Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Kasful Anwar US
Email : kasfulanwar@gmail.com
Meizy Jumarnis
Email : meizyjmrns@gmail.com

Abstrak
Pendidik adalah kegiatan mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan
kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. sehingga sebuah pencapaian dan keberhasilan suatu lembaga
pendidikan dalam membentuk anak didiknya tidak terlepas dari peran
seorang pendidik yang memiliki sifat-sifat yang baik yang beriringan dengan
skillnya. Al-Qur’an memiliki banyak pembahasan tentang pendidik yang siap
mengantarkan pada ranah kehidupan yang lebih baik. Pendidik menjadi
salah satu penopang yang paling utama dalam merubah manusia dari aspek
budaya, sosial dan agama. Berkaitan dengan pembahasan tersebut, akan
dibahas dalam penelitian ini berbagai asumsi yang di ambil dari sumber
utama dalam agama Islam yakni Al-Qur’an. Metode didalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, yaitu penganalisaan data lebih difokuskan
pada penelitian perpustakaan yakni Al-Qur’an sebagai referensi primer
datanya, dan dibantu dengan buku-buku lainnya yang mendukung sebagai
referensi sekunder dari beberapa pemikiran para ahli dan beberapa tokoh-
tokoh pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an. Dalam penelitian ini
ditemukan tentang pendidik dalam perspektif Al-Qur’an yaitu, Pendidik
memiliki akhlak yang baik dalam surat hud :11, pendidik yang berhati lembut
dalam surat at-Thaha :43-44, pendidik yang berfikir positif dalam surat al-
imran :190, pendidik harus memiliki sifat hati-hati dalam surat al-isra’ :18.

Kata Kunci : Pendidik, Perspektif, Al-Qur’an


Abstract
Educating is the activity of teaching the knowledge, skills and habits of a
group of people passed down from one generation to the next. So that the
achievement and success of an educational institution in shaping its students
cannot be separated from the role of an educator who has good qualities that
go hand in hand with his skills. The Qur’an has many discussions about
educators who are ready to lead to a better realm of life. Educators are one of
the most important pillars in changing people from cultural, social and
religious aspects. In connection with this discussion, various assumptions will
be discussed in this study taken from the main source in Islam, namely the
Qur’an. The method in this study uses qualitative methods, namely data
analysis is more focused on library research namely the Al-Qur’an as the
primary data reference, and assisted with other books that support it as a
secondary reference from several thoughts of experts and several educational
figures from the perspective of the Qur’an. In this study it was found about
educators in the perspective of the Qur'an, namely, Educators have good
morals in sura hud: 11, educators who are soft-hearted in surah at-Thaha:
43-44, educators who think positively in Surat al-Imran: 190, educators must
have a careful nature in Surat al-Isra': 18.

A. Pendahuluan
Tuntutan Islam sangat menekankan pada urgensi pendidikan bagi umat
manusia. Pada hakikatnya pendidikan sebagai jalan satu-satunya untuk
kehidupan yang baik dan damai baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Bagaimana manusia akan tentram di dunia jika dia tidak mengetahui ilmu-
ilmu dunia? Begitu pula untuk memperoleh kebahagiaan akhirat harus
mengetahui jalan untuk kebahagiaan akhirat. Untuk mengetahui hal
tersebut harus menggunakan kendaraan ilmu berupa Pendidikan.
Pendidikan ialah sarana untuk keharibaan tuhan.

B. Pembahasan
Keberhasilan suatu pendidikan tidak akan pernah terlepas oleh
profesionalisme pendidik yang menjadi teladan bagi muridnya. Dalam
Alquran Allah menjadi subjek sebagai guru bagi alam semesta, tentu hal
itu bagai gambaran bagi manusia untuk bisa menerapkan ajaran langit
dengan menggunakan bahasa bumi. Keberhasilan Allah sebagai guru bagi
alam semesta memanenfasikan manusia menuju keberhasilan “ yang
serupa “. Namun kenyataannya dengan semakin “ majunya zaman “
menjadikan Al-Qur’an termajinalkan.¹
Hal tersebut bisa dirasakan setiap individu tentang bagaimana eksistensi
Pendidikan akhir-akhir ini yang hilang arah secara hakiki. Pendidikan
yang seharusnya menjadi kewajiban setiap invidual terhadap sang
pencipta, namun kini hal tersebut tidak berlaku lagi, karena pendidikan
sudah tidak mengarah pada ranah yang hakiki tapi justru pretise yang
tidak mementingkan sebuah moral tapi malah mementingkan hak yang
berkaitan dengan materi.
Imam Suprayoga mengatakan jika “ cukup banyak bukti, bahwa seseorang
yang memiliki kekayaan ilmu dan keterampilan, jika tidak dilengkapi
dengan kekayaan akhlak atau moral, maka justru ilmu dan keterampilan
yang disandang akan melahirkan sikap-sikap individualistik dan
materialistik”. Dua sifat ini bisa menimbulkan sifat kurang terpuji seperti
serakah, tidak mementingkan orang lain dan sifat tercela lainnya.²
Berkat dari hal yang di paparkan itu, maka penulisan penelitian ini
diharapkan mampu menjadi bahan acuan penulis maupun seluruh pelaku
pendidikan pada umumnya yang mengangkat judul “ Pendidik Dalam
Perspektif Al-Qur’an “.
1

1. Pengertian Pendidikan
Guru adalah “ Pendidik yang memberikan pelajaran kepada murid “,³ menurut Zakiah
darajat guru adalah pendidik profesional karena secara implisit ia telah merelakan
dirinya untuk menerima dan membawa sebagian tanggung jawab pendidikan yang
diberikan kepada orang tua. Kata guru sebenarnya bukan hanya bermakna pengajar
melainkan juga mendidik baik di sekolah maupun di luar sekolah”. ⁴ Guru guru
menurut pengertian pertama ialah orang yang mengajar di sebuah pendidikan formal,
guru dalam pengertian ini terbatas pada pendidik yang mengajar di sekolah. adapun
guru menurut pengertian yang kedua lebih menekankan pada kedudukan guru sebagai
pengajar sekaligus pendidik seorang murid. Seorang seorang guru tidak hanya orang
yang memberikan pelajaran di sekolah tapi juga memberikan pendidikan yang menjadi
panutan dan tauladan.
Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam merupakan orang yang bertanggung
jawab dalam upaya berkembangnya jasmani dan rohani seorang murid agar mencapai
tingkatan kedewasaan sehingga ia bisa menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya Yang
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di ajaran Islam.⁵
Pendidik dimasa klasik bukan merupakan profesi sebagai penghasil uang atau sesuatu
yang diperlukan dalam hidupnya, tetapi sebagai sebuah panggilan agama, menjalankan
seruannya dan mengganti peranan Rasullullah Saw dalam memperbaiki umat. Seorang
pendidik atau guru di era modern mempersepsikan bahwa dirinya adalah sorang
petugas yang semata-mata mendapatkan sebuah gaji, baik itu dari negara maupun dari
sebuah organisasi swasta dan memiliki tanggung jawab tertentu yang harus dilakukan

2

1
Ahmad D. Marimba,1989, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, A-Ma’arif.hlm.19

²Suryosubrata B, 1983, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta, Bina Aksara.hlm.26

2
³ Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.41-42.

⁴ Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1982, hlm.72.

⁵ Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara dan Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1990, hlm. 39.

⁶ Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 2-4.
2. Ayat-ayat Al-Qur’an Yang Menjelaskan Tentang Seorang Pendidik

a. Dalam Surat Al-Rahman/55 : 1-4


َ َ‫ َخل‬٠ َ‫ َعلَّ َم الٔقُ ْر ٰان‬٠ ُ‫اَل َّر ٔحمٰ ن‬
َ ‫ق ااْل ِ ٔن‬
َ‫سا ن‬
٠ َ‫ َعلَّ َمهُ الٔبَيَا ن‬٠

Artinya : “ ( Allah ) yang maha pengasih “. “ Yang telah mengajarkan Al-


Qur’an “. “ Dia menciptakan manusia “.
Menurut Wahbat al-Zuhaili, ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah
yang rahmatnya sangat luas untuk makhluknya didunia dan akhirat telah menurunkan
Al-Qur’ankepada hamba-Nya Muhammad Saw untuk mengajarkan umatnya dan
menjadikan Al-Qur’an sebagai dalil bagi manusia. Dia memudahkan untuk menghafal
dan memahaminya pada manusia yang telah dia berikan Rahmat. Dia menjadikan jenis
manusia, mengajarkannya untuk berbicara, dan mengungkapkan apa yang ada di
hatinya, agar manusia dapat berbicara dan berinteraksi dengan sesamanya, dan dapat
memberi pemahaman untuk generasi mereka, hingga terjadilah sebuah perbuatan
saling tolong menolong, dan memberikan rasa empati pada sesamanya. Adapun unsur
mengajar dalam ayat ini adalah kitab dan guru, yaitu Al-Qur’an dan Rasullullah Saw,
muridnya adalah seorang manusia, metode dan tehnik mengajarkannya adalah al-
bayan⁶.
Menurut Fakhr al-Razi, kata Allama mempunyai dua objek yaitu Rasullullah Saw dan
malaikat Jibril. Ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu bukan dari perkataan nabi, tapi
merupakan Kalam Allah. Subyek pendidik dalam ayat ini adalah Allah, yakni
mengajarkan tentang Al-Qur’an, dan yang di maksud dalam Al-Bayan disini adalah
kemampuan untuk berbicara dan mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Ini yang
menjadi keistimewaan manusia dari pada binatang. Ada pula yang menafsirkan Al-
Bayan seperti pembeda antara sebuah hak dan bathil. Didulukannya khalaqa al-insan
dari alahuma al-bayan memiliki maksud untuk menggambarkan jika Allah
mengajarkan malaikat sebelum Dia menciptakan manusia.⁷
Surat ini diawali dengan menyebut asma Allah ( al-Rahman), dikarenakan didalam Al-
Qur’an Allah telah mengatakan banyaknya nikmat bagi hamba-Nya. Nikmat terbesar
yang perlu bimbingan untuk bisa menuju pada kedewasaan dengan memperhatikan
sebuah perkembangan dan pertumbuhan jasmani anak didik.

B. Dalam Surat An-Najm/53:5-6


ْ ‫ ( ُذو ِم َّر ٍة فَٱ‬5) ‫ش ِدي ُد ٱ ْلقُ َو ٰى‬
6 ) ‫ستَ َو ٰى‬ َ ُ‫َعلَّ َمهۥ‬
Artinya : “ yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat”. “yang
mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli
“.
Menurut Wahbat al-Zuhaili, yang dimaksud dalam ayat ini yaitu mengjarkan Al-
Qur’an kepada Rasulullah Saw. Malaikat Jibril mempunyai kemampuan yang sangat
bagus, baik dari segi fisik, akal, dan pemikiran atau pandangan.⁸
Menurut Fake al-Razi, maksud dari ‘alamahu syadid al-quwa adalah a. Jibril
mengajarkan wahyu, b. Jibril mengajari Muhammad. Ayat ini menegaskan bahwa Al-
Qur’an itu bukan benar-benar diturunkan melalui malaikat jibril.
Adapun maksud dari dzu mirrat menurutnya adalah a. Dia mempunyai kekuatan, b dia
mempunyai kesempurnaan intelektual dan spiritual, C dia mempunyai pandangan dan
kewibaan-kewibawaan yang besar, d dia memiliki bentuk (Khaliq) yang baik.⁹
Menurut Muhammad Amin bin Muhammad al-Syanqithi, ayat ini merupakan jawaban
dari perkataan-perkataan para orang Quraisy yang mengatakan jika Muhammad ialah
tukang bohong, yang berdongeng dengan mendongengkan legenda kepada mereka
tentang orang-orang terdahulu. Allah juga telah menegaskan bahwasannya
Muhammad tidaklah diajarkan oleh manusia melainkan diajarkan oleh malaikat Jibril
sendiri. Nabi Muhammad juga mendapatkan pengajaran dari Wahyu ini melalui
malaikat yang sangat kuat, yakni malaikat Jibril as. ¹⁰
C. Dalam Surat al-Nahl/16 : 43-44
ِّ ‫سَألُوا َأ ْه َل‬
َ‫الذ ْك ِر ِإن ُكنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬ َ ‫) َأ ْر‬43
ْ ‫س ْلنَا ِمن قَ ْبلِ َك ِإاَّل ِر َجااًل نُّو ِحي ِإلَ ْي ِه ْم فَا‬
َ‫س َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّكرُون‬ ِّ َ‫الزبُ ِر َوَأن َز ْلنَا ِإلَيْك‬
ِ ‫الذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلنَّا‬ ُّ ‫) َو‬44
Artinya : “ Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang
Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui “.
3
⁶ Wahbat al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wal-Syariah wa al-Mahnaj, Dar al-Fikr, Damaskus, 1991, hlm.
197.

⁷ Muhammad al-Razi Fakr al-Din bin Dliya’u al-Din ‘Umar, Tafsir al-Fakr al-Razi, Dar al-Fikr, Bairut, 1995, hlm.
84-8
" keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan" .
4

Menurut Jalaludin, maksod ayat ini adalah kami telah mengutus sebelum kami seorang
lelaki yang diberi wahyu kepadanya. Bertanyalaj pada orang yang memililki
pengetahuan, yakni ulama Ahli kitab taurat dan injil bila kami tidak Mengetahui akan
hal itu. Para rasul itu membawa banyak ketenangan dan dalil yang jellas (al-bayyinat),
dan kitab-kitab suci ( alZuhur). Kami telah menurunkan kepadanya Al-Qur’an (al-
zikra), agar kami memerankan kepada umat manusia yang diturunkan kepada mereka
yang didalamnya dibedakan antara Halal atau haram. ¹¹
Menurut riwayat al-Dahak dari ibn Abbas, ketika Allah SWT Maha Agung dari
menjadikan utusannya seorang manusia. Kemudian Allah menyuruh mereka untuk
menanyakan kepada ahlul Alkitab ( orang-orang Yahudi dan Nasrani ), apakah para
utusan Allah itu seorang manusia atau malaikat? Jika mereka malaikat, silahkan
ingkari Muhammad SAW. Jika mereka manusia, jangan kalian mengingkari
Muhammad SAW.
Sementara menurut Ahmad Musthafa al-Maraqi, makna dari ayat tersebut adalah
kami telah mengutus para lelaki sebagai rasul-rasul dengan membawa dalil dan hujjah
yang membuktikan kebenaran kenabian mereka, serta kitab yang berisi berbagai
pembebanan (taklif) dan syariat. Kami juga menurunkan pula kepadamu sebuah
Alquran sebagai peringatan bagi manusia, agar kamu bisa memberitahukan kepada
mereka tentang syariat dan keadaan umat yang telah dihancurkan sebagai azab bagi
mereka yang ingkar, agar kamu bisa memberitahukan hukum yang terasa sulit bagi
mereka serta menjelaskan apa yang diturunkan olehnya, sesuai dengan tingkat
kesiapan dan kepahaman mereka terhadap rahasia syariat. ¹¹
Jika dikaitkan dengan ayat tersebut dengan pendidikan, ayat ini memberikan sebuah
gambaran bahwasanya Nabi Muhammad SAW dan para ulama itu berperan sebagai
subjek atau guru. Mereka juga memberikan penjelasan atau bimbingan kepada umat
yang memerlukan tuntunan dan penjelasan. Sebagai pendidik mereka juga
menyampaikan apa saja yang telah mereka ketahui. Mereka adalah orang-orang yang
menunaikan amanah yang diberikan oleh Allah SWT.

4
⁸ Wahbat al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’at wa al-Mahnaj, Jilid 27, hlm. 100.
⁹ Muhammad al-Razi Fakr al-Din bin Dliya'u al-Din ‘Umar , Tafsir al-Fakr al-Razi, Jilid 14, hlm.286.
¹⁰ Muhammad Amin bin Muhammad al-Syanqithi, Idlau Al-Bayan Fi Idlah Al-Qur’an bi Al-Qur’an, Dana Bhakti
Wakaf, Yogyakarta, 1998, hlm. 551.
5

D. Dalam Surat al-Kahfi/18:66


ْ ‫س ٰى َه ْل َأتَّبِ ُعكَ َعلَ ٰ ٓى َأن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما ُعلِّ ْمتَ ُر‬
‫شدًا‬ َ ‫قَا َل لَهۥُ ُمو‬
Artinya : "Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?".
Menurut Wahbat al-Zuhaili, Musa meminta kepada Khidir untuk memberikan dia
sebuah tuntunan berupa ilmu yang bermanfaat dan amal yang sholeh. Ini adalah
sebuah permintaan yang dilakukan secara halus dan bertata krama dan inilah yang
seharusnya dilakukan oleh seorang murid terhadap gurunya. Hal ini yang bisa lakukan
karena mencari ilmu dan menuntut ilmu adalah hal yang diperintahkan. Sedangkan
yang dimaksud dengan rusyidan adalah sebuah ilmu yang dapat memberikan tuntunan
dan ilmu yang dapat membawa pemiliknya kepada kebajikan. ¹²
Menurut ayat ini memerankan bahwa :
a. Seorang guru harus rendah hati, dan selalu menanbah wawasan (ilmu). Rendah
hati dalam bahasa agama dinamalan tawadlu.Yaitu orang yang rendah hati yang
tidak sombong ketika mendapatkan sebuah karunia atau sebuah kelebihan dari
Allah SWT. Dan sebagai guru dia harus menunjukkan perilaku tawadlu’, yang
artinya dia merupakan orang yang tidak sombong, dan sebaliknya yaitu menjadi
seseorang yang selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah
kepadanya.
b. Sebagai seorang muslim, seseorang harus saling menghormati satu sama lain.
Jika dia sebagai seorang peserta didik, dia tentunya harus menghargai dan
menghormati seseorang yang telah memberikan dan mengajarinya akan ilmu.
Dalam dalam kaitan ini meskipun posisi Musa sama dengan kidir, busa juga
tetap menghormati Khidir. Penghormatan Musa kepada Khidir adalah sebuah
bentuk etika dari seorang murid terhadap gurunya.
c. Seorang murif. Seseorang murid mengharapkan bantuan guru, agar ia
mendapatkan sebuah bimbingan dan ilmu. Oleh karena itu seorang murid harus
mencari keridhaan seorang guru. Keridhaan guru sangat diperlukan oleh murid

5
¹¹ Jalaludin al-Mahalli dan Jalaludin al-Sayuti, Tafsir Jalalain, Sinar Baru, Bandung, 1990, hlm. 1048.
agar apapun ilmu yang dia dapat itu dapat bermanfaat bagi dirinya dan juga
masyarakat, dan bukan ilmu yang dapat menyesatkan dan menjerumuskan
pemiliknya menjadi orang yang ingkar akan Allah.

E. Surah Al-An’am/6:75

َ‫ض َولِيَ ُك ْونَ ِمنَ ا ْل ُم ْوقِنِيْن‬ ْٓ ‫َو َك ٰذلِ َك نُ ِر‬


ِ ‫ي اِ ْب ٰر ِه ْي َم َملَ ُك ْوتَ السَّمٰ ٰو‬
ِ ‫ت َوااْل َ ْر‬

Artinya : “ Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan


(Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang
yang yakin “.

Setelah setelah Nabi Ibrahim melihat dengan mata Zahir dan Mata hati
kerajaan Allah di langit dan di bumi matahari bulan laut darat dan lain-lain, dia
pun yakin jika semua itu sebagai bukti akan adanya Allah sang Maha pencipta,
sang pemelihara dan sang pengatur alam ini. Dia juga telah sampai pada taraf
terkumpulnya sebuah ilmu yaitu ilmu yang didapat karena berpikir dan ilmu
yang langsung diterima dari Allah SWT. ¹³
Ayat ini juga menerangkan bahwasanya Ibrahim belajar secara otodidak atau
belajar sendiri. Allah lah sebagai guru yang memberikan sebuah pengajaran dan
pemahaman akan ilmu pengetahuan kepada Nabi Ibrahim. ¹ ⁴ belajar secara
otodidak di mungkin karena manusia telah diberikan akal pikiran oleh Allah.
Orang yang mempunyai hati yang bersih dan akan dapat memaksimalkan
akalnya untuk dapat menerima sebuah ilmu dengan jalan yaitu belajar secara
otodidak.
Seseorang yang memiliki hati yang baik bersih dan selalu ingat kepada Allah
bisa mendapatkan sebuah bisikan dari Allah berupa Ilham. Ilham adalah suatu
bisikan yang langsung datang dari Allah. Dengan alkathir Al Rabbani, seseorang
bisa memperoleh ilmu laduni, yaitu sebuah ilmu yang diberikan kepada hamba-
hambanya yang memiliki jiwa suci dan mempunyai kemampuan untuk
menerimanya.¹⁵
7

6
¹² Wahbat al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wal-Syari’ah wa al-Mahnaj, Jilid 15, hlm. 228 dan 294.
7
¹³ Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Pajimas, Jakarta, 1983, hlm.252
¹⁴ Mahyudin Barni, Mengungkap Aspek Pendidikan dan Pembalasan dalam Al-Qur’an, Lambung Mangkurat,
Banjarmasin, 2001, helm.42
F. Surah Al-Luqman/31:13

‫ش ِركْ بِاهّٰلل ِ ۗاِنَّ الش ِّْركَ لَظُ ْل ٌم ع َِظ ْي ٌم‬


ْ ُ‫َواِ ْذ قَا َل لُ ْقمٰ نُ اِل ْبنِ ٖه َوه َُو يَ ِعظُهٗ ٰيبُنَ َّي اَل ت‬
Artinya : “ Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar “.

Lukman dalam ayat ini memberikan sebuah nasehat kepada anaknya tentang berbagai macam
kebajikan yang dilakukan dengan cara menyentuh hati. Beliau juga mengatakan bahwa nasehat
itu dilakukan dengan cara tidak membentak tapi dengan penuh kasih sayang ini memberikan
sebuah isyarat bahwa mendidik seorang anak harus didasari oleh rasa kasih sayang.
Lukman juga memulai nasehatnya dengan menerapkan perlunya menghindari rasa syirik dan iri
dengki. Suatu yang berbentuk larangan untuk menekankan perlunya untuk meninggalkan
sesuatu yang buruk sebelum kita melakukannya dengan baik. Karena orang tua merupakan
guru pertama bagi anak-anaknya karena selama mereka dalam asuhan orang tua dengan
mengikuti bagaimana orang tuanya. Anak-anak akan mengamati dan mengikuti bagaimana
caranya orang tua dalam berkata tindak tanduk dan perilaku mereka yang mereka lakukan
setiap hari.¹⁶
3. Pendidik Dalam Konteks Al-Qur’an
Apabila melihat petunjuk yang ada di dalam Al-Qur’an, maka pendidik bisa diklasifikasikan
menjadi empat :
a. Allah SWT.
Allah sebagai pendidik utama yang menyampaikan kepada para Nabi
berupa berita yang Berisi kegembiraan untuk di perlihatkan kepada
umat manusia
b. Rasullullah SAW
Nabi Muhammad Saw sebagai manusia yang menerima Wahyu Al-
Qur’anyang diajarkan segala aspek kehidupan oleh Allah SWT melalui
perantara malaikat Jibril. Hal ini intinya menegaskan bahwa Allah
sendiri lah yang menunjuk nabi sebagai pendidik atau guru.
c. Orang Tua
Dalam Al-Qur’an dijelaskan kedudukan orang tau sebagai pendidik anak-anak.
Orang tua disamping memiliki kewajiban memberi nafkah untuk anak-anaknya
mereka juga berkewajiban untuk mengajarkan dan mendidiknya.

¹⁵ Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.
281-282
d. Orang Lain
Pendidik yang keempat menurut perspektif Al-Qur’an yaitu orang lain.
Yaitu kebanyakan orang yang tidak berkaitan langsung dengan nasabnya
terhadap anak yang di didiknya. Orang lain inilah yang selanjutnya akan
dipanggil guru . ¹⁷

Pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan potensi dan cara berfikir serta sifat
dan sikap manusia, artinya Pendidikan itu mengaktualisasikan seluruh potensi yang
ada pada manusia secara imbang dan optimal. Pendidikan dalam perspektif Al-
Qur’antidak hanya sekedar mempunyai sifat yang baik saja sebagaimana konsep Al-
Ghazali.
Tetapi harus mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan ilmu kepada anak
didik yang di didiknya. Transfer ilmu yang dilakukan oleh pendidik menjadi
keniscayaan akan kualitas sumber daya pendidik dalam mengikuti perkembangan
zaman.
Di zaman sekarang ini banyak dampak terhadap permasalahan nilai moral, sosial
budaya, dan keagamaan. Hal ini menjadi tantangan yang berat di dunia pendidikan,
disinilah seorang pendidik ditantang untuk mampu atau tidak dalam mengatasi dan
mengantisipasi permasalahan ini.
Sebagai jawaban atas prospek Pendidikan Islam di zaman sekarang ini hendaknya
seorang pendidik diwajibkan untuk mempunyai seperangkat ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan profesional.
Di samping itu Pendidik juga perlu mapan terlebih dahulu dalam segi ilmu
pengetahuan dan kreativitas untuk menjawab tantangan di zaman ini. Apabila dalam
Al-Qur’anmenyebutkan empat klasifikasi, namun pada dasarnya “kesamaan” dalam
mengajari anak didik sesuai dengan obyeknya masing-masing. Sedangkan menyangkut
keikhlasan pendidik dalam Al-Qur’a agar tidak perlu mengharapkan apa-apa dalam
membagi ilmu kepada orang lain, yang tentunya perlu ditanamkan oleh pendidik dari
sejak ia dini.
Namun sebagai pendidik, ia juga memiliki dua tanggung jawab secara bersamaan, yaitu
pendidikan memiliki kewajiban untuk menyampaikan ilmunya, mencerdaskan
masyarakat, dan yang kedua yakni dia juga memiliki kewajiban untuk menyambung
8
¹⁶ Imam Suprayo, Pendidikan Berpradikma Al-Qur’an, Malang, Aditya Media,hlm. 12.
¹⁷ Suryo Subroto, Beberapa Aspek Dasar Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara, 1983, hlm. 26.
hidupnya. Sehingga dua kewajiban itu semestinya bisa dipenuhi secara bersamaan
tanpa mengurangi keikhlasan yang diajarkan oleh Al-Qur’an.¹⁸

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian, kita dapat menyimpulkan bahwa pendidik dalam prospek
Alquran adalah sebagai berikut :
1. Allah sebagai pendidik utama yang menyampaikan kepada para nabi sebuah berita
gembira untuk diberitahukan kepada umat manusia
2. Kedudukan Nabi sebagai pendidik yang langsung ditunjuk langsung oleh Allah
3. kedudukan orang tua sebagai guru bagi anak-anaknya
4. kebanyakan orang yang tidak terkait dengan nasab kepada anak didiknya
Dalam beberapa ayat juga telah dijelaskan ternyata subjek pendidikan atau guru itu
bervariasi. Subjek kedudukan pertama adalah Allah selanjutnya adalah Rasul, ulama,
orang tua, dan siapapun yang telah memberikan bimbingan dan nasehat kepada orang
lain. Seorang pendidik atau guru diharuskan memiliki kecerdasan intelektual dan
emosional, berwawasan yang luas, berpenampilan yang menarik, mempunyai rasa
tanggung jawab yang besar, memiliki sifat rendah hati, memberi penjelasan yang
mudah dipahami dan mudah dimengerti serta memiliki sifat yang penyayang.

9
¹⁸ Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm. 32.

Anda mungkin juga menyukai