pun beliau terus menegakkan dakwah, taklim, amar ma’ruf nahi
munkar, maka,
15
Lihat Tarikh al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Su’udiyyah, hal. 74.
16
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu, hal. 22-23
17
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu, hal. 23
PERJALANAN DAKWAH SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN
12
ABDUL WAHHAB DAN NEGERI TAUHID
13
“Maka ketika beliau sudah kembali ke Huraimla, beliau pun bertekad kuat untuk
membasmi praktek kebid’ahan serta menebarkan dakwah tauhid dan akhlak. Maka
beliau menegakkan dakwahnya di atas prinsip perealisasian tauhid dan
mengkonsentarsikannya kepada ikhlash (memurnikan) ubudiyah hanya untuk Allah
Ta’la. Sehingga syi’ar dakwah beliau di Huraimla adalah meninggikan kalimatullah.
Beliau berupaya untuk melarang dari tunduk kepada selain Allah, beristigosah kepada
kuburan dan para wali, dan menjadikan hamba-hamba Allah sebagai sesembahan
selain Allah.
Beliau pun melakukan tahapan demi tahapan untuk memberantas bid’ah yang
mengotori bimbingan sunnah dalam tata cara ziarah kubur. Maka mulailah orang-
orang besar dan karib kerabat mengganggu beliau, tidak setuju dengan beliau. Sampai-
sampai ayah beliau sendiri tak setuju dengan cara ini. Walaupun Syaikh sebenarnya
dalam dakwahnya sangat memperhatikan adab kepada ayah dan menghormati beliau
sebagai orang tua sekaligus guru beliau.” 18
“Namun, perbedaan pandang yang terjadi antara beliau (asy-Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab) dengan sah ayah itu masalah uslub da’wah (yaitu beliau tidak siap
kalau dengan cara terang-terangan). Bukan tidak setuju dalam inti dan materi
dakwahnya.” 19
Adapun materi dakwah yang ditegakkan oleh Syaikhul Islam, maka sang ayah setuju.
Sang ayah sependapat tentang keharuskan menegakkan dakwah tauhid dan
memberantas kesyirikan dan kebid’ahan. Namun sang ayah tidak sepakat dengan asy-
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dalam hal cara, yakni sang ayah
menganggap cara itu terlalu terang-terangan, terlalu frontal. Sementara sang ayah
merasa tidak siap menanggung risiko dan gangungguan manusia.
18
Asy-Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Mushlihun Madzlum wa Muftara ‘alaihi, hal.
45-45.
19
Lihat Tarikh al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Su’udiyyah, hal. 75.
PERJALANAN DAKWAH SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN
13
ABDUL WAHHAB DAN NEGERI TAUHID
14
Padahal anggapan tersebut tidak benar. Karena Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullah menegakkan dakwah tauhid dan memberantas berbagai
kemungkaran dengan cara hikmah (menempatkan segala sesuatu pada tempatnya
sesuai bimbingan syariat) sebagaimana itu merupakan metode dakwah para nabi dan
rasul. Dakwah beliau tegakkan dengan ilmu dan hikmah, serta sikap penuh kelembutan
dan kesantunan. Di atas prinsip dakwah para nabi inilah asy-Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab berjalan dalam menegakkan dakwahnya.
Terjadi perbedaan di antara para ahli sejarah kapan tepatnya beliau menulis Kitabut
Tauhid. Ada yang menyebutkan bahwa beliau menulis Kitabut-Tauhid ketika berada
di kota Bashrah. Sebagian lagi mengatakan beliau memulai penulisan Kitabut Tauhid
sejak ketika masih di Bashrah. Proses penulis terus berlanjut hingga beliau berhasil
menyelesaikannya di Huraimla.
Kitab ini mendapat sambutan hangat dari kaum muslimin dan tersebar di banyak
wilayah dan negeri, baik di Najd maupun di luar Najd.
***