Anda di halaman 1dari 20

Peran Lelaki Terhadap Wanita dan Sikap Lelaki Dalam Berumah tangga dalam Surah

An-Nissa Ayat 34 : Anilisis Tafsir Al-Quran Al-Azhim

Yusuf Rahmatullah, Abdul Muis Nasution

Dosen Pembimbing : Lukmanul Hakim, S.Ud, M.IRKH., P.hd

Mahasiswa Jurusan Al–Quran dan Tafsir Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Fakultas Ushuluddin

Email : yusfrahmatullah20@gmail.com

Abstrak

Tafsir Al-quran Al-Azhim atau dikenal dengan tafsir ibnu katsir dimana kita belum mengetahui
tentang garis besar kitab ini dan biografi penulisnyq. tulisan ini bertujuan untuk membahas
seluk-beluk tentang kitab tafsir al-Quran Al-Azhim, yang mana dalam pembahasannya
membahas tentang biografi penulis, metode penafsiran, sistematika penafsiran, corak
penafsiran, referensi yang digunakan penulis, karakteristik kitab serta memberikan contoh
penafsiran yang terdapat di dalam kitab tafsir al-Quran Al-Azhim tersebut. Teknik pengumpulan
data yang digunakan melalui studi pustaka (library research), dengan menggunakan buku-buku
sebagai bahan dalam sumber penelitian. tafsir al-Quránnul Azim, karya ibn katsir ini
merupakan salah satu kitab yang menjadi referensi dari sebagian banyak kitab tafsir, tidak
asing ditelinga ketika seorang mubaliqh, ulama, mahasiswa menyebutkan referensinya terhadap
tafsir ibn katsir ini. Tafsir ini menggunakan metode tahlili dengan corak tafsir bil ma’tsur.

Kata kunci : tafsir, studi, Al - Quran

1
Pendahuluan

Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang kekal dan kemukjizatnya selalu diperkuat
oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Pemberitaan Al-Qur’an tentang hakikat sesuatu yang
dapat dibuktikan oleh ilmu eksperimental dan hal itu belum tercapai karena keterbatasan
sarana manusia pada zaman Rasulullah. Al-Qur’an merupakan sumber dari seluruh ajaran
Islam sebagai wahyu Allah yang terakhir dan menjadi rahmat, hidayah dan syifa bagi
seluruh manusia. AlQur’an diturunkan Allah kepada nabi Muhammad Saw. untuk
mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing
mereka ke jalan yang lurus. Al-Qur’an masih global atau umum dalam penjelasannya,
oleh karna itu para ulama mencoba untuk memahami Al-Qur’an dengan cara
menafsirkannya dengan menggunakan beberapa metode tertentu dengan caranya masing-
masing. Al-Qur’an perlu penafsiran untuk mengetahui ayat-ayat yang masih global dan
butuh penjelasan yang lebih luas untuk dapat dimengerti oleh umat manusia. Kitab tafsir
sangat banyak, dan pada tulisan ini akan membahas tentang studi kitab periode klasik,
yaitu kitab tafsir al-Quran Al-azhim atau lebih dikenal sebagai tafsir ibnu katsir yang
disusun oleh Imad al-Din Abu al-Fida Ismail ibn al-Khatthib Syihab al-Din Abi Hafash
Amr ibn Katsir al-Qurasyyi al-Syafii.

Biografi Ibnu Katsir

Ibnu Katsir nama lengkapnya adalah Imad al-Din Abu al-Fida Ismail ibn al-
Khatthib Syihab al-Din Abi Hafash Amr ibn Katsir al-Qurasyyi al-Syafii. Iya lahir di
desa yang masuk dalam wilayah Bushra, sehingga pada dirinya diletakkan predikat al-
Bushra. Demikian pula, predikat al-Dimisqi sering diletakkan pada dirinya, hal ini
mungkin, Bushra termasuk wilayah Damaskus, atau mungkin pula, Ibnu Katsir sejak
masa kanak-kanak atau remaja telah berpindah tempat dan menetap di Damaskus.
Kemungkinan kedua ini sejalan dengan keterangan Ibnu imad dalam syadzat al-Dzahab
yang Menyebut itu, peletakn oredikat al-Syafii, akhir namanya, ingin menunjukkan
bahwa Ibnu Katsir sejak kecil, diasuh dibimbing dan dibesarkan dalam lingkungan
Mazhab Syafii.1

1
Hasan Bisri, Model Penafsiran Hukum Ibnu Katsir, (cetakan pertama juni 2010), hlm.16

2
Adapun tentang kelahiran Ibnu Katsir terdapat perbedaan pendapat di kalangan
para penulis biografi. Ibnu iman memastikan tahun 700 H sebagai tahun kelahiran Ibnu
Katsir titik pendapat ini dipegangi oleh sebagian besar penulis biografi Ibnu Katsir.
Sementara itu Ibnu Taghri Bardi memilih tahun 701 H. Pendapat ini diikuti oleh C.
Brockelmann dalam dairah Al Ma'arif Al islamiyah. 2 Demikian pula, al-Dzahabi
melaporkan tahun 700 H atau sesudahnya sebagai kelahiran Ibnu Katsir. Pendapat ini
dipegangi oleh Ibnu Hajar Al asqalani dalam kitabnya al-Durrar al-kaminah fi A'ayan Al-
Tsaminah.3
Dalam mendalami bidang studi hadits, Ibnu Katsir tampak sangat antusias dan
serius. Di samping, ia meriwayatkan hadis secara langsung dari para huffadh terkemuka
dimasanya, seperti al-Syeikh Najm al-Din in al-„Asqalani dan Syihab al-Din al-Hajjar
yang lebih dikenal dengan panggilan Ibn al-Syahnah, seorang ahli hadis dari Dar al-
Hadits al-Asyrafiyyah, ia pun mendalami bidang Rijal al-Hadits di bawah bimbingan al-
Hafidh al-Kabir Abu al-Hajjaj al-Mizzi, penulis kitab Tahdzib al-Kamal, sebuah kitab
standar dalam bidang rijal alhadits.
Demikian pula, Ibnu Katsir terhadap bidang studi fikih. Dalam hal ini, ada dua
orang guru terkemuka yang membimbingnya, yakni alSyeikh Burhan al-Din al-Fazari
dan Kamal al-Din ibn Qadhi Syuhbah. Kitab al-Tanbih karya al-Syairazi, sebuah kitab
furu‟ madzhab alSyafi‟i dan Mukhtashar ibn al-Hajib dalam bidang studi ushul fikih
telah selesai dihafalnya.
Dalam mendalami bidang studi Al-Qur‟an dan tafsir, Ibnu Katsir sangat terlihat
sejak masa awal kegiatan belajarnya. Dalam alBidayah wa al-Nihayah, ia menegaskan
bahwa pada tahun 711 H, ia telah menyelesaikan hafalan Al-Qur‟an, dan dilanjutkan
denganmemperdalam ilmu qira‟at. Sedangkan mengenai studi tafsir, tidak diperoleh
keterangan langsung dari Ibnu Katsir tentang guru-guru yang membimbingnya, tetapi
berdasarkan uraiannya dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, tampak dengan jelas bahwa ia
biasa menghadiri kuliahkuliah yang disajikan oleh Syeikh al-Islâm Ibn Taymiyyah.4

2
Ibid hlm. 17
3
Ibid hlm. 17
4
Rahmawati, Implemantasi Isti’arah Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 187 (skripsi), Fakultas ushuluddin UIN Sultan
Syarif Kasim, hlm 32-33

3
Sebagai seorang yang ilmuan dan pakar dalam segala bidang, sudah barang tentu
ibn Katsir banyak menghasilkankarya-karya, akan tetapi sebagian besar dari karyanya
adalah dalam bidang hadist seperti
a. Kitab Jami’al-Masanid wa al-Sunan, yaitu kitab koleksi Musnad dan
Sunan, yang terdiri dari delapan jilid, yang didalamnya berisi nama-nama
para sahabat yang meriwayatkan hadis yang terdapat dalam Musnad
Ahmad bin Hanbal yang ia susun sesuai dengan huruf alfabet.
b. Al-Kutub al-Sittah(enam koleksi hadis)
c. At-Takmilah fi Ma’rifat al-Siqat wa ad Du’afa wa al-Mujahal
( penyempurna untuk mengetahui para periwayat yang Terpercaya, Lemah
dan Kurang Dikenal). Yang disusun dengan jumlah lima jilid.
d. Al-Mukhtasar ( Ringkasan), dari Muqaddimah li Ulum al Hadis karya
Ibnu Salah (w.642H/1246M).
e. Adillah al-Tanbih li Ulum al-Hadis, sebuha kitan hadis yang lebih dikenal
dengan al-Ba’is al Hasis. 5
Adapun dalam bidang tafsir beliau mempersembahkan kepada generasi Islam saat
ini dengan karnyanya Tafsir al Quránnul al-Azim atau yang lebih dikenal dengan tafsir
Ibn Katsir,dan kitab tafsir ini merupakan satu-satunya karya beliau dalam bidang tafsir
yang terdiri dari empat jilid yang cetak oleh Maktabah As-Saffah dan Maktabag Misr/
Dar Misr li-at-Tiba’ah Mesir dan terdiri dari delapan jilid yang dicetak oleh Maktabah
Darul Hadis Mesir.6
Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama di zamannya
mau pun ulama sesudahnya. Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang
Mufti (pemberi fatwa), Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau
mempunyai karangan yang banyak dan bermanfa’at.
Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani berkata bahwa beliau adalah seorang yang
disibukkan dengan hadits, menelaah matan-matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya
sangat kuat, pandai membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah

5
Jul Hendri, Ibn katsir (telaah Tafsir Al-Qurannul Azim Karya Ibn Katsir), vol. XIV, Nuansa, Desember 2021, hlm. 244
6
Ibid hlm 245

4
wafatnya manusia masih dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak dari karya-
karyanya.
Salah seorang muridnya, Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang
yang plaing kuat hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi) hadits, dan paling
mengetahui cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para sahahabat dan gurunya pun
mengakui hal itu. Ketika bergaul dengannya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan)
darinya.
Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan
bersebelahan dengan makam gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.7

Metode Tafsir

Metode tafsir ialah merupakan suatu cara berfikir baik untuk mencapai
pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an
yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW8. Dalam tafsir Al-Quranil Azhim yang
digunakan oleh Ibnu Katsir untuk menafsirkan Al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai
metode tahlili (manhaj), yaitu suatu metode tafsir yang menjelaskan kandungan al-Qur’an
dari seluruh aspeknya. Dalam metode ini, mufasir mengikuti susunan ayat sesuai dengan
tartib mushafi Al-Qur’an, meski demikian, metode penafsiran kitab ini pun dapat
dikatakan semi tematik (maudu’i), karena ketika menafsirkan ayat ia mengelompokkan
ayat-ayat yang masiha ada kaitanya dengan ayat sebelum ataupun sesudahnya.9
Metode ini dapat dianggap kategorikan sebagai metode atau langkah penafsiran
yang dianggap paling baik (ahsan turuq al-Tafsir), metode atau langkah dalam
menafsirkan secara garis besar dapat dikategorikan tiga macam; Pertama, menyebutkan
ayat yang akan ditafsirkan, kemudianditafsirkan atau dijelaskan dengan bahasa yang
ringkas dan mudah dipahami. Ke-dua, mengemukakan berbagai hadits atau riwayat yang
marfu’ (yang disandarkan kepada nabi SAW, baik yang sanadnya bersambung kepada
Nabi atau tidak), yang berhubungan dengan ayat yang mau ditafsirkan, ia juga sering

7
Muhammad Ibnu Sahroji,” Biografi Ibn Katsir : Mufasir Murid Kesayangan Ibn Taimiyyah”, 7 des 2020,
https://bincangsyariah.com/khazanah/biografi-ibn-katsir-mufasir-murid-kesayangan-ibn-taimiyyah/
8
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) Cetakan 1 hlm. 166
9
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm 138

5
menggunakan hujjah para sahabat dan tabi’in untuk memperjelas penafsirannya. Ke-tiga,
sering menggunakan pendapat para mufasir atau umala’ sebelumya, untuk menjelaskan
tafsirnya, tetapi tidak semua diambil untuk memperjelasknya, masih diambil pendapat
yang paling kuat diantara para ulama’ untuk dikutip.
Dalam menafsirkan suatu ayat, si pembaca tafsir akan sangat sering menemui
ayat-ayat Al-Qur’an lainnya yang terkait dengan ayat yang sedang ditafsirkan. Ayat-ayat
itulah yang menurutnya dapat menumpang maksud ayat-ayat yang sedang ditafsirkan,
atau ayat-ayat yang mampunyai munasabah arti.
Salah satu contoh ketika Menurut Ibnu Katsir menafsirkan kalimat, “huda li al-
muttakin” (Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa) dalam surat al-
Baqarah/2: 2, ia menafsirkan dengan tiga ayat lain yang menjadi latar belakang
penjelasannya tersebut yaitu surat Fushilat/41: 44; Isra/17: 82 dan Yunus/10: 57.
Sehingga penjelasannya atau penafsiranya menjadi khusus yakni bagi orang-orang yang
beriman. 10

Sistematika Penulisan

Sistematika yang ditempuh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, yaitu menafsirkan seluruh
ayat-ayat al-Qur’an sesuai susunannya dalam mushhaf al- Qur’an, ayat demi ayat dan
surat demi surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, maka
secara sistematika tafsir ini menempuh tartib mushaf.
Ibnu Katsir telah tuntas menyelasaikan sistematiaka di atas, dibanding mufassir
lain seperti: al-Mahalli (781-864 H.) dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (1282- 1354
H.) yang tidak sempat menyelesaikan tafsirnya, sesuai dengan sistematika tartib mushhaf.
Mengawali penafsirannya, Ibnu Katsir menyajikan sekelompok ayat yang
berurutan, yang dianggap berkaitan dan berhubungan dalam tema kecil. Cara ini
tergolong model baru pada masa itu. Pada, masa sebelunya atau semasa dengan Ibnu
Katsir, para mufassir kebanyakan menafsirkan kata perkata atau kalimat perkalimat.
Penafsiran berkelompok ayat ini membawa pemahaman pada adanya munasabah
ayat dalam setiap kelompok ayat itu dalam tartib mushhaf. Dengan begini akan diketahui
adanya keintegralan pembahasan al-Qur’an dalam satu tema kecil yang dihasilakan

10
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir…….hlm. 139

6
kelompok ayat yang mengandung munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an, yang
mempermudah seseorang dalam memahami kandungan al-Qur’an serta yang paling
penting adalah terhindar dari penafsiran secara parsial yang bisa keluar dari maksud nash.
Dari cara tersebut, menunjukkan adanya pemahaman lebih utuh yang dimiliki Ibnu Katsir
dalam memahami adanya munasabah antara ayat (tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an) yang
telah banyak diakui kelebihannya oleh para peneliti.11

Corak Penafsiran

dalam tafsir Ibn Katsir terdapat beberapa corak tafsir. Hal ini dipengaruhi dari beberapa
bidang kedisiplinan ilmu yang dimilikinya. Adapun corak-corak tafsir yang ditemukan dalam
tafsir Ibnu Katsir yaitu (1) corak fiqih, (2) corak ra’yi, (3) corak qira’at. 12 Disisi yang berbeda
Ibnu Katsir mendapat gelar keilmuan dari para ulama’ sebagai kesaksian atas keahliannya dalam
beberapa bidang ilmu yang digeluti, antara lain ia mendapat gelar seorang ahli sejarah, pakar
tafsir, ahli fiqih, dan juga seorang yang ahli dalam bidang hadits. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Manna’ al-Qatthan dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an, sebagai berikut: “Ibn Katsir
merupakan pakar fiqh yang dapat dipercaya, pakar hadits yang cerdas, sejarawan ulung, dan
pakar tafsir yang paripuna”.13

Referensi Tafsir

Mengenai latar belakang nama kitab Ibnu Kasir sendiri tidak diketahui secara jelas,
karena dalam kitab-kitab karya beliau tidak ditemukan, bahkan dalam kitab-kitab biografi yang
disusun oleh ulama’-ulama’ klasik juga tidak ditemui. Ibnu kasir sendiri tidak menyebutkan
nama/judul kitabnya, padahal kitab-kitab lainya ia memeberi nama. Namun pada akhirnya
Muhammad Husain Al-Zahabi, Dan Juga Muhammad Ali Al-Sabuni menyebutkan atau memberi
nama tafsir Ibnu Kasir ini dengan nama Tafsir al-qur’anil azhim, namu ada pula yang memberi
nama tafsir Ibnu Kasir. Namum perbedaan keduanya ini hanyalah pada nama judul kitabnya saja,
sedangkan inti atau isinya sama14

11
Nur Faiz Maswan, kajian deskriptif tafsir ibnu katsir, (Jakarta: Menara Kudus ,2002) hlm. 61
12
4Ali Hasan Ridha, Sejarah dan Metodologi Tafsir (terj), Ahmad Akrom, (Jakarta: Rajawali Press, 1994), hal. 59.
13
Manna’ Khalil al Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Terj.Mudzakir, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1995), hal.,527.
14
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir,…hal 135

7
Latar belakang penulisannya tafsir Al-Qur’anil Azim lahir pada abad ke 8 H/14 M,
berdasarkan data yang diperoleh, kitab inilah pertama kaliyang diterbitkan oleh Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyah Beirut, Lebanon yaitu pada tahun 1342 H/1923 M, yang terdiri dari empat jilid. jilid
1 berisi tafsir surah al-Fatihah (1) s/d an-Nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-Maidah (5) s/d
anNahl (16), jilid III berisi tafsir surah al-Isra‟ (17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi surah as-
Saffat (37) s/d an-Nas (114)15

Karakteristik Tafsir

Selain menafsirkan ayat Alquran dengan ayat Alquran, Tafsir Ibnu Katsir
memiliki beragam keistimewaan lainnya. Berikut ini adalah keistimewaannya dikutip dari
buku Tafsir Wal Mufassirun tulisan Muhammad Sofyan (2015):

1. Tafsir paling masyhur dalam memberikan perhatian terhadap apa yang telah
diberikan oleh mufassir salaf dan menjelaskan makna-makna dan hukumnya.
2. Penafsiran antara Alquran dengan Alquran
3. Banyak memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti
dengan penafsiran ayat dengan hadist marfu’ yang ada relevansinya dengan
ayat tersebut, serta menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut.
Kemudian diikuti pula dengan atsar para sahabat dan pendapat tabiin dan
ulama salaf.
4. Menyertakan peringatan terhadap cerita-cerita Israilliyat yang tertolak
(mungkar) yang banyak tersebar di dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur. Baik
peringatan itu secara global atau mendetail.
5. Bersandar pada riwayat-riwayat dari sabda Nabi SAW, para sahabat, dan
tabiin.
6. Keluasan sanad-sanad dan sabda-sabda yang diriwayatkan serta tarjihnya akan
riwayat-riwayat tersebut.
7. Penguasaan terhadap ayat-ayat nasikh mansukh, serta penguasaannya terhadap
shahih dan sakimnya jalan-jalan riwayat.

15
Siti Sukrilah, “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI, ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR”, Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga 2015, hal 23

8
8. Penjelasannya dalam segi i’rab, dan istimbatnya tentang hukum-hukum syar‟i
dan ayat-ayat Al-Quran.
9.

10. Menjadi literatur mufassir setelahnya, dicetak dan disebarkan ke penjuru


dunia.
11. Tidak mengandung permusuhan diskusi, golongan, dan mazhab. Mengajak
pada persatuan dan memberi kebenaran bersama.16

Adapun kelemahan dari tafsir ibnu katsir ini adalah sebagai berikut :
a. Kesalahan dalam penyandaran.
b. Kesalahan dalam nama sahabat yang meriwayatkan hadits, atau
penyandaran hadits kepada sahabat, padahal tidak terdapat hadits sahabat
tersebut dalam bab ini.
c. Kesalahan dalam mata rantai sanad.
d. Kurang menyentuh dalam menyandarkan riwayat.
e. Lupa dalam menukil beberapa perkataan ulama

Contoh Tafsir

16
https://kumparan.com/berita-hari-ini/metode-dan-keistimewaan-tafsir-ibnu-katsir-1vJt0EvofTJ/full

9
Foto kitab tafsir al-azhim17

kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya oleh karena
Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusuznya, maka
nasihatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
Firman Allah Swt.:
‫الرجا ُل قَ َّوا ُمونَ َعلَى النِّسا ِء‬
ِّ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-Nisa: 34)
Dengan kata lain, lelaki itu adalah pengurus wanita, yakni pemimpinnya, kepalanya, yang
menguasai, dan yang mendidiknya jika menyimpang.
ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى بَ ْع‬
}‫ض‬ َّ َ‫{بِ َما ف‬
َ ‫ض َل هَّللا ُ بَ ْع‬
17
Ibnu katsir, Tafsir Al – Quran Al – Azhim, hlm. 478

10
oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang
lain (wanita). (An-Nisa: 34)
Yakni karena kaum laki-laki lebih afdal daripada kaum wanita, seorang lelaki lebih baik
daripada seorang wanita, karena itulah maka nubuwwah (kenabian) hanya khusus bagi kaum
laki-laki. Demikian pula seorang raja. Karena ada sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
»ً‫«لَنْ يُ ْفلِ َح قَ ْو ٌم َولَّ ْوا َأ ْم َر ُه ُم ا ْم َرَأة‬
Tidak akan beruntung suatu kaum yang urusan mereka dipegang oleh seorang wanita.
Hadis riwayat Imam Bukhari melalui Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya. Demikian
pula dikatakan terhadap kedudukan peradilan dan lain-lainnya.
‫َوبِما َأ ْنفَقُوا ِمنْ َأ ْموالِ ِه ْم‬
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (An-Nisa:
34) Berupa mahar (mas kawin), nafkah, dan biaya-biaya lainnya yang diwajibkan oleh Allah atas
kaum laki-laki terhadap kaum wanita, melalui kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya.
Diri lelaki lebih utama daripada wanita, laki-laki mempunyai keutamaan di atas wanita,
juga laki-lakilah yang memberikan keutamaan kepada wanita. Maka sangat sesuailah bila
dikatakan bahwa lelaki adalah pemimpin wanita. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain,
yaitu firman-Nya:
ٌ‫جال َعلَ ْي ِهنَّ َد َر َجة‬
ِ ‫لر‬ِّ ِ‫َول‬
Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. (Al-
Baqarah: 228), hingga akhir ayat. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-
Nisa: 34) Yakni menjadi kepala atas mereka; seorang istri diharuskan taat kepada suaminya
dalam hal-hal yang diperintahkan oleh Allah yang mengharuskan seorang istri taat kepada
suaminya. Taat kepada suami ialah dengan berbuat baik kepada keluarga suami dan menjaga
harta suami. Hal yang sama dikatakan oleh Muqatil, As-Saddi, dan Ad-Dahhak.
Al-Hasan Al-Basri meriwayatkan bahwa ada seorang istri datang kepada Nabi Saw.
mengadukan perihal suaminya yang telah menamparnya. Maka Rasulullah Saw. bersabda,
"Balaslah!" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi
kaum wanita. (An-Nisa: 34) Akhirnya si istri kembali kepada suaminya tanpa ada qisas
(pembalasan).

11
Ibnu Juraij dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Al-Hasan
Al-Basri. Hal yang sama di-mursal-kan hadis ini oleh Qatadah, Ibnu Juraij, dan As-Saddi.
Semuanya itu diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Murdawaih menyandarkan hadis ini ke jalur yang lain. Untuk itu ia mengatakan:
‫اعي َل ْب ِن‬ِ ‫س َم‬ ْ ‫سى بْنُ ِإ‬ َ ‫ َح َّدثَنَا ُمو‬،‫ث‬ ْ ‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُم َح َّم ٍد اَأْل‬،‫ش ِم ُّي‬
ُ ‫ش َع‬ َ َّ‫َح َّدثَنَا َأ ْح َم ُد بْنُ َعلِ ٍّي الن‬
ِ ‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ا ْل َها‬،‫ساِئ ُّي‬
‫صا ِر‬َ ‫ َأتَى النَّبِ َّي َر ُج ٌل ِمنَ اَأْل ْن‬:‫ عَنْ علي قال‬،‫ عَنْ َأبِي ِه‬،‫ عَنْ َج ْعفَ ِر ْب ِن ُم َح َّم ٍد‬،‫ عَنْ َجدِّي‬،‫ َح َّدثَنِي َأبِي‬،‫سى ْب ِن َج ْعفَ ِر ْب ِن ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ُمو‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ُ ‫ فَقَا َل َر‬،‫ض َربَ َها فََأثَّ َر ِفي َو ْج ِه َها‬
َ ُ‫ َوِإنَّه‬،‫ي‬ َ ‫ ِإنَّ ز َْو َج َها فُاَل نُ بْنُ فُاَل ٍن اَأْل ْن‬،ِ ‫سو َل هَّللا‬
ُّ ‫صا ِر‬ ُ ‫ يَا َر‬: ْ‫ َفقَالَت‬،ُ‫ِبا ْم َرَأ ٍة لَه‬
‫ قَ َّوا ُمونَ َعلَى‬:‫ي‬ ْ ‫ض]} َأ‬ ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى بَ ْع‬َ ‫ض َل هَّللا ُ بَ ْع‬َّ َ‫سا ِء [بِ َما ف‬ ِّ :ُ ‫ فََأ ْنزَ َل هَّللا‬."‫س َذلِ َك لَه‬
َ ِّ‫{الر َجا ُل قَ َّوا ُمونَ َعلَى الن‬ َ ‫ "ل ْي‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
"‫ "َأ َردْتُ أ ْم ًرا وأ َرا َد هَّللا ُ َغ ْي َره‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ِ ‫سا ِء فِي اَأْل َد‬
ُ ‫ فَقَا َل َر‬.‫ب‬ َ ِّ‫الن‬
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali An-Nasai, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Hibatullah Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Muhammad Al-Asy'as, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail ibnu Musa ibnu
Ja'far ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ayahku telah menceritakan kepada kami, dari
kakekku, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa datang
kepada Rasulullah Saw. seorang lelaki dari kalangan Ansar dengan seorang wanita mahramnya.
Lalu si lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya suami wanita ini (yaitu Fulan bin
Fulan Al-Ansari) telah menampar wajahnya hingga membekas padanya." Rasulullah Saw.
bersabda, "ia tidak boleh melakukan hal itu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-Nisa: 34) Yakni dalam hal mendidik. Maka
Rasulullah Saw. bersabda: Aku menghendaki suatu perkara, tetapi ternyata Allah menghendaki
yang lain.
Hadis ini di-mursal-kan pula oleh Qatadah, Ibnu Juraij, dan As-Saddi; semuanya
diketengahkan oleh Ibnu Jarir. Asy-Sya'bi mengatakan sehubungan dengan ayat ini, yaitu
firman-Nya: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (An-Nisa: 34) Yaitu mas kawin yang
diberikan oleh laki-laki kepadanya. Tidakkah Anda melihat seandainya si suami menuduh
istrinya berzina, maka si suami melakukan mula'anah terhadapnya (dan bebas dari hukuman
had). Tetapi jika si istri menuduh suaminya berbuat zina, si istri dikenai hukuman dera.
Firman Allah Swt. yang mengatakan, "As-Salihat," artinya wanita-wanita yang saleh.

12
Firman Allah Swt. yang mengatakan, "Qanitat menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang
bukan hanya seorang, yang dimaksud ialah istri-istri yang taat kepada suaminya.
ِ ‫{حافِظَاتٌ لِ ْل َغ ْي‬
}‫ب‬ َ
lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya. (An-Nisa: 34)
Menurut As-Saddi dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah wanita yang memelihara
kehormatan dirinya dan harta benda suaminya di saat suaminya tidak ada di tempat.

Firman Allah Swt.:


ُ ‫بِما َحفِظَ هَّللا‬
oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (An-Nisa: 34)
Orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara oleh Allah.
‫ قَا َل‬:‫ عَنْ َأبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل‬،‫س ِعي ٍد ا ْلمقبري‬ َ ‫س ِعي ُد بْنُ َأبِي‬ َ ‫ َح َّدثَنَا‬،‫ َح َّدثَنَا َأبُو َم ْعشَر‬،‫ح‬ ٍ ِ‫صال‬ َ ‫ َح َّدثَنَا َأبُو‬،‫ َح َّدثَنِي ا ْل ُمثَنَّى‬:‫َقا َل ابْنُ َج ِري ٍر‬
‫س َّر ْتكَ َوِإ َذا أ َم ْرتَها أطاعت َك َوِإ َذا ِغبْتَ َع ْن َها َحفِظ ْتكَ ِفي‬ َ ‫"خي ُر النسا ِء امرأةٌ ِإ َذا نَظَ ْرتَ ِإلَ ْي َها‬ َ :‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ُ ‫َر‬
ِّ :َ‫سلَّ َم َه ِذ ِه اآْل يَة‬
َ ِّ‫{الر َجا ُل قَ َّوا ُمونَ َعلَى الن‬
.‫سا ِء} ِإلَى آ ِخ ِرهَا‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ُ ‫ ثُ َّم قَ َرَأ َر‬:‫ قَا َل‬."َ‫سها ومالِك‬ ِ ‫نَ ْف‬
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan
kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, telah menceritakan
kepada kami Sa'id ibnu Abu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sebaik-baik wanita ialah seorang istri yang apabila kamu
melihat kepadanya, membuatmu gembira; dan apabila kamu memerintahkannya, maka ia
menaatimu; dan apabila kamu pergi meninggalkan dia, maka ia memelihara kehormatan dirinya
dan hartamu. Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah Saw.
membacakan firman-Nya: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-Nisa: 34),
hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Yunus ibnu Habib, dari Abu Daud At-Tayalisi,
dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Zi-b, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah
dengan lafaz yang semisal.
‫ َأنَّ َع ْب َد ال َّر ْح َم ِن‬:ُ‫ َأنَّ ابْنَ قَا ِر ٍظ َأ ْخبَ َره‬:‫ عَنْ عُبيد هَّللا ِ ْب ِن َأبِي َج ْعفَ َر‬،‫ َح َّدثَنَا ابْنُ لَ ِهيعة‬،َ‫س َحاق‬ ْ ‫ َح َّدثَنَا يَ ْحيَى بْنُ ِإ‬:ُ‫قَا َل اِإْل َما ُم َأ ْح َمد‬
ْ‫طاعَت‬ َ ‫ش ْه َرهَا َو َحفِظَتْ فَ ْر َجها؛ َوَأ‬ َ ْ‫صا َمت‬ َ ‫ َو‬،‫صلَّت ا ْل َم ْرَأةُ َخمسها‬ َ ‫ "ِإ َذا‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ف قَا َل‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ٍ ‫بْنَ ع َْو‬
."‫ت‬
ِ ‫شْئ‬ ِ ‫ي َأ ْب َوا‬
ِ ‫ب ا ْل َجنَّ ِة‬ ِّ ‫ادخلِي ا ْل َجنَّةَ ِمنْ أ‬
ُ :‫زَو َج َها قِي َل لَ َها‬
ْ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Abdullah ibnu Abu Ja'far; Ibnu Qariz pernah

13
menceritakan kepada-nya bahwa Abdur Rahman ibnu Auf pernah menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Seorang wanita itu apabila mengerjakan salat lima waktunya,
puasa bulan (Ramadan)nya, memelihara kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka
dikatakan kepadanya, "Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana pun yang kamu sukai."
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid (menyendiri) oleh Imam Ahmad melalui jalur Abdullah
ibnu Qariz, dari Abdur Rahman ibnu Auf.
Firman Allah Swt.:
َّ‫َوالاَّل تِي تَخافُونَ نُشُو َزهُن‬
Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusyuznya. (An-Nisa: 34)
Yakni wanita-wanita yang kalian khawatirkan bersikap membangkang terhadap
suaminya. An-Nusyuz artinya tinggi diri; wanita yang nusyuz ialah wanita yang bersikap
sombong terhadap suaminya, tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling darinya, dan
membenci suaminya. Apabila timbul tanda-tanda nusyuz pada diri si istri, hendaklah si suami
menasihati dan menakutinya dengan siksa Allah bila ia durhaka terhadap dirinya. Karena
sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadanya agar taat kepada suaminya dan haram berbuat
durhaka terhadap suami, karena suami mempunyai keutamaan dan memikul tanggung jawab
terhadap dirinya. Rasulullah Saw. sehubungan dengan hal ini telah bersabda:
ْ َ‫سجد َأِل َح ٍد ألمرتُ ا ْل َم ْرَأةَ َأنْ ت‬
"‫ ِمنْ ِعظَم َحقِّه َعلَ ْي َها‬،‫س ُج َد لِز َْو ِج َها‬ ْ ‫"لَ ْو ُك ْنتُ آ ِم ًرا َأ َحدًا َأنْ َي‬
Seandainya aku diberi wewenang untuk memerintah seseorang agar bersujud terhadap
orang lain, niscaya aku perintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena hak
suami yang besar terhadap dirinya.
imam Bukhari meriwayatkan melalui Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
ِ ‫"ِإ َذا َدعَا ال َّر ُج ُل ام َرأتَهُ ِإلَى ِف َرا‬
ْ ‫ لَ َعنَ ْت َها ا ْل َماَل ِئ َكةُ َحتَّى ت‬،‫شه فأبَتْ َعلَ ْي ِه‬
"‫ُصبِح‬
Apabila seorang lelaki mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu si istri menolaknya,
maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Menurut riwayat Imam Muslim disebutkan seperti berikut:
"‫ لَ ْعنَ ْت َها ا ْل َماَل ِئ َكةُ َحتَّى تُصبِح‬،‫ت ا ْل َم ْرَأةُ هَاجرة فِراش ز َْو ِجها‬
ِ َ‫"ِإ َذا بَات‬
Apabila seorang istri tidur semalam dalam keadaan memisahkan diri dari tempat tidur
dengan suaminya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:

14
} َّ‫{والالتِي ت ََخافُونَ نُشُو َزهُنَّ فَ ِعظُوهُن‬
َ
Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusyuznya, maka nasihatilah mereka. (An-Nisa: 34)
Adapun firman Allah Swt.:
‫َواه ُْج ُروهُنَّ فِي ا ْل َمضا ِج ِع‬
dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka. (An-Nisa: 34)
Menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah hendaklah si
suami tidak menyetubuhinya, tidak pula tidur bersamanya; jika terpaksa tidur bersama. maka si
suami memalingkan punggungnya dari dia.
Hal yang sama dikatakan pula oleh bukan hanya seorang. Tetapi ulama yang lainnya,
antara lain As-Saddi, Ad-Dahhak, Ikrimah, juga Ibnu Abbas menurut riwayat yang lain
mengatakan bahwa selain itu si suami jangan berbicara dengannya, jangan pula mengobrol
dengannya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, hendaknya si suami
menasihatinya sampai si istri kembali taat. Tetapi jika si istri tetap membangkang, hendaklah si
suami berpisah dengannya dalam tempat tidur, jangan pula berbicara dengannya, tanpa
menyerahkan masalah nikah kepadanya; yang demikian itu terasa berat bagi pihak istri.
Mujahid, Asy-Sya'bi, Ibrahim, Muhammad ibnu Ka’b, Miqsam, dan Qatadah mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan al-hajru ialah hendaknya si suami tidak menidurinya.
َ ‫ عَنْ َع ِّم ِه َأنَّ النَّبِ َّي‬،‫ش ِّي‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬ ِ ‫ عَنْ َأبِي َح َّرةَ ال َّرقَا‬،‫ عَنْ َعلِ ِّي ْب ِن َز ْي ٍد‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َح َّماد‬،‫س َما ِعي َل‬
ْ ‫سى بْنُ ِإ‬ َ ‫ َح َّدثَنَا ُمو‬:َ‫قَا َل َأبُو دَا ُود‬
َ ‫يَ ْعنِي النِّ َك‬ :ٌ‫ضا ِج ِع" قَا َل َح َّماد‬
‫اح‬ َ ‫ "فَِإن ِخ ْفتُ ْم نُشُو َزهُنَّ فَاه ُْج ُروهُنَّ فِي ا ْل َم‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid. dari Abu Murrah Ar-
Raqqasyi, dari pamannya, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Jika kalian merasa khawatir
mereka akan nusyuz (membangkang), maka pisahkanlah diri kalian dari tempat tidur mereka.
Hammad mengatakan bahwa yang dimaksud ialah jangan menyetubuhinya.
Di dalam kitab sunan dan kitab musnad disebutkan dari Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi,
bahwa ia pernah bertanya:
‫ َواَل تَ ْه ُجر‬،‫َض ِرب ال َو ْجهَ َواَل تُقَبِّح‬
ْ ‫ َواَل ت‬، َ‫سيْت‬ ُ ‫ َوتَ ْك‬، َ‫ "َأنْ تُطعمها ِإ َذا طَ ِع ْمت‬:‫ق ا ْم َرَأ ِة َأ َح ِدنَا؟ قَا َل‬
َ َ‫س َوهَا ِإ َذا ا ْكت‬ ُّ ‫ َما َح‬،ِ ‫سو َل هَّللا‬
ُ ‫يَا َر‬
"‫ت‬ِ ‫ِإاَّل فِي البَ ْي‬
"Wahai Rasulullah, apakah hak seorang istri di antara kami atas diri suaminya?" Nabi
Saw. menjawab: Hendaknya kamu memberi dia makan jika kamu makan, dan memberinya

15
pakaian jika kamu berpakaian, dan janganlah kamu memukul wajah dan jangan memburuk-
burukkan, janganlah kamu mengasingkannya kecuali dalam lingkungan rumah.
Firman Allah Swt.:
َّ‫اض ِربُوهُن‬
ْ ‫َو‬
dan pukullah mereka. (An-Nisa: 34)
Yakni apabila nasihat tidak bermanfaat dan memisahkan diri dengannya tidak ada
hasilnya juga, maka kalian boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Jabir, dari Nabi Saw., bahwa Nabi
Saw. pernah bersabda dalam haji wada'-nya:
‫ض ْربا َغ ْي َر‬ ْ َ‫ فَِإنْ فَ َع ْلن ف‬،ُ‫ َولَ ُك ْم َعلَ ْي ِهنَّ َأاَّل يُو ِطْئنَ فُ ُرشكم َأ َحدًا تَ ْك َرهُونَه‬، ٌ‫ فَِإنَّ ُهنَّ ِع ْن َد ُك ْم َع َوان‬،‫واتَّقُوا هللاَ فِي النِّسا ِء‬
َ َّ‫اض ِربُوهُن‬
ِ ‫سوتهن ِبا ْل َم ْع ُر‬
"‫وف‬ ْ ‫رزقُهنَّ و ِك‬ ْ َّ‫ َولَ ُهن‬،‫ُمبَ ِّرح‬
Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena sesungguhnya mereka di sisi
kalian merupakan penolong, dan bagi kalian ada hak atas diri mereka, yaitu mereka tidak boleh
mempersilakan seseorang yang tidak kalian sukai menginjak hamparan kalian. Dan jika mereka
melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukakan, dan bagi mereka
ada hak mendapat rezeki (nafkah) dan pakaiannya dengan cara yang makruf.
Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang, yaitu dengan pukulan yang tidak melukakan.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, yang dimaksud ialah pukulan yang tidak membekas.
Ulama fiqih mengatakan, yang dimaksud ialah pukulan yang tidak sampai mematahkan suatu
anggota tubuh pun, dan tidak membekas barang sedikit pun.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas; jika si istri nusyuz, hendaklah si
suami memisahkan diri dari tempat tidurnya. Jika si istri sadar dengan cara tersebut, maka
masalahnya sudah selesai. Tetapi jika cara tersebut tidak bermanfaat, maka Allah mengizinkan
kepadamu untuk memukulnya dengan pukulan yang tidak melukakan, dan janganlah kamu
mematahkan suatu tulang pun dari tubuhnya, hingga ia kembali taat kepadamu. Tetapi jika cara
tersebut tidak bermanfaat, maka Allah telah menghalalkan bagimu menerima tebusan (khulu')
darinya.
Sufyan ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu
Umar, dari Iyas ibnu Abdullah ibnu Abu Ziab yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda:

16
‫ص ِفي‬ َ ‫ فَ َر َّخ‬. َّ‫اج ِهن‬ ِ ‫سا ُء َعلَى َأ ْز َو‬
َ ِّ‫ ذِئ َرت الن‬:‫سلَّ َم فَقَا َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ُ ‫ فَ َجا َء ُع َم ُر ِإلَى َر‬."ِ‫َض ِربوا إما َء هللا‬ْ ‫"اَل ت‬
‫ "لَقَ ْد‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ َ ‫ش ُكونَ َأ ْز َو‬
ُ ‫ فَقَا َل َر‬، َّ‫اج ُهن‬ ْ َ‫سا ٌء َكثِي ٌر ي‬ َ ِ‫سلَّ َم ن‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ِ ‫ فََأطَافَ ِب‬، َّ‫ض ْربِ ِهن‬
ُ ‫آل َر‬ َ
"‫س ُأولَِئ َك بِ ِخيَا ِر ُك ْم‬ َ ‫ َأ ْز َو‬  َ‫ش ُكون‬
َ ‫ لَ ْي‬، َّ‫اج ُهن‬ ْ َ‫سا ٌء َكثِي ٌر ي‬
َ ِ‫أطافَ بِآ ِل ُم َح َّم ٍد ن‬
Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah! Maka datanglah Umar r.a.
kepada Rasulullah Saw. dan mengatakan, "'Banyak istri yang membangkang terhadap
suaminya," Lalu Rasulullah Saw. memperbolehkan memukul mereka (sebagai pelajaran).
Akhirnya banyak istri datang kepada keluarga Rasulullah Saw. mengadukan perihal suami
mereka. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya banyak istri yang berkerumun di rumah
keluarga Muhammad mengadukan perihal suami mereka; mereka (yang berbuat demikian
terhadap istrinya) bukanlah orang-orang yang baik dari kalian.
Hadis riwayat Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah.
‫ عَنْ َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن‬ª،‫ي‬ ْ ‫ عَنْ دَا ُو َد‬،َ‫ح َّدثَنَا َأبُو َع َوانَة‬-
ِّ ‫األو ِد‬ َ ‫س َّي‬ِ ِ‫يَ ْعنِي َأبَا دَا ُو َد الطَّيَال‬- ‫سلَ ْي َمانُ بْنُ دَا ُو َد‬
ُ ‫ َح َّدثَنَا‬:ُ‫قَا َل اِإْل َما ُم َأ ْح َمد‬
‫ول‬
ِ ‫س‬ُ ‫احفَ ْظ َعنِّي ثَاَل ثًا َحفظتهن عَنْ َر‬ ْ ،‫ث‬ ْ ‫ يَا َأ‬:‫ َوقَا َل‬،‫ض َربَ َها‬
ُ ‫ش َع‬ َ َ‫او َل ا ْم َرَأتَهُ ف‬
َ َ‫ فَتَن‬،‫ قَا َل ض ْفتُ ُع َم َر‬،‫س‬ ٍ ‫ث ْب ِن قَ ْي‬ ِ ‫ش َع‬ ْ ‫سلي َع ِن اَأْل‬ ْ ‫ال ُم‬
ِ َ‫ َون‬ ... ‫ َواَل تَنَم ِإاَّل َعلَى ِو ْتر‬،ُ‫امرَأتَه‬
َ‫س َي الثَّالِثَة‬ َ ‫ض َر َب‬ َ ‫ اَل تَسأ ِل ال َّر ُج َل فِي َم‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ِ ‫هَّللا‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud (yakni
Abu Daud At-Tayalisi), telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Daud Al-Audi,
dari Abdur Rahman As-Sulami, dari Al-Asy’as ibnu Qais yang menceritakan, "Aku pernah
bertamu di rumah Umar r.a. Lalu Umar memegang istrinya dan menamparnya, setelah itu ia
berkata, 'Hai Asy'as, hafalkanlah dariku tiga perkara berikut yang aku hafalkan dari Rasulullah
Saw. yaitu: Janganlah kamu menanyai seorang suami karena telah memukul istrinya, dan
janganlah kamu tidur melainkan setelah mengerjakan witir'." Al-Asy'as lupa perkara yang
ketiganya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dari
hadis Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Abu Uwwanah, dari Daud Al-Audi dengan lafaz yang
sama.
Firman Allah Swt.:
َ َّ‫فَِإنْ َأطَ ْعنَ ُك ْم فَال تَ ْب ُغوا َعلَ ْي ِهن‬
‫سبِياًل‬
Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. (An-Nisa: 34)
Artinya, apabiia seorang istri taat kepada suaminya dalam semua apa yang dikehendaki
suaminya pada diri si istri sebatas yang dihalalkan oleh Allah, maka tidak ada jalan bagi si suami

17
Firman Allah Swt.:
ً‫ِإنَّ هَّللا َ كانَ َعلِيًّا َكبِيرا‬
Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (An-Nisa: 34)

Mengandung ancaman terhadap kaum laki-laki jika mereka berlaku aniaya terhadap istri-
istrinya tanpa sebab, karena sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar yang akan
menolong para istri; Dialah yang akan membalas terhadap lelaki (suami) yang berani berbuat
aniaya terhadap istrinya.18

Kesimpulan
18
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-34.html

18
Ibnu Katsir nama lengkapnya adalah Imad al-Din Abu al-Fida Ismail ibn al-Khatthib
Syihab al-Din Abi Hafash Amr ibn Katsir al-Qurasyyi al-Syafii. Iya lahir di desa yang masuk
dalam wilayah Bushra. Adapun tentang kelahiran Ibnu Katsir terdapat perbedaan pendapat di
kalangan para penulis biografi. Ibnu iman memastikan tahun 700 H sebagai tahun kelahiran Ibnu
Katsir titik pendapat ini dipegangi oleh sebagian besar penulis biografi Ibnu Katsir. Sementara
itu Ibnu Taghri Bardi memilih tahun 701 H. Pendapat ini diikuti oleh C. Brockelmann dalam
dairah Al Ma'arif Al islamiyah. Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan
dikuburkan bersebelahan dengan makam gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Dalam tafsir Al-Quranil Azhim yang digunakan oleh Ibnu Katsir untuk menafsirkan Al-
Qur’an dapat dikategorikan sebagai metode tahlili. Sistematika yang ditempuh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya, yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an sesuai susunannya dalam mushhaf al-
Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat al-Nas, maka secara sistematika tafsir ini menempuh tartib mushaf.

Adapun corak-corak tafsir yang ditemukan dalam tafsir Ibnu Katsir yaitu (1) corak fiqih,
(2) corak ra’yi, (3) corak qira’at. latar belakang nama kitab Ibnu Kasir sendiri tidak diketahui
secara jelas, karena dalam kitab-kitab karya beliau tidak ditemukan, bahkan dalam kitab-kitab
biografi yang disusun oleh ulama’-ulama’ klasik juga tidak ditemui. Ibnu kasir sendiri tidak
menyebutkan nama/judul kitabnya, padahal kitab-kitab lainya ia memeberi nama

Darftar Pustaka

19
Bisri hasan, Model penafsiran Hukum Ibnu katsir, Bandung : LP2M UIN Sunan Gunung
Jati, 2010.

Rahmawati, Implemantasi Isti’arah Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 187 (skripsi),


………………Pekanbaru : Fakultas ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim, 2022

Hendri Jul. (2021). Ibn katsir (telaah Tafsir Al-Qurannul Azim Karya Ibn Katsir), vol.
………………XIV, 244-245

Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2004.

Nur Faiz Maswan, kajian deskriptif tafsir ibnu katsir, Jakarta: Menara Kudus ,2002.

Maliki (2018), Tafsir Ibnu Katsir : Metode dan Bentuk Penafsiran, vol 1

https://kumparan.com/berita-hari-ini/metode-dan-keistimewaan-tafsir-ibnu-katsir-
1vJt0EvofTJ/full

http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-34.html

https://bincangsyariah.com/khazanah/biografi-ibn-katsir-mufasir-murid-kesayangan-ibn
taimiyyah/

20

Anda mungkin juga menyukai