Anda di halaman 1dari 63

Masyakhat as-Surianji

Dikumpulkan oleh:
Abu Abdillah as-Surianji

[Buku Pertama]

Diterbitkan: 1445 H
Dicetak Untuk Pembaca Berbahasa Indonesia
Hak Cetak Ada Pada Penulis

Cetakan I – 1445 H/2023 M

Penerbit:

Email: auliarahmanrikrik@gmail.com
WA. +62 812-2386-2568

2
Pengantar

Diantara jenis karya tulis penting dalam dunia Islam


adalah apa yang disebut dengan Masyakhat, terkadang
juga disebut Mu’jam Syuyukh. Mereka mengumpulkan
didalam kitab itu kabar para guru yang diambil
manfaatnya. Dan telah disebut sebagai Syaikh tanpa
sungkan walaupun hanya mengambil dari mereka sebuah
riwayat atau ijazah.
Manfaat dari jenis karya tulis ini tentu saja sangat
banyak, karena kaum muslimin harus mengenal ulama-
ulama mereka, meneladani usaha mereka dalam mencapai
ilmu, mempertahankan silsilah keilmuan, mengenal karya
tulis mereka, bahkan termasuk didalamnya harapan
mendapatkan keberkahan dari rahmat yang turun ketika
disebutkan kehidupan orang-orang shaleh. Pada banyak
kasus, gagal mengenali para pendahulu dalam ilmu dan
keshalihan diantara salah satu faktor penyimpangan dan
ketidakakuratan penukilan.
Markaz Riwayah yang telah dikenal berkomitmen
mempertahankan silsilah keilmuwan yang tersambung
sebagai ciri khas Kaum Muslimin khususnya di
Nusantara, turut serta menyajikan kepada Pembaca buku
sederhana ini.

3
Semoga keberkahan dan manfaat bisa didapatkan
Pembaca dan Penulis buku ini. Shalawat serta salam
dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad,
juga keluarga dan para sahabatnya serta yang mengikuti
mereka sampai akhir zaman.

Abu Abdillah as-Surianji


Soreang, 1445 H

4
Buku Pertama

Inilah senarai biografi guru-guru kami yang telah


mendahului kita menuju Rabb-nya -semoga Allah Ta’ala
merahmati, mengampuni, meluaskan dan menerangi
kubur mereka-, aamiin.

5
1. as-Subayil

Muhammad bin Abdullah bin


Muhammad bin Abdul Aziz alu
Utsman yang dilaqabi as-Subayil (W.
1434 H). Syaikhana Allamah, Faqih,
Imam dan Khathib di Masjidil
Harom, dan Kibar Ulama Saudi.
Beliau berasal dari Kabilah Bani Zaid
di Najd.
Hafal al-Qur’an melalui Bapaknya dan Syaikh
Abdurrahman al-Karidisi, juga membacanya kepada al-
Allamah Muhammad Sa’di Yasin al-Lubnani di Mekkah
riwayat Hafs dari Ashim, beliau adalah ahli qira’at yang
memiliki ijazah dalam qira’at.
Beliau belajar juga ilmu Syari’ah di Masjid-Masjid
di negerinya, diantaranya kepada Qadhi Bukhairah:
Syaikh Muhammad bin Muqbil, dan juga saudaranya
sendiri Syaikh Abdul Aziz Ibn Subayil, yang juga Qadhi
di Bukairah dan pernah pula menjadi Mudaris di Masjidil
Harom. Dari Bukhairah, Syaikh pergi ke Buraidah dan
mengambil ilmu dari Syaikh Abdullah bin Muhammad bin
Humaid. Pergi juga ke Makkah, belajar kepada Syaikh
Abdul Haq al-Hasyimi dan Syaikh Abu Sa’id Muhammad

6
bin Abdullah Nur Ilahi al-Hindi, dari keduanya beliau
mendapat ijazah dalam hadits.
Guru & Sanadnya
Syaikh meriwayatkan sedikitnya dari empat orang,
yaitu:
1. Syaikh Muqri Muhammad Sa’di bin As’ad bin
Abdul Majid Yasin al-Bairuti (w. 1396 H), ijazah
qira’ah, beliau meriwayatkan dari Syaikh Badrud-
din al-Hasani dan Syaikh Amin Suwaid. Maka ini
silsilah ulama Syam yang ma’ruf diketahui.
2. Allamah Abdul Haq al-Hasyimi (w. 1392 H),
seorang Muhadits Haramain, Pengajar di Masjidil
Harom dan Darul Hadits Khairiyyah. Datang ke
Makkah karena undangan dari Malik Abdul Aziz
bersama rombongan Ulama Ahlus Sunnah lainnya
dari berbagai penjuru negeri. Beliau memiliki Kitab
Tsabat yang mengumpulkan riwayat-riwayat dari
guru-gurunya, disebut Tsabat al-Kabir, telah di-
tahqiq oleh Guru Kami Syaikh Badr bin Thami al-
Utaibi.
3. Allamah Abu Sa’id Muhammad bin Abdullah Nur
Ilahi al-Hindi, yang meriwayatkan dari tiga orang:
- Syaikh Abdurrahman bin Fath ad-Din al-
Punjabi ad-Dihlawi,

7
- Syaikh Ahmadullah bin Amirullah ad-Dihlawi,
Keduanya meriwayatkan secara langsung dari
Sayyid Nadzir Husein.
- Syaikh Abdul Majid bin Karim an-Nahi al-
Punjabi, yang meriwayatkan dari Abdurrahim
bin Abdullah al-Ghaznawi dari Nadzir Husein.1
4. Allamah Sulaiman bin Abdurrahman bin Hamdan,
Syaikh Hanabilah di Masjidil Harom dan Masjid
Besar Ibnu Abbas di Thaif. Beliau memiliki tsabat
ringkas yang memuat informasi semua riwayatnya,
berjudul: al-Ithaf al-‘Udul ats-Tsiqat bi Ijazat Kutub
al-Hadits wal Atsbat.
Murid & Sanad Kepadanya
Penulis meriwayatkan dari Syaikh as-Subayil
secara langsung dengan ijazah perwakilan Syaikh at-
Tuklah, demikian itu tidak lama sebelum beliau meninggal
rahimahullah, inilah rizki.
Ijazah perwakilan diantara metode ijazah yang sah
diantara ahli hadits, nilainya sama saja dengan ijazah
langsung karena wakil sebagaimana yang diwakili. Ketika
seorang Syaikh mungkin karena tua, sakit-sakitan atau
letih karena terlalu ramainya para peminta ijazah, kemu-

1 Najm al-Badi hal. 65-66.

8
dian memberikan kuasa kepada wakil yang dipercayainya
untuk memberi ijazah kepada siapa saja yang meminta
ijazah.
Telah berkata Imam az-Zarkasyi dalam an-Nukat
‘Ala Muqaddimah Ibnu Sholah (hal. 326): “Diantara
bagian yang belum disebut oleh Penulis (Ibnu Sholah)
adalah izin dalam ijazah riwayat, seperti perkataan:

‫أذنت لك أن تجيز عني من شئت‬

“Saya izinkan kamu untuk mengijazahkan atas


nama ku kepada siapa saja yang kamu inginkan”.
Kata beliau, “Ijazah jenis ini terdapat di zaman kita
sekarang. Secara dhahir bahwa jenis ijazah ini adalah
sah”.
Syaikh as-Subayil memiliki Tsabat Ijazah berjudul
al-Ijazah bi Asanid ar-Riwayah. []

9
2. al-Arnauth

Allamah Muhadits Muhaqiq


Syu’aib bin Muharram al-Arnauth
(1346 -1438 H /1928 – 2016 M).
Muhadits dan Muhaqiq Syam di
zaman ini. Hasil tahqiq beliau tidak
kurang dari 240 judul, sebagian
berjilid-jilid banyaknya. Misalnya:
Siyar A’lam an-Nubala (30 jilid),
Al-Ihsan fi Tarqrib Shahih Ibnu Hibban (18 jilid), Sunan
an-Nasai al-Kubra (12 jilid), al-Musnad Ahmad (50 jilid)
dan Syarhu as-Sunnah karya al-Baghawi (16 jilid).
Beliau salafi aqidah, sebagaimana sering disebut-
kan oleh beliau sendiri. Awalnya ruju’nya sebagaimana
disebutkan dalam biografinya karena membaca Kitab
Aqawil ats-Tsiqat fi Itsbati al-Asma wa ash-Shifat karya
Imam Mar’i bin Yusuf al-Karmi al-Hanbali dimana disana
disebutkan pujian akan aqidah salaf.
Guru & Sanadnya
Keluarga al-Arnauth hijrah dari Albania menuju ke
Damaskus sekitar tahun 1926 M, seperti banyak orang
yang hijrah lainnya, sang ayah hijrah ke Damaskus karena
keadaan di Albania dimana orang-orang komunis meraja-

10
lela dan keyakinan akan hadits yang menyebutkan
keutamaan negeri Syam. Latar belakang beliau sangat
mirip dengan dua muhadits sebangsanya yang masyhur:
Nashruddin al-Albani dan Abdul Qadir al-Arnauth.
Syaikh Syu’aib lahir tahun 1928 M, Ayahnya
menjadi guru pertamanya, kepadanya beliau menghafal
beberapa juz al-Qur’an. Setelah itu Syu’aib muda sering
menghadiri halaqah-halaqah ilmu bahasa Arab di berbagai
Mesjid di Damaskus. Sedangkan ilmu hadits beliau
pelajari dengan belajar kitab Tadribur Rawi kepada
Gurunya Syaikh Sholeh Farfur. Disebut-sebut bahwa
Syaikh Farfur ini telah memberinya ijazah secara lisan
namun ada keraguan dari Syaikh perihal ijazah ini.
Syaikhuna Syu’aib al-Arnauth menjumpai para
musnid yang bersanad ‘aliy, namun tidak meminta kepada
mereka ijazah. Beliau sendiri lebih mementingkan dirayah
dan tahqiq kitab sebagaimana telah kita ketahui bersama.
Beliau juga telah dimintakan (istid’a) ijazah oleh murid-
muridnya kepada sebagian masyaikh mu’ammar seperti
Syaikh Muhammad Akhbar al-Faruqi.
Ada juga kisah ijazahnya dari Syaikh Abdullah al-
Habsyi, setelah membacakan kepadanya kitab Arbain Al-
Ajluniyah, waktu itu beliau tengah bersama Syaikh Abdul
Qadir al-Arnauth. Namun, Syaikh Syu’aib kemudian

11
sebagaimana Syaikh Abdul Qadir tidak meridhai ijazah itu
karena bid’ah yang parah dari Syaikh al-Habsyi ini.
Adapun ijazah haditsiyyahnya yang sering beliau
sebutkan adalah dari Syaikh Mu’ammar Muhammad
Amin Siraj at-Turki. Ijazah darinya adalah saat keduanya
bertemu di Istambul.
Ini juga yang telah beliau sebutkan kepada kami
saat mengambil ijazahnya melalui telephon, setelah kami
membacakan beberapa hadits.
Semoga Allah Ta’ala mengampuni, merahmati,
meluaskan dan menerangi kuburnya. []

12
3. al-Harori

Inilah Allamah, Muhadits,


Faqih, Ushuli, Nahwi, Zahid,
Syaikh Muhammad al-Amin bin
Abdullah bin Yusuf bin Hassan
(1348 – 1441 H), yang dikenal
sebagai Abu Yasin, al-Urmi
nasabnya, berasal dari Qabilah
Alawi, juga memiliki kewarga-
negaraan Ethiopia, berasal dari
wilayah Harari, distrik Karri, desa Buwayti. Salafi aqidah
dan tinggal di Arab Saudi, khususnya di Makkah di sekitar
Masjidil Haram di daerah Misfalah. Pengajar di Darul
Hadits Khairiyyah dan di Masjidil Harom.
Sejak usia enam tahun, ia belajar Al-Quran dan
berhasil menghafalkannya. Selain itu, ia juga menguasai
beberapa ringkasan aqidah dan fiqih dari Mazhab Syafi'i.
Lama beliau bermulazamah kepada ulama-ulama di
negerinya sampai kemudian hijrah pada tahun 1398 ke
Mekkah.
Alasan hijrahnya karena orang-orang komunis di
negerinya mau membunuhnya ketika beliau mendirikan
Front Jihad didaerahnya sehingga sebagian orang komunis

13
mati. Mereka menyewa gerombolan untuk mengepung
dan membunuhnya, alhamdulillah beliau lolos dari tangan
mereka karena pertolongan Allah.
Selang dua tahun kemudian, yaitu mulai tahun 1400
H, beliau menjadi pengajar di Darul Hadits al-Khairiyah
pada waktu pagi, ini beliau jalani hingga wafatnya. Beliau
juga menjadi pengajar di Masjidil Haram pada waktu
malam selama delapan tahun, sampai berhenti karena
ingin konsentrasi menulis.
Karyanya mencapai lebih dari 60 karya beberapa
diantaranya berjilid-jilid besar, misalnya Tafsir Al-Quran
dalam 32 jilid, Syarh Shahih Muslim dalam 26 jilid dan
Syarh Sunan Ibnu Majah dalam 26 jilid. Beliau telah
menulis dalam berbagai bidang keilmuwan termasuk
berupa tsabat periwayatan beliau berjudul Majma al-
Asanid wa Mazhfar al-Maqashid min Asnaid Kull al-
Funun.
Guru & Sanadnya
Jika merujuk kepada Tsabat beliau, hanya satu saja
disana yang beliau sebutkan yaitu:
1. Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani, meski di-
sebutkan disana sanad-sanad kepada berbagai fan
ilmu syariat, namun hanya melalui Fadani ini,

14
Adapun jika merujuk kepada Syarh Muslim dan
Ibnu Majah karya beliau, disana ada pula syaikh yang
beliau meriwayatkan darinya yaitu:
2. Syaikh Muhadits Ahmad bin Ibrahim al-Harori,
Membaca kepadanya Shahih Muslim dan Ibnu
Majah, Syaikh ini meriwayatkan dari Syaikh Mu’ammar
Abdullah bin Adam al-Harori dari Syaikh Ali Syanda al-
Yamani dari Syaikh Ibrahim al-Baijuri, setelah ini
silsilahnya masyhur.
Syaikh Abdullah bin Adam juga meriwayatkan dari
Syaikh Abdurrahman bin Muhammad al-Habsyi dari
Syaikh Abdul Hamid bin Zakaria Kuningan dari Syaikh
Utsman bin Hasan ad-Dimyathi dari Syaikh Abdush
Shamad al-Falimbani. Silsilah ini melewati Masyaikh
Syafi’iyyah Indonesia.
Murid & Sanad Kepadanya
Murid-murid beliau yang meriwayatkan darinya
sangat banyak. Penulis pun pernah berkunjung ke rumah-
nya dan mendapatkan ijazah kitab tsabat beliau tersebut,
diterima dari tangan beliau langsung.
Rumah beliau berada di bukit dengan anak tangga
yang banyak. Terletak di lantai atas sehingga kami pun
harus menaiki tangga lagi karena liftnya rusak. Sungguh
kami membayangkan bagaimana syaikh yang sudah sepuh

15
ini harus turun naik dari tangga-tangga ini ketika pulang-
pergi mengajar setiap harinya.
Semoga Allah melapangkan kuburnya, mengam-
puninya dan memasukannya ke surga paling tinggi. []

Photo di depan
jalan masuk ke
rumah Syaikh al-
Harori, penulis
adalah kedua
dari kanan,
paling belakang
adalah putra
Syaikh yang
menjadi
perantara
kunjungan ini.

16
4. al-Itsyubi

Beliau Muhammad bin Syaikh


Allamah Ali bin Adam bin Musa al-
Ityubi al-Wallawi (1365 – 1442 H).
Guru kami dari Ethiopia, 'Allamah,
Muhadits, Faqih, Usuli, Nahwi dan
Mudaris di Masjidil Harom dan Darul
Hadits Khairiyyah.
Syaikh berasal dari keluarga ulama, kepada
ayahnya beliau mulai menghafal Al-Quran, kemudian
ayahnya menyerahkannya kepada Syaikh Muhammad
Qiyu untuk melanjutkan bacaan Al-Quran sampai di-
anggap sempurna. Beliau banyak menghafal mutun ilmiah
seperti Alfiyyah Ibnu Malik, Alfiyyah Suyuthi dalam
Mushtholah dan lain-lain dari berbagai cabang ilmu.
Kemudian beliau banyak belajar setelah itu kepada ulama-
ulama lain di negerinya secara riwayah dan dirayah.
Beliau kemudian pindah ke Mekkah dan mengajar di
Darul Hadits Khairiyyah juga di Masjidil Harom, kemu-
dian juga di beberapa masjid sekitarnya.
Syaikh Muhammad Ali Adam mengatakan bahwa
ketika beliau hijrah ke Mekah dan mulai belajar di Ma'had
al-Haram, beliau mulai membaca kitab-kitab seperti karya

17
Ibnu Taimiyah, Ibnu al-Qayyim, dan Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab. Beliau menemukan apa yang di-
jelaskan disana bertentangan dengan apa yang terdapat
dalam kitab-kitab aqidah yang diajarkan di negeri beliau.
Ketika beliau mulai merenungkan dan mengikuti apa yang
disarankan oleh kitab-kitab tersebut dengan mengikuti
dalil-dalilnya, beliau menemukan bahwa beberapa dari
apa yang beliau pelajari dari para Syaikh Asya’irah di
tempat asalnya tidak sejalan dengan dalil-dalil yang sahih.
Oleh karena itu, beliau kemudian meninggalkan apa yang
diyakini sebelumnya.
Namun, ketika beliau melakukan perjalanan ke
kampung halaman untuk mengunjungi orang tuanya,
orang-orang mengatakan bahwa beliau telah menjadi
Wahhabi.
Syaikh menjawab menjawab, “Tidak, saya hanya
mengikuti dalil-dalil yang sahih, sebagaimana yang biasa
saya lakukan bahkan sejak sebelum saya pergi ke Mekah”.
Ayahnya mengakui itu dan menjawab, 'Ya, kamu
memang melakukan itu, tetapi kamu semakin keras dan
ketat dalam pendekatanmu”.
Syaikh berkata kepadanya, “Apakah kita tidak tahu
bahwa Imam Syafi'i, ketika berada di Hijaz dan Irak,
mengikuti madzhabnya sendiri, tetapi ketika dia pergi ke

18
Mesir dan menemukan bukti-bukti yang belum pernah dia
temukan sebelumnya, dia meninggalkan madzhab lama-
nya dan mengikuti yang baru?. Jadi, ketika saya menemu-
kan bukti-bukti yang sebelumnya tersembunyi dari saya di
tempat asal saya, maka saya mulai mengikutinya dan
menerapkan sesuai dengan yang diperlukan. Ini adalah
yang saya tetapkan sepanjang hidup saya selamanya,
dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala”.
Guru & Sanadnya
Berikut ini beberapa tokoh yang menjadi gurunya:
1. Ayahnya, Allamah Ali bin Adam bin Musa Al-
Itsyubi (w. 1411 H).
Dia membacakan kepadanya kitab-kitab aqidah
yang ditetapkan di negaranya, serta kitab-kitab fikih
Hanafi, ushul fiqh dan ilmu-ilmu lainnya, kemudian beliau
mengijazahinya.
2. Allamah Muhammad Sa'id bin Syaikh Ali Al-Darri.
Syaikh belajar di bawah bimbingannya selama
hampir tiga tahun, dan dia mengambil dari beliau beberapa
kitab hadis yang sahih, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu
badi', ilmu mantiq, sepuluh qawaid, adab penelitian dan
perdebatan, serta usul fiqh. Kemudian beliau mengijazahi-
nya.

19
3. Syaikh Abdul Basyir bin Muhammad bin Hasan al-
Itsyubi.
Beliau memperoleh ilmu-ilmu Bahasa Arab dan
lainnya darinya kemudian diberi ijazah. Terkadang Syaikh
menggantikan gurunya dalam mengajar di madrasah
ketika dia tinggal di Addis Ababa dua kali.
4. Syaikh Muhammad Zain bin Muhammad Yasin al-
Itsyubi ad-Dani,
Beliau membacakan untuknya sebagian besar kitab
Shahih Muslim dengan penjelasan an-Nawawi, serta
awal-awal kitab Sunan al-Baihaqi. Dia juga mendengar
banyak dari Shahih al-Bukhari melalui pembacaan orang
lain.
5. Syaikh Muhammad bin Rafi' bin Bushiri, Muhad-
dits ad-Diyar al-Habasyah di zaman sekarang (w.
1430 H),
Beliau membaca kepadanya kitab al-Jami' at-
Tirmidzi, dan secara sama’ untuk Sunan Abu Dawud, an-
Nasa'i, Ibnu Majah, dan sebagian kitab Shahih Muslim
melalui pembacaan orang lain kepadanya. Lalu Syaikh
mengijazahinya untuk semua riwayatnya, diimlakan
kepadanya ijazahnya itu sementara beliau menulisnya.

20
6. Syaikh al Muqri Hayat ibn Syaikh Ali ad-Dari al
Itsyubi (w. 1409 H), membaca sebagian Shahihain
dan ijazah,
7. Syaikh Muhammmad Waliy bin Haji Ahmad al
Wallawi al Itsyubi (w. 1426 H),
8. Syaikh Muhammad al-Muntashir al-Kattani,
9. Muhadits Muhammad bin Abdullah ash-Shumali,
ijazah darinya,
10. Syaikh Ismail Utsman Zain al Yamani, mengambil
darinya hadits Musalsal bil Awwaliyah dan ijazah
darinya,
11. Syaikh Muhammad Yasin al Fadani, qiro’ah al-
Awail as-Sunbuliyyah dan banyak musalsalat, serta
ijazah darinya.
12. Syaikh Maulwi I’zazul Haq bin Maulwi Mazharul
Haq al-Arkani, dan beliau mengijazahinya.
Guru-guru beliau selengkapnya bisa disimak dalam
tsabat beliau Mawahib as-Shamad li 'Abdihi Muhammad.
Berikut ini contoh sanad beliau menurut jalur ulama
Ethiopia:
Misalnya: dari Bapaknya Syaikh Ali bin Adam al-
Itsyubi, Syaikh Abdul Basith bin Muhammad al-Burani,
Syaikh Hayah bin Ali dan Syaikh Muhammad Zain bin

21
Muhammad Yasin ad-Dani, keempatnya dari Syaikh
Ahmad bin Abdurrahman al-‘Addiy, dari Abdul Jalil bin
Yahya ad-Dullatti dari Bapaknya Yahya bin Basyir ad-
Dullatti dari Bapaknya Basyir ad-Dullatti dari Mufti Daud
bin Abi Bakr ad-Dawwawi, dari Sayyid Sulaiman bin
Yahya Maqbul al-Ahdal, dari Ahmad bin Muhammad
Maqbul al-Ahdal, dari Ahmad bin Muhammad an-Nakhli
dari Muhammad ‘Alauddin al-Babili. Dari sini sanadnya
masyhur.
Misalnya: dari jalur Syaikh Muhammad Zain bin
Muhammad Yasin ad-Dani, dari Syaikh Muhammad Siraj
bin Muhammad Sa’id al-Anni dari Muhamamd al-Halabi
asy-Syafi’i dari Burhanuddin Ibrahim as-Saqqa, dengan
sanadnya masyhur. Muhammad Zain juga meriwayatkan
dari Muhammad Siraj al-Anni dari Yusuf bin Ismail al-
Bairuti dari Mahmud Hamzah Afandi dengan sanadnya
masyhur.
Misalnya: dari jalur Syaikh Muhammad bin Rafi’
bin Bushiri dari Muhammad bin Muhammad Amin Khair
al-Baqistani dari Muhammad Yahya al-Kandahlawi dari
Rasyid Ahmad al-Junjuhi dari Abdul Ghani al-Mujadidi
dengan sanadnya masyhur.

22
Murid & Sanad Kepadanya
Murid-murid beliau sangat banyak, karena banyak
sekali pelajar yang mencintai beliau karena ilmu dan
kesungguhannya. Begitu juga banyak yang mengambil
faidah dari tulisan-tulisan beliau yang sangat bermanfaat
dalam berbagai macam fan ilmu.
Penulis buku ini termasuk juga yang dirizkikan
bertemu dengan Allamah Muhadits ini di rumahnya di
Mekkah, tak jauh dari kediamannya Syaikh Yahya bin
Utsman al-Mudaris. Syaikh mengijazahi kami dengan
ijazah ammah untuk semua riwayat secara lisan dan juga
memberi wasiat sebagaimana kebiasaan ahli hadits sejak
dahulu. Sebelumnya, pernah pula mendapatkan ijazah
tertulisnya melalui majelis Ummul Qura’ bagi siapa yang
menghendakinya, dan penulis dan keluarga termasuk
diantaranya, walhamdulillah.
Di antara tanda kewalian beliau adalah sikap
istiqamahnya dalam mengajar sampai akhir hayatnya.
Terkadang beliau datang di majelis sementara jarum infus
masih melekat di tangannya. Terkadang juga beliau
datang langsung dari rumah sakit ke majelis untuk mem-
berikan pelajarannya. Hal ini terjadi sampai seminggu
sebelum kematiannya. Demikian itu hari yang menyedih-
kan bagi murid-murid dan para pecintanya pada pagi hari
tanggal 21 Sya'ban tahun 1442 Hijriyah.

23
Semoga Allah merahmatinya, mengampuninya,
dan menempatkannya di surga yang paling tinggi. []

24
Ijazah Syaikh Muhammad Ali Adam al-Itsyubi

25
5. at-Talidi

Abdullah al-Talidi (1347 –


1438 H), yaitu Abu al-Fath Abdullah
bin Abdul Qadir bin Ahmad bin
Muhammad al-Talidi al-Hasani al-
Atsari. Beliau seorang Ahli Hadits di
Maghrib.
Perjalanannya dalam menuntut
ilmu menggiringnya sampai kepada
Madrasah ash-Shiddiqiyyah, dimana keluarga al-Ghumari
dengan segala kontroversinya ada disana. Melalui
madrasah ini, beliau mengenal banyak tokoh yang setuju
dan tidak setuju dengan pendekatan Sidiqiyyah dalam
ilmu hadis maupun yang lainnya. Beliau membuka diri
terhadap pandangan-pandangan yang berbeda, sedangkan
pengaruh besar datang dari Syaikh Ahmad al-Ghumari.
Selama perjalanan hidupnya, aqidah Syaikh at-
Talidi berkembang sampai akhirnya memutuskan mening-
galkan ajaran Asy'ariyah muta’akhirin. Dia beralih ke
Mazhab Salaf. Sebagaimana beliau sebutkan dalam
bukunya Dzikrayat min Hayati (hal . 96),
"Pada awalnya, saya mengikuti madzhab Asy'ariy-
yah muta’akhirin yang terpengaruh oleh beberapa

26
ajaran Mu'tazilah. Namun, saya memiliki ke-
cenderungan kepada madzhab Salaf ketika mem-
baca Risalah Ibn Abi Zaid Al-Qayrawani berulang
kali, dan ajaran-ajarannya yang tercantum di dalam
risalahnya itu adalah ajaran Salafiyyah yang murni.
Ketika saya berhubungan dengan guru saya: al-
Hafizh Abu Faidh (Syaikh Ahmad al-Ghumari), dia
memberikan Kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzai-
mah, al-I'tiqad karya al-Baihaqi dan Ad-Durrah al-
Mudhiyyah, lalu memerintahkan saya untuk mem-
bacanya. Setelah selesai membacanya, serta selesai
membaca Al-'Uluw li Al-'Aliyyi Al- Ghaffar, Ijtima'
al-Juyush al-Islamiyah, Al-Ibanah karya al-Asy'ari,
Ath-Thahawiyyah dan Lum'atul I'tiqad, selepas itu
saya mengikuti Mazhab Salaf. Dengan karunia
Allah, keyakinan saya menjadi Salafiyyah murni.
Pengetahuan saya semakin kuat setelah membaca
banyak kitab tafsir dan penjelasan hadis yang
membahas tentang mazhab Salaf dan Khalaf”.
Syaikh Hamzah al-Kattani pernah juga bercerita
kepada Syaikh at-Talidi mengenai Syaikh al-Albani,
Syaikh at-Talidi berkomentar: “Beliau memang ‘Alim
Muhadits”. Dikatakan kepada beliau, “Tetapi Syaikh al-
Albani tidak memiliki syaikh dalam hadits”. Beliau
menjawab, “Begitu juga guru saya Ahmad -yaitu ibn

27
Shiddiq al-Ghumari- tidak memiliki guru dalam hadits
sedang beliau juga seorang Muhadits”. Maka mereka pun
diam.2
Guru & Sanadnya
Beliau meriwayatkan sebagaimana sering disebut-
sebut dalam ijazahnya dari:
1. Syaikh Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari,
2. Syaikh Abdullah bin Shiddiq al-Ghumari,
3. Syaikh Muhammad Baqir al-Kattani,
4. Syaikh Ali Boudilmi, perowi dengan ijazah
kepada Allamah Ibnu Badis,
5. Syaikh Muhamamd Yasin al-Fadani,
6. Syaikh Abdullah al-Lahji
7. Syaikh Shalih Ahmad al-Arakani.
Murid & Sanadnya
Meriwayatkan dari beliau banyak masyaikh dari
berbagai belahan dunia. Penulis buku ini mendapatkan
ijazahnya di penghujung usia beliau melalui istid’a tertulis
sebagian ikhwah maghrib. jazakallahukhoiron. []

2 Ghushnal Waraf hal. 302

28
Ijazah kepada Penulis dan rekan-rekan kami yang ada dalam
istid’a dari Syaikh Abdullah at-Talidi.

29
6. al-Amrani

Qadhi Allamah Faqih Muhammad bin Ismail bin


Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Shalih
bin Sya’iy al-Amrani Ash-Shan’ani (1340 - 1442 H).
Beliau mengatakan,

‫أنا مذهبي يف الفروع أسلك فيه مسلك الشوكاين وابن األمري ومذهبي‬
((‫يف العقيدة ما قاله الشوكاين يف كتابه ))التحف يف مذاهب السلف‬

"Mazhabku dalam masalah-masalah furu’ adalah mengi-


kuti jalur Syaukani dan Ibnu Amir, adapun mazhabku
dalam aqidah adalah apa yang disebutkan oleh Syaukani
dalam bukunya 'At-Tuhaf fi Mazahib as-Salaf”.
Moyang beliau Qadhi Allamah Muhammad bin Ali
Al-Amrani termasuk dalam murid Imam Asy-Syaukani.
Bahkan dalam salah satu bukunya yang berjudul al-Badr

30
al-Thali’, Imam Asy-Syaukani memuji muridnya ini
dengan pujian yang banyak. Diantaranya bahwa menurut
kesaksian beliau, muridnya ini orang yang beramal
dengan dalil, dan tidak mengikuti qila wa qola (katanya
dan katanya). Ini pujian bagi orang yang beramal dengan
ikhlas, tidak ada kecenderungan kecuali kepada yang
termaktub dalam Kitabullah dan Sunnah.
Demikianlah yang kami jumpai juga dari cicitnya
ini. Beliau mewarisi ilmu moyangnya dan karakter
moyangnya yang merdeka. Namun dalam riwayah, beliau
tidak meriwayatkan dari moyangnya secara langsung
melainkan diperantarai dua orang perowi yakni melalui
murid dari murid-murid kakeknya. Walaupun begitu,
Syaikhana al-Amrani termasuk yang ‘aliy sanadnya di
Yaman pada masanya. Tersebab kedudukan ilmunya dan
banyaknya qira’ah beliau kepada para ulama negerinya
yang ‘aliy ijazahnya.
Selain mencintai Imam asy-Syaukani, Syaikh kami
sangat mencintai pula Syaikh Muhadits Nashruddin al-
Albani rahimahullahu, sampai beliau berkata, “Aku ini
syi’ahnya al-Albani”. Dan beliau berkata, ”Al-Albani
berjalan lebih dahulu dari asy-Syaukani dalam perkara
hadits, dan asy-Syaukani mendahului al-Albani dalam
perkara fiqh”.

31
Syaikh kami ini juga sangat membenci Rafidhah,
walaupun di tengah lingkungan Syi’ah Zaidiyah yang
kental. Beberapa tahun lamanya Syaikh berhenti dan tidak
mau memberi ijazah kepada siapapun kecuali yang beliau
benar-benar kenal, alasannya karena pernah ada seorang
Rafidhah mengaku meriwayatkannya darinya dengan
ijazah. Demikian disebutkan oleh seorang rekan kami.
Guru & Sanadnya
Sebagaimana dalam naskah ijazahnya, Syaikh kami
meriwayatkan dari banyak Syaikh, diantaranya dari:
1. Allamah Abdul Wasi’ al-Wasi’i,
Dari Syaikh Abdul Wasi’, guru kami meriwayatkan
hadits Musalsal bil Mahabbah dengan sanad ‘aliy. Syaikh
ini memiliki tsabat masyhur berjudul Al-Durr al-Farid al-
Jami' li Mutafriqat al-Asanid. Disebutkan disana guru-
guru beliau dengan ijazah yang sangat banyak, diantara-
nya dua orang Indonesia: Syaikh Ahmad Khathib al-
Minangkabaui dan Syaikh Abdul Hamid Kudus. Patut
diduga sekarang ini jalur yang paling ‘aliy kepada kedua
ulama Nusantara ini justru melalui jalur Qadhi al-Amrani.
2. Qadhi Abdullah bin Humaid,
Beliau meriwayatkan dari Syaikh Ali as-Sudmi dari
Qadhi Muhammad bin Muhammad al-Amrani (Kakek

32
Qadhi al-Amrani) dari Imam Muhammad bin Ali asy-
Syaukani.
3. Qadhi Qasim bin
Ibrahim bin Ahmad,
Beliau dari Qadhi Ishaq
al-Mujahid, dari Kakeknya
Syaikh: Allamah Muhammad
bin Muhammad al-Amrani.
Kakek Qadhi al-Amrani ini
meriwayatkan juga dari Syaikh
Abdullah bin Muhammad bin
Ismail al-Amir dari Bapaknya
Syaikhana al-Amrani bersama
Imam Muhammad bin Ismail Syaikhana Shubhi Halaq,
semoga Allah merahmati
al-Amir. keduanya
4. Qadhi Muhammad dan anaknya: Syaikh Ahmad
al-Zabarah,
5. Qadhi Husein bin Ali al-Maghrabi,
6. Qadhi Abdullah bin Abdul Karim al-Jirafi,
7. Dan lainnya.
Murid & Sanad Kepadanya
Ramai para ulama senior dari berbagai belahan
dunia mengambil riwayat dari Qadhi al-Amrani seperti:
1. Syaikhana Muhammad bin Ali al-Manshur,

33
2. Syaikhana Shubhi Hasan Halaq,
3. Syaikhana Akram Muhammad Ziyadah dan
lainnya.
Syaikh juga memiliki syarat cukup ketat dalam
ijazahnya, yakni yang diminta melalui murasalah. Beliau
mensyaratkan siapa saja yang meminta sanad darinya
harus memiliki ijazah atau tazkiyah sebelumnya paling
tidak dari dua syaikh yang beliau mengenal dua syaikh itu.
Maka tidak sembarangan orang yang meriwayatkan
darinya. Hal itu dibuktikan ketika penulis mengambil
ijazahnya melalui bantuan muridnya yaitu Syaikh Abdul
Karim, beliau mensyaratkan hal ini pula. Alhamdulillah
Penulis bisa memenuhi syaratnya, sehingga mendapatkan
ijazah darinya.3
Alhamdulillah mendengar pula dari beliau hadits
Musalsal bil Mahhabah yang silsilahnya tersambung

3
Pemberi ijazah (mujiz) berhak menetapkan syarat bagi yang diberi
ijazah (mujaz), misalkan sebagian syaikh yang mensyaratkan bagi
yang ingin meriwayatkan darinya mesti setelah berumur 40 tahun.
Ada juga masyaikh yang mensyaratkan yang diberi ijazah mesti
ahlus sunnah sebagaimana syarat Syaikh Duhi al-Haritsi, Syaikh
Hasan Waraq dan lainnya. Atau yang meminta ijazah mesti telah
mendapatkan ijazah dari dua orang alim sebelumnya yang dikenal
oleh pemberi ijazah, ini sebagaimana syarat Syaikh Muhammad
Ismail al-Amrani tadi. Akan tetapi, tidak setiap pemberi ijazah
memiliki syarat, ada juga yang tidak memberi syarat sama sekali.

34
sampai Mu’adz bin Jabbal radhiyallahu’anhu dari Nabi
shallallahu’alaihi wasallam, dimana beliau mengungkap-
kan cintanya kepada Mu’adz lalu berpesan dengan sebuah
doa yang dibaca di penghujung shalat,

‫اللهم أعني عىل ذكرك وشكرك وحسن عبادتك‬

Selain mengijazahi Penulis Musalsal bil Mahabbah,


beliau juga mengijazahi Kutubusittah, dan semua kitab
hadits, tafsir dan lain-lain dari kitab-kitab ilmu syari’at.
Semoga Allah meluaskan kuburnya, meneranginya
dan mengampuni segala kesalahannya. []

35
Ijazah Qadhi al-Amrani kepada Penulis

36
7. as-Samara’i

Subhi bin Jasim bin Humaid


bin Hamad bin Shalih bin Mushtafa
al-Husaini as-Samara’i, Abu Abdir-
rahman (w. 1434 H). Beliau Guru
kami, Allamah, Muhadits, Musnid,
permata Negeri Iraq dan Salafi.
Guru & Sanadnya
1. Syaikh Abi ash-Sha’iqah,
Berguru sejak kecil kepada Abi ash-Sha’iqah,
beliau adalah guru haditsnya yang pertama. Membaca
kepadanya banyak sekali kitab seperti: Umadatul Ahkam,
Kitabusittah, al-Muwatho, al-Musnad Ahmad, Sunan
Darimi, Sunan Daraquthni, Kitab at-Tauhid karya Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab, Aqidah ath-Thahawiyah,
beberapa kitab musnad dan lain-lain banyak sekali.
2. Syaikh Ubaidullah bin Abdussalam al-
Mubarakfuri,
Membaca kepadanya juz awal dari kitab al-Mir’ah,
dan athraf as-Sittah dan ijazah ammah, demikian itu dalam
perjumpaannya di Mekkah,
3. Syaikh Habiburrahman al-Adhami al-Hindi,

37
Membaca kepadanya athraf as-Sittah, dan ijazah
ammah, demikian itu dalam perjumpaannya di Mekkah,
4. Syaikh Muhammad Hafizh bin Abdul Latif bin
Salim,
Membaca kepadanya semalam penuh sampai fajar,
banyak kitab seperti beberapa bagian dari as-Sittah, Matan
Najhat, Mukhtashar Ulumul Hadits Ibn Katsir, Arbain
Nawawi dan lainnya. Demikian itu dalam rihlahnya ke
Mesir,
5. Syaikh Muhammad Syadzili an-Naifar at-
Tunisi,
Membaca kepadanya athraf as-Sittah, Muwatha,
Musnad Ahmad, Mukhtashar Ibn Katsir, Arbain Nawawi
dan ijazah ammah, demikian itu ketika rihlahnya ke Tunis,
6. Sayyid Syakir bin Mahmud al-Badri,
Membaca kepadanya sejumlah kitab mazhab asy-
Syafi’i dan Muwatho secara kamil, lalu ijazah ammah
7. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-
Bukhairi,
Membaca kepadanya Syarh Imam Nawawi kepada
Shahih Muslim, Tadribul Rawi, dan lainnya, juga ijazah
ammah
8. Syaikh Mahmud Mufti Bakistan,

38
Membaca kepadanya Musalsal bil Awwaliyah,
9. Syaikh Mahmud Nurudin al-Kurdi,
Beliau nazil sanadnya tetapi guru kami mengang-
gap bahwa mengambil riwayat darinya diantara adab
pencari hadits yaitu mengumpulkan terlebih dahulu asanid
dinegerinya.
10. Syaikh Muhammad at-Tahami
11. Syaikh Muhammad bin Abu Bakr ath-Tatho-
wani as-Salawi
12. Syaikh Badiuddin as-Sindi,
13. Syaikh Abdul Quyyum ar-Rahmati,
14. Syaikh Ibn ‘Aqil
15. Syaikh Zuhair asy-Syawisy
16. Syaikh Muhammad Israil as-Salafi
17. Syaikh Abdurrahman al-Ayyaf dan lainnya.
Murid & Sanad Kepadanya
Beliau mengajar di mesjid-mesjid di Baghdad,
pernah pula mengajar di Masjidil Harom. Ditulis untuknya
beberapa tsabat oleh murid-muridnya seperti: Ni’matul
Manan karya Muhammad Ghazi al-Baghdadi, al-Lum’ah
fi Asanid Kitabutis’ah karya Syaikhana Muhammad Ziyad

39
at-Tuklah, juga Tsabat tulisan Syaikhana Badr Thami al-
Uthaibi dan lainnya.
Penulis mendengarkan darinya sebagian Sunan Abu
Dawud, dan ijazah khusus dan ammah. Kemudian
diberikan ijazah tertulis melalui perwakilan muridnya
Syaikh at-Tuklah, rahimahullahu. []

40
8. al-Mudaris

Syaikh kita ini meninggal


ketika berusia 89 tahun, setelah
hampir selama 70 tahun usianya di-
habiskan untuk mengajar di Mas-
jidil Harom. Pengajarannya pun
cukup simple fokus materi dan
tidak terlalu panjang, mengingatkan
kita kepada metode ajar Salafus
Shalih. Beliau adalah Abu Zakaria, Yahya bin Utsman bin
Husein al-Adzim Aabadi al-Makki al-Mudaris, Muhadits
Salafi, Syaikh Kami dan Syaikh dari Syaikh-Syaikh Kami
(1354 – 1443 H).
Banyak ulama senior yang termasuk muridnya, dan
meminta ijazah riwayat darinya karena penghormataan
mereka kepadanya, seperti: Syaikh Abdul Aziz al-Zahrani,
Syaikh Mats’an al-Haritsi, Syaikh Umar ibn Muhammad
As-Subail, Syaikh Bijad al-Baqmi dan lainnya. Bahkan
Syaikh Muqbil al-Wadi’i rahimahullahu termasuk diantara
murid seniornya, walaupun belum ada bukti kalau beliau
ada ijazah darinya.
Dahulu, Bapaknya termasuk salah satu ulama yang
diundang Malik Abdul Aziz mengajar di Masjidil Harom

41
dan Darul Hadits Khairiyyah. Asalnya dari India, murid
Sayyid Nadzir Husein dan baginya ijazah dari Nadzir
Husein tersebut menurut jalan ahli hadits dan atsar.
Berkata Syaikh Yahya, “Beliau (ayahnya -pen) aqidahnya
salafi, diatas mazhab ahli hadits”.4 Tetapi walaupun
banyak belajar dari bapaknya tersebut, Syaikh Yahya tidak
mendapatkan ijazah darinya secara ammah. Andai beliau
meriwayatkan dari bapaknya dengan ijazah tersebut, maka
sanad beliau menjadi yang paling ‘aliy di Mekkah. Justru
beliau meriwayatkan kepada ayahnya melalui perantaraan
gurunya al-Allamah Abdul Haq al-Hasyimi, pengajar di
Darul Hadits Khairiyyah dan Masjidil Harom yang juga
berasal dari India. Setelah menghapal al-Qur’an dihada-
pan Ayahnya, Syaikh Yahya masuk ke Darul Hadits
Khairiyyah, Mahad Salafi yang didirikan oleh Syaikh
Abduzh Zhahir Abu Samah dan rekan-rekannya.
Guru & Sanadnya
Di Darul Hadits Syaikh Yahya menjumpai banyak
ulama yang utama yang beliau belajar kepada mereka,
misalnya: Syaikh Abdul Muhaimin Abu Samah dan
Syaikh Abdurrazzaq Hamzah. Sebagian gurunya itu juga
telah mengijazahinya menurut jalan ahli hadits. Diantara
gurunya itu tidak kurang enam musnidin yang sebagian

4
Najm al-Badi’ hal. 11

42
besar merupakan pengajar di Masijdil Harom dan Dar
Hadits, seperti:
1. Syaikh Qadhi Sulaiman ibn Abdurrahman ibn
Hamdan,
2. Syaikh Abdul Haq ibn Abdul Wahid Al-
Hasyimi,
3. Syaikh Abu Sa’id Muhammad Abdullah Al-
Luknawi,
4. Syaikh Muhammad ibn Abdullah Ash-Shumali.
5. Syaikh Ubaidullah ibn Abdussalam Ar-Rahmani
Al-Mubarakfuri, penulis al-Misykah, beliau pun
mengijazahi Syaikh Yahya, ijazah ammah
menurut jalan ahli hadits.
6. Syaikh Ahmad bin Yahya al-Najmi, keduanya
saling memberi ijazah yang disebut dengan
mudabbaj dalam istilah ilmu hadits.
Syaikh tidak suka menulis, oleh sebab itu tidak
ditemukan satupun tulisannya. Bahkan Kitab Tsabat
beliau yang suka ijazahkan kepada siapa saja yang
meminta ijazah darinya, ditulis justru oleh muridnya:
Syaikh Dr. Ahmad Bazmul. Beliau sendiri lebih suka
mengajar, sehingga dijuluki al-Mudaris (artinya : Sang
Pengajar). Beliau mengajar di Masjidil Harom demikian
itu setelah mendapat rekomendasi dari Syaikh Abdullah
43
ibn Humaid, juga mengajar di Darul Hadits Al-Khairiyah,
kemudian di Ma’had Al-Harom.
Murid & Sanad Kepadanya
Penulis sempat men-
ziarahi rumah Syaikh Yahya
bersama teman-teman kami
rombongan umroh riwayah.
Pada waktu itu beliau telah
berhenti mengajar di Harom
karena merasa sudah tua dan
tak sanggup lagi.
Alhamdulillah Penulis mendapatkan rizki men-
dengarkan hadits Musalsal bil Awwaliyah yang beliau
riwayatkan dari Syaikh Sulaiman Hamdan, lalu beliau
mengijazahi kami satu persatu dengan ijazah lisan dan
tertulis haditsiyyah ammah, juga ijazah Mud Nabawi.
Bagi penulis ini adalah ijazah kesekian kalinya,
sebelumnya sempat diijazahi dengan Tsabat al-Najm al-
Badi’ dan juga melalui istid’a sebagian ikhwah.
Pada Umroh itulah kali terakhir kami melihat
beliau, karena tak beberapa lama kemudian beliau sakit
dan meninggal dunia, rahimahullah. []

44
9. al-Mayadani

Pada Tanggal 29 Bulan 2


Tahun 1437 H datang kepada kami
kabar meninggalnya Syaikh kami
dan Mujiz kami Abu Mahmud, Dr.
Muhammad Syakur bin Muham-
mad al-Haji Amrir al-Husaini al-
Mayadani al-Urduni, Pengajar di
Masjidil Harom yang lalu (tahun
1972-1982 M).
Sungguh mengejutkan kami kabar meninggalnya,
mengingat siang kamis, sebagian ikhwan masih bisa
tersambung kepada beliau untuk qira’ah online Shahih
Bukhori dan telah membaca sekitar 60 hadits. Lalu datang
kabar duka ini di malam Jum’atnya, benar-benar suatu
kabar yang mengagetkan.
Beliau termasuk yang membolehkan sama’/qira’ah
via telephone dan semacamnya. Saya pernah bertanya
hukum sama’/qira’ah via telphone, internet dan semisal-
nya, jawab beliau: “Jika telah yakin dengan suara
Syaikhnya, maka tidak mengapa”.
Harusnya jum’at itu beliau menjadi imam dan
khathib Shalat Jum’at di sebuah masjid di Amman Ibukota

45
Yordania, yang telah biasa beliau jalani sejak beberapa
tahun lalu. Namun Allah telah memanggilnya lebih
dahulu.
Beliau lahir tahun 1938 M di Mayadan Suriah, jadi
ketika meninggal usianya 77 tahun, rahimahullahu. Beliau
seorang Syaikh yang ramah dan tawadhu. Saya acap kali
bertanya kepada beliau via facebook berbagai macam hal
yang masih musykil bagi saya, dan beliau selalu men-
jawabnya. Bahkan jika pertanyaan dirasa membutuhkan
jawaban lebih, beliau menelphone balik kami. Awalnya
ada teman kami yang menyangsikan kebenaran facebook
beliau ini, lalu Syaikh menelphone kami dengan video
call, masyaAllah, rambut dan janggut beliau tanpa
penutup kepala, kala itu lebih putih dari pada gambar yang
beredar di internet.
Ketika saya menulis buku Sanad Ijazah 100 Ulama
Pengikut Atsar, saya meminta beliau agar memberi
mukadimah atau pengantar. Kata beliau waktu itu, “Kalau
masih ada umur, insyaAllah…”. Dan rupanya maut lebih
dulu menjemputnya, rahimahullahu. Justru beliau kemu-
dian yang ada didalamnya (Jilid Ketiga).

46
Guru & Sanadnya
Beliau sendiri meriwayatkan dengan ijazah dari
banyak Syaikh seperti disebutkan dalam ijazah tertulis-
nya, seperti :
1. Syaikh Husein Ahmad Usairan, membaca
kepadanya Shahih Bukhori dari awal sampai
akhir, dan juga al-Qur’an dalam riwayat Hafs
dari Ashim melalui ath-Thayyibah dan asy-
Syatibiyyah, lalu ijazah.
2. Syaikh Musnid Muhammad Yasin Fadani,
membaca kepadanya al-Muwatha Malik dari
riwayat Muhammad bin Hasan murid Abu
Hanifah, lalu ijazah,
3. Syaikh Muhadits Athaullah Hanif, membaca
kepadanya sejumlah hadits, dan ijazah,
4. Syaikh Muhammad Malik al-Kandahlawi,
5. Syaikh Hafizh Muhammad al-Jundalwi,
6. Syaikh Muhadits Abu Turab adz-Dzahiri, mem-
baca kepadanya satu hadits saja, lalu ijazah.
7. Syaikh Abu Abdurrahman bin ‘Aqil adz-
Dzahiri
8. Syaikh Muhadits Badiuddin as-Sindi adz-
Dzahiri, beliau termasuk guru dan temannya,

47
dan berdekatan tempat dan masanya selama
mengajar di Harom. Meriwayatkan pula darinya
Mud Nabawi.
9. Syaikh Ibrahim al-Fathani,
10. Syaikh Abdullah Shaddiq al-Ghumari,
11. Syaikh Abdul Aziz Shaddiq al-Ghumari,
12. Syaikh Abdusy Syakur al-Barmawi,
13. Syaikh Muhammad Rafi al-Utsmani,
14. Syaikh Muhammad Taqqi al-Utsmani,
15. Syaikh Muhammad Nabi Muhammadi,
16. Syaikh Muhammad Abdul A’la al-Adzami,
17. Syaikh Muhammad Ubaidullah al-Baqistani,
18. Syaikh Abdul Wakil al-Hasyimi.
Murid & Sanad Kepadanya
Syaikh termasuk mudah dalam urusan ijazah
riwayat, beliau mengijazahi siapa saja yang mendengar
hadits darinya, hatta walaupun satu hadits.
Kata beliau, ”Saya mengijazahi tiap orang yang
mendengar hadits dari saya”. Saya bertanya, “Ijazah
ammah?”. Beliau menjawab, ”Iya, ijazah ammah”.
Semoga Allah memberinya Surga Firdaus, amiin.[]

48
10. al-Wasyah

Qadhi Allamah Mujahid


Mu’ammar Abdul Aziz bin Ismail
bin Muhammad bin Mutsana al-
Wasyah al-Ibi al-Yamani (1347 –
1441 H/ 1929 – 2020 M). Beliau ber-
asal dari kota Ibb, di Yaman bagian
tengah. Mungkin beliau tidak se-
masyhur ulama-ulama Yaman lain
yang banyak muridnya di Indonesia,
namun keistiqamahnya dalam me-
nyiarkan sunnah dan beramar ma’ruf
nahi mungkar membuat namanya
kekal dalam ingatan anak muridnya.
Beliau dikenal sebagai seorang hafiz, faqih, ulama, syaikh
yang mulia, lembut, rendah hati, teguh dalam kebenaran
dan tidak takut dihadapan Allah akan celaan orang.
Semoga Allah merahmatinya.
Syaikh disebutkan lahir pada akhir Ramadhan
sekitar tahun 1347 H atau kurang lebih 1928 M. Ada juga
yang menukil kalau Syaikh lahir tahun 1945 M. Syaikhuna
Mu’ammar Qadhi Ali bin Qasim alu Tharisy al-Fifiy –
seorang ulama, murid Syaikh Hafizh al-Hakami di
Mekkah- ditanya oleh seorang muridnya tentang Syaikh
49
Abdul Aziz al-Wasyah: “Apakah anda mengenalnya?”.
Beliau berkata, “Aku mengenalnya, beliau lebih tua dariku
dua tahun”, seperti kita ketahui, Syaikh al-Fifiy lahir tahun
1348 H, wallahu’alam.
Yang menarik, pada mulanya keberangkatannya ke
Saudi bukan untuk mencari ilmu tapi semata-mata untuk
mencari rizki. Namun Allah memberinya hidayah dan
mempertemukannya dengan sejumlah ulama yang men-
dorongnya untuk bersemangat mencari ilmu.
Guru & Sanadnya
1. Syaikh al-Allamah Abdullah al-Qar’awi,
Syaikh bertemu langsung dengan al-Allamah
Abdullah al-Qar’awi (w. 1389 H) yang kemudian meng-
ijazahinya dengan ijazah ammah untuk semua peri-
wayatannya. Syaikh al-Qar’awi ini meriwayatkan dari
Syaikh Muhadits Ahmadullah ad-Dihlawi.
Syaikh al-Wasyah sangat tawadhu dengan ijazah-
nya dari Syaikh al-Qar’awi ini, ketika kami selesai
membaca kitab Sullamul Wushul kami meminta beliau
mengijazahi ammah, beliau mengijazahi kami ammah
dengan syarat bertakwa kepada Allah, Allahul musta’an.
2. Syaikh Hafiz bin Ahmad Hakami,
Beliau bertemu dengan Syaikh Hafiz bin Ahmad
Hakami (w. 1377 H), salah satu pengajar di Madrasah
50
Syaikh Al-Qar’awi dan terkesan dengan dedikasi para
muridnya, lalu memutuskan untuk belajar dengan mereka,
dan itu membawa banyak kebaikan baginya.
Kepada Syaikh al-Hakami beliau mengkhatamkan
beberapa kitab yaitu kitab-kitab penting karya beliau yang
sampai sekarang masih dibaca dan diajarkan, seperti kitab
Sullamul Wushul ili ‘Ilmil Wushul, A’lam as-Sunnah al-
Mansyurah, al-Jauharah al-Faridah dan al-Lu’lu al-
Maknun. Jadi, dari segi sanad bagi kitab-kitab di atas, jika
kita telah membaca kepada Syaikh al-Wasyah, maka
shighahnya akan menjadi: “Akhbarana Syaikh al-Wasyah,
akhbarona Syaikh al-Hakami”, ini tentu ‘aliy sekali.
3. Syaikh al-Mufti Abdul Aziz bin Baz,
Syaikh termasuk yang hampir 10 tahun belajar
kepada Syaikh al-Mufti Abdul Aziz bin Baz dan bahkan
menjadi qari dalam beberapa durusnya, atas permintaan
Syaikh Bin Baz sendiri, terutama dalam durus Bulughul
Marom di Mahad al-Ilmi Riyadh. Juga dalam durus
Aqidah ath-Thahawiyah, yang pada kajian-kajian itu
dihadiri oleh masyaikh terkenal semisal Syaikh Shalih
Fauzan dan Syaikh Abdullah Ghudayan.
4. Syaikh Nashir Khalufah Thayyasy Mubaraki,
Beliau juga belajar kepada Syaikh 'Alim Faqih
Nashir Khalufah Thayyasy Mubaraki (w. 1393 H) yang

51
juga merupakan murid Syaikh Abdullah al-Qar’awi, di
antaranya qira’ah untuk kitab ar-Risalah karya Imam asy-
Syafi’i dengan bacaan Syaikh Umar al-Yafi’i. Beliau juga
qira’ah kepadanya dengan hafalannya banyak mutun lain
seperti: al-Ushul ats-Tsalatsah, Kitab at-Tauhid, al-
Ajurumiyyah, ar-Rahabiyyah dan selainnya.
5. Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi
Mendengar dari Syaikh asy-Syinqithi ini sebagian
besar tafsirnya, lalu ketika tafsir itu dicetak beliau
memunawalahkan juz awal dari tafsirnya. Syaikh belajar
kepadanya kurang lebih empat tahun lamanya.
6. Ahmad bin Yahya an-Najmi,
Membaca kepadanya al-Umdah karya Abdul Ghani
al-Maqdisi.
7. Juga kepada syaikh-syaikh lainnya terutama
kepada ulama-ulama Yaman seperti Syaikh
Muhammad bin Ali al-Akwa, Syaikh Abdur-
rahman bin Yahya al-Mu’alimi dan lainnya.
Salah satu muridnya bahkan mengatakan kalau
bacaan syaikh secara kamil kepada banyak ahli ilmu
tercatat tidak kurang dari 80 kitab.

52
Murid & Sanad Kepadanya
Syaikh tinggal di Ibb, Yaman bagian tengah, orang-
orang Ibb mengenalnya sebagai syaikh yang sangat keras
berpegang dengan sunnah, dan suka beramar ma’ruf nahi
mungkar. Syaikh menjadi imam, khatib dan pengajar di
mesjidnya di kota Ibb sampai akhir hayatnya, semoga
Allah merahmatinya. Pelajaran terakhirnya adalah dalam
kitab Minhaj As-Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan Ma'arif al-Qubul karya Syaikh Hafiz
Hakami.
Alhamdulillah Penulis mendengar darinya be-
berapa kitab diantaranya karya tulis Syaikh Hafizh al-
Hakami juga ijazah ammah untuk semua riwayat beliau,
semoga Allah merahmatinya. []

53
11. al-Faifiy

Allamah Faifa: Syaikh Ali bin


Qasim bil Salman alu Tarisy al-
Faifiy (1350 - 1440 H). Syaikh kami
ini dilahirkan di Gunung Faifa tahun
1350 H, kemudian diakhir hayatnya
menetap di Kota Mekkah.
Guru & Sanadnya
Sejak kecil, beliau belajar al-Qur’an dan menulis
kepada beberapa ulama didaerahnya. Ketika beliau
berusia 13 tahun, Syaikh al-Qar’awi membuka Madrasah
disana, tepatnya tahun 1363 H. Maka segera Syaikh
belajar disana langsung kepada al-Qar’awi atau syaikh-
syaikh penggantinya ketika beliau tidak ada.
Setelah itu syaikh pergi belajar di Madrasah
Salafiyah di Samathah yang dipimpin oleh Syaikh Hafizh
al-Hakami, Madrasah ini pun seperti sebelumnya di-
dirikan atas prakarsa al-Allamah al-Qar’awi. Di Madrasah
yang terakhir ini, selain kepada Hafizh al-Hakami, beliau
berguru juga kepada sejumlah syaikh lain, seperti: Syaikh
Muhammad bin Ahmad bin Ali al-Hakami, Syaikh Nashir
Khalufah Thayyasy Mubaraki, Syaikh Utsman Hamli,
Syaikh Husein an-Najmi dan lain-lain.

54
Beliau juga sempat berkunjung ke beberapa tempat
untuk belajar kepada beberapa masyaikh, seperti kepada
Mufti Muhammad bin Ibrahim alu Syaikh di Mesjid dan
rumahnya di Riyadh, Syaikh Abdullah bin Humaid dan
Syaikh Bin Baz di Harom.
Beliau juga bertemu dan mendapat ijazah hadits
dari Allamah Qadhi Muhammad bin Hadi al-Fudhali yang
tersambung sanadnya kepada Imam asy-Syaukani. Beliau
juga belajar kepada beberapa syaikh ahlus sunnah Salafiy-
yah lainnya yang tidak kami tulis satu persatu pada
kesempatan ini.
Adapun dalam ijazah, Syaikh mendapat ijazah dari
tiga orang saja, yaitu:
1. Syaikh Abdullah al-Qar’awi,
2. Syaikh Hafizh al-Hakami,
3. Syaikh Muhammad bin Hadi al-Fudhali.
Syaikh kami berkata dalam Tsabatnya yang ber-
judul al-Irsyad min Thariq ar-Riwayah wal Isnad,
“Sungguh aku ijazahi anda semua riwayatku, puisi-
puisi ku, risalah-risalah ku, fatwa-fatwaku, maqalat
dan muhadharatku, dan juga karya tulis guruku al-
Jalil an-Nabil Hafizh bin Ahmad bin Ali al-Hakami
–meninggal tahun 1377 H- rahimahullahu Ta’ala,
yang mana aku bertalaqi kepadanya baik secara

55
munawalah, qira’atan, sama’an, atau dengan imla’.
Dan aku ijazahi juga apa yang diijazahi aku oleh
guruku al-Allamah al-Qudwah al-Fahamah asy-
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Hamad al-
Qar’awi –yang meninggal tahun 1389 H- rahima-
hullahu Ta’ala, dari apa-apa yang beliau ambil dari
ijazah gurunya Ahmadullah bin Amir al-Qurasyi
ad-Dihlawi .. dan apa-apa yang diijazahi aku oleh
guruku al-Allamah al-Qadhi Muhammad bin Hadi
al-Fudhali seorang Qadhi Mahkamah Bani Jama’ah
–yang meninggal 1399 H- rahimahullahu Ta’ala,
dari apa-apa yang diijazahi oleh gurunya al-
Allamah al-Imam al-Hasan bin Yahya Ali al-Qasimi
adh-Dhahyani …”.
Dengan demikian, riwayat beliau ‘aliy untuk karya
tulis Syaikh Hafizh al-Hakami yang sampai sekarang
masih dikaji dan dihapalkan oleh para penuntut ilmu.
Sebagaimana kita ketahui, riwayat yang ‘aliy dalam ilmu
riwayah banyak macamnya, ada yang ‘aliy kepada para
penulis kitab hadits masyhur seperti Kutubusittah dan
lainnya, ada juga ‘aliy kepada ulama-ulama tertentu yang
memiliki keutamaan dalam bidang-bidang tertentu misal-
kan dalam qira’at kepada Imam asy-Syatibhi, dalam
tauhid kepada Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul
Wahab dan seterusnya.

56
Ulama yang akan kami bahas
ini adalah ulama yang ‘aliy kepada
Allamah Hafizh al-Hakami dan
kepada gurunya Allamah Abdullah
al-Qar’awi. Kedua ulama yang
dikenal dalam kehebatan dakwah-
nya di Saudi Selatan yang buku-
bukunya sampai sekarang masih
menjadi pegangan di Mahad-Mahad
Salafi di seluruh dunia.
Murid & Sanad Kepadanya
Semenjak beberapa tahun sebelum wafatnya,
Syaikh kita ini jatuh sakit akibat usianya dan beberapa
penyakit yang dideritanya. Pendengarannya pun menjadi
berkurang, harus menggunakan kursi roda, sakit-sakitan
dan sering mengalami kelupaan. Oleh sebab itu syaikh
sudah jarang menerima qira’ah atau mengabulkan per-
mintaan ijazah, karena penyakit lupanya ini, sebagaimana
hal itu telah maklum dalam ilmu hadits. Semoga Allah
menjaganya dan memberkahi umurnya.
Teman kami sempat menghubungi anaknya lewat
telphone dan berusaha meminta qira’ah dan ijazah dari
beliau hafizahullahu beberapa tahun lalu –yakni sebelum
Syaikh kami dikenal banyak lupa sebagaimana saat ini-.
Setelah berlalu banyak kesulitan, kemudian Allah mudah-

57
kan lewat Syaikh Muhammad bin Faruq dan kami pun
sempat mendengar hadits Musalsal bil Awwaliyah dan
lafazh ijazah ammah, itupun dengan dituntun anaknya
karena masalah pendengarannya tersebut. Semoga Allah
lapangkan kuburnya dan mengampuni segala dosanya.
Faidah Tambahan: Syaikh sangat berjasa me-
majukan wilayah Faifa. Beliau mendirikan dengan usaha
dan sumbangan dana pribadinya lebih dari 20 Sekolah
yang tersebar di wilayah Pegunungan Faifa. Beliau juga
sangat giat mendirikan sekolah khusus perempuan di
Hijaz karena beliau memandangnya sangat mendesak
kebutuhan akan hal itu. Beliau juga berusaha mem-
perkenalkan alat dan penemuan modern dalam berbagai
bidang di wilayah Pegunungan Faifa yang tertinggal
seperti telepon, komputer, mesin tenun, alat-alat pertanian,
dan lain-lain. Beliau juga menulis sejarah wilayah ini dan
kebiasaan serta tradisi penduduknya. Demikianlah patut
ditiru sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam,
ِ َّ‫الناس أَن َف ُع ُهم لِلن‬
‫اس‬ ِ ‫َري‬
ُ‫خ ر‬
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
orang lain.” (HR. Thabarani).

58
Syaikh memiliki 48 anak, baik laki-laki maupun
perempuan, tidak termasuk cucu dan cicit. Semoga Allah
merahmatinya. []

59
12. Abu Asybal Shaghir

Syaikh Allamah Muhadits


Muhaqiq Abu al-Asybal Shaghir
Ahmad Syaghif al-Baqistani al-
Makki (1360 – 1440 H). Salah
satu dari ulama terkemuka
Pakistan, asalnya dari distrik
Jamfarn di negara bagian Bihar,
India, kemudian beliau menetap
di Makkah Al-Mukarramah, dan
sibuk bekerja sebagai peneliti di
beberapa Lembaga Ilmiah Islam.
Meninggal ketika usia beliau menginjak 80 tahun
pada hari Kamis 25 Ramadhan 1440 H, bertepatan dengan
tanggal 30 Mei 2019 M. Jenazah beliau dishalatkan ketika
shalat ashar di Masjidil Harom.
Beliau meriwayatkan dari beberapa ahli hadits,
diantaranya:
1. Bapaknya, Syaikh Abu al-Asybal Syaghif Kabir,
2. Syaikh Muhadits Fadhlullah bin Ahmad al-
Jailani (w. 1399 H), Penulis Fadhlulloh ash
Shamad fi Taudhih al–Adab al–Mufrad. Kitab

60
ini telah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa
lain, termasuk Bahasa Indonesia.
3. Syaikh Abdush Shamad Syarafuddin al-Hindi
(w. 1416 H), pentahqiq Kitab Tuhfatul Asyraf
al-Mizzi, Sunan Nasai al-Kabir, al-Mu’jam al-
Mufahras dan lainnya. Syaikh Abu Asybal
berserikat dengan gurunya ini pada sebagian
tahqiq.
4. Syaikh Muhadits Hamdi Abdul Majid as-Salafi
(w. 1434 H),
5. Syaikh Muhadits Abdul Ghafar Hasan (w. 1428
H),
6. Syaikh Musnid Zuhair Syawisy (w. 1434 H),
7. dan lain-lain.
Syaikh seorang muhaqiq yang
handal, diantara hasil tahqiqnya adalah
Kitab Taqrib at-Tahdzib karangan Ibnu
Hajar, hasil tahqiqnya ini diberi kata
pengantar oleh Syaikh Bakr Abu Zaid,
dan menurut Muhadits Mesir: Syaikh
Muhammad Amru bin Abdul Latif (w.
1429 H), tahqiq beliau ini adalah yang
terbaik bagi kitab tersebut.

61
Beliau juga bersama Syaikh Muhaqiq Ahmad
Mujtabi as-Salafi al-Madani seorang guru besar Univer-
sitas Salafiyyah di Beneres mentahqiq Kitab at-Taliqat as-
Salafiyyah ‘ala Sunan an-Nasai, sehingga bisa kita
nikmati lebih baik sekarang.
Syaikh mengijazahi kami dari istid’a Ummul Quro
beberapa tahun lalu, dan masuk dalam ijazahnya anak dan
istri kami yang menjumpai masa hidup beliau. []

62
Daftar Isi

Pengantar ......................................................................... 3
1. as-Subayil .................................................................... 6
2. al-Arnauth ................................................................. 10
3. al-Harori .................................................................... 13
4. al-Itsyubi ................................................................... 17
5. at-Talidi ..................................................................... 26
6. al-Amrani .................................................................. 30
7. as-Samara’i................................................................ 37
8. al-Mudaris ................................................................. 41
9. al-Mayadani............................................................... 45
10. al-Wasyah ................................................................ 49
11. al-Faifiy ................................................................... 54
12. Abu Asybal Shaghir................................................. 60

63

Anda mungkin juga menyukai