Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH PEMIKIRAN MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHHAB

TERHADAP DAKWAH PURIFIKASI MUHAMMADIYAH


DI INDONESIA

A. Latar Belakang

Di dalam buku Modernisasi bukan Westernisasi karya Eman Eldin Shahim

disebutkan, telah terjadi pengaruh yang besar dalam diri intelektual Arab dan muslim

pada abad 19 akibat pertemuan Barat dan Islam. Fenomena ini selanjutnya melahirkan

sebuah pertanyaan besar, mengapa Barat lebih maju dan Islam mengalami kemunduran?.

Alur pertemuan yang ada kemudian memunculkan tiga trend dalam dunia Islam.

Pertama, trend ortodok, atau fundamentalis, yang diwakili Wahhabiah, Mahdiyah dan

Sanusiyah. Kedua, trend sekuler liberalis, yang dimotori oleh Kemal Atattruk dan ketiga,

trend revivalis, reformis oleh Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid

Ridho. 1

Pembagian ini merupakan rangkaian periode ketujuh perkembangan Islam

dimana gerakan-gerakan yang ada bertujuan untuk kembali pada ajaran Al Quran dan

Sunah. Dimulai dari Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyim Al Jauziyyah, Muhammad Ibnu Abdul

Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho.2

Muhammad Ibnu Abdul Wahhab (w. 1787) misalnya, tokoh yang akan penulis

kaji dalam penelitian ini adalah penerus gerakan pemurnian (purifikasi) Ibnu Taimiyah.

Beberapa analis sejarah memberi corak nama pemikirannya berbeda-beda, dari salaf,

puritan ortodok sampai pembaharu. Ibnu Abdul Wahhab dilahirkan di kampung

1
Eman Eldin Shahim. 2002. Modernisasi Bukan Westernisasi. Yogyakarta : Madani Pustaka, hlm. 3
2
Tim Pembina Al Islam dan Kemuhammadiyahan UMM.1990. Muhammadiyah, Sejarah, Pemikiran
dan Amal Usaha. Yogyakarta : PT Tiara Wacana dan UMM Press, hlm.14
Uyainah, Najed Arab Saudi, 1703 M. Sebuah wilayah dimana Muhammad Ibnu Saud

(w. 1814) berkuasa. Dia termasuk seorang yang cukup cerdas, mampu menghafal Al

Quran pada usia 10 tahun dan gemar membaca buku-buku keagamaan baik, tafsir,

hadits maupun fiqh. Sejak awal Muhammad Ibnu Abdul Wahhab sangat tertarik pada

karya-karya yang disusun oleh para ulama sebelumnya terutama, Ibnu Taimiyah dan

muridnya Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah.3

Pendidikan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab diawali dari pengajaran orang

tuanya (Syaikh Abdul Wahhab Ibnu Sulaiman) yang beraliran Hanbali. Kemudian

melanjutkan studinya ke Madinah, berguru pada Syaikh Sulaiman Al Kurdy (w.1780)

dan Muhammad Hayat Al Shindi (w.1749). Diperkirakan dari keduanya, Ibnu Abdul

Wahhab mengetahui kenyataan bidah, syirik, dan khurafat yang terjadi pada masyarakat

saat itu. Selanjutnya Ibnu Abdul Wahhab banyak melakukan perjalanan belajar di

berbagai negara seperti, di Basrah selama empat tahun, kemudian lima tahun di Baghdad

dan sempat menikah dengan wanita kaya. Di Kurdistan satu tahun, di Hamazan dua

tahun, di Isfahan empat tahun dan satu tahun di kota Kum.4

Sesudah puas dengan berbagai ilmu yang dipelajari dari berguru dan

berpetualang, Ibnu Abdul Wahhab kemudian kembali ke negeri asalnya. Dari situlah

semangat dakwahnya bergelora, ia bertekad untuk menyebarkan paham reformasi dan

mengajak umat Islam kembali ke ajaran asli (purifikasi), yang sederhana dan bersih.

Niatan tersebut kemudian membuahkan dukungan dari penguasa Najed, Muhammad

Ibnu Saud. Walau sempat dicap sebagai seorang pemberontak oleh Turki Usmani yang

3
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. 2000. Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik. (Penerjemah: M.
Muhaimin).Yogyakarta : Mitra Pustaka, hlm. x.
4
Muhammad Muhammad. 1999. Ilmu Kalam, Sejarah dan AliranAliran. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, hlm. 171.
berkuasa saat itu, namun Muhammad Ibnu Abdul Wahab tetap berjuang menyebarkan

doktrin-doktrinnya. Dapat dikatakan perjuangan Ibnu Abdul Wahhab dan keluarga Ibnu

Saud mempunyai andil yang besar dalam mendirikan kerajaan Arab Saudi yang

berdaulat.5

Tauhid merupakan hal paling pokok dalam doktrin ajaran Muhammad Ibnu

Abdul Wahhab, karena ini merupakan hakikat yang paling mendasar dalam Islam. Maka

tidak mengherankan kalau ia sangat memusatkan perhatian pada masalah tersebut.

Bidah, syirik dan khurafat merupakan sumber penyakit terbesar yang telah merusak dan

mengkaburkan ajaran ketauhidan Islam. Terapi yang cocok menurut Muhammad Ibnu

Abdul Wahhab ialah kembali pada pemurnian (purifikasi) Islam (Al Quran dan

Sunah).6

Menurut Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, paham kemurnian tauhid (monotheis)

telah dipengaruhi oleh ajaran-ajaran tarekat yang tersebar di dunia Islam sejak abad 13

M. Ajaran ini dianggap telah jatuh ke dalam politheis dan merupakan syirik karena

memperbolehkan pemujaan terhadap makam Nabi dan Wali Tarekat. Oleh karena itu

umat Islam harus kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya (Islam pada jaman Nabi

Muhammad SAW).

Adapun delapan pokok pendapatnya antara lain; pertama, yang boleh dan harus

disembah hanyalah Allah dan orang yang menyembah selain Allah menjadi musyrik dan

harus dibunuh. Kedua, kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang

sebenarnya, karena mereka telah meminta pertolongan bukan lagi kepada Allah

5
Bassam Tibbi. 1994. Krisis Peradaban Islam Modern, Sebuah Kultur PraIndustri dalam Era Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Yogyakarta : Tiara Wacana, hlm. 62.
6
M. Sholihan Manan dan H. Hasanudin Amin. 1988. Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim.
Surabaya : Sinar Wijaya, hlm. 88.
melainkan pada Syaikh, Wali dan kekuatan ghaib. Orang Islam demikian telah menjadi

musyrik. Ketiga, menyebut nama Nabi, Syaikh atau Malaikat sebagai perantara doa juga

merupakan syirik. Keempat, meminta syafaat kepada selain Allah adalah syirik. Kelima,

bernazar kepada selain Allah adalah syirik. Keenam, memperoleh pengetahuan selain

dari Al Quran, Sunah dan ijma merupakan kekufuran. Ketujuh, tidak percaya pada qada

dan qadar adalah kekufuran. Kedelapan, menafsirkan Al Quran dengan interpretasi

bebas(Takwil) adalah kekufuran.7

Pokok ajaran tersebut atau tepatnya gerakan pemurnian dan pembaharuan Islam

akhirnya masuk ke Indonesia tahun 1906. Tidak lama kemudian muncul Muhammadiyah

(berdiri 1912), suatu gerakan sosial dan dakwah Islamiyah puritan yang berusaha gigih

mengajak dan menyeru umat ke pangkal Islam semula .

Usaha pemurnian Islam ini dimulai dari desa Kauman Yogyakarta oleh Ahmad

Dahlan (w.1923 M). Dalam mewujudkan gerakan dan dakwahnya Muhammadiyah

melakukan perubahan diberbagai bidang. Dalam bidang sosial dimulai dengan menata

kembali pelaksanaan zakat. Pada lingkungan peribadatan, diawali dengan pembetulan

arah kiblat, penentuan satu Syawal dan teknis bentuk amalannya. Dalam urusan yang

berkaitan dengan tauhid dan fiqh, dilaksanakan pemberantasan syirik, khurafat, bidah

dan membuka pintu ijtihad sepanjang zaman.8

Menurut Thahir Badrie ada kesamaan dan keterpengaruhan ajaran Muhammad

Ibnu Abdul Wahhab dalam Muhammadiyah khususnya masalah purifikasi. Gambaran

ini memunculkan sebutan bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan kaum Wahhabi.

7
Ribut Haryono. 2003. Fundamentalisme dalam Kristen dan Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Yogyakarta : Kalika, hlm. 65-66.
8
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. 1984. Syarah Kitab Al Tauhid Muhammad IbnuAbdul Wahhab.
(Penerjemah : M.Thahir Badrie). Jakarta : Pustaka Panji Mas, hlm. xvi - xvii.
Hanya perlu diingat apakah semua warga Muhammadiyah sudah merasa dirinya

Wahhabiyyin?, dan predikat itu apa sudah tepat untuk diberikan?.9

Alwi Shihab memandang, banyak karakter yang dilekatkan pada

Muhammadiyah, sehingga ada beberapa label yang dianggap oleh Alwi Shihab tidak

tepat atau tidak seirama dengan cita-cita pendiri oganisasi ini dan perlu diluruskan.

Persepsi itu antara lain, bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan puritan yang

berafiliasi idiologis dengan Wahhabisme Arab Saudi. Sebagai akibat dari asumsi

tersebut maka tak jarang Muhammadiyah diklasifikasikan sebagai gerakan sektarian.10

Maka berangkat dari sinilah penulis berupaya melihat pengaruh pemikiran

Muhammad Ibnu Abdul Wahhab terhadap dakwah purifikasi Muhammadiyah di

Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam

Penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pokokpokok pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahhab ?

2. Bagaimana gerakan dakwah Purifikasi Muhammadiyah ?

3. Bagaimana pengaruh pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahab terhadap

dakwah purifikasi Muhammadiyah di Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini diantaranya :

1. Mengetahui pokokpokok pemikiran Muhammmad Ibnu Abdul Wahhab.

2. Mengetahui gerakan dakwah purifikasi Muhammadiyah.

9
Ibid., hlm. xviii.
10
Alwi Shihab . 1999.Islam Inklusif. Bandung : Mizan, hlm. 304
3. Mengetahui pengaruh pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahhab terhadap

dakwah purifikasi Muhammadiyah di Indonesia.

Penelitian ini mempunyai manfaat, antara lain :

1. Secara teoritis penelitian ini merupakan sumbangsih bagi keilmuan dakwah di

kemudian hari.

2. Secara praktis skripsi ini dapat berguna bagi penelitian-penelitian selanjutnya,

baik akademis maupun non akademis.

D. Kerangka Teori

Kerangka teoritik dalam penelitian ini dapat penulis uraikan sebagai berikut :

Muhammad Ibnu Abdul Wahhab adalah pemikir Islam yang cukup cerdas. Dia

banyak membaca kitab-kitab klasik, diantaranya karya-karya Ahmad bin Hanbal dan

Ibnu Taimiyah. 11 Perjalanannya menuntut ilmu di berbagai negara, seperti Basyrah,

Baghdad, dan Kum, setidaknya telah mematangkan pemikirannya.12 Pemikiran purifikasi

Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dalam dakwah mencakup beberapa aspek. Pertama,

dalam aspek aqidah. Dia sangat menekankan pentingnya tauhid dan memberantas

penyakit-penyakit yang mengotorinya, seperti, bidah, khurafat dan syirik. Kedua, aspek

sufisme dan filsafat. Meski Muhammad Ibnu Abdul Wahhab pernah mendalami kedua

ilmu ini selama empat tahun, namun beliau merasa kuatir bila dari sufisme dan filsafat

melahirkan praktek-praktek ibadah yang bersifat spekulatif.

Ketiga, dalam aspek fiqh, Ibnu Abdul Wahhab memiliki dua pemikiran.

Pertama, hanya mengakui dua otorita hukum Islam, yakni Al Quran dan Sunah serta

11
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Tegakkan Tauhid, Op,Cit, hlm. ix.
12
A. Hasjmy. 1985. Sejarah Kebudayan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, hlm. 347.
preseden para sahabat dengan menolak taqlid. Kedua, mengembangkan pintu ijtihad.13

Ketiga pemikiran yang diajarkan beliau lebih cenderung pada ajaran-ajaran Ahmad

Hanbal, dimana imam empat madzhab fiqh ini lebih cenderung puritan, ortodok, salaf,

dan tunduk tegas pada teks Al Quran dan Sunah.14

Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan tahun 1912. Organisasi yang

lahir di Yogyakarta ini, tumbuh dari semangat pemurnian (purifikasi) dan pembaharuan

(reformasi) Islam di Timur Tengah, dekadensi tauhid masyarakat Indonesia, penetrasi

Barat terhadap Islam, Kristenisasi umat oleh penjajah dan pendidikan Islam yang statis.15

Pemikiran dakwah Muhammadiyah mencakup beberapa dimensi. Pertama,

dimensi aqidah. Dalam sisi ini Muhammadiyah berusaha melakukan pemurnian

(Purifikasi) tauhid, memberantas ritual agama yang berbau syirik, bidah, khurafat dan

tahayul. Teologi Muhammadiyah hampir sama dengan Hanbali dan berorientasi pada

ulama salaf, meski pada dasarnya organisasi ini tidak bermadzhab.16 Kaitannya dengan

fungsi akal dalam memahami kekuasaan Allah, teologi yang dibangunnya merupakan

sintesa paham Jabariyah dan Qodariah. 17 Kedua, dimensi tasawuf dan filsafat. Untuk

keduanya, Muhammadiyah tidak mengembangkan secara jauh, namun selalu

berorientasi pada Al quran dan Sunah.18 Ketiga, dalam dimensi fiqh. Muhammadiyah

merangkul seluruh sumber hukum Islam, madzhab fiqh yang ada dan mengakui secara

penuh Al Quran serta Sunah. Untuk prinsip ijma, takwil dan qiyas banyak kesamaan

13
Fazlur Rahman. 2003. Islam. Bandung : Pustaka, hlm. 288-291..
14
Khalid Ibrahim Jundan. 1994. Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah. Jakarta : Rineka,
hlm. 30
15
Mustofa Kamal Pasha dan A. Adaby. 2000. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Dalam
Perspektif Historis dan Idiologis. Yogyakarta : LPPI, hlm. 71-77
16
Syafiq A. Mughni. 2001. Nilai-Nilai Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 87.
17
G.F Pijper.1985. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900- 1950.Tudjiman
(Penerjemah). Jakarta : UII Press, hlm 112.
18
Syafiq A. Mughni., Op,Cit, hlm. 195.
dengan Hanbali. Masalah konsep istihsan condong Abu Hanifah, maslahah mursalah

cenderung sama dengan Imam Malik dan saddu Al Zariah sama seperti Imam Syafii.19

Selain ketiga dimensi tersebut, dalam sisi pendidikan dan amal usaha,

Muhammadiyah juga giat mendakwahkannya. Meski dimensi tersebut tidak dibahas

secara khusus. Menurut Mahmud Yunus, banyak sekolah tertua dan baru serta unit-unit

usaha yang didirikan Muhammadiyah sejak berdiri sampai sekarang.20

Dakwah adalah setiap usaha atau aktifitas dengan lisan, tulisan dan lainnya yang

bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati

Allah SWT, sesuai dengan garis aqidah, syariat serta ahlaq Islam.21

Berpijak dari pengertian dakwah ini kemudian penulis mencoba melihat

pengaruh pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahhab terhadap dakwah purifikasi

Muhammadiyah di Indonesia dengan analisis data deskriptif, baik dari sisi aqidah, fiqh,

maupun tasawuf-filsafat.

Dari pengamatan sementara penulis, pengaruh pemikiran Muhammad Ibnu

Abdul Wahhab terhadap dakwah purifikasi Muhammadiyah di Indonesia terlihat dalam

kesamaan gerak tauhid, ijtihad dan menolak tasawuf. Tentu hal ini belum mutlak adanya,

sebab itu perlu dikaji dan diteliti lebih mendalam.

E. Metoda Penelitian

19
Maryadi dan Abdul Aly (Ed.). 2000. Muhammadiyah dalam Kritik. Surakarta : UII Press, hlm 10.
20
Deliar Noer. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta : Pustaka, hlm. 172.
21
Muhammad Sulthon. 2003. Desain Ilmu Dakwah.Yogyakarta : Pustaka Pelajar,hlm 9.

Anda mungkin juga menyukai