Anda di halaman 1dari 9

Tafsir Al Quran Al Azhim ibnu katsir

A. Biografi Pengarang
 Nama Lengkap

Nama lengkap beliau ialah Ismail bin Amr Al Quraisyi bin Katsir Al
Bashri ad-Dimasyqi Imaduddin Abu Al fida Al Hafizh Al Muhaddits Asy Syafii. 1,
lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir. Beliau lahir pada tahun 700 H2 pada
literature yang lain di dapati juga beliau lahir pada tahun 705 H 3 ( terdapat selisih
pendapat antara satu penulis dengan penulis yang lain) namun kesimpulan yang
pemakalah ambil bahwa beliau lahir di tahun 700-an H lebih. di sebuah desa yang
menjadi bagian dari kota Bashra di negeri Syam. Pada usia 4 tahun, ayah beliau
meninggal sehingga kemudian Ibnu Katsir diasuh oleh pamannya. Pada tahun 706
H, beliau pindah dan menetap di kota Damaskus.

 Riwayat Pendidikan
Ibn Katsir tumbuh besar di kota Damaskus. Di sana, beliau banyak
menimba ilmu dari para ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Syaikh
Burhanuddin Ibrahim al-Fazari. Beliau juga menimba ilmu dari Isa bin Muth’im,
Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin al-Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh
adz-Dzahabi serta Ibnu Taimiyah. Selain itu, beliau juga belajar kepada Syaikh
Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazzi, salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh
al-Mazzi ini kemudian menikahkan Ibn Katsir dengan putrinya. Selain
Damaskus, beliau juga belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di
sana.

1
Manna’ Khalil Al Qaththan, Pengantar studi Al quran, cet 1, Jakarta, pustaka al kautsar, 2006,
hal.478.

2
Abu Nizan , Buku Pintar Al Quran, Jakarta selatan, cet 1, Qultummedia, 2008, hal.46

3
Manna’ Khalil Al Qhattan, Pengantar Studi Al Quran…hal478

1
 Prestasi Keilmuan
Berkat kegigihan belajarnya, akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama,
ahli hadits, sejarawan serta ahli fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam
bidang tafsir yaitu Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar dan
tershahih hingga saat ini, di samping kitab tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari.
Para ulama mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir adalah sebaik-baik tafsir yang
ada di zaman ini, karena ia memiliki berbagai keistimewaan. Keistimewaan yang
terpenting adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan ayat yang
lain), menafsirkan al-Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits), kemudian dengan
perkataan para salafush shalih (pendahulu kita yang sholih, yakni para shahabat,
tabi’in dan tabi’ut tabi’in), kemudian dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.
Karya Ibnu Katsir
Selain Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab lain
yang sangat berkualitas dan menjadi rujukan bagi generasi sesudahnya, di
antaranya adalah al-Bidayah Wa an-Nihayah yang berisi kisah para nabi dan
umat-umat terdahulu, Jami’ Al Masanid yang berisi kumpulan hadits, Ikhtishar
‘Ulum al-Hadits tentang ilmu hadits, Risalah Fi al- Jihad tentang jihad dan masih
banyak lagi.
Ibnu katsir menjadi panutan bagi para huffaz dan pernah menduduki
jabatan pemimpin majlis ummu shaleh sepeninggal Adz zahabi. Dan sempat juga
pula menjadi pemimpin majlis hadis asyrafiyyah penggantin imam as subki.

 Kesaksian Para Ulama


Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama di
zamannya mau pun ulama sesudahnya.
Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Mufti (pemberi
fatwa), Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau
mempunyai karangan yang banyak dan bermanfa’at. Al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani berkata bahwa beliau adalah seorang yang disibukkan dengan hadits,
menelaah matan-matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya sangat kuat, pandai
membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah wafatnya

2
manusia masih dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak dari karya-
karyanya.
Salah seorang muridnya, Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah
seorang yang paling kuat hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi)
hadits, dan paling mengetahui cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para
sahahabat dan gurunya pun mengakui hal itu. Ketika bergaul dengannya, aku
selalu mendapat manfaat (kebaikan) darinya.

 Akhir Hayat
Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan
dikuburkan bersebelahan dengan makam gurunya , Ibnu Taimiyah. Meski kini
beliau telah lama tiada, tapi peninggalannya akan tetap berada di tengah umat,
menjadi rujukan terpercaya dalam memahami Al Qur’an serta Islam secara umum.
Umat masih akan terus mengambil manfaat dari karya-karyanya yang sangat
berharga.4

B. Kitab Tafsir Al Quranul Azhim

Tafsir Al Quranul Azhim merupakan tafsir yang terkenal dengan tulisan


ma’tsur, tafsir ini menduduki peringkat kedua setelah tafsir At Thabari ( Ibnu
Jarir At Thabary). Spesifikasi Umum tafsir ini adalah begitu tingginya perhatian
penulis terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan Kitabullah dengan hadits-
hadits dan atsar-atsar yang langsung disandarkan kepada para periwayatnya.
Pengarangnya juga sangat memperhatikan sisi penyebutan ayat-ayat yang serupa
dengan ayat yang ingin ditafsirkannya, yang dinamakan dengan Tafsir al-Qur`ân
bi al-Qur`ân (penafsiran al-Qur'an dengan al-Qur'an sendiri). Maka oleh karena itu
tafsir ini tergolong kepada tafsir ma’tsur yang baik.5

4
Majalah Tashfia, edisi 03/2006, hal.63-64
5
Muhammad Ali ash Shaabuuniy,At Tibyan fi Ulumil Quran,(ter).Aminuddin,
(Bandung:Pustaka Setia)hal.315

3
Dan imam al-Suyuthi dan al-Zarqani yang mengatakan: “Tidak ada orang
yang dapat menyusun tafsir dengan metode ini seperti karya Ibn Kathir.” Ia sangat
konsisten dalam menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, atau mengambil
riwayat dari sahabat dan para tabi’in dengan urutan sanad yang lengkap.

Pada kesempatan yang lain, al-Zarqani memberikan komentar, “Kitab


tafsir ini merupakan di antara kitab tafsir bi al-ma‟thur yang baik, atau bahkan
yang terbaik.”6

C. Metode dan Corak Penafsiran

Selayaknya terlebih dahulu kita mengkaji metode ibnu katsir dalam


menafsirkan Al-quran, sebab metodenya merupakan sekian diantara metode ideal
yang banyak digunakan dalam bidang tafsir.

Menurutnya, metode yang paling tepat dalam menafsirkan Al-quran


adalah:

a) Tafsir Al-quran terhadap Al-quran sendiri. sebab banyak didapati


kondisi umum dalam ayat tertentu kemudian dijelaskan detail oleh
ayat lain.
b) Alternantif kedua ketika tidak dijumpai ayat lain yang
menjelaskan, mufassir harus menelisik sunnah yang merupakan
penjelas Al-quran. bahkan imam syafi'i seperti ditulis ibnu katsir
mengungkapkan, "setiap hukum yang ditetapkan rasulullah
merupakn hasil pemahamannya terhadap Al-quran.
c) Selanjutnya jika tidak didapati tafsir baik dalam Al-quran dan
Hadis, kondisi ini menuntut kita untuk merujuk kepada referensi
sahabat. sebab mereka lebih mengetahuikarena menyaksikan
langsung kondisi dan latar belakang penurunan ayat. disamping
pemahaman, keilmuan dan amal shaleh mereka lebih khusus,
kalangan ulama dan tokoh besar sahabat seumpama empat khalifah
6
Muhammad Abdul Azim al-Zarqani. Manahil al...,hal. 43

4
yang bijak, Abdullah bin mas'ud, Abdullah bin abbas, sepupu nabi
sekaligus penerjemah Al-quran.
d) Referensi tabi'in kemudian menjadi alternatif selanjutnya ketika
tidak ditemukan tafsir dalam Al-quran, hadis dan referensi sahabt.
sahabat-sahabat yang terkenal adalah Mujahid bin jabr. kemudian
Sa'id bin jabir, 'ikrimah, Sahaya ibn abbas, Atha' bin abi rabbah,
Hasan al-basri, Masruq bin al ajda', Sa'id bin Al-musayyab, Abi
al'aliyah, Rabi', bin anas, Dhahhak bin muzahim, tabi'in lain dan
pengikut tabi'in yang kerap menjadi rujukan dalam tafsir.7

Ketika menyoal tafsir bi al-ra'yi (bersumber dari pendapat) ibnu katsir


menyebutkan, "tentang tafsir bi al-ra'yi, kalangan salaf cenderung melarang
mereka yang tidak memiliki dasar pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan
Al-quran. berbeda dengan mereka yang menguasai ilmu bahasa dan syariat yang
mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan penafsiran". pendapat ini
jelas merupakan pendapat yang tepat. bahwa mereka yang menguasai perangkat
bahasa dan syariat sah-sah saja untuk berbincang pasal Tafsir bi al-ra'yi.

Metode ini ditetapkan oleh ibnu katsir dalam tafsirnya. hingga kemudian
memposisikan tafsir ibnu katsir sebagai salah satu diantara sekian tafsir terbaik
yang menjadi rujukan para pakar keilmuan dan generasi setelahnya pula banyak
mengadopsi ide-ide ibnu katsir.

Anda dapat mencermati bagaimana ibnu katsir menafsirkan Al-quran

dalam contoh berikut. firman Allah QS. Al baqarah:254 ,

‫يآيّها الّذين ءامنوآ انفقوا? م ّما رزقنكم ّمن قبل ان يأتى يوم الّ بيع فيه وال خلّة وال شفعة‬
‫والكفرون هم الظّلمون‬.

7
Mani' abdul halim mahmud. Metodologi tafsir, Rajawali pers, Jakarta, 2006, hlm.60-61

5
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah ( di jalan Allah) sebagian dari
rezeki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu
tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafaat . Dan orang-orang kafir itulah
orang yang dzalim.”

Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya menginfakan sebagian rezeki yang


dianugrahi Allah dijalan kebaikan, sebagai pebendaharaan pahala disisi Tuhan
yang memiliki mereka. Merupakan anjuran agar mereka segera menginfakan
hartanya semasa didunia.

“ sebelum datang hari”, yaitu hari kiamat.

“ Yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatn yang
akrab dan tidak ada lagi syafaat.” Tidak seorang pun yang menjual diri dan
menggadaikan harta meski ia memiliki emas seluas dunia . tidak ada lagi koneksi
bahkan hubungan kekerabatan. Firman Allah Subhanallahu Ta’ala:

‫صور فال أنساب بينهم يومئذ وال يتساءلون‬


ّ ‫فاذ نفخ في ال‬.

“apabila sangkakala ditiup maka tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka
pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” ( QS. Al mukminun:
101)

“ dan tidak ada lagi syafaat”. Pertolongan mereka yang menolong sama sekali
tidak berarti.

“ Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. Merupakan bentuk


pembatasan mubtada pada khabarnya. Bahwa tidak ada seorang zalim yang paling
zalim dari siapa yang mendapat label kafir dari Allah pada hari itu. Ibnu abi Hatim
meriwayatkan pernyataan atha bin Dinar . “ segala puji bagi Allah yang
berfirman, “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. Dan bukan “
Dan orang-orang zalim itulah orang-orang yang kafir”.

6
Firman Allah Subhanallahu Ta’ala:

‫ولقد أهلقنا ما حولكم من القرى وص ّرفىا االيات لعلّهم يرجعون‬.

“ dan sesungguhnya kami telah‫ ا‬membinasakan negeri-negeri diskeitarmu ( QS Al


ahqaf:27). Yang dimaksud ayat tersebut adalah penduduk mekkah. Allah telah
membinadakan umat-umat yang mendustakan rasul yang menghuni sekitar
mekkah. Semisal ‘Ad yang mendiami Ahqaf di hadramaut, Yaman. Tsamud yang
tempat tingal mereka terletak diantara syam . selanjutnay Saba yang adalah
penduduk yaman . kemudian wilayah madyan yang kerap mereka lintasi menuju
ghazzah. Demikian dengan danau kaum luth.

Pada contoh diatas terlihat jelas bahwa ibnu katsir menafsirkan ayat al
quran dengan menggunakan ayat qur’an lainnya. Adapun corak penafsiran yang
digunakan oleh ibnu katsir ialah dominannya menggunakan corak fiqh, namun
disini beliau tidak berlarut larut dalam persoalan fiqh sebagaimana para mufassir
lain.

 Kelebihan tafsir Ibnu katsir:

Metode bil ma’tsur yang digunakan menjadikan tafsir ini lebih terlihat
kemurnian dan membuatnya berkualitas. Sebab sumber-sumber yang digunakan
merupakan sumber-sumber utama yang otentik seumpama Al quran dan Hadits.

Kemudian terbatas dalam menggunakan penalaran akal ( ra’yu) sehingga


kecil kemungkinan terjadi kesalahan dan mengikuti hawa nafsu.

Merupakan kitab tafsir yang bisa dibilang tidak berkutik pada perdebatan
mazhab sehingga dampaknya dapat melahirkan pepecahan. Sebaliknya malah
bertujuan demi terciptanya persatuan.

7
Metode tafsir tahlili bil ma’tsur yang dipakai membuat tafsir ini menjadi
salah satu tafsir terlengkap sesudah tafsir ath thabari yang masih terus dijadikan
literature mufassir sesudahnya.

 Kekurangan tafsir Ibnu Katsir:

Masih terhadapt hadist dhaif.

Masih terdapat kisah-kisah israiliyyat yang walau beliau kurang


menyukainya.

Bercampurnya yang shahih dan yg tidak shahih. Dari segi hadits maupun
atsar.

DAFTAR PUSTAKA

8
Abu Nizan , Buku Pintar Al Quran, Jakarta selatan, cet 1, Qultummedia,
2008
Mahmud, Mani' abdul halim. Metodologi tafsir, Rajawali pers, Jakarta,
2006,

Majalah Tashfia. 2006. edisi 03


Manna’ Khalil Al Qaththan, Pengantar studi Al quran, cet 1, Jakarta,
pustaka al kautsar

Muhammad Abdul Azim al-Zarqani. Manahil al...,

Muhammad Ali ash Shaabuuniy, Aminuddin At Tibyan fi Ulumil Quran,


(ter).,(Bandung:Pustaka Setia)

Anda mungkin juga menyukai